Odelia merenung sendiri tepat disalah satu bangku ruang makan yang kini tampak lengang. Setelah menyelesaikan makan malam mereka dan bergegas pergi untuk beristirahat, semua orang telah pergi meninggalkan ruangan itu. Disana tersisalah salah seorang wanita yang tengah hamil besar. Sepasang mata bulatnya menatap kosong pada gelas kaca yang ada dihadapannya. Pikirannya berjalan entah kemana sehingga membuatnya meragukan dirinya sendiri saat ini.
Beberapa hari yang lalu, ia sudah
Kita sama. Jalan kita, wajah kita, sikap kita. Namun, hati dan takdir kita tak sejalan. Jika kau memilih jalan untukmenghalangimu, tak ada yang bisa kulakukan selainmelenyapkanmu.Sepasang anak kembar perempuan tampak berlari kesana dan kemari disebuah taman kecil dibelakang rumahnya. Senyum mereka yang menawan serta tawa riangnya mengundang decak kagum beberapa pelayan dan salah seorang wanita yang berpenampilan elegan, yang duduk menunggu kedua putrinya bermain. Senyuman cantik dari wanita yang bermata hijau itu tak pernah pudar, tatkala melihat kebahagiaan yang tersirat dari wajah kedua buah hatinya yang cantik itu.Reanna dan Riska.Per
Apakah seorang pelacur sepertiku tak pantas memiliki kehidupan normal seperti manusia lainnya. Aku masih manusia, hanya saja aku tidak sesuci kalian. Apakah alasan itu dengan mudahnya membuat kalian membenciku sebagai seorang manusia biasa?Sepasang mata menerjab pelan menyesuaikan sinar putih yang menerpa penglihatannya. Langit yang luas dengan nuansa putih menjadi pemandangan pertama yang dilihatnya setelah bangkit dari kegelapan. Aroma aneh yang mampu membuat mulut bergejolak pun menjadi sesuatu yang menyentak kesadarannya dari tidur yang entah berapa lama dialaminya.Martha, begitulah nama yang tertera pada ranjang pasien. Keterangan bahwa wanita itu mengalami pendarahan menjadi momok yang menyeramkan jika dilihat oleh orang lain. Tapi, tidak. Hanya ada seorang wanita tua yang duduk disampingnya. Wani
Coba saja bayangkan jika kau yang berada di posisiku. Rasakan panas yang menjalar ke seluruhdadamumelihat pemandangan itu. Jangan katakan rasa apa ini. Aku sendiri enggan untuk memberitahukannya padamu.Odelia membuka kedua matanya pelan. Hal pertama kali yang menjadi pemandangan baru baginya adalah sesosok pria yang tengah duduk dihadapannya. Senyumnya yang rupawan mau tak mau membuat Odelia ikut tersenyum. Pandangannya yang masih mengabur membuatnya sulit melihat sosok pria tampan itu. Namun, ketika tangannya bergerak untuk mengusap matanya, Pria tampan itu mencegahnya dengan memegang kedua tangannya.Sebuah sentuhan hangat yang terasa begitu familiar menjadi satu hal yang mengingatkannya pada seseorang. Hanya satu orang dan satu pria yang
Lahirkanmereka. Aku akan berjuang untukmelindungimudan anak-anak kita. Jangan takut, aku takkan pernah meninggalkanmu lagi."Lia, aku mohon buka pintu sialan ini! biarkan aku bicara padamu." Tak lama terdengar suara Jean yang berteriak menggedor pintu kamarnya. Mungkin pria itu sedikit terkejut dengan tindakannya yang tiba-tiba saja mengunci kamarnya, karena tak biasanya ia mengunci kamarnya."Aku manusia, Jean. Aku bisa saja sakit hati." Lirihnya pelan. Sepertinya hanya dua kalimat itu yang mampu mewakili semua perasaannya.Tak lama, Odelia merasakan ada rasa nyeri yang melanda perutnya. Tanpa bersuara, ia terus mengelus perutnya. Ia tak tahu mengapa, sejak beberap
Merasakan pengalaman pertama yang tak terduga. Hatiku membuncah. Genggaman manis dari jari mungilnya berhasil menggetarkan sesuatu didalam dadaku. Rasanya sesak, seperti sebuah kebahagiaan yang akan meledak.Attar syah Rahardi.Aleana Salma Rahardi.Bayi gempal yang kini menggeliat diatas tempat tidur mungil berbentuk kotak itu menjadi salah satu objek yang menarik perhatian kedua orang yang berdiri dari balik kaca jendela ruangan tersebut. Kedua bayi berwajah merah itu sesekali bersuara khas bayi yang menggemaskan. Keduanya sama sekali tak bisa mengalihkan pandangan mereka dari bayi-bayi mungil yang berwajah hampir serupa itu.Tak ada yang lebih menggetarkan dari apapun selain melihat kedua wajah itu,
Aku akan mengambil apa yang sebelumnya telah kukatakan bahwa itu semua adalah milikku. Kalian yang berani mencegahnya takkan pernah kubiarkan untuk keluar dari lingkaran yang telahkubuat."Kau benar-benar keterlaluan. Mau sampai kapan kau melakukan ini semua?"Riska, wanita yang kini tengah memegang pisau lipat yang telah ternodai oleh darah itu tak menghiraukan makian yang sejak beberapa hari lalu dikeluarkan oleh kakaknya, Reanna. Dalam kondisi terikat, Rea terus melakukan perlawanan terhadap adiknya itu. tak disangkanya jika Riska bisa berbuat sejauh ini. Tak pernah ada bayangan menyeramkan yang seperti sekarang didalam kepalanya.Entah telah hilang kemana sosok adik kecilnya yang manis dan tak
Tak ada apapun yang bisa menghalangiku untuk memilikimu seutuhnya. Ingatlah bahwa kau milikku dan aku milikmu.Malam itu suasana benar-benar mencekam. Kabut dingin yang menyelimuti jalan ditengah hutan yang lebat menjadi sangat menyeramkan. Membuat dentuman aneh didalam dada kala sengatan hawa dingin yang sangat kerasa malam itu. Tengah malam yang semakin meredupkan sinar membutakan siapa saja yang berani menembus jalan gelap itu. hanya sebuah mobil yang melintas dengan kecepatan seadanya, membelah jalan yang penuh kabut itu. lampu sorot mobil menjadi satu tumpuan mereka untuk sampai ke tempat yang akan mereka singgahi.Bukan hanya singgah, mereka akan sedikit lama berada disana, karena suatu hal."Apakah wanita itu bisa dipercaya?"
Jika akhirnya kehidupanku nkembali berputar seperti roda, aku akan membuat persiapan ketika harusnya aku berada di bawah. Hatiku akan siap ketika suatu saat kehilangan segalanya.Seorang wanita berpakaian hitam tampak berjalan di sekitaran kompleks pemakaman. Langkahnya penuh kehati-hatian kala melintasi beberapa susun gundukkan tanah yang ada disana. Cuaca yang tak begitu terik menjadi keputusanya untuk berpakaian gelap dann juga mengenakann sebuah topi yang hampir menutupinya dari sinar matahari siang. Ditangannya sebuah bunga telah siap untuk disembahkan kepada yang tercinta, yang kini telah menyatu dengan tanah. Sejujurnya langkah pelannya bukan karena dirinya takut sepatu mahal yang dikenakannya terkena kotoran, namun dadanya berdentum seperti ingin meledakkan dirinya. Hatinya nyeri kala ia melihat sosok tercinta itu menyatu dengan tanah, dan takkan bisa be