Suara deburan ombak sayup-sayup terdengar, jendela yang terbuka menggerakan gorden putih yang menjuntai ke lantai. Langit yang gelap berubah kebiruan menandakan malam akan segera berakhir.Alice bergerak merasakan hangat dan telapak tangan Hayes yang tidak jauh dari perutnya. Perlahan Alice membuka matanya, pandangannya langsung tertuju pada Hayes yang kini terbaring miring memperhatikan Alice entah sejak kapan. “Kau tidak tidur?” tanya Alice dengan sura serak.“Aku tidak bisa tidur,” bisik Hayes menjawab. Pikiran Hayes sedang berkecamuk, namun berada dalam sesuatu yang baik. Kabar kehamilan Alice masih terasa seperti mimpi untuknya, semuanya terasa mendebarkan, bahagia sekaligus khawatir.Hayes sangat bahagia memikirkan bahwa sebentar lagi dia akan menjadi seorang ayah.Disisi lain Hayes tidak bisa berhenti memikirkan kondisi Alice yang baru pulih. Bagaimana jika Alice terbebani dan kembali sakit karena kehamilannya?“Apa yang sedang kau pikirkan?” tanya Alice tidak dapat menaha
Orang-orang utusan Claud Borsman langsung pergi usai menyelesaikan tugas mereka. Tumpukan kotak barang tertata rapi di sudut ruangan dalam jumlah yang banyak. Sepertinya hadiah yang Claud Borsman kirimkan adalah pertanda baik untuk masa depan,“Kenapa kau mau menerima hadiah itu? Aku bisa menggantikan semuanya jika kau mau,” ucap Hayes kembali membuka suara.“Apa kau marah dengan keputusanku menerima hadiah itu?” tanya balik Alice dengan hati-hati.“Aku tidak marah. Aku hanya tidak mengerti dengan jalan pikiranmu Alice, mengapa kau mau menerima hadiah dari seseorang yang selama ini menjadi penyebab kesengsaraan hidupmu, perlakukanlah dia seperti orang asing yang tidak kau kenal,” jawab Hayes dengan jujur.“Apa yang telah dilakukan oleh Claud Borsman di masa lalu tidak akan memberikan perubahan apapun meski aku menolak hadiah pemberiannya,” jawab Alice pelan.“Dia merubah suasana hatiku menjadi buruk hanya dengan mendengar namanya.”Alice tersenyum lembut, dia meraih tangan Hayes dan
Pertanyaan sederhana Eniko membuat Theodor menggeleng tanpa keraguan. “Jika ada sesuatu yang pergi dariku, akupun akan pergi, hanya saja saat ini aku belum menemukan tujuan baru yang bisa membuatku bergerak menuju jalan baru.” “Apa itu artinya, kau akan mencitai perempuan baru lagi?”Theodor menyeringai jahat. “Tentu saja, aku akan bertemu dengan perempuan yang cocok denganku, terkecuali kau,” jawab Theodor blak-blakan.Eniko tertawa, tidak ada kesedihan maupun kekecewaan dimatanya, dia tetap tenang seperti biasa seakan apapun yang Theodor katakan tidak akan pernah berpengaruh untuknya.“Bagaimana dengan tugasmu?” tanya Theodor berbasa-basi.Dalam satu gerakan kaki Eniko bergerak menghadap Theodor, sorot matanya yang hangat mengunci pandangan Theodor. “Aku meninggalkan barak perang setelah suasana perbatasan mereda. Aku kesini karena merindukanmu,” Bibir Theodor terkatup rapat, ada sesal yang tumbuh di dada melihat ketulusan Eniko yang terkadang membuatnya merasa bersalah karena sel
Tumpukan buku tentang eduksi menjadi orang tua dan mengurus bayi memenuhi meja kerja. Keberadaan buku-buku itu menyingkirkan document penting pekerjaan.Sudah satu bulan ini Hayes memutuskan tinggal di Emilia Island semenjak Alice terjatuh sakit dan sering muntah-muntah hingga kehilangan berat badannya lagi.Alice sempat mengalami kesulitan saat usia kandungannya menginjak tiga bulan, dia sering mengalami demam dan emosinya naik turun tanpa alasan. Berkat kehadirannya Hayes yang sangat bersabar merawat Alice dan menempatkan dokter di sisi mereka selama dua puluh empat jam, secara perlahan kondisi Alice membaik dan kembali pulih.Semenjak Hayes memutuskan tinggal di Emilia Island, disetiap pagi hari, Alice dan Hayes berjalan kaki ke arah pantai untuk menyaksikan matahari terbit sambil menikmati hangatnya. Saat disore hari mereka sering minum teh bersama di kebun bunga sambil membaca buku.Hal-hal sederhana mereka lakukan bersama, termasuk berbelanja keperluan makanan ke supermarket s
Samuel meletakan beberapa map document laporan kampus yang perlu Theodor periksa, pri paruh baya itu meletakannya di meja.Cuaca hari ini cukup cerah dan hangat, sorak gemuruh musik dan tawa terdengar di luar, suasana kampus tengah ramai dan para mahasiswa tengah menikmati teater terbuka untuk berkompetisi menari.Samuel berbalik, dilihatnya Theodor yang tengah meringkuk di sofa tanpa melakukan apapun sejak datang ke ruangannya. Lagi dan lagi, Theodor juga sudah meninggalkan handponenya lagi disembarangan tempat semenjak hubungannya dengan Alice berakhir.Hari ini seharusnya Theodor sudah berada di rumah Eniko dan menjemputnya pergi kencan. Namun, tampaknya Theodor tidak begitu tertarik untuk pergi.Sepertinya Samuel harus membujuk Theodor untuk pergi, jika tidak, Matthias akan menghubungi Samuel secara langsung.“Mengapa Anda tidak bersiap-siap pergi?” tanya Samuel mendekat.“Jangan mengajakku bicara Samuel.”“Nona Eniko pas_”“Jangan membicarakan dia Samuel,” potong Theodor sambil m
Seikat bunga mawar kuning berada dalam genggaman, Theodor berdiri dalam ketegangan menatap dua pintu besar di hadapannya yang terjaga oleh dua orang tentara.Kapan terakhir kali Theodor datang ke rumah Eniko? Sepertinya saat dia masih berada di bangku sekolah dasar. Saat itu Theodor menghadiri pesta ulang tahun Eniko yang ke lima, sejak malam pesta ulang tahun itu, Theodor tidak pernah lagi mau datang ke rumah Eniko karena sebuah alasan yang kuat. Theodor masih ingat ada sebuah kejadian memalukan yang dia alami ditengah pesta karena Eniko. Eniko mengajaknya pergi berdansa, karena Theodor mengantuk dan menolak keinginannya, Eniko menggigit pipinya sampai Theodor menangis hingga menjadi tontonan banyak orang.Bila ingat-ingat lagi, Theodor tidak memiliki kenangan baik setiap kali bersma Eniko. Eniko selalu saja menciptakan warna kacau dalam hidup Theodor.Sangat menyebalkannya lagi Theodor tidak bisa berbicara kasar ataupun melakukan sedikit kekerasaan karena Eniko seorang perempuan.
“Pak Damian,” panggil Duma memasuki ruangan Damian dan mendapatinya tengah berkutat dengan setumpuk pekerjaan yang harus dikerjakan besok akan diselesaikan hari ini juga.Damian tidak sabar ingin pergi ke Emilia Island dan berkumpul dengan keluarganya untuk merayakan kabar cucu kembarnya yang kini masih berada dalam kandungan Alice.Damian berencana untuk pergi meninggalkan kantor pusat selama dua hari dan menghabiskan waktunya bersama Alice juga Hayes.Damian tidak ingin kehilangan setiap moment perkembangan cucunya yang sangan dia nantikan.Usia Damian sudah menginjak enam puluh tahun, dan meski dia sudah menikah, namun Damian tidak pernah sekalipun mengalami fase dimana dia mendampingi seseorang yang mengandung hingga melahirkan dan merawatnya sampai tumbuh besar.Meski Damian menikahi Ivana dan menjadi ayah untuk Hayes, namun itu dilakukan sejak Hayes akan memasuki bangku taman kanak-kanak.Itupun, butuh proses yang sangat lama bagi Damian bisa menyayangi Hayes setelah dia tahu Ha
Gelombang ombak menari-nari dibawah langit sore yang cerah, permukaan laut terlihat indah dilukis bayangan cahaya matahari sore, sapuan angin membelai pipi, suara burung terdengar bernyanyi di udara dan bibir pantai.Bayangan lumba-lumba yang tengah berenang terlihat dibawah permukaan air, suaranya terdengar di antara gemuruh air, mereka berenang dengan cepat dan sesekali melompat, cipratan air menyentuh ujung permukaan yachts.Alice beranjak dari duduknya dan mendekat pagar untuk melihat mereka lebih dekat. Alice tersenyum dengan mata yang berkaca-kaca, pemandangan indah ini masih terasa seperti mimpi untuk Alice meski dia sudah tinggal di Emilia Island lebih dari setengah tahun lamanya.Pulau ini sangat indah seperti negeri dongeng, terkadang keindahannya seperti sesuatu yang mustahil benar-benar ada di dunia nyata.Emilia Island dimiliki seorang salah satu miliarder negeri ini sekaligus salah satu anggota kerajaan, orang itu bernama Julian Giedon, dulu pulau ini hutan belantara sel