"Ma, hari ini nenek dan kakek datang ke sekolah dan mengunjungi Kai. Mereka menemani Kai pas jam istirahat dan kami berbicara."
Ah, bocah itu memang terlihat lebih dewasa dari anak seusianya. Dari gaya bicaranya, sudah tampak berbeda. Ini efek dari dirinya suka membaca hingga kosakata yang ia punya cukup beragam. Rasanya tak sia-sia Hana membekali banyak majalah dan buku anak-anak. Anak itu pun tidak menghabiskan waktu luang di depan ponsel. Bukannya Kai tidak suka, Hana-lah yang tak sanggup membeli benda canggih nan menagihkan tersebut untuknya."Oh, ya?"Jujur, Hana senang mendapati ada orang yang sayang dan memperhatikan putranya. Ia tahu Kai tidak kekurangan kasih sayang, tetapi dalam hati kecil Hana pernah timbul sedikit prihatin lantaran Kai tidak pernah merasakan kehadiran sosok ayah. Apalagi saat berulang kali, bocah tersebut mengeluh ingin mengetahui keberadaan ayah. Ia ingin merasakan kasih sayang seorang ayah seperti yang diceritakan teman-teman"Iya, aku butuh bantuan kamu untuk meyakinkannya, Han."Nada Mahendra dibuat setenang mungkin. Meski ia sudah terbiasa menghadapi hal yang menegangkan, terus terang ia merasakan sedikit gugup kalau menyangkut Hana.Menggeleng, "jangan harap aku akan melakukannya untukmu. Tidak akan pernah ada dalam benakku, dia mengakui kamu ayahnya. Yang dia tahu, kalau ayahnya sudah lama mati. Kamu dengar itu!"Nada melengking semakin memekakkan telinga, Mahendra pun tak gentar. Kaki melangkah mendekati dan berbisik ketika sudah berada lima puluh centimeter dari wanita yang telah memberinya tatapan sinis."Kalau begitu, maaf aku harus melakukan cara lain untuk memaksa agar kamu mau membantu aku meyakinkan anakku sendiri."Beriring dengan kalimatnya, seorang pria berjas hitam dengan kacamata bertengger di hidung pun masuk ruangan bersama Aldo.Hana yang tidak mengenali sosok pria berpakaian rapi tersebut, pun mengalihkan pandangan. Ucapan Mahend
"Bu Hana, saya mohon tenang. Apa yang akan dilakukan Pak Hendra itu untuk kebaikan Anda dan anak kalian."Sang pengacara berusaha menenangkan amukan dan serangan dadakan dari Hana. Dia sudah terbiasa dengan reaksi yang ditunjukkan wanita itu. Dia sering menjumpai klien melakukan hal yang serupa. Hal itu bukanlah masalah baru baginya."Tidak ada yang salah dengan perjanjian ini, coba Ibu Hana menyimak kembali isi naskah tersebut. Bu Hana hanya mengizinkan Pak Hendra untuk mengakui Kaindra sebagai anak kandung dan membiarkan anak itu diasuh dan dirawat bersama. Jika Ibu setuju, masalah ini selesai dan tidak perlu diperpanjang sampai ke meja hakim.""Apa katanya? Diasuh dan dirawat bersama? Apa artinya? Dia? Apa dia mau merebut Kai dariku? Perpanjang? Apa dia sedang menggunakan kekuasaan yang dimiliki untuk mengacamku?"Lagi, deretan pertanyaan yang berenang dalam dada pun membuat hati kecil Hana semakin meradang. Ada ribuan kedongkolan tercetak di wajah imut yang mulai memerah. Dinginny
Rasanya sesak sekali ketika Hana harus mengingat masa lalu yang merupakan masa tersulitnya waktu itu. Rasa kecewa kembali menggumpal di dada jika mengungkit masa itu. Air mata yang sudah penuh di pelupuk pun tak terelakan ketika Hana memejamkan mata. Mengalir terus tanpa bisa ditahan."Hari ini dan mulai detik ini, aku datang akan menebus semua yang tak pernah aku lakukan untuknya. Aku janji akan membahagiakan kalian di sisa hidupku. Aku ...."Tiba-tiba Hana mengamuk kembali. Hatinya menolak dan terluka hingga dorongan kuat mengurai dekapannya. Mata kebengisan pun diberikan kepada ayah biologis Kai. "Terlambat, Dra. Dia tak butuh peran ayah sekarang. Dia sudah mendapatkan semua asupan tanpa ayah. Kami sudah terbiasa bertahan dan tak akan cengeng dengan kejamnya kehidupan yang pahit. Kami sudah diajarkan bagaimana harus hidup tegar saat tidak ada kamu di sisi. Jadi, kami tidak butuh kamu. Jangan pernah hadir dalam kehidupan kami!""Bagaimanapun di
"Bawa semua barangmu keluar dari rumah ini. Kami tak butuh!"Sebuah pesan dari Hana terkirim dalam satu menit mendapatkan centang dua biru. Penerima pun langsung membalas dengan tanda emoticon tersenyum. Iya, hanya itu balasan dari seberang sana, membuat Hana tak tenang. Emosi tadi belum mereda sepenuhnya, pun kini naik kembali sampai ke ubun-ubun ketika mendapati barang mewah di rumahnya. Namun, ia tidak mau menerima. Lantaran belum puas dengan jawaban lawannya, ia pun mengirimkan pesan yang sedikit menohok."Jika dalam satu jam tidak ada yang membawa barang itu, jangan salahkan aku membuangnya ke jalanan. Aku serius !!!!!"Sengaja ia memberi banyak tanda seru di akhir kalimatnya. Hanya ingin meyakinkan bahwa ia tidak main-main dengan kalimatnya. Ia tidak sedang bercanda. Meski tahu barang itu berkualitas baik dan mahal harganya, tetapi ia tak segan menyingkirkan benda itu dari rumah kontrakan sederhana. Ia belum bisa menerima apa pun dari pria
Pertanyaan tersebut bersamaan dengan Hana berdiri memberi senyuman simpul. "Benar. Kalian?""Saya Clara, asisten Pak Ronald dan ini dr.Lismiati, rekanan kami."Kedua wanita itu memperkenalkan seraya mengangguk."Apa Anda Bu Hana?"Tangan terjulur dan mengambang di udara, menunggu sambutan. Hana dapat merasakan aura persahabatan dari mereka, pun terhipnotis berjabat tangan. Hangat dan lembut tatapannya.Mengangguk cukup menanggapi pertanyaannya. Rasa ingin tahu siapa mereka dan apa maksud kedatangannya pun segera terjawab ketika mereka mengangkat suara."Bisa bicara di luar? Ada hal yang ingin kami bahas mengenai masalah Bu Hana dan Pak Hendra. Sebelumnya saya minta maaf karena Pak Ronald berhalangan hadir, jadi saya yang mewakili beliau. Apa Bu Hana keberatan?"Dengan tatapan penuh akrab, Clara menuturkan kalimat dengan sopan. Wanita berpakaian rapi dengan blouse merah maroon itu cukup pintar berkata-kata. Ia m
Entah jawaban apa yang akan diberikan kepada beliau. Ingin jujur, tetapi Hana belum sanggup. Mau berbohong pun ia tak punya alibi yang cocok untuk itu."Aku capek, Bu. Maaf, aku istirahat dulu ya. Oh, ya, barang ini jangan dipindah-pindahkan. Biarkan saja seperti itu. Nanti kalau pemiliknya datang, biar bisa langsung diambil."Menghindari ibu itulah satunya jalan ninja bagi Hana. Mau berbohong takut dosa. M toau jujur, ia juga belum siap."Oh, ya, Bu. Lusa ada orderan kue basah 200 buah untuk Bu Delia. Dia order via DM tadi siang. Hampir saja aku lupa kasih tahu Ibu."Nyaris lupa karena masalah yang menghadangnya tadi siang, padahal Hana sudah menerima uang muka dari Bu Delia. Selain kue basah, wanita kaya itu juga memesan kue kukus sebanyak 5 loyang. Lumayan memang. Bu Delia memang pelanggan lama, senang memesan kue ibu lantaran mereka adalah teman lama.***"Apa Mama sakit?"Pertanyaan Kai terdengar ketika Hana menginj
"Kamu sudah makan, Hendra?"Tanpa dipersilakan wanita yang masih cantik di usia senja melangkah masuk, disusul wanita muda yang tadi berada di sampingnya. Elena datang karena memenuhi ajakan wanita tua tersebut. "Mas." Wanita cantik itu menyapa dan menyimpulkan senyuman sebelum masuk ke dalam unit.Tidak ada respons yang berlebihan, Mahendra hanya membala dengan senyum tipis. Lalu, ia menutup kembali pintu dan mengekori sang ibu."Baru mau makan. Ada apa, Mom? Tumben datang malam-malam?""Kenapa? Apa Mommy tidak boleh tahu kabar anak kesayangan?"Tangan yang dipenuhi dengan tas belanjaan diletakkan di meja makan. Satu tas berisi sayuran segar yang dipetik sendiri dari lahan hidroponik yang dia kelola. Iya, sejak Mommy dan Daddy pensiun, mereka lebih banyak menghabiskan waktu dalam kegiatan menanam tumbuhan yang bisa dijadikan ladang uang kecil-kecilan. "Astaga, Hendra. Kamu makan apa? Jangan sering makan makanan kateri
"Ayo, sini. Kamu temani Mommy ngobrol, biarkan Elena selesaikan dulu pekerjaannya."Mommy mengamit lengan dan membawa Mahendra ke ruang tengah lalu duduk."Dengar, ya. Kamu jangan sia-siakan kesempatan ini. Dia jarang-jarang mau masuk ke dapur. Ini semua demi kamu. Kalian harus sering bersama agar nanti kalau nikah, kalian sudah terbiasa dengan kebersamaan kalian. Tidak canggung lagi. Supaya apa, coba? Biar kalian bisa cepat punya anak. Ah, Mommy sudah tak tahan pengen gendong cucu sendiri, bukan cucu orang lain."Deretan kalimat sang ibu membuat kepala Mahendra semakin pusing. Entah karena efek perutnya lapar atau memang aksara yang tak masuk di akal menyerbu telinganya."Siapa yang mau menikah dengannya, Mom? Aku tidak mau. Aku sudah punya calonnya."Terpaksa rahasia kecil yang sudah ia sembunyi selama ini dikeluarkan malam itu. Tujuannya agar Mommy berhenti menjodohkan dirinya dengan wanita yang tidak disukainya. Ia ingin membentengi d