Saat masuk ke dalam, Jean langsung disuguhi wewangian obat khas rumah sakit. Perutnya hampir saja bergejolak mencium bau antibiotik yang begitu pekat di ruangan serba putih ini. Ia heran mengapa para wanita hamil selalu diperintahkan untuk mengontrol kandungan mereka di tempat yang bau ini. Jika itu Jean, mungkin ia akan lari keluar seribu langkah dari ruangan ini. Tak bisa dibayangkannya bagaimana Rian bertahan di ruangan ini selama seharian penuh tanpa risih.
Di dalamnya, seorang dokter wanita sudah menyambut mereka. Untuk ukuran seorang dokter, dimata Jean Inggrid terlihat sama seperti Rian. Mereka muda da
Mungkin salahku bila kau kini, ada cinta yang lain. Dihari ini masih terjaga, janji hati untukmu. Selamanya."Mau sampai kapan kau terus memandangi itu? sudah satu jam perjalanan kau masih saja melakukannya." Tanya Odelia jengkel pada sosok pria bermata kelabu disampingnya. Sejak mereka keluar dari ruangan pemeriksaan itu, Jean tak hentinya memandangi sebuah foto ditangannya. Pria itu tak pernah melepaskan genggamannya pada benda yang menampilkan waja kedua anaknya. Ia masih geli ketika mendengar bahwa putranya sengaja menutupi adiknya yang tengah di USG. Ia tak tahu bahwa gen posesif itu menurun sempurna pada putranya.Pria itu menoleh pada wanita yang sedang hamil tua disampingnya. Didalam taksi, kali ini mereka duduk berhimpitan. Jean suka gagasan mengenai hal itu. Wangi yang menguar dari tubuhnya benar-bena
Aku dan kamu takkan tahu mengapa kita tak berpisah. Walau kita takkan pernah satu, biarlah aku menyimpan bayangmu. Dan, biarkanlah semua menjadi kenangan. Yang tahu isi dalam hatiku. Meskipun pedih, namun tetap selalu ada disini.Kedua orang itu duduk berhadapan di sebuah bangku di restoran milik sosok tegap dan tinggi bernama Thomas. Si pemilik itu sendiri kini menjadi salah satu orang yang duduk disana berhadapan dengan wanita yang tengah hamil tua. Tak ada sorot apapun selain kekecewaan yang didapatinya dari kehadiran wanita itu pagi ini.Odelia, wanita pujaannya sudah memutuskan hal yang akan mengubah masa depannya. Ada sebongkah batu yang saat ini membebani hatinya. Rasa nyeri itu semakin menjadi kala melihat sorot penyesalan yang dilemparkan ke arahnya.
Aku tak bisa melakukan apapun lagi untuk membuatmu kembali. Hanya berpasrah pada rasaibamu, rasa ini akan tetap tumbuh meski kau takkan pernah menyambutnya.Asamutelah hilangkarenaku. Kumohon, Maafkan aku.Jean terduduk sendiri di depan balkon rumah itu. sesekali asap rokok yang dihisapnya keluar melalui mulut, bahkan sedikit dari hidungnya. Keheningan menjadi teman setia baginya selama beberapa hari ini. Tak banyak yang dilakukannya selain berdiam diri memperhatikan sekitar dengan tatapan nanar. Sedangkan pikirannya jauh melayang ke tempat yang bukan kini ia huni.Hatinya resah.
Semua fakta yang terbentang dihadapanku, menyebutkan kaulah yang bersalah. Aku telah memilih jalan yang salah bersamamu. Keburukan ini singgah karena salahku yang mnegikuti semua kemauanmu."Kita tidak bisa melakukan perjalanan, karena suamimu sudah menutup semua akses."Riska menggigit ujung kukunya gelisah. Matanya tampak menerjab pelan. wajahnya pias saat mengetahui bahwa kini gerakannya terbatasi. Yonash telah meningkatkan penjagaan pada Jean dan Odelia. Yang paling membuatnya khawatir adalah ketika ia mencoba untuk membeli sebuah tiket kereta yang langsung dibatalkan secara sepihak. Riska tidak bisa menggunakan fasilitas mobil, karena ia tahu didalam kendaraan itu sudah dipasang alat pelacak."Brengsek! Bagaimana bisa dia mengetahui semua ini?" Tanya Risk
Aku mengatakan bahwa keputusanku kemarin sudah bulat.Tekadkuuntuk mengakhiri ini semua adalah sebuah kebenaran. Namun, mengapa ketika semuanya sudah berjalan sesuai keinginanku, hati ini kembali berdenyut penuh keraguan. Mungkinkah aku mulai meragukan semua keputusanku?Odelia merenung sendiri tepat disalah satu bangku ruang makan yang kini tampak lengang. Setelah menyelesaikan makan malam mereka dan bergegas pergi untuk beristirahat, semua orang telah pergi meninggalkan ruangan itu. Disana tersisalah salah seorang wanita yang tengah hamil besar. Sepasang mata bulatnya menatap kosong pada gelas kaca yang ada dihadapannya. Pikirannya berjalan entah kemana sehingga membuatnya meragukan dirinya sendiri saat ini.Beberapa hari yang lalu, ia sudah
Kita sama. Jalan kita, wajah kita, sikap kita. Namun, hati dan takdir kita tak sejalan. Jika kau memilih jalan untukmenghalangimu, tak ada yang bisa kulakukan selainmelenyapkanmu.Sepasang anak kembar perempuan tampak berlari kesana dan kemari disebuah taman kecil dibelakang rumahnya. Senyum mereka yang menawan serta tawa riangnya mengundang decak kagum beberapa pelayan dan salah seorang wanita yang berpenampilan elegan, yang duduk menunggu kedua putrinya bermain. Senyuman cantik dari wanita yang bermata hijau itu tak pernah pudar, tatkala melihat kebahagiaan yang tersirat dari wajah kedua buah hatinya yang cantik itu.Reanna dan Riska.Per
Apakah seorang pelacur sepertiku tak pantas memiliki kehidupan normal seperti manusia lainnya. Aku masih manusia, hanya saja aku tidak sesuci kalian. Apakah alasan itu dengan mudahnya membuat kalian membenciku sebagai seorang manusia biasa?Sepasang mata menerjab pelan menyesuaikan sinar putih yang menerpa penglihatannya. Langit yang luas dengan nuansa putih menjadi pemandangan pertama yang dilihatnya setelah bangkit dari kegelapan. Aroma aneh yang mampu membuat mulut bergejolak pun menjadi sesuatu yang menyentak kesadarannya dari tidur yang entah berapa lama dialaminya.Martha, begitulah nama yang tertera pada ranjang pasien. Keterangan bahwa wanita itu mengalami pendarahan menjadi momok yang menyeramkan jika dilihat oleh orang lain. Tapi, tidak. Hanya ada seorang wanita tua yang duduk disampingnya. Wani
Coba saja bayangkan jika kau yang berada di posisiku. Rasakan panas yang menjalar ke seluruhdadamumelihat pemandangan itu. Jangan katakan rasa apa ini. Aku sendiri enggan untuk memberitahukannya padamu.Odelia membuka kedua matanya pelan. Hal pertama kali yang menjadi pemandangan baru baginya adalah sesosok pria yang tengah duduk dihadapannya. Senyumnya yang rupawan mau tak mau membuat Odelia ikut tersenyum. Pandangannya yang masih mengabur membuatnya sulit melihat sosok pria tampan itu. Namun, ketika tangannya bergerak untuk mengusap matanya, Pria tampan itu mencegahnya dengan memegang kedua tangannya.Sebuah sentuhan hangat yang terasa begitu familiar menjadi satu hal yang mengingatkannya pada seseorang. Hanya satu orang dan satu pria yang
Sepasang intan hitam milik seorang wanita nampak memandangi pantulan bayangan yang ada dicermin. Matanya penuh binar kebahagiaan saat memperhatikan betapa indahnya bayangan yang ada disana. Ia nyaris tak mempercayai bahwa sosok itu adalah dirinya sendiri. Rambutnya yang memiliki panjang hampir menutupi punggungnya sengaja digerai dan membentuk sebuah ikal yang semakin mempermanis penampilannya. Diatas kepalanya terdapat rangkaian bunga bermacam warna yang melingkarinya. Riasan wajahnya hari ini pun tak terlalu mencolok. Wanita itu memang sengaja meminta pada penata riasnya untuk tidak terlalu menor mendandaninya. Ia tidak ingin terlihat seperti badut pesta nanti.Dalam balutan gaun pengantin panjang tanpa lengan, wanita itu memperlihatkan pundaknya yang jenjang. Hal yang selalu ditutupinya itu kini dipamerkan karena permintaan seseorang yang melarangnya keras untuk menutupinya.Odelia memiliki aset yang menganggumkan, begitu kata Clara. Wanita itu, sebentar lagi dalam
ODELIAPria itu duduk tenang di depannya sambil menyantap makanan yang baru saja dipesannya. Ada rasa keengganan ketika aku menatap ke dalam isi piringku. Makanan ini aneh. Aku tak terbiasa dengan makanan kelas atas. Hanya sayur dan tempe saja sebenarnya sudah membuatku kenyang dari pada sebuah makana dengan irisan daging yang hanya memiliki porsi setengah dari porsiku. Sebenarnya, melihatnya saja aku sudah tak lagi selera. Bukan hanya karena makanannya, melainkan karena pria yang menatapku lebih sering dari pada makanannya itu.Jean sengaja menyeretku masuk ke dalam restoran mewah yang entah berada dimana. Restoran yang memiliki kata yang aneh itu memang terlihat tak begitu ramah, namun memiliki suasana mewah untuk kumasuki. Hanya bermodalkan kaos dan celana jeans berlutut robek, serta sepatu kets usang yang selalu menjadi seragam wajib, kini aku terlihat seperti badut. Semua yang ada disana dan menikmati hidangan sorenya berpakaian formal. E
JEAN“Jadi, Ayahku sekarang berada di flat kecil yang kau sebutkan tadi?”Aku tak bisa menahan amarahku saat kudengar ayahku, Yonash memilih untuk melarikan diri dari rumah kami dan tinggal di rumah kecil di pinggiran kota itu. Bahkan, aku tak bisa mengira bagaimana pria tua itu hidup melarat seperti itu. Entah apa yang dipikirkannya saat merencanakan usaha pelariannya itu disaat kami semua sedang tertidur. Andai saja Grace, nenek kami masih di Indonesia mungkin Ayah kami tak berani untuk melakukannya.“Jadi, bagaimana kak?” Tanya seorang wanita bermata hijau dibelakangku. Ai terus berdiri ditempatnya semula meski aku sudah memunggunginya cukup lama. Clara, adik bungsuku tak biasanya betah berlama-lama berada di ruangan kerjaku. Wanita itu selalu bilang bahwa tempat ini bagaikan sampah dengan kertas-kertas menumpuk yang tak sedang dipandang. Namun kali ini wanita itu mampu bertahan lebih dari setengah jam b
ODELIAKupandangi sepasang sepatu kusam kets-ku ini. Langkahku membawa sejuta harapan bahwa hari ini aku masih bisa bernapas dengan tenang di ibukota ini. Langkah yang beriringan denganku terasa seperti sebuah iklan yang melintas begitu saja di halte bus bersamaku pagi ini.Senin pagi. Semua orang setidaknya memiliki satu hingga dua keinginan untuk memulai pertama disetiap minggunya. Hari yang paling sering kuamati begitu pada dengan mobil dan motor yang berlalu lalang di jalanan. Tanpa henti membuat suara bising yang mampu memekakkan telinga.Aku mendaratkan bokongku tepat disalah besi yang berbentuk persegi panjang. Besi berkarat yang memiliki bau agak amis. Entah apa fungsi dari besi tersebut. Seharusnya lebih baik menggunakan bangku atau apapun itu bila berniat untuk dijadikan sebuah tempat duduk. Namun sebagian dari mereka yang bernasib sama sepertiku terpaksa menggunakannya untuk mendudukkan diri.Sembari menunggu bus yang
Jika akhirnya kehidupanku nkembali berputar seperti roda, aku akan membuat persiapan ketika harusnya aku berada di bawah. Hatiku akan siap ketika suatu saat kehilangan segalanya.Seorang wanita berpakaian hitam tampak berjalan di sekitaran kompleks pemakaman. Langkahnya penuh kehati-hatian kala melintasi beberapa susun gundukkan tanah yang ada disana. Cuaca yang tak begitu terik menjadi keputusanya untuk berpakaian gelap dann juga mengenakann sebuah topi yang hampir menutupinya dari sinar matahari siang. Ditangannya sebuah bunga telah siap untuk disembahkan kepada yang tercinta, yang kini telah menyatu dengan tanah. Sejujurnya langkah pelannya bukan karena dirinya takut sepatu mahal yang dikenakannya terkena kotoran, namun dadanya berdentum seperti ingin meledakkan dirinya. Hatinya nyeri kala ia melihat sosok tercinta itu menyatu dengan tanah, dan takkan bisa be
Tak ada apapun yang bisa menghalangiku untuk memilikimu seutuhnya. Ingatlah bahwa kau milikku dan aku milikmu.Malam itu suasana benar-benar mencekam. Kabut dingin yang menyelimuti jalan ditengah hutan yang lebat menjadi sangat menyeramkan. Membuat dentuman aneh didalam dada kala sengatan hawa dingin yang sangat kerasa malam itu. Tengah malam yang semakin meredupkan sinar membutakan siapa saja yang berani menembus jalan gelap itu. hanya sebuah mobil yang melintas dengan kecepatan seadanya, membelah jalan yang penuh kabut itu. lampu sorot mobil menjadi satu tumpuan mereka untuk sampai ke tempat yang akan mereka singgahi.Bukan hanya singgah, mereka akan sedikit lama berada disana, karena suatu hal."Apakah wanita itu bisa dipercaya?"
Aku akan mengambil apa yang sebelumnya telah kukatakan bahwa itu semua adalah milikku. Kalian yang berani mencegahnya takkan pernah kubiarkan untuk keluar dari lingkaran yang telahkubuat."Kau benar-benar keterlaluan. Mau sampai kapan kau melakukan ini semua?"Riska, wanita yang kini tengah memegang pisau lipat yang telah ternodai oleh darah itu tak menghiraukan makian yang sejak beberapa hari lalu dikeluarkan oleh kakaknya, Reanna. Dalam kondisi terikat, Rea terus melakukan perlawanan terhadap adiknya itu. tak disangkanya jika Riska bisa berbuat sejauh ini. Tak pernah ada bayangan menyeramkan yang seperti sekarang didalam kepalanya.Entah telah hilang kemana sosok adik kecilnya yang manis dan tak
Merasakan pengalaman pertama yang tak terduga. Hatiku membuncah. Genggaman manis dari jari mungilnya berhasil menggetarkan sesuatu didalam dadaku. Rasanya sesak, seperti sebuah kebahagiaan yang akan meledak.Attar syah Rahardi.Aleana Salma Rahardi.Bayi gempal yang kini menggeliat diatas tempat tidur mungil berbentuk kotak itu menjadi salah satu objek yang menarik perhatian kedua orang yang berdiri dari balik kaca jendela ruangan tersebut. Kedua bayi berwajah merah itu sesekali bersuara khas bayi yang menggemaskan. Keduanya sama sekali tak bisa mengalihkan pandangan mereka dari bayi-bayi mungil yang berwajah hampir serupa itu.Tak ada yang lebih menggetarkan dari apapun selain melihat kedua wajah itu,
Lahirkanmereka. Aku akan berjuang untukmelindungimudan anak-anak kita. Jangan takut, aku takkan pernah meninggalkanmu lagi."Lia, aku mohon buka pintu sialan ini! biarkan aku bicara padamu." Tak lama terdengar suara Jean yang berteriak menggedor pintu kamarnya. Mungkin pria itu sedikit terkejut dengan tindakannya yang tiba-tiba saja mengunci kamarnya, karena tak biasanya ia mengunci kamarnya."Aku manusia, Jean. Aku bisa saja sakit hati." Lirihnya pelan. Sepertinya hanya dua kalimat itu yang mampu mewakili semua perasaannya.Tak lama, Odelia merasakan ada rasa nyeri yang melanda perutnya. Tanpa bersuara, ia terus mengelus perutnya. Ia tak tahu mengapa, sejak beberap