Duduk di bawah lantai tanpa beralas di dalam jeruji besi. Perasaan Arman sangat kacau, istrinya sudah sangat jelas akan menggugat cerai. Karena keluarganya memang tak pernah mendukungnya. Pasalnya, menyadari bahwa dia seorang pemalas dan tepatnya tidak bertanggung jawab. Deruan napas berat pun menyertai sesalannya. Tak mengapa, kesalahan meski diperbaiki kemudian minta maaf. Itu pun kalau dimaafkan, kalau tidak adalah sebuah resiko yang harus diterima dari kesalahan. *** -Flashback on- Dahlan langsung melajukan motornya bermaksud untuk mengembalikannya kepada warga. Sesampainya di sana, dia pun mendapati si pemilik motor ada di sana, "Eh, kamu tuh, ya. Katanya mau dua jam saja. Ini malah semalaman dan lebih." Sindir pemilik motor. Dahlan pun langsung menghampiri dan memberikan uang tambahan pada pemilik motor sembari minta maaf juga beralasan, "Iya, Pak. Sayanya kebablasan ngobrolnya dan ketiduran." Karena uang tambahannya banyak menjadikan pemilik motor tidak berbicara apa-apa. D
Tangan Zulkarnain memutar-mutar stir yang ada di depannya. Pandangan masih pada kaca spion tengah. Saat bersamaan mata Zeira pun tertuju ke sana. "Apa hanya karena ingin dilindungi Zeira memilih Abang? Tak adakah perasaan suka atau sayang pada Abang?" Perkataan itu seolah tuntutan dari Zulkarnain. "Biarlah perasaan itu Zeira ungkapkan setelah menikah nanti. Dan, Zeira pun menanyakan hal yang sama." Romantisme itu tertutur di depan Jubaedah. Seolah itu adalah caranya untuk mencegah perbuatan tak diinginkan sebelum menikah. Lagi-lagi mereka saling terpaut pandangannya satu sama lain dalam kaca spion. Tak adakah dalam diri Zeira perasaan trauma pada apa yang telah terjadi. Menikah, kemudian ditinggal pergi serta dahsyatnya dikhianati. Entah ada atau tidaknya trauma. Jelasnya, Zeira hanya ingin hari-harinya kembali penuh warna. Didukung, ada yang membuatnya tersenyum juga ada rasa merindukan serta dirindukan. Jubaedah tersenyum tipis melihat pada pandangan yang bersinar putih layaknya
"Ya, kita ke Jakarta!" ucap Nizam tegas. Kemudian langsung dijawab oleh Mbak penjual tiketing. "Ke Jakarta tak ada hari ini, ada juga lusa. Mau menunggu?" Menjadi kesempatan buat Angel untuk menolak. "Kalau kamu mau menemui anakmu, pergilah. Aku tak ingin ikut. Tiket ini tetap akan aku pakai untuk berlibur sendiri." Setelah itu Angel pun langsung menarik kopernya dan berjalan ke arah imigrasi tanpa menoleh ke arah suami yang telah direbut paksa olehnya serta keluarganya. Begitu sampai di depan counter imigrasi Angel menoleh sejenak ke belakang. Jikalah laki-laki sebagai ayah bayi di dalam perutnya mengikuti atau masih ada di sana. 'Dia memang tak ada keinginan untuk menjadi suamiku.' Desisan tak tahu diri dari wanita yang tidak memiliki perasaan serta empati pada sesama gender. Kendati baru dirasakan sekarang betapa sakit memaksa seseorang untuk mencintainya. Terlebih lagi sedang hamil karena keinginan dirinya juga saran dari ibu mertua, Aminah. Dan, dia tidak ada. "Yah, Nizam tidak
"Sayang?" jawab Nain dan terdapati oleh Zeira sedang memegang kakinya karena tertimpa kursi yang tak sengaja terdorong Anita. Posisinya mereka, Nain sedang jongkok sedangkan Anita berdiri di depannya. Nampak sepintas sedang melakukan tak senonoh. Tetapi cepat sekali Zulkarnain menoleh ke arah Zeira yang terpaku dengan memasang wajah masam. Anita melirik ke arah Zeira, "Oh ini Bang janda yang Abang ceritakan?" tanyanya tak tanggung-tanggung menyebut marital status Zeira. Zulkarnain tidak menjawabnya, dia langsung mendekat sambil agak pincang karena jempolnya tertindih. "Sayang...." Sapaan itu membuat Zeira mengulas senyuman tipis. "Iya, saya Janda beranak satu, Mbak? Ayo silahkan dimakan makanannya selagi hangat." Ucapan percaya diri sembari menoleh ke arah Anita. Nampan pun di taruh di atas meja tamu. Setelah itu, cepat sekali Zeira memeriksa jempol Zulkarnain. Dia langsung jongkok, tangannya mengelus ibu jari Zulkarnain. "Abang ini sedang apa sih?" tanyanya pelan. "Tadi Anita mau
Reaksi Mark bergeming mendengar pertanyaan spontan dari Nizam. Dia seperti enggan mengingat masa lalu yang tidak menyenangkan itu. “Aku tidak ingin menjelaskan itu.” Jawaban Mark membuat Nizam memahami kalau semua itu menguras energi serta mental. Mobil yang membawa mereka berdua pun sudah berada di depan bangunan pabrik cokelat. Bangunan ini sudah nampak usang dari luar. Terlebih lagi cerobong asap yang besar menghadap utara menambah kekunoannya. Mark sudah berjalan ke arah pintu gerbang setelah sopir pribadinya membukakan pintu mobil. Diikuti oleh Nizam dari belakangnya. Melihat bos besarnya datang para sekuriti langsung membuka. Pandangan Nizam terbelalak tak percaya pada apa yang dilihatnya. Di dalam bangunan nampak kuno ini, dia mendapati di sana para pekerja menggunakan seragam cokelat hijau dengan penutup kepala selaras seperti pada umumnya, bening. Peralatan serta mesin-mesin pencetak juga pengolah cokelat modern berwarna putih-putih. Lelaki asal Padang ini pun bergeming di
Andro pun langsung meninggalkan taman tanpa berbicara apa-apa pada Diana. “Andro!” pekikan Diana menghentikan langkah Andro, dia pun menoleh. “Dia itu anak dari Mister Sander ‘kan?” tanya Diana. Dijawab oleh Andro dengan mengangguk. “Lalu kenapa dia seperti agak kecewa begitu?” Diana penasaran. Andro hanya menarik bahunya. Mereka berdua pun masuk ke dalam gedung putih yang menjulang tinggi. Gedung tempat Andro bekerja. Milik keluarga Diana. Sementara Angel sendiri langsung ke hotel yang telah dipesannya. Hotel mewah ini pun kembali menjadi teman menyendirinya. Deruan napas panjang terdengar kemudian diambil buku yang didapatnya dari ransel Nizam waktu dulu. “Zeira, aku yakin kamu pun tak akan pernah memaafkan suamimu. Tapi aku yakin kalau kamu tahu alasannya. Kamu pun akan berpikir ulang untuk bisa kembali memaafkan.” Bersamaan dengan berbicara sendiri. Matanya pada tulisan yang Nizam tulis pada buku itu. Tulisan yang membuat Angel tertawa kecil. “Kamu memang laki-laki dambaan, sayang
Nizam sedang dirundung kesedihan oleh kabar kalau mantan istrinya akan segera menikah lagi. Terlebih lagi rencana pembunuhan. Mark kembali membangkitkan semangatnya. “Jodoh itu di tangan Tuhan, kamu pun sudah menikah lagi. Tapi masih ada kemungkinan kalian bersatu lagi. Ingat, Jodoh itu rahasia besar Tuhan. Kamu menangis tak akan mendapat apa-apa.” Nizam seketika mengangkat wajahnya. Dia menatap lekat wajah Mark. “Mister pun meyakini itu? Meyakini kalau pernikahan Mister akan baik-baik pula?” Adalah pertanyaan menyayat hati yang baru saja didengar olehnya. Mark pada pikiran masa silam. Masa pertemuan dengan istrinya di kampus, Jude. Jude adalah perempuan polos dengan kecerdasan di atas rata-rata temannya. Dia memiliki dominan tidak mau berkumpul atau pun gabung bersama teman-temannya. Kesendiriannya yang merupakan hobinya ini membuatnya betah di dalam ruangan kecil tempat bereksperimen dengan berbagai macam serangga seperti kupu-kupu yang tadinya adalah kepongpong. Hingga usia kupu
“Kisahku seperti dirimu. Jangan tanya lagi. Aku akan tebus semuanya.” Mark menoleh sesaat pada mata Nizam yang masih sembab. “Tapi, kisahku beda. Besan ibuku sepertinya lebih berbahaya. Dia berencana membunuh istriku. Aku harus secepatnya menyelidiki ini semuanya.” Nizam menuturkan dengan tangan langsung mengambil telepon genggamnya. “Kamu mau menelpon siapa?” Mark menyambar telepon dengan cepat. “Kakakku!” jawab Nizam tak sadar kalau dirinya sedang menutup diri dari keluarganya. “Kamu sedang menghindar hingga hutangmu pada keluarga Angel lunas. Dan setidaknya punya harta untuk unjuk gigi. Nggak mau ‘kan kamu datang dengan berjalan kaki serta masih menggunakan motor bututmu?” Pernyataan Mark membuat dirinya menarik napas. ‘Bodoh kamu Nizam, kamu ini punya apa sih? Miskin, bodoh lagi!’ ucapan hatinya yang sedang meronta penuh amarah. “Biar Tommy yang selidiki. Tommy pun punya asa pada istrimu.” Mark memberikan suatu sugesti. Ditimpali oleh Nizam ketus sekali, “Tommy tahu kalau Zeira a