Mungkin salahku bila kau kini, ada cinta yang lain. Dihari ini masih terjaga, janji hati untukmu. Selamanya.
"Mau sampai kapan kau terus memandangi itu? sudah satu jam perjalanan kau masih saja melakukannya." Tanya Odelia jengkel pada sosok pria bermata kelabu disampingnya. Sejak mereka keluar dari ruangan pemeriksaan itu, Jean tak hentinya memandangi sebuah foto ditangannya. Pria itu tak pernah melepaskan genggamannya pada benda yang menampilkan waja kedua anaknya. Ia masih geli ketika mendengar bahwa putranya sengaja menutupi adiknya yang tengah di USG. Ia tak tahu bahwa gen posesif itu menurun sempurna pada putranya.
Pria itu menoleh pada wanita yang sedang hamil tua disampingnya. Didalam taksi, kali ini mereka duduk berhimpitan. Jean suka gagasan mengenai hal itu. Wangi yang menguar dari tubuhnya benar-bena
Aku dan kamu takkan tahu mengapa kita tak berpisah. Walau kita takkan pernah satu, biarlah aku menyimpan bayangmu. Dan, biarkanlah semua menjadi kenangan. Yang tahu isi dalam hatiku. Meskipun pedih, namun tetap selalu ada disini.Kedua orang itu duduk berhadapan di sebuah bangku di restoran milik sosok tegap dan tinggi bernama Thomas. Si pemilik itu sendiri kini menjadi salah satu orang yang duduk disana berhadapan dengan wanita yang tengah hamil tua. Tak ada sorot apapun selain kekecewaan yang didapatinya dari kehadiran wanita itu pagi ini.Odelia, wanita pujaannya sudah memutuskan hal yang akan mengubah masa depannya. Ada sebongkah batu yang saat ini membebani hatinya. Rasa nyeri itu semakin menjadi kala melihat sorot penyesalan yang dilemparkan ke arahnya.
Aku tak bisa melakukan apapun lagi untuk membuatmu kembali. Hanya berpasrah pada rasaibamu, rasa ini akan tetap tumbuh meski kau takkan pernah menyambutnya.Asamutelah hilangkarenaku. Kumohon, Maafkan aku.Jean terduduk sendiri di depan balkon rumah itu. sesekali asap rokok yang dihisapnya keluar melalui mulut, bahkan sedikit dari hidungnya. Keheningan menjadi teman setia baginya selama beberapa hari ini. Tak banyak yang dilakukannya selain berdiam diri memperhatikan sekitar dengan tatapan nanar. Sedangkan pikirannya jauh melayang ke tempat yang bukan kini ia huni.Hatinya resah.
Semua fakta yang terbentang dihadapanku, menyebutkan kaulah yang bersalah. Aku telah memilih jalan yang salah bersamamu. Keburukan ini singgah karena salahku yang mnegikuti semua kemauanmu."Kita tidak bisa melakukan perjalanan, karena suamimu sudah menutup semua akses."Riska menggigit ujung kukunya gelisah. Matanya tampak menerjab pelan. wajahnya pias saat mengetahui bahwa kini gerakannya terbatasi. Yonash telah meningkatkan penjagaan pada Jean dan Odelia. Yang paling membuatnya khawatir adalah ketika ia mencoba untuk membeli sebuah tiket kereta yang langsung dibatalkan secara sepihak. Riska tidak bisa menggunakan fasilitas mobil, karena ia tahu didalam kendaraan itu sudah dipasang alat pelacak."Brengsek! Bagaimana bisa dia mengetahui semua ini?" Tanya Risk
Aku mengatakan bahwa keputusanku kemarin sudah bulat.Tekadkuuntuk mengakhiri ini semua adalah sebuah kebenaran. Namun, mengapa ketika semuanya sudah berjalan sesuai keinginanku, hati ini kembali berdenyut penuh keraguan. Mungkinkah aku mulai meragukan semua keputusanku?Odelia merenung sendiri tepat disalah satu bangku ruang makan yang kini tampak lengang. Setelah menyelesaikan makan malam mereka dan bergegas pergi untuk beristirahat, semua orang telah pergi meninggalkan ruangan itu. Disana tersisalah salah seorang wanita yang tengah hamil besar. Sepasang mata bulatnya menatap kosong pada gelas kaca yang ada dihadapannya. Pikirannya berjalan entah kemana sehingga membuatnya meragukan dirinya sendiri saat ini.Beberapa hari yang lalu, ia sudah
Kita sama. Jalan kita, wajah kita, sikap kita. Namun, hati dan takdir kita tak sejalan. Jika kau memilih jalan untukmenghalangimu, tak ada yang bisa kulakukan selainmelenyapkanmu.Sepasang anak kembar perempuan tampak berlari kesana dan kemari disebuah taman kecil dibelakang rumahnya. Senyum mereka yang menawan serta tawa riangnya mengundang decak kagum beberapa pelayan dan salah seorang wanita yang berpenampilan elegan, yang duduk menunggu kedua putrinya bermain. Senyuman cantik dari wanita yang bermata hijau itu tak pernah pudar, tatkala melihat kebahagiaan yang tersirat dari wajah kedua buah hatinya yang cantik itu.Reanna dan Riska.Per
Apakah seorang pelacur sepertiku tak pantas memiliki kehidupan normal seperti manusia lainnya. Aku masih manusia, hanya saja aku tidak sesuci kalian. Apakah alasan itu dengan mudahnya membuat kalian membenciku sebagai seorang manusia biasa?Sepasang mata menerjab pelan menyesuaikan sinar putih yang menerpa penglihatannya. Langit yang luas dengan nuansa putih menjadi pemandangan pertama yang dilihatnya setelah bangkit dari kegelapan. Aroma aneh yang mampu membuat mulut bergejolak pun menjadi sesuatu yang menyentak kesadarannya dari tidur yang entah berapa lama dialaminya.Martha, begitulah nama yang tertera pada ranjang pasien. Keterangan bahwa wanita itu mengalami pendarahan menjadi momok yang menyeramkan jika dilihat oleh orang lain. Tapi, tidak. Hanya ada seorang wanita tua yang duduk disampingnya. Wani
Coba saja bayangkan jika kau yang berada di posisiku. Rasakan panas yang menjalar ke seluruhdadamumelihat pemandangan itu. Jangan katakan rasa apa ini. Aku sendiri enggan untuk memberitahukannya padamu.Odelia membuka kedua matanya pelan. Hal pertama kali yang menjadi pemandangan baru baginya adalah sesosok pria yang tengah duduk dihadapannya. Senyumnya yang rupawan mau tak mau membuat Odelia ikut tersenyum. Pandangannya yang masih mengabur membuatnya sulit melihat sosok pria tampan itu. Namun, ketika tangannya bergerak untuk mengusap matanya, Pria tampan itu mencegahnya dengan memegang kedua tangannya.Sebuah sentuhan hangat yang terasa begitu familiar menjadi satu hal yang mengingatkannya pada seseorang. Hanya satu orang dan satu pria yang
Lahirkanmereka. Aku akan berjuang untukmelindungimudan anak-anak kita. Jangan takut, aku takkan pernah meninggalkanmu lagi."Lia, aku mohon buka pintu sialan ini! biarkan aku bicara padamu." Tak lama terdengar suara Jean yang berteriak menggedor pintu kamarnya. Mungkin pria itu sedikit terkejut dengan tindakannya yang tiba-tiba saja mengunci kamarnya, karena tak biasanya ia mengunci kamarnya."Aku manusia, Jean. Aku bisa saja sakit hati." Lirihnya pelan. Sepertinya hanya dua kalimat itu yang mampu mewakili semua perasaannya.Tak lama, Odelia merasakan ada rasa nyeri yang melanda perutnya. Tanpa bersuara, ia terus mengelus perutnya. Ia tak tahu mengapa, sejak beberap