"Who are you? Cause you're not the girl I fell in love with."
-Daver Negarald***
Sebelumnya..
"Belom dijemput, Far?"
Daver menghampiri Fara yang menunggu di lobi bersama Evan. Wajah cowok itu tampak kusut tak beraturan. Namun, tetap saja gantengnya tidak hilang.
Mata Fara membulat. "Lah, gue kira lo udah pulang."
"Kenapa lagi lo?" tanya Evan yang peka dengan muka Daver.
"Anara bikin gue bete hari ini." Daver menghela napas. "Duh, itu anak bener-bener deh."
..."Hah?!" Daver dibuat kaget berkali-kali."Aku udah gak sayang sama kamu," ulang Anara. "Aku capek. Lagian kamu gak cocok sama aku. Masih banyak—"Anara sesenggukan. Ia tidak sanggup melanjutkan kata-kata. Batinnya ingin berteriak bahwa ini bukan yang diinginkannya."Aku gak bisa lanjutin ini." Anara terus menunduk karena tidak sanggup melihat Daver. "Aku serius.""Aku gak mau main-main, Ra.""Aku juga lagi gak main-main sekarang.""Terus? Bisa-bisanya kamu selesaiin semuanya secepet ini?" Daver menyeringai, tidak senang. "Gak, aku gak mau.""Dav!" Anara kesal. "
***15.30 WIB.Lagi-lagi Anara meminta Fara untuk keluar duluan dan meninggalkannya. Gadis itu tidak mau ditunggu. Alhasil, Fara menunggu jemputan di lobi bersama Letta.Anara tidak mau pulang cepat-cepat sebab takutmood-nya semakin buruk. Ia memilih untuk di kelas dulu sendirian sambil main ponsel, sekalian menghindar dari teman-temannya. Intinya, ia mau sendiri.Tok Tok Tok!"Jangan masuk," pinta Anara pada siapa pun yang mengetuk pintu."Gue Evan, woy! Masa gak boleh juga?""Ck, elah," decak Anara. Ia memutar bola mata, sebal. "Masuk aja kalo sendiri."
"He knew i needed space, but he didn't know i needed it between us."-Anara Emiley (a.d)***"Fara, jangan lupa sarapan! Nanti mag kamu kambuh!" teriak Venya, Bunda Fara.Fara turun dari
***15.30 WIB.Pulang sekolah, Anara bersedia menemani Fara untuk menunggu jemputan di depan gerbang. Sekalian, tadi di kelas Fara minta waktu untuk membicarakan sesuatu.Karena Fara terus diam, Anara bingung. "Lo kenapa dah, Far?" Anara tertawa pelan, mencairkan suasana. "Diem amat hari ini. Lagi gakmood, ya?""Jujur, Ra." Fara menggigit bibir. Ia menatap Anara. "Lo lagi sedih gara-gara gue ya?"Mata Anara membulat."Lo gak perlu diem di saat lo diginiin." Fara mengernyitkan alis. "Lo harus bisa ngelawan. Lo juga berhak bahagia!"
***"Astaga,stop!" teriak Anara, buru-buru memasuki rumahnya. "Berhenti!"Saat masuk, Anara melihat rumahnya yang berantakan akibat tiga orang 'rentenir', beserta Lena yang menahan tangis di sudut ruang tamu."Siapa lagi ini?!""Udah berapa kali ibu saya bilang kalo ini bukan tempat tinggal Jeff?" Anara membentak. "Kami gak ada hubungannya lagi sama pria itu!"Laki-laki yang tubuhnya paling besar itu angkat bicara. "Halah, jangan bohong kalian! Bapak Jeff kasih alamat rumah ini sebagai tempat penagihan!""Saya gak mau tau, lunasin utang-utang Jeff atau rumah ini disita oleh bank!" ujar pria lain yang mengenakan jaket kulit cokelat.
"Sucks when you want to be heartless, but you know that's not how you are."-Daver Negarald (unknown)***Daver pulang dengan perasaan yang acak-acakan. Ia melempar tasnya asal dan membanting tubuhnya ke sofa.Tidak bisa menahan gusar, Daver meraung keras seakan mengeluarkan kekesalan yang ia tahan dari tadi. Napasnya kembali tidak teratur.Ingin bercerita pada Ander, ia pun mengambil ponsel dan pas sekali ada notif.MomBesok mama ke apartemen boleh?Mama lg mau anter makanan buat kamu😄Sekalian mau ngobrol nakDaver membaca
***"Oi!" panggil Ander, setibanya di pelabuhan Daver alias kelas tercinta. "Lo ngapa—""Tidur, anjing," sambar Daver sambil menidurkan kepala di meja.Ander melipat bibir. "Hmm.. ngumpat aja lo terus.""Pergi lo setan. Jangan ganggu."Diusir begitu, Ander malah tertawa karena tiba-tiba ingat yang tadi.Daver mengangkat kepala. Wajahnya terlihat mengantuk sekali. "Ngetawain gue lo?""Baru sadar. Dari kemarin lo nangis gegara cewek.. demi apa?" Ander mengangkat alis. Ia mendekati Daver dan duduk di sebelahnya."Bacot diem dah." Beberapa detik kemudian, Daver menggeram.
***Ceklek!"Eh, anak Mama pulang juga akhirnya. Udah ditungguin dari tadi!"Daver sedikit terkejut saat melihat Natasya yang ada di dalam apartemennya tiba-tiba. Wanita itu duduk di sofa ruang tamu."Kok Mama tau nomor apartemennya?""Tanya resepsionis dong.""Teruspassword-nya?""Coba-coba aja tanggal lahir kamu."Daver mengedikkan alis. Ia mengangguk singkat. Setelah melepas sepatu, ia membuka dua kancing atas seragamnya dan menampakkan kaus putih oblong yang ia kenakan.Natasya b
...Saat Daver mengatakan itu, suasana semakin haru. Ada yang menyembunyikan air mata, ada yang berusaha untuk tetap senyum, ada yang cemberut karena sedih."Oh iya, gue titip Anara ke kalian ya. Dia suka mendem sendiri kalo ada apa-apa. Jadi tolong didengerin kalo dia emang butuh temen cerita, peluk dia kalo lagi sedih, bikin dia ketawa. Pokoknya tanyain terus dia kenapa," pinta Daver pelan.Zhenix mengangguki perkataan Daver. Evan dan Rino, mereka mengacungkan jempol.Daver mundur beberapa langkah, kembali lekat dengantrolley-nya. Setelah melambaikan tangan, ia mulai membawa pergi benda yang menampung segala kebutuhannya itu.Sesekali Daver menengok ke belakang. Barangkali ia melihat seseorang berlari menghampi
..."Aku salah banget ya?" tanya Daver kemudian menatap Giselle.Giselle tersenyum lembut, lalu mengacak rambut Daver selayaknya anak kecil. Ia tertawa sekejap."Kok malah diketawain sih," gerutu Daver. "Ini udah tinggal 40 menit lagi, Kak. Zhenix udah pada bilangotw, tapi mereka bilang Anara gak mau ikut.""Siapa tau Anara tiba-tiba dateng?""Dia aja gak angkat telepon atau bacachataku sama sekali. Nih, liat. Aku udah ada ratusan kali nelepon dia. Gak ada satupun yang diangkat."Giselle menatap Daver sebentar, lalu ia mengatakan sesuatu yang sedikit melegakan hati Daver. "Gini, Dav. Anggap aja untuk sekarang, Anara lagi marah sebentar. Sebe
"We start this story by together. It must be the same way when we end this."—Daver Negarald—***"Daver, bangun! Bisa-bisanya kamu gak pasang alarm. Ayo siap-siap!" oceh Natasya, membuka gorden kamar Daver. Wanita itu sengaja menginap di apartemen Daver, sekalian membantu anaknya membereskan barang-barang.Daver memicingkan mata begitu sinar mentari menerobos kaca kamarnya. Ia terkejut dengan dirinya sendiri sampai langsung mengubah posisi menjadi duduk.Jadi tadi gue cuma mimpi?!"Kenapa?" Natasya bingung melihat gerak-gerik Daver
***17.38 WIB.Shit!Rasanya Daver mau mengumpat berkali-kali. Kenapa Anara tidak kunjung membalas pesannya? Membaca pun tidak!Apakah Daver harus pergi dengan perasaan ganjalnya ini? Juga dengan ketidakjelasan hubungannya dengan Anara?"Kamu nungguin apa sih? Dari tadi bolak-balik liat hp terus." Giselle ternyata memperhatikan kegelisahan Daver."Calm down." Gantara menepuk bahu Daver dengan gagah, lalu tersenyum. Aura keayahan laki-laki paruh baya itu sangat kental. "Calon penerus Negarald Group harusstay cool, oke?"Daver tersenyum berat, lalu menganggukkan kepalanya.
***"Ra? Kok manyun sih? Seneng dong harusnya karena tau Mama demen sama kamu."Daver dan Anara baru saja sampai di danau yang pernah mereka kunjungi waktu lalu. Memang gelap jadinya karena ini sudah malam. Akan tetapi, ada banyak lampu yang menyala dan beberapa pedagang yang masih menggelar lapak.Anara tidak menanggapi. Pikirannya sedang tidak fokus. Ia juga tadi lagi sibuk mengetik sesuatu di ponselnya."Are you okay?""Ya?" sahut Anara asal."Kamu gak apa-apa?" ulang Daver sabar. Ia menatap Anara. "Dari kemarin, kamu agak beda. Aku mau nunggu kamu cerita sebelum aku duluan yang tanya. Eh, kamu gak cerita-cerita." Ia terkekeh bercanda.
"So, it does end like this, doesn't it?"-Davenara***Sesuatu yang sangatrareakan terjadi malam ini di rumah Giselle. Bayangkan saja, Gantara dan Natasya mau menghadiri makan malam bersama. Padahal sejak bertahun-tahun lalu diajak, mereka tidak pernah mau.Mungkin bisa jadi karena hari ini adalah hari ulang tahun Grace, anak Giselle. Jadi Gantara dan Natasya selaku opa-oma anak empat tahun itu mau turut serta.Tentu di kesempatan berharga ini Daver mengajak Anara. Bahkan cowok itu membelikan Anaradressformal supaya mereka semua bisa berseragam."Happy birthday to Grac
***Anara selesai dengan aktivitas bersih-bersihnya. Dari yang bau keringat karena habisworkout,kini gadis itu sudah kembali wangi semerbak.Anara menyisir rambut, setelah itu mengambil vitamin rambutnya. Namun, ketika mengambil benda tersebut, ia melihat ada ransel Daver."Dav, kok tas kamu nyasar di sini?" teriak Anara dari dalam kamar."Iya, Ra! Tadi aku minjem kamar mandi kalian buat mandi, terus sekalian aku pindahin tasnya biar gampang cari baju, parfum, dll," jawab Daver dengan suara yang besar.Anara mengangguk paham. Lalu, ia memakai vitamin rambutnya dan kembali menyisir."Itu apaan dah?" gumam Anara kecil, salah fokus ke amplop berisi surat yang
"We called it family."-ZHENIX***Sudah pukul 3 subuh, tapi Rino belum bisa tidur. Padahal yang lain udah tepar dari jam 12 malam. Karena lapar, ia pun akhirnya keluar kamar untuk mencari cemilan.Ceklek!Rino menyalakan lampu. Ia berjalan ke dapur. Agak sedikit heran karena ada suara air mendidih."Oy!" panggil Letta, ternyata lagi masak mie instan. "Ngapain lo?""Kaget, kirain siapa." Rino mengelus dada, lalu tertawa. "Bikin apaan, Ta?""Mie. Mau?"
***"Na, jadian yuk!""HA?" Elena kaget dengan ucapan Evan yang tiba-tiba. Ia mengambil es kelapa dan memberikannya. "Mabok lo!""Ih, serius, Na. Emangnya lo gak mau punya cowok cakep plus humoris kayak gue?" Evan mengedikkan alisnya sambil mengelus-elus dagu.Elena tertawa melihat kepedean yang Evan tampilkan. "Udah-udah, gak usah ngaco deh, ayo balik. Yang lain juga pada mau minum es-nya.""Lo mah gitu, Na. Digantung mulu gue." Evan ngambek."Emang lo mau nerima kekurangan gue?" tanya Elena, sebenarnya hanya bergurau.Namun, Evan menanggapinya dengan serius. "Lo pikir gue sesempurna itu untuk gak milih lo dengan alesan yang