Telanan ludah kegetiran memang seolah mewakili perasaan yang harus bersiap-siap menerima hal apa pun, kendati itu sangat menyakitkan. ~Andai saja bisa mengulang waktu, aku tidak ingin menikah terlalu cepat hingga aku terpeleset di dalamnya~ Penyesalan Angel sambil mengelus halus perutnya. Sesalan selalu dan akan datang belakangan, kenyamanan ibunda Nizam bukanlah jaminan hidupnya bahagia. Terlebih panasnya pintu neraka sudah dirasakannya. "Jadi kamu tahu 'kan kita menikah hanya demi untuk keluarga kita. Kamu yang merangsang aku malam itu adalah langkah paling salah. Artinya kita belajar dari kesalahan kita. Aku tak akan pernah mencintaimu." Penuturan Nizam terdengar pahit di kuping Angel. Dan itu lebih baik diketahui sekarang daripada berekspektasi kebahagian di balik kepalsuan. Sakit hati sudah dirasakan Angel. Dia tidak menjawab sepatah kata pun. Dia pun beranjak dari duduk keterpakuannya. Kemudian berjalan ke arah pintu lemari. "Tapi bulan madu kita masih akan dilaksanakan 'kan?
"Kan Abang sutradaranya!" ujar telak Angel sembari memakai sabuk pengamannya. Nizam melajukan mobilnya cepat sekali menuju ke arah hotel di mana mereka menginap dan ini adalah malam terakhir mereka di sana. "Cepat, turun! Aku besok jemput kamu dan siapkan semua pakaianku!" titah Nizam sembari menoleh ke arah Angel. "Abang, tidak mau tidur di sini?" tanya Angel dengan segera membuka pintu mobil. Sebelum benar-benar ke luar Angel menoleh pada Nizam. "Jadi karena pernikahan kita hanya sebatas bersandiwara artinya aku bisa berhubungan dengan siapa saja 'kan?" Penuturan Angel membuat Nizam tertawa keras. "You are free with anyone!" pungkas Nizam sambil kembali melajukan mobilnya. Kamu bebas dengan siapa pun, kata-kata menyakitkan dari seseorang yang dianggap suami. Itu sudah mengartikan kalau dirinya tidak lagi berharga di matanya. Jalan pelan dari halaman hotel kemudian masuk ke dalam lobi. Matanya tertuju pada kursi di tengah-tengah lobi yang kosong. Napasnya dikeluarkan. Jiwanya hampa
"W*'alaikumsalam, Zeira." Suara angkuh kini agak berbeda di pendengaran wanita yang sedang memegang bubur ayam ini. "Ada apa?" jawab Zeira dingin. "Maafkan Nizam dan keluargaku, ya. Kamu jangan do'akan Nizam dan kami keburukan." Sahutan dari Azyumardi yang menelpon Zeira. -Flashback on- Sepeninggalnya Angel serta Nizam dari pesta barbeque menyisakan tanda tanya bagi Aldert juga Aminah yang menangkap prilaku Nizam agak berbeda. Terlebih lagi seolah sedang menguliti matrealistisnya dengan menyindirnya. Aminah berbisik pada Azyumardi, "Nizam berubah. Dia agak aneh!" Aldert yang bertepatan sedang berjalan di depannya secara spontan berdiri persis di depan Aminah. "Minta maaflah sama mantan menantu, Ibu. Sepertinya hukum karma sangat cepat datangnya." Ujar Aldert agak berdesis persis di wajah Aminah. Aminah menatap wajah Aldert dengan mengernyit. Sedangkan Azyumardi langsung menarik Aldert agak kasar agar sedikit menjauh dari ibunya. "Anda, ini lebih dewasa dari saya, jadi seharusnya ta
-Sukabumi - Dua anggota kepolisian Andi dan Yudistira berjalan santai dengan berpura-pura sedang menghirup udara segar perkampungan. Pak Adam selaku rukun tetangga yang sudah diberitahukan pun turut mendukungnya. "Tapi, masa iya Neng Zeira bisa diseperti itukan? Dia kan hanya perempuan biasa saja dan tak mungkin membahayakan siapa pun." Adam seolah tak percaya dengan penuturan kedua polisi yang memberi informasi bahwa sasaran penembakan padahal untuknya. "Ini sih menyangkut keluarga mantan suaminya sepertinya!" Adam menduga. Pasalnya, siapa yang lagi yang akan melakukan ini. Kedua polisi langsung mencecar pertanyaan pada Adam, "Sekaya itukah mantan mertuanya? Bagaimana mereka bisa bercerai?" Adam menarik napasnya panjang sebelum dia menjelaskan semuanya. Kemudian diajaknya kedua polisi itu duduk di pertigaan jalan yang merupakan jalan menuju antara rumah Zeira dan Arman. Di sana ada pos kamling di mana para anak-anak karang taruna serta ronda berkumpul. Adam duduk pada ban
"Siapa kamu?" Arman bertanya ke pada lelaki yang menyuruhnya menunggu, dengan saat bersamaan dia pun turun kembali dari motornya. "Kenalkan, saya Marwan ketua kepolisian Sukabumi kota. Dan saya ini yang menangani kejadian perkara penembakan di kedai dekat sawah." Ucapan tersebut sembari mengeluarkan surat tugas dan tanda pengenalnya. "Apa hubungannya dengan saya?" tanya Arman menggertak kasar. Andi menjawab lantang, "Puntung rokok yang sama dan kata-kata Dahlan; Jadi Ibu Itu Yang Tertembak? Adalah sudah cukup bukti kalian adalah pelakunya!" "Gua tak ada hubungannya dengan itu?" Arman menyangkal sembari cepat sekali kembali ke arah motornya bermaksud hendak melarikan diri. Dengan cepat Adam meraih lengan tangannya, "Kamu itu dari almarhum bapaknya Zeira hidup hingga sekarang tak ada habis-habisnya mendzoliminya. Dulu mau diambil haknya sekarang mau mengambil nyawanya? Bersengkokol dengan para konglomerat jahanam karena demi uang 'kan?" ucapan kasar Adam terdengar hampir berjarak 300
Duduk di bawah lantai tanpa beralas di dalam jeruji besi. Perasaan Arman sangat kacau, istrinya sudah sangat jelas akan menggugat cerai. Karena keluarganya memang tak pernah mendukungnya. Pasalnya, menyadari bahwa dia seorang pemalas dan tepatnya tidak bertanggung jawab. Deruan napas berat pun menyertai sesalannya. Tak mengapa, kesalahan meski diperbaiki kemudian minta maaf. Itu pun kalau dimaafkan, kalau tidak adalah sebuah resiko yang harus diterima dari kesalahan. *** -Flashback on- Dahlan langsung melajukan motornya bermaksud untuk mengembalikannya kepada warga. Sesampainya di sana, dia pun mendapati si pemilik motor ada di sana, "Eh, kamu tuh, ya. Katanya mau dua jam saja. Ini malah semalaman dan lebih." Sindir pemilik motor. Dahlan pun langsung menghampiri dan memberikan uang tambahan pada pemilik motor sembari minta maaf juga beralasan, "Iya, Pak. Sayanya kebablasan ngobrolnya dan ketiduran." Karena uang tambahannya banyak menjadikan pemilik motor tidak berbicara apa-apa. D
Tangan Zulkarnain memutar-mutar stir yang ada di depannya. Pandangan masih pada kaca spion tengah. Saat bersamaan mata Zeira pun tertuju ke sana. "Apa hanya karena ingin dilindungi Zeira memilih Abang? Tak adakah perasaan suka atau sayang pada Abang?" Perkataan itu seolah tuntutan dari Zulkarnain. "Biarlah perasaan itu Zeira ungkapkan setelah menikah nanti. Dan, Zeira pun menanyakan hal yang sama." Romantisme itu tertutur di depan Jubaedah. Seolah itu adalah caranya untuk mencegah perbuatan tak diinginkan sebelum menikah. Lagi-lagi mereka saling terpaut pandangannya satu sama lain dalam kaca spion. Tak adakah dalam diri Zeira perasaan trauma pada apa yang telah terjadi. Menikah, kemudian ditinggal pergi serta dahsyatnya dikhianati. Entah ada atau tidaknya trauma. Jelasnya, Zeira hanya ingin hari-harinya kembali penuh warna. Didukung, ada yang membuatnya tersenyum juga ada rasa merindukan serta dirindukan. Jubaedah tersenyum tipis melihat pada pandangan yang bersinar putih layaknya
"Ya, kita ke Jakarta!" ucap Nizam tegas. Kemudian langsung dijawab oleh Mbak penjual tiketing. "Ke Jakarta tak ada hari ini, ada juga lusa. Mau menunggu?" Menjadi kesempatan buat Angel untuk menolak. "Kalau kamu mau menemui anakmu, pergilah. Aku tak ingin ikut. Tiket ini tetap akan aku pakai untuk berlibur sendiri." Setelah itu Angel pun langsung menarik kopernya dan berjalan ke arah imigrasi tanpa menoleh ke arah suami yang telah direbut paksa olehnya serta keluarganya. Begitu sampai di depan counter imigrasi Angel menoleh sejenak ke belakang. Jikalah laki-laki sebagai ayah bayi di dalam perutnya mengikuti atau masih ada di sana. 'Dia memang tak ada keinginan untuk menjadi suamiku.' Desisan tak tahu diri dari wanita yang tidak memiliki perasaan serta empati pada sesama gender. Kendati baru dirasakan sekarang betapa sakit memaksa seseorang untuk mencintainya. Terlebih lagi sedang hamil karena keinginan dirinya juga saran dari ibu mertua, Aminah. Dan, dia tidak ada. "Yah, Nizam tidak
"Kenapa harus pakai SAYANG?" Zeira menyeringai begitu saja tanpa mempedulikan perasaan Zehab. "Ya sudah, kemanapun itu, jika Kamu suka dan Aku bersamamu, Aku pun pasti suka!" Tambah Zeira santai dengan punggungnya disandarkan pada sandaran jok mobil. "I love you, Zeira. Kamu perlu tahu itu!" Ujar Zehab disertai tangan men-starter mobil, dengan kecepatan sedang mobil pun melaju menuju ke tempat Zehab rencanakan untuk memberikan kejutan pada Zeira. Tempat itu adalah sebuah fantasi pikiran Zeira yang sering dikatakan olehnya ketika mereka sedang bersama. Zehab yang sudah jatuh cinta pada Zeira mencari tempat yang sesuai dengan fantasinya itu. Kalau laki-laki telah bertekad membahagiakan wanita yang dicintainya pasti akan berusaha untuk bisa mewujudkan impiannya. Dan, Zehab adalah lelaki selalu bekerja keras untuk itu. Perjalanan yang ditempuh memang lumayan cukup lama, oleh karena itu rengekan manja Zeira yang bertanya lagi dan lagi, "Kapan sampai?" Membuat Zehab gemas dibuatnya. Di
Kendati Rudi telah memahami ada dalang di belakang penembakan beberapa tahun silam. Akhirnya, kasus yang belum terungkap ini pun akan segera diketahui olehnya. "Ini orangnya! Dia dalang semuanya. Dia ingin Zeira meninggalkan dunia selama - lamanya, itu dilakukan demi keponakannya." Penuturan disertai memberikan beberapa bukti yang masih tersimpan rapi di dalam telepon genggamnya. "Munandar sekarang pindah ke Belanda, artinya kalian harus berhubungan dengan kepolisian di sana untuk menangkapnya!" Azyumardi turut berbicara dengan mata melirik ke arah ibunya. Aminah paham dengan lirikan itu, kalau dirinya memang sangat tidak percaya kalau besannya bisa berbuat sejahat itu. Rudi pun langsung memberikan laporan pada atasannya agar kasus penembakan pada Zeira, kendati yang kena adalah Afifah, ibu mertuanya. Suasana seketika menjadi riuh ketika Pemuda yang menjaga gerbang datang dengan tergesa-gesa. "Nyonya, Tuan, di luar ada Tuan besar bersama pengawalnya." Azyumardi langsung mendeka
Pembicaraan pun langsung dihentikan diiringi oleh dimatikan handphone secara spontan.Kemudian, Neni menatap wajah Ujang sangat tajam seakan merasakan bagaimana perasaan Nizam sebagai seorang ayah yang ingin bersama anak-anaknya. 'Masa iya aku harus ke Padang?' ucap Neni dalam hati.Melihat adiknya melamun, Rudi menepuk lembut pipinya. "Kenapa lagi?" tanyanya. Neni menoleh, lalu menarik napasnya sangat panjang kemudian dikeluarkan. "Aa temani Neni ke Padang untuk mengambil Queena besok pagi!" Pintanya tanpa berbasa-basi lagi. "Ayo, kita ajak Zidan sekalian." Lirih Rudi sembari meraih lengan Zidan yang sedang bermain-main di depannya. "Mau ketemu nenek sama kakek, nggak?" tanya Rudi dengan mata menatap wajah polos Zidan."Nggak!" ketus sekali Zidan menjawab, dan langsung disela oleh Neni, "Zidan, sayang...tidak boleh begitu." Zidan menjawab kembali, "Nenek, juga kakek 'kan maunya Zidan berpisah sama mama dulu. Terus hingga Zidan tinggal di hutan...." Rupanya peristiwa dulu masih tersim
Pertanyaan Zehab membuat Zeira mengerlingkan sudut matanya. "Hidup ini tak harus terlalu banyak pertimbangan...." "Lepaskan dan lupakan masa lalu yang menurut kita tidak harus ada!!" "Kita nikmati saat ini?" Tangan Zehab diulurkan tepat di depan Zeira, sesaat setelah dirinya berbicara. Zeira yang sedang menikmati hangatnya kopi jahe pun menatap lekat kedua bola mata indah dan mendamaikan di hadapannya. Cangkir kopi ditaruhnya pelan sedangkan pandangannya tetap terpaut pada wajah Zehab. "Aku ingin mencoba...." Jawaban datar namun penuh kepastian. Perlahan Zeira meraih uluran tangan Zehab dan langsung disambut olehnya mesra. Mereka berhadap-hadapan. "Buatlah dirimu senyaman mungkin, dan biarkan dirimu bebas. Aku milikmu...." Bisikan Zehab di kuping Zeira dengan tangan membuka perlahan hijab yang membalut kepalanya. "Kamu sangat cantik...." ucap Zehab begitu penutup kepala itu terlepas. Zeira tersenyum tipis dan lekat sekali menikmati wajah tampan Zehad. Seiring dengan itu hati kecil
Tiba-tiba saja para awak media mendatangi ke arah mobil dimana mereka bertiga berada. Seketika suasana sangat ramai dan membuat Azyumardi mengisyaratkan Dahlan untuk pergi. Melihat reaksi istrinya seperti itu kemarahan Syahrizal mencuat, dia sakit hati dan merasa kalau dirinya terdzolimi karena perselingkuhan tersebut.Di dalam keriuhan para awak media yang selalu aktif mencari-cari informasi orang-orang ternama dan menurutnya patut diupdate kehidupannya."Aku ceraikan!""Aku ceraikan!!""Aku ceraikan!!!"Suara menggema Syahrizal menghentikan aktivitas para awak media hingga mereka semua bergeming dan cekatan sekali merekamnya.Suara lantang Syahrizal pun kembali terdengar dengan menyebutkan kembali kata-kata yang sama diakhiri menyebutkan nama lengkap istrinya, Azyumardi binti Adityawarman. Sontak saja itu membuat Azyumardi termangu tanpa reaksi. Dia sadar pada tindakannya, dan, baru sekarang. Tubuhnya lemas tak berdaya seolah kekuatannya dicabut seketika karena apa yang ditakutkanny
Melihat reaksi lelaki di atasnya seperti tidak berkutik Azyumardi langsung menjatuhkan tubuhnya ke bawah lantai dengan cepat namun pelan. Sekarang posisinya berganti hingga membuat Dahlan tersadar dari bergemingnya. Matanya berkedip lambat. Kemudian, menatap tegas ke wajah cantik Azyu. Bibirnya hendak berbicara akan tetapi handphone milik Syahrizal yang ditaruh di atas bufet berdering nyaring. Sontak saja membuat kedua manusia tengah melakukan senggama tersebut bergegas berdiri dan membetulkan pakaiannya masing-masing. TREK! Pintu ruangan ada yang membuka. "Ehem!" Deheman kepura-puraan dari Syahrizal sambil langsung masuk dan berbicara, "Sayang, Abang lupa handphone Abang...." Itu langsung dijawab Azyumardi agak salah tingkah, "Oh, ya ...tadi berdering!" Serta dengan gesit berjalan ke arah bufet dan tangan kirinya meraih handphone milik suaminya sementara tangan kanannya membetulkan rambutnya yang acak-acakan. "Terima kasih, Sayang...." ucap Syahrizal dengan lembutnya mengambil hand
"Iya...sudah setahun...." Jawab Nizam.Azyumardi semakin menyudutkan dirinya sebagai wanita yang penuh dosa. Benar adanya setelah menjauhkan dirinya dengan Dahlan, Azyu sangat berbeda dari biasanya. Dia sering marah-marah tak jelas pada Syahrizal dan suka menghindar jika diajak berhubungan intim. Bahkan sering tidur di rumah orang tuanya. Sangat diterima oleh dirinya kalau kehidupannya tidaklah sedang baik-baik saja kendati belum ada yang mengetahui jika dirinya tengah menyembunyikan dosa besar."Teta?" Nizam agak meninggikan suaranya karena dirinya tak mendengar suara Azyumardi. "Iya Nizam, Zeira memang pantas bahagia. Dia wanita baik-baik dan terhormat. Kamu kembalilah padanya, Bundo dan Ayah pun setuju." Penuturan Azyumardi yang sendu juga pelan membuat Nizam berdecih kasar. Lalu dia pun mengakhiri pembicaraannya begitu saja.Nizam bukan hanya ingin membawa Queena ke Belanda, dia pun akan mengajak Zidan. Kendati harus mengambil hati putranya itu terlebih dahulu. *** Dahlan sama se
Rontaan kecil itu tak dihiraukan oleh Dahlan. Dia pun mengerti kalau itu hanya reaksi tak serius, karena diketahui jika benar-benar berontak Azyumardi akan berlari ke arah pintu apartemen atau teriak. "Kita nikmati saja malam ini, Aku yakin Kamu akan ketagihan." Bisikan pelan dari Dahlan itu seolah perwakilan isi hati dan keinginannya Azyumardi. Ya, persetan dengan statusnya sebagai istri orang penting di Indonesia. Jikalah tak terpenuhi hasrat tempat tidurnya. Malam ini, Azyumardi merelakan mahkotanya disentuh oleh Dahlan. Bukan hanya itu, dia pun menikmatinya dan memintanya berkali-kali tanpa ada rontaan ataupun berkeinginan untuk minta tolong apalagi kabur. "Kamu kesepian? Kamu tak mendapatkan ini semua dari suamimu?" Dahlan mempreteli kehidupan ranjang Azyumardi sembari mengelus rambut panjangnya. Azyumardi hanya menggelengkan kepalanya, lalu tertidur di atas dada Dahlan. Malam pun telah berganti pagi. Karenanya, Dahlan pun bergegas bangun dan menyiapkan sarapan yang sebelumnya
Tidak begitu lama suara Azyumardi pun terdengar jelas di ujung sana. "Queena di sini... dan Teta pun sudah melahirkan seorang putra." -Setahun Yang Lalu- Aminah dan Adityawarman langsung datang ke Sukabumi begitu dikabarkan oleh Azyumardi bahwa Queena ada di sana. Juga, bermaksud akan mengajak Zeira juga Zidan untuk tinggal bersama mereka di Padang. Mereka telah membuka diri serta menerima Zeira. Sayangnya, setelah sampai di Sukabumi Zeira sudah tidak ada dan Zidan tidak ingin ikut dengan mereka seolah anak kecil ini telah merekam semua kejadian masa lampau. "Zidan tidak mau bersama Nenek dan Kakek!" Teriakannya itu membuat Adityawarman terdiam sejenak hingga dan mengingat bagaimana dirinya mengorbankan Zidan ccucunya demi harta. Air mata bapak tua ini mengalir tak terbendung lagi karena menyesal kesempatannya dulu sempat bersama Zidan disia-siakan begitu saja. Sementara Azyumardi tengah merangkai sebuah drama agar rahasianya tidak terbongkar. -Flashback on- Malam yang sepi di an