Alice terbangun dari tidurnya begitu obat penenang yang dia terima efeknya sudah habis. Bibir Alice sedikit terbuka untuk menarik napas dalam-dalam, masih ada rasa sakit berdenyut yang dirasakan di kepalanya akibat benturan, telinganya sedikit berdenging.Kibaran lembut bulu mata Alice menaungi irishnya yang bergerak pelan, mengedar melihat tempat asing yang tidak dia kenali. Permukaan kulit Alice meremang, bereaksi hebat saat teringat apa yang telah terjadi padanya sebelum dia kehilangan kesadarannya, dengan cepat gadis itu duduk dan melihat ke sekitar dengan waspada, takut kembali terkurung di ruangan bawah tanah.“Tenanglah, kau aman sekarang.”Tubuh Alice menegang kaku, melihat Theodor yang duduk di sisi ranjangnya. Sekali lagi pandangan Alice mengedar, melihat ke penjuru arah, tersadar jika kini dia berada di rumah sakit.Apakah aku sudah diperiksa dokter? Apakah mereka sudah mengetahuinya?“Kenapa kau membawaku ke sini? Kau sudah mengetahuinya?” tanya Alice menggebu, matanya b
Bella bergerak memutar memainkan kursi yang di dudukinya, Bella duduk di kursi kerja Hayes tanpa ada keseganan apapun, wanita itu bertingkah seolah apa yang kini dia tempati bagian dari miliknya.Tidak sampai di sana, Bella juga memanggil salah satu assistant Hayes hanya untuk memesan minuman. Bella tidak peduli dengan apapun yang dipikirkan orang lain tentang dirinya, semakin dia terlihat dekat dengan Hayes, itu semakin bagus/Sudah satu jam menunggu, namun Hayes belum menandakan akan segera kembali.Pikiran Bella berkelana, memikirkan harus dengan cara seperti apa sebenarnya dia agar bisa benar-benar mendapatkan Hayes sepenuhnya? Bella sama sekali tidak bisa menunggu. Sampai saat ini Hayes masih bersikap baik kepadanya karena mereka berteman sejak lama. Suara deringan telepon yang nyaring membangunkan Bella dari lamunannya, dengan cepat wanita itu mengambil handponenya dan menerima panggilan dari nomer asing yang tidak dikenalnya.“Siapa?” tanya Bella dingin.“Kau kekasih Hayes Bo
Bella duduk dalam ketegangan, kesenangannya berubah dengan cepat begitu dia bertemu dengan orang yang telah menghubunginya. Beberapa kali Bella kedapatan mengatur napasnya karena gugup bercampur takut.Bella berpikir jika orang yang menghubunginya adalah seorang wartawan, tapi ternyata tebakannya salah.Giselle, wanita yang selalu disebut sebagai biang retaknya keluarga Borsman, kini wanita itu duduk di hadapannya.Harus Bella akui, Giselle jauh lebih cantik dari Ivana, gaya fashionnya yang elegant memiliki daya tarik yang kuat. Giselle dan Ivana memiliki kesamaan, mereka memiliki kecintaan dengan fashion, namun nasib mereka jauh berbeda.Berkat kecintaannya pada fashion, Ivana memiliki brand besar yang sangat terkenal, sementara Giselle tetap menjadi seorang perancang busana yang tidak banyak dilirik. Sosok Giselle sebagai selingkuhan Damian sudah cukup terkenal sejak lama, mungkin karena alasan itulah yang menjadi penghambat utama Giselle untuk bisa berkembang.Bella berdeham tidak
Alunan suara musik terdengar di telinga, Alice tidak bisa berhenti untuk memutar setiap musik yang telah dipilih Theodor. Ada sebuah candu yang menariknya untuk terus mendengarkan begitu mendapatkan kenyamanan.Dentingan yang lembut membawa Alice untuk menikmati pemandangan di sekitarnya. Belaian lembut angin yang mengusap pipi, gerakan dedaunan, awan yang bergerak ke arah yang sama, dan sinar matahari yang perlahan hilang seakan-akan mereka bergerak mengikuti irama musik yang di dengarnya.Untuk waktu yang lama, Alice tidak memikirkan kesedihan apapun, tidak lagi bingung dengan apa yang harus dia lakukan esok hari.Untuk pertama kalinya bagi Alice, dia menikmati waktu yang di jalaninya saat ini tanpa memikirkan apapun. “Inikah yang namanya ketenangan?” bisik Alice bertanya-tanya.Sesungguhnya, hari ini cukup melelahkan untuk Alice, pikirannya terguncang, tetapi semuanya berakhir dengan cukup baik layaknya langit yang mendung dilanda gerimis, namun di akhiri oleh lengkungan pelangi y
“Aku sudah mereservasi hotel dan sebuah restaurant untukmu sampai besok sore. Pergilah dan bawa Alice ke sana,” ucap Damian memberitahu.Hayes menyandarkan bahunya di dinding, titah Damian selalu saja tidak ada yang menyenangkan untuknya. Selalu saja tentang Alice..“Untuk apa aku pergi dengan Alice?” tanya Hayes tidak terima.“Alice tidak pernah dibawa pergi kemanapun semenjak kalian menikah, tolong buat dia senang, ini tidak ada hubungannya dengan cucu yang pernah aku minta beberapa hari yang lalu.”Dagu Hayes terangkata angkuh. “Aku tidak mau menghabiskan terlalu banyak waktuku bersama orang yang aku benci,” tolak Hayes tanpa keraguan.“Jika kau bersedia pergi, ayah berjanji akan menjaga Ivana di sini,” ucap Damian lagi seperti sedang mengajak Hayes untuk melakukan kesepakatan.Hayes mengedikan bahunya dengan malas, kali ini pria itu tidak menolak, mungkin memang tidak ada salahnya juga Hayes membawa Alice pergi keluar dari rumah, dengan begitu suasana hati Ivana akan membaik.***
Perlahan pintu lift tertutup..Alice manarik napasnya dengan kesulitan. Kemewahan dan suasana asing di sekitarnya cukup menekan. Segala hal yang dia lihat, dan keberadaan orang-orang yang berada di sekitar terus menerus menyadarkan Alice tentang seberapa tinggi level yang tidak sebanding dengannya.Sempitnya ruangan lift yang terisi banyak orang menciptakan sesak dan kegelisahan. Kaki Alice bergeser ke sudut, menyandarkan kepalanya yang kembali berdenyut pada dinding.Kedua mata Alice terpejam kuat, gadis itu berusaha menyingkirkan ketakutan yang terus membayangi dirinya sampai membuat telapak tangannya berkeringat dingin.Sangat sulit berjuang melawan banyak trauma. Masa lalu Alice seperti bayangan hitam yang jauh lebih besar dari cahaya yang akan dia tuju, setiap kali Alice terjatuh, bayangan hitam itu menelannya, membawanya dalam kegelapan. Hayes tertunduk begitu merasakan suhu tangan Alice yang berubah. ‘Apa lagi yang tengah terjadi dengan dia? Apa masuk lift pertama kalinya san
Seperti apa yang sudah dibicarakan, Damian benar-benar menyewa satu restaurant hanya untuk memberikan Alice dan Hayes ruang. Tidak ada yang memahami alasan Damian melakukan ini semua, namun Hayes curiga bila Damian sedang berusaha membuat Damian dan Alice semakin dekat.Hayes rasa, apa yang Damian lakukan sangat sia-sia dan membuang waktu. Sampai kapanpun Hayes tidak akan pernah mau memiliki kedekatan apalagi melewati batas hubungan kontrak dengan Alice.Semua yang Hayes lakukan saat ini semata-mata untuk membuat Damian percaya bahwa rencana yang dibuatnya terlihat berhasil.Nuansa restaurant romantis, ada banyak lilin yang menyala, dan alunan musik lembut terdengar, bahkan ada sebuah cello yang disiapkan untuk nanti seseorang bermain musik.Di sebuah meja makan yang besar, kini Alice dan Hayes duduk saling berhadapan. Keduanya selalu kaku dan mencolok akan perbedaan yang membuat beberapa siapapun orang yang melihat tidak dapat menahan kerutan dikening mereka seakan ada sesuatu yang s
“Bukan. Dia temanku, kami sedang menunggu teman yang lainnya, mereka sedikit terlambat.”“Benarkah?” tanya Irene tidak yakin, mustahil jika suasana restaurant yang didekorasi secara romantis digunakan untuk pertemuan makan malam teman, disisi lain, lebih mustahil lagi jika perempuan yang duduk di depan Hayes adalah isterinya.“Benar,” jawab Alice tidak mempedulikan ekspresi terkejut Hayes atas dirinya yang angkat bicara. “Saya temannya Hayes,” tekan Alice lagi.“Irene,” sapa Irene mengulurkan tangannya pada Alice, mengajak berkenalan.Masih dengan senyuman yang tetap Alice pertahankan, gadis itu menerima uluran tangan Irene. “Alice.”Kelegaan di mata Irene menghilang, wanita itu menyadari jika perempuan yang bersalaman dengannya adalah isteri Hayes. Jangan kira Irene tidak tahu, nama Alice sudah cukup banyak dibicarakan banyak orang akhir-akhir ini.Lantas mengapa Hayes berbohong?Dengan cepat Irene menarik tangannya dan kembali melihat Hayes. “Bagaimana kabarmu Hayes?” tanya Irene pel