“Tuan, anda mau pergi kemana?” sahut seseorang kepadanya.
Claretta mencari asal suara dan menemukan seorang pelayan wanita membawa troli berisikan makanan.
Memakai pakaian seragam dengan aksen renda putih dan gaun hitam dengan potongan rambut pendek berwarna merah.
Claretta mendatanginya dengan terburu-buru. Memegang kedua bahu pelayan tersebut. Pelayan yang melihat tampak kaget dan ketakutan. Namun, Claretta tidak menghiraukan.
Yang ada dipikirannya sekarang adalah dimana dia sekarang, dan kenapa bentuk rumah sakit terlihat berbeda dari yang pernah ada.
“Dimana ruang resepsionis rumah sakit?” tanya Claretta sembari tetap memegangi pelayan tersebut dengan erat.
“Rumah sakit? Apa itu tuan?” tanya balik pelayan tersebut.
“Tuan? Apa maksud ‘tuan’ yang pelayan itu sebut?” tanya Claretta dalam hati.
Claretta sangat mengkhawatirkan keadaan ibunya dan ingin pergi menemui, terutama jika ayah atau saudara-saudara berkunjung ke rumah.
Keinginan terkuat sekarang adalah membawa ibu pergi dari negara ini.
“Apa maksudmu, kau tidak tahu rumah sakit? Sejak kapan rumah sakit terlihat seperti ini?” tanya Claretta dengan suara marah.
Pelayan bertambah takut khawatir jika orang di hadapannya mengamuk. Di sektar mereka muncul beberapa orang dengan pakaian yang sama.
Sedangkan laki-laki berseragam hitam dengan kemeja putih di dalam. Semua orang terlihat seperti sedang melakukan cosplay.
Semua orang memandang Claretta aneh dan berbisik, membuat Claretta yakin bahwa sekarang dia berada ditempat yang salah. Claretta sadar mencengkram bahu pelayan dengan keras dan membuatnya kesakitan.
Dengan cepat Claretta melepaskan tangannya.
Claretta berusaha setenang mungkin dan berusaha memahami apa yang sebenarnya terjadi.
“Maaf atas apa yang aku lakukan. Tadi kenapa kamu memanggilku dengan kata ‘tuan’? Lalu jika kau tidak tahu rumah sakit, dimana ini?” tanya Claretta dengan nada suara setenang mungkin.
Claretta berharap banyak kepada wanita yang berdiri di depan.
“Tuan berada di kediaman keluarga Onder de.” jawabnya dengan suara gugup.
“Onder de?” tanyanya heran.
“Sekarang kau mau pergi kemana?” tanya Claretta lagi memastikan.
“Saya mau mengantarkan sarapan tuan dan akan membersihkan kamar.” jawab pelayan tersebut.
“Baik, ayo kita kembali ke kamar terlebih dahulu. Kita jalan bersama.”
Mereka berdua berjalan menuju kamar, di mana Claretta terbangun dan keluar dari kamarnya. Pandangan orang-orang di sekitar tertuju kepada mereka berdua. Ada banyak pertanyaan yang ingin segera Claretta tanyakan kepada pelayan itu.
Mereka lewati jalan yang sama.
Di tempat itu, atap bangunan menjulang tinggi sehingga ketika ingin melihat kepala harus benar-benar tegak lurus.
Cat tembok dengan aksen warna putih tulang dihiasi lukisan-lukisan orang asing di mata Claretta.
Lukisan suatu keluarga besar dengan pasangan suami istri beserta keempat anak perempuan mereka.
Kedua anak perempuan di sana menggunakan gaun mewah berwarna merah muda dan kuning emas.
Di atas masing-masing kepala putri mereka terdapat tiara.
Mereka berdiri di antara sosok ayah yang mengenakan pakaian terhormat dengan beberapa lencana mewah berlapis emas serta jubah putih menjuntai ke bawah bersandar pada bahu.
Di depan mereka terlihat sosok seorang ibu yang sedang duduk di atas kursi menggendong bayi perempuan yang cantik dengan gaun putih bersih dan renda-renda kecil. Putri yang lain berdiri di sebelah ibunya dengan menggunakan pakaian yang sama.
Di belakang si ibu, terlihat anak laki-laki kecil yang berdiri sendiri dengan pakaian sederhana nan rapi, seakan dirinya seperti bukan bagian dari mereka terlihat begitu kaya raya. Claretta merasa tidak asing dengan anak laki-laki di lukisan itu
Suara decitan troli yang terdorong, membuat Claretta sadar dari keterkagumannya dengan lukisan-lukisan yang terpajang di sana. Ada beberapa juga lukisan dengan potrait seorang diri baik lukisan full badan maupun setengah badan.
Lukisan wajah orang tua dengan uban beserta pakaian mewah.
Setelah tiba di pintu besar berwarna putih, mereka melihat seorang pria paruh baya yang dia dorong tadi. Claretta menatap dengan tatapan dingin. Kepala Pelayan merasa tidak nyaman dengan tatapan itu namun, untung saja dia pandai menyembunyikan ekspresi.
“Bagaimana dengan keadaan tuan?” tanya kepala pelayan kepada pelayan di samping Claretta.
“Tu...Tuan baik-baik saja, beliau ingin saya jalan bersama ke kamar sekaligus mengantarkan sarapan dan membersihkan ruangannya.” jawab Mary dengan kepala tertunduk.
“Baiklah kalau begitu, tolong layani dia.”
“Baik kepala pelayan.”
Kepala pelayan membukakan pintu untuk mereka berdua. Pintu tertutup kembali. Meskipun terasa asing namun, Claretta merasa ini adalah kamar yang dia gunakan tadi untuk tidur.
Di sebelah kasur terdapat jendela besar dengan lengkungan di atas. Pelayan berjalan ke arah jendela membuka jendela yang lain. Angin pagi di dalam ruangan menambah kesegaran pagi hari.
Terlihat ranting pohon besar yang hendak masuk ke dalam kamar, suara burung yang berkicau membuat Claretta sedikit lebih tenang.
“Siapa namamu?” tanya Claretta.
“Saya Mary, tuan. Saya yang bertugas menyiapkan kebutuhan.” jawab Mary.
Wajah ketakutan Mary yang Claretta lihat tadi sudah nampak menghilang dari wajah.
“Dimana ini Mary? Maksudku negara mana ini?” tanya Claretta lagi.
“Disini kerajaan Rhodes tuan.” jawab Mary sembari membersihkan meja milik orang yang mengajaknya bicaranya itu.
“Rhodes? Bukankah itu nama negara kekaisaran dari buku yang tadi aku baca?” bisik Claretta.
“Tahun berapa sekarang Mary?” tanya Claretta sudah dengan keadaan pusing. Perasaannya pun sudah mulai tidak nyaman.
“Tahun 531 Miladi, tuan.” Jawab Mary
Kepala Claretta terasa berdenyut, perasaan bingung dan pusing membuat Claretta merasakan sakit ketika terkena batu di kepala.
Sulit dipercaya, novel yang dia baca dan alur cerita yang dia benci membuatnya masuk dalam dunia fiksi novel.
Ditambah lagi dari tadi wanita yang menggunakan kostum pelayan selalu memanggil namanya dengan sebutan tuan. Terasa seperti mimpi buruk bagi Claretta.
Rasa mual menahannya hingga Claretta mengeluarkan keringat dingin. Claretta berharap ini hanya sebuah mimpi.
“Dimana kamar mandi?” tanya Claretta
“Apakah tuan ingin mandi terlebih dahulu?” tanya Mary balik.
“Iya” jawab Claretta.
Mary mengantar Claretta melewati sebuah lorong yang dimana terdapat ruangan dengan sebuah bak mandi mewah yang besar cukup untuk menampung 5-6 orang di dalam. Lebih seperti seperti kolam renang.
Di depan terdapat jendela berbentuk lingkaran besar dengan kaca berwarna, membentuk sebuah lambang besar. Dengan bola kristal berwarna hijau keemasan yang diapit dengan dua burung hantu berwarna hitam dan yang lainnya berwarna putih.
Mary segera bergegas menyalakan air hangat dan menuangkan sabun aroma herbal. Suara gemericik air membuat kolam mengeluarkan busa.
Mary menyiapkan beberapa gulungan handuk dan pakaian untuk mengeringkan badan. Mary pamit untuk keluar.
“Apakah tuan ingin dipanggilkan seseorang agar mau membantu untuk mandi?” tanya Mary
“Tidak usah.” jawab Claretta dengan cepat.
Mary Pun keluar diikuti suara pintu kamar mandi yang tertutup. Claretta merasa aneh dengan pakaian yang dia kenakan. Semua berwarna putih, dengan baju stelan. Kain yang digunakan terasa lembut jika disentuh dengan kulit.
Claretta membuka bajunya melepas celana putih dia melihat sesuatu yang bergelantung di hadapan dan sekarang dia memiliki benda tersebut.
Claretta Pun berteriak dengan keras berlari mencari kaca dan bercermin. Claretta terjebak di tubuh seorang laki-laki dengan mata biru permata dan rambut keemasan.
Kecurigaan Claretta benar-benar membuktikan bahwa Claretta masuk di dalam salah satu sosok tokoh karakter fiksi novel yang dia baca ‘Altair Onder de’.
Ditambah Altair adalah sosok yang sangat Claretta benci. Dengan otot perut dan dada yang bidang adalah sosok idaman yang semua wanita inginkan.
Claretta melihat dirinya tidak memiliki payudara, tergantikan dengan benda yang melambai-lambai seakan mengatakan aku adalah seorang laki-laki.
Bertambah kencang lah teriakan Altair di dalam kamar mandi. Tiba-tiba kepala pelayan dan Mary menerobos masuk. Menemukan dirinya dalam keadaan telanjang tanpa busana.
Saya kembali menulis cerita lebih menarik di P*ijo dan laba-laba novel. support saya ya
Altair duduk di ruang makan bersama keluarganya mereka seperti yang dia lihat di lukisan tadi pagi dan sibuk dengan makanan di atas meja masing-masing. Ayah Altair duduk di meja utama kepala keluarga, di sebelah kanan duduk seorang wanita yang juga dipanggil ibu oleh anak-anak gadis saudari Altair. Mereka semua memiliki paras wajah yang rupawan. Banyak orang yang berdiri melayani keluarga yang sedang makan itu ada memegang botol minuman anggur dan troli berisi makanan. Altair duduk di sebelah kiri ayahnya dengan tenang memakan apa yang ada di depannya. Masih berusaha berfikir dengan keras apa yang sedang menimpa dirinya (Claretta) sekarang dan memikirkan bagaimana keadaan ibunya sekarang? Sehingga membuat makanan enak di hadapan Altair terasa hambar. “Ibu lihat! Kak Altair menangis.” ucap seorang gadis paling kecil yang tengah meme
Altair merasa suara itu berasal dari pasukan ksatria yang tengah berlatih menoleh. Altair yang melihat ke arah bendera dengan lambang keluarga Duke Onder de sedang berkibar di atas benteng yang tinggi terlihat sama dengan yang dia lihat sebelumnya di kamar mandi. Di atas benteng terdapat pos penjaga yang dijaga oleh beberapa orang, lengkap dengan baju zirah dan senjata yang mereka bawa seperti pedang, serta busur dan tombak. Mary dan Altair berusaha tidak mendengarkan teriakan tersebut dan mulai berjalan kembali meninggalkan mereka, lalu terdengar kembali suara itu dari sana. “Setidaknya status seorang anak haram sangat cocok berpasangan dengan seorang pelayan.” ucap seseorang dengan tubuh besar dan kepala plontos terlihat dia komandan pasukan di sana. Orang-orang mulai tertawa terbahak-bahak mendengar komandan mereka berbicara seperti itu. “Tidak disangka s
Pertarungan yang sengit itu berhenti setelah komandan menjatuhkan pedang. Altair menahan luka di leher dengan tangan darah segar mulai mengalir di sela-sela tangan. Altair terduduk tersungkur dengan kedua lututnya menandakan bahwa dirinya sudah kalah dalam pertarungan. Komandan pergi ke pasukan dan mereka meneriaki kedatangannya. Mary lari menghampiri dan melihat luka di leher Altair. “Aku tidak apa-apa. Lukaku hanya tergores.” jawab Altair sebelum Mary menanyakan kondisinya. Mary mengeluarkan sapu tangan miliknya dan memoleskan obat cair di atasnya memberikan sapu tangan itu kepadanya. Altair menerima dan mengikat sapu tangan di lehernya. Altair tau mengapa dirinya sampai jatuh terduduk karena lingkaran sihir Mana menyerap tenaga lebih banyak sehingga membuatnya lemas. Tangan Altair mulai bergetar untuk menghilangkan gemetar diseluruh
Di tanah kerajaan Rhodes sebelum terbentuk, terlihat orang-orang berkumpul untuk berkemah dari beberapa penjuru negara. Mereka beristirahat di tanah itu. Pemimpin pasukan dari masing-masing rombongan juga tengah mempersiapkan kebutuhan untuk menginap. Ada yang sudah menginap dan berkemah di sana, sebelum rombongan yang lain tiba. Salah satunya adalah keluarga Onder de. Dia bersama keluarga dan saudara-saudaranya tengah melakukan persiapan untuk berburu.
Onder de mulai memegang dua belati di tangannya dan sisa belati miliknya melayang menyerang salah satu kepala naga. Belatih yang berterbangan menyerang salah satu kepala naga membuat naga kelelahan dan kebingungan. Belati-belati yang terbang dikendalikan Mana Onder de seperti tali berwarna hijau muda keemasan jika terkena sinar bulan di malam hari. Salah satu belatih yang melayang tergigit oleh naga sisanya berusaha berputar kembali berusaha menusuk kepala naga dan Onder de berusaha lari mendekati sayap naga. Kepakan sayap dari naga mengeluarkan hembusan angin besar membuat pergerakan mereka sedikit terhambat. Setelah diam-diam menyusup di belakang naga terlihat dua sayap yang sibuk mengepakkan untuk membuat hembusan angin yang kuat. Belati yang dipegang dengan kedua tangannya dicengkram dengan kuat. Onder de memusatkan kembali Mana kepada semua belati miliknya. Mana yang melapisi belati-belati membuat ukuran mereka 3x lebih besar dari sebelum
Setelah Altair membaca buku sejarah berdirinya kekaisaran Rhodes dan bagaimana kerajaan ini muncul. Altair merasa takjub dan terpesona dengan kisah heroik, Altair adalah salah satu keturunan dari lima pahlawan yang sangat berjasa. Dalam buku sejarah yang lain 500 tahun yang lalu setelah keluarga Onder de menyegel Mana karena Mana harus disegel setiap 100 tahun sekali sesuai setelah anak laki-laki keturunan sampai puncak kedewasaan. Mereka akan mengembara dan melakukan tugas tersebut. Keturunan Onder de kembali dari misi penyegelan. Ayahnya yang sebagai penerus mutlak membantu penyegelan di altar khusus yang disaksikan oleh Raja mereka dan beberapa orang lainnya. Setelah selesai penyegelan mereka mendengar bahwa pamannya dihukum gantung oleh pihak istana, karena memiliki tanda-tanda akan melakukan kudeta dengan beberapa pengikutnya. Pemuda tersebut lari menemui pamannya dia tidak tahu masalah yang terjadi selama dia meninggalkan kampung halaman dan apa
Setelah melewati banyak tembok, Altair berdiri di pintu masuk hanya terlihat tembok biasa dengan lubang seukuran jari tangan Altair memasukkan jari tangannya namun, tidak ada respon. Altair mencoba cara lain dengan dia mengalirkan Mana yang membalut tubuh dan memusatkan semua di jari tangan. Mana mengalir melewati lubang jari menuju celah-celah dinding batu. Mana biru merambat ke berbagai celah dinding lalu bertemu dan terfokus dalam satu titik di hadapan Altair. Pintu tembok tersebut menghilang perlahan dan terlihat lemari besar dengan rak-rak pembatas, di sana terdapat barang-barang kuno yang sudah ada di zaman awal terbentuknya kerajaan termasuk batu keras milik Onder de kakek ke 1000 tahun. Altair melihat cawan berwarna merah gelap, di sekelilingnya terdapat mata batu berwarna hitam berukuran kecil. Altair bergegas mengambil cawan yang ingin segera keluar sebelum ayahnya kembali masuk kesana yang akan membuatnya terjebak entah sampai berapa lama.
Altair berjalan ke ibu kota Rhodes melihat lingkungan di luar mansion terlihat sangat ramai banyak orang yang berkeliaran. Altair memutuskan untuk keluar dari mansion untuk beberapa hari, setelah mandi Altair bersiap melengkapi barang-barang yang akan dibawa untuk pergi malam itu. Altair memilih untuk keluar kabur dari keluarganya karena jika dia meminta izin terlebih dahulu sangat dipastikan ayahnya tidak akan memberi izin meninggalkan mansion. Altair juga sudah memberikan selembar kertas ke ayahnya jika di akan pergi beberapa hari untuk mengunjungi kota ibunya dulu. Altair berharap jika dirinya terlibat masalah selama diluar ayahnya bisa memakluminya. Meskipun Altair tidak berharap ayahnya tidak dapat membela atau membantunya nanti. Setelah memastikan semua orang tidak terlihat berkeliaran di sekitar mansion Altair pergi melalui jendela di dalam kamarnya. Memakai jubah hitam menutupi wajahnya dan menyandang tas kecil yang berisikan beberapa koin emas
Pemilik toko langsung mengarahkan tangan terampilnya menarik Altair masuk ke dalam. Dia tidak bisa menolak ajakan yang belum dikenal sebelumnya seakan ikut terpengaruh suasana toko kain semenjak masuk ke dalam. Altair berdiri di atas podium mini beberapa karyawan memasuki ruangan berbaris dengan rapi membawa senjata serta alat untuk menyerangnya. Keahlian mereka bergerak cepat mengukur tubuh Altair setiap inchi. “Tidak bisa begini,” ucap salah satu karyawan yang berada dibelakang Altair sambil menggelengkan kepalanya dengan cepat dan kemudian menarik baju Altair menanggalkan sehingga setengah telanjang. Tangan-tangan mereka semakin liar, lima orang lainnya mencatat apa saja yang diucapkan rekan-rekannya. Pemilik toko melihat dengan puas berkelana menggunakan pikirannya sendiri. Orang-orang dari balik tirai bersembunyi sudah tidak sabar untuk keluar akan tetapi ditahan oleh temannya. Altair layaknya hewan ternak yang patuh untuk diperah tidak melakukan perlawanan. “Silahkan tunggu
Aroma vanila sangat manis untuk dinikmati, bau roti yang baru saja keluar dari panggangan mengepulkan asap, kue-kue kering yang tersusun rapi di ranjang-ranjang anyaman terbuat dari bambu ditutupi taplak meja.Di atas meja dipenuhi oleh bir, kue pie, bouquet, buah-buahan dan tidak lupa vas bunga berisi air digunakan untuk meletakkan bunga matahri sebesar piring. Para pria sedang bersemangat melakukan duel serta taruhan minum bir, perasaan senang mereka merambat ke meja-meja lain.Di malam hari ibukota kembali mengadakan pesta meriah di depan-depan rumah mereka, para wanita menggerakkan tubuhnya yang indah, gaun-gaun mereka melambai-lambai luwes menyeret di atas paving. Sepatu-sepatu yang dihentakkan seirama dengan dentuman musik yang nyaring, terdengar suara siulan menggoda mereka.“Halo tuan muda,” ucap seorang gadis yang sedari tadi melihat ke arah Altair bersama kawan-kawannya dari jauh berteduh di bawah p
Mata gadis tidak lepas memandangi makhluk kecil di pundak Nicon kemudian masuk ke dalam penginapan dan mereka mengikutinya dari belakang. Pandangan mereka seakan bertanya “ada apa dengannya?”. Namun, tidak seorangpun dari mereka memulai terlebih dahulu untuk berbicara hingga keduanya sudah berada di depan kamar masing-masing. “Dia sangat aneh,” kata Zhi merogoh kunci di sakunya terkejut mendengar pintu disebelahnya tiba-tiba terbuka dan kunci yang ada di tangannya terjatuh. Nicon melihat Adir yang keluar dari kamar berlari mendekat, Zhi yang hampir saja meledakkan emosinya ditahan oleh Nicon. “Bagaimana kabarmu?” tanya Nicon khawatir. Adir melihat ke arahnya kemudian melekat begitu lama ke arah lain. “Kami semua mencarimu kemana-mana dan tidak tidur di malam hari,” sambung Zhi. “Hewan peliharaan yang lain juga menghilang, apakah kau tahu dimana keberadaan mereka sekaran
Acara meriah penuh dengan gemerlap lampu berwarna, iringan musik di setiap jalan-jalan, makanan-makanan berjejer rapi di tepi-tepi rumah dan mereka keluar mengenakan pakaian bagus serta berhias. Para pria sibuk bersenda gurau sembari memegangi botol bir besar dari kayu, para wanita menari dengan riang gembira seirama dengan alunan musik yang menggugah jiwa untuk ikut bergabung.Ketiga calon pengendali Mana bergegas menuruni anak tangga, Nicon meninggalkan naga kecil tidur di atas tempat tidur miliknya. Mereka menikmati perjalanan yang sangat menyenangkan ikut meriahkan pesta besar yang diadakan di jalanan ibu kota.Altair berlari mendekati keramaian orang-orang, melihat penduduk yang tadi tertutup dan kurus kekurangan gizi kini nampak seperti manusia pada u
Mereka melaju pesat meninggalkan Adir dan Altair di belakang akan tetapi tidak meninggalkan sosok mereka berdua dan masih bisa melihat keberadaan masing-masing. Mentari pagi sangat menyenangkan untuk menyentuh kulit serta tubuh kekar keduanya sehingga keringat yang muncul terkena angin pacuan kuda yang mereka tunggangi terasa menyejukkan.“Dimana hewan peliharaan agung?” tanya Adir kepada Altair serius mengendarai kuda hitamnya.Altair melirik ke belakang melihat Adir, dia juga sedang mencari sosok makhluk biru di sekitar mereka. Kemudian Pino tiba-tiba keluar dari dalam tubuh Altair melalui kedua tangan yang sedang memengang tali kekang kuda.Kemu
Tidak menunggu waktu lama segerombolan bandit menyerang anak-anak muda yang baru pertama kali menginjakkan kaki tanah di luar Rhodes. Altair dengan cepat membuat tameng di sekitar mereka agar orang-orang tidak masuk lebih dalam.Terkejut dihalangi oleh dinding pertahanan, mereka berusaha memukul-mukulnya dengan keras.“Berapa lama kita bisa bertahan di dalam?” tanya Zhi bersiap menyerang.“Jika kau ingin sampai mereka pergi dari sini tidak masalah,” jawab Altair yang acuh melihat banyaknya kerumunan.“Itu akan sangat lama, kita tidak memiliki banyak waktu hanya untuk menunggu mereka pergi,” ucap Nicon tiba-tiba sudah duduk di atas punggung naga bersiap mengepakkan kedua sayapnya untuk terbang melewati celah di atas dinding.Dia pergi meninggalkan rekan-rekannya dari atas naga meniup semburan api membubarkan pertahanan mereka. Melihat api yang s
Ruang rapat terasa mencekam, para pengendali Mana memutuskan untuk mengirim anak-anak mereka pergi meninggalkan Rhodes dan hewan peliharaan dewa akan menjadi pemandu tempat penyegelan.Keberangkatan kali ini tidak ada upacara pelepas kepergian seperti tahun-tahun sebelumnya hanya ditemani segelintir orang-orang yang saling kenal satu sama lain serta sanak keluarga saja.Bermodalkan perbekalan sederhana dengan berat hati menjalankan kewajiban dan tanggaung jawab sebagai calon pengendali Mana selanjutnya. Altair hanya ditemani bersama ayahnya di pintu gerbang Rhodes sedangkan keluarganya menunggu di dalam kereta. Lily kakak perempuan mengamati dari jauh di balik kaca.
Malam masih panjang dari jendela terlihat orang-orang sedang berlalu lalang, baik itu para ksatria maupun orang-orang yang tidak terjangkit bisa keluar masuk di wilayah tersebut. Nicon dan Zhi masih beradu argumen memperebutkan tempat tidur di tengah.Sisanya memilih untuk membersihkan badan yang penuh dengan keringat serta debu, menyegarkan dalam bak mandi atau berdiri merasakan kenyamanan air yang membasuh tubuh-tubuh indah mereka.Badan Arion penuh dengan luka serta sayatan menandakan betapa kerasnya dia belajar untuk menjadi seperti ayah-ayahnya dulu sekaligus mengemban amanah sebagai penjaga daratan Rhodes yang luas.Adir merendam tubuhnya dengan menggunakan beberapa aroma herbal yang bisa membangkitkan Mana, kabut panas menyelubungi kamar mandi yang luas tanpa sekat membuat mereka bisa memandangi tubuh satu sama lain.Altair juga sedang terduduk di kursi khusus sedang menggosok bagian tubuhnya
Bunga-bunga es menempel erat pada dinding pelindung, entah darimana asalnya namun, itu melekat memberikan efek goresan sedikit demi sedikit. Sayatan demi sayatan akhirnya berubah menjadi retakan besar, Duke Stuart yang tidak memperhatikan usaha Altair untuk keluar dari sana berusaha menyembunyikan alat sihir di belakang punggungnya.Alat yang serupa dengan kaki-kaki gurita terbuat dari besi-besi dan sendi-sendi dari batu keras berisi Mana, dentuman besar dari arah luar menggerakan dinding tersebut dan sekarang cahaya api mulai terlihat jelas.Altair juga menggunakan salah satu tangannya untuk mengendalikan rantai-rantai merusak penghalang yang menyesakkan, memukul retakan yang berpotensi bisa ditembus. Baju besi yang dia gunakan mengeluarkan bunyi yang memeka telinga saat bersegesakan dengan bola perak yang menahan tubuhnya dengan kuat.Jari jemarinya patah saat menahan penolakan Duke Stuart dengan wajah meringis menahan