Home / Pendekar / 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT / Bab 93 : Suasana Panas di Ruangan Sang Prabu

Share

Bab 93 : Suasana Panas di Ruangan Sang Prabu

Author: Adil Perwira
last update Huling Na-update: 2025-01-03 15:26:47

Ekspresi wajah Alindra tampak tidak suka melihat Patrioda yang baru datang dengan gaya selangit begitu. Dalam hati dia berucap, “Orang ini sok sekali, apa dia tidak merasa malu di hadapan prabu dan para senopatinya?”

Prabu Surya Buana mengangguk. Dia tersenyum maklum melihat gaya Patioda, menurutnya ini adalah hal yang wajar karena usia Patrioda yang masih sangat muda.

“Selamat datang Istana kerajaan Jayakasatara, Patrioda. Kuucapkan terimakasih karena kau telah bergabung bersama kami,” kata Prabu Surya Buana

“Suatu kehormatan bagiku bisa membantu kerajaan,” ujar Patrioda seraya menundukkan kepala.

Senopati Wibisana yang juga hadir di ruangan itu memangku tangan. Dia ikut jengkel melihat gaya Patrioda yang kelihatan sangat ingin cari muka di depan Prabu Surya Buana.

Senopati Wibisana merasa kalau dia akan kesulitan bila harus menerima pemuda seperti Patrioda ini, sebab dari sikap badan Patrioda saja yang membusung angkuh sudah menunjukkan kalau dia akan jadi prajurit yang susah diatur
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Kaugnay na kabanata

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 94 : Beradu Jurus Pamungkas

    Seorang prajurit tiba-tiba datang dari balik pintu. Dia berjalan melewati semua orang, lalu berdiri tegak di depan Prabu Surya Buana dan menjura hormat.“Ampun beribu ampun, Gusti,” kata si pengawal itu berucap. “Di depan ada seorang pendekar wanita yang ingin memaksa masuk ke dalam istana. Para prajurit berusaha untuk mengusirnya, namun dia sangat kuat!”Prabu Surya Buana menarik badannya dari sandaran. “Seorang pendekar wanita? Apa dia datang dengan membawa surat undangan?”“Tidak, Gusti,” jawab si pengawal. “Pendekar wanita itu tidak membawa surat undangan, makanya kami berusaha mengusirnya, tapi dia melawan dan ingin tetap masuk. Wajahnya tertutup dengan cadar putih, dan dia juga membawa busur serta panah.”Patrioda lalu langsung berkata, “Bisa jadi itu adalah salah satu anggota Persaudaraan Iblis!” Dengan sangat yakin akan kehebatan dirinya, dia pun menjura hormat pada sang prabu. “Hamba akan menghadapi pendekar bajingan itu, Gusti. Bajingan itu tidak akan lolos dari hamba.”“Ber

    Huling Na-update : 2025-01-04
  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 95 : Diterimanya Damayanti Bergabung

    Prabu Surya Buana yang tadi hanya diam menonton kini sadar bahwa pertarungan dua orang ini sudah harus dihentikan sekarang. Sebab keduanya tampak akan saling mencelakai satu sama lain, tak mustahil kalau pertemuan dua jurus itu bisa membuat keduanya tewas!“Mpu Bhiantar, cepat hentikan mereka. Aku tidak ingin kalau dua pendekar ini jadi saling bunuh,” kata Prabu Surya Buana.Mpu Bhiantar pun segera melompat ke udara, dia lalu mendarat tepat di tengah Damayanti dan Patrioda yang akan saling beradu jurus maut.Pria tua itu langsung memukul bumi dengan telapak tangannya sambil bertariak, “Jurus Petir Memecah Bukit! Hiyaaa!”Cahaya kilat keemasan seketika menjalar di tanah, lalu terjadilah sebuah ledakan! Patrioda dan Damayanti sontak langsung menarik pukulan mereka dan bersalto ke belakang untuk menyelamatkan diri.Mpu Bhiantar menghela nafas. Dia menurunkan kembali tenaga dalamnya. Sekarang Damayanti dan Patrioda sudah berhent

    Huling Na-update : 2025-01-04
  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 96 : Tiga Pemangku Adat Desa Batu Delima

    Sore hari di Desa Batu Delima para ketua adat dan juga pemuda-pemuda digemparkan oleh kedatangan Argani bersama rombonganya. Mereka kemari bertujuan mencari gadis-gadis perawan untuk menunaikan syarat dari Iblis Hitam.Dalam tradisi masyarat Desa Batu Delima ada tiga orang pria sepuh yang menduduki jabatan pemangku adat. Mereka dipilih karena dianggap sebagai tokoh yang paling dituakan, paling berilmu, dan paling bijaksana. Saat ini jabatan itu dipegang oleh Ki Kusuma, Ki Dharmawira, dan Ki Martadi.Yang usianya paling senja di antara tiga orang pemangku adat itu adalah Ki Martadi. Kakek tua ini berkepala botak, berkumis tebal dan berjenggot panjang yang sudah memutih bagaikan perak. Dia mengenakan jubah ungu dan berjalan memakai tongkat.“Kami sudah lama mendengar cerita tentang kelompok kalian. Kalian semua pasti adalah Persaudaraan Iblis yang kabarnya banyak membunuh pendekar aliran putih, benar begitukan? Kalian memang manusia-manusia jahat!” ujar Ki Martadi.Manik Maya tersenyum d

    Huling Na-update : 2025-01-04
  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 97 : Munculnya Pemimpin Suku Jimbalang

    Setelah menarik semua orang untuk mundur, Ki Martadi pun maju untuk menghadapi Celeng Ireng, kakek tua tersebut juga melakukan gerakan jurus silat dengan tongkat di tangannya.Huaaaah! Bersiaplah, wahai Kakek Tua!” Celeng Ireng memegang senjatanya dengan kedua tangan dan bersiap akan menombak. Dia pun berlari sambil menghunjamkan ujung trisulanya yang lancip ke arah Ki Martadi!Belum sempat Ki Martadi menangkis serangan itu, tiba-tiba ada seorang pendekar lain muncul dengan melayang berlari di udara, dia menerjang dahi Celeng Ireng hingga siluman babi itu pun jatuh terlentang.Penglihatan mata Celeng Ireng jadi berkunang-kunang, kepalanya terasa berdenyut-denyut, serangan tadi telah membikin dia kaget. Dengan bantuan tombak trisulanya, Celeng ireng berusaha untuk kembali berdiri.Pendekar yang baru muncul itu berdiri di samping Datuk Murtadi. Semua penduduk Desa Batu Delima sudah tak asing lagi melihat wajahnya, bahkan mereka tahu kalau sosok ini pa

    Huling Na-update : 2025-01-08
  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 98 : Panglima Surai Hitam Mengamuk

    “Hey, Jimbalang Loreng!” seru Panglima Surai Hitam seraya membuka lebar kedua kakinya dan mengepalkan tangan. “Tujuh belas tahun yang silam kau pernah mencelakai kakangku, Pangeran Surai Emas. Hari ini akan kubuat kau menerima balasan dari apa yang dahulu kau lakukan terhadapnya.”Jimbalang Loreng tentu masih sangat ingat dengan perstiwa lampau tersebut. Sewaktu dia akan membunuh pemangku adat sebelumnya yang bernama Ki Adiwiguna yang telah menolak pinangannya, tiba-tiba Pangeran Surai Emas muncul dan ikut campur, maka terjadilah pertarungan antara Jimbalang Loreng dengan pendekar itu.Dalam pertarungan tersebut Pangeran Surai Emas tidak mampu menandingi kehebatan Jimbalang Loreng, akhirnya dia pun mengalami luka parah. Menurut kabar yang Jimbalang Loreng dengar dari sebagian orang, Pangeran Surai Emas hanya mampu bertahan tiga hari saja setelah terkena gigitan Jimbalang Loreng, lalu setelah itu dia meninggal dunia.“Oh, jadi kau ma

    Huling Na-update : 2025-01-08
  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 99 : Perangkap Segitiga Buana Manunggal

    Melihat Panglima Surai Hitam yang sudah terduduk lemah karena pengaruh racun Serbuk Tujuh Bunga, Jimbalang Loreng pun tidak menyia-nyiakan kesempatan itu, mukanya sudah bonyok di hajar oleh Panglima Surai Hitam hingga bibirnya pecah dan giginya pun patah, kini saatnya bagi dia untuk membalas.Jimbalang Loreng merunduk dan menyentuhkan kedua telapak tanganya ke tanah. Dia mengaum sekeras-kerasnya. Semua orang yang hadir pun jadi tertegun, mereka memperhatikan pada pendekar harimau itu.Hanya dalam waktu sesaat, wujud Jimbalang Loreng berubah menjadi seekor harimau besar. Dia berlari menuju Panglima Surai Hitam yang sedang duduk, lalu menerkamnya dari belakang dan menggigit tepat di leher sebelah kiri.Ki Dharmawira tercengang menyaksikan pemandangan tersebut. “Biadab kau, Jimbalang Loreng!”Baru saja ketiga pemangku adat itu akan bertindak untuk menyelamatkan Panglima Surai Hitam, tapi Bayu Halimun, Manik Maya, dan juga Panglima Sanca langsung

    Huling Na-update : 2025-01-08
  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 100 : Belenggu Rambut Bumi

    Cambukan demi cambukan secara beruntun dilancarkan oleh ketiga pemangku ada itu. Celeng Ireng yang terkurung di tengah berusaha bertahan dengan menggunakan tombak trisula miliknya.Setiap kali pecutan yang deras tersebut mengenai ke dirinya, maka langsung terkelupaslah kulit badannya, membiru dan mengeluarkan darah. Jika satu atau pun dua pecutan berhasil dia elak, maka pecutan yang lain melancar lagi dari arah yang berbeda dan melukainya.Semakin lama Celeng Ireng berada dalam kurungan formasi segitiga itu, semakin dirinya dibuat kalang kabut menghadapi setiap serangan dari para pemangku adat itu. Sesekali Celeng Ireng melakukan gerakan bersalto dan melayang sambil berputar untuk menghindar, namun tetap saja selalu ada cambukan yang berhasil mengenai dirinya.Manik Maya menggigit bibir bawah karena ngilu melihat keadaan Celeng Ireng. Siluman babi itu tampak kewalahan dihajar oleh mereka bertiga Dia pun berucap, “Jadi, ini yang dinakaman jurus Melipat Bumi

    Huling Na-update : 2025-01-09
  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 101 : Manusia Berkekuatan Iblis

    Akar-akar hitam berukuran besar yang menjalar dari dalam tanah itu semakin kencang saja melilit tubuh Argani. Sekarang badannya tiba-tiba merasakan kesemutan, aliran darahnya tertahan oleh kuatnya belenggu itu.Ki Martadi terus berkonsentrasi, dia berusaha menambah kekuatan pada akar-akar itu agar lilitannya jadi terus semakin kencang, Namun, di saat sekumpulan akar itu mencapai puncak kekuatannya, dari badan Argani tiba-tiba terpancarlah cahaya kilat yang terang benderang!“Eaaaa!”Ledakan yang dahsyat muncul dari badan Argani. Semua akar yang tadi membelenggunya seketika hancur begitu saja. Argani merentangkan kedua tangannya dalam keadaan terkepal, cahaya kilat tampak sangat terang menari-nari di sekitar tubuhnya.Ki Martadi sontak terbelalak setelah tahu betapa besarnya kekuatan yang dimiliki oleh Argani. “Apa? dia mampu menghancurkan belenggu Rambut Bumi! Kesaktian orang ini memang sudah setara dengan Iblis!”Akhirnya t

    Huling Na-update : 2025-01-09

Pinakabagong kabanata

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 117 : Saling Mengatur Strategi Perang

    Pagi hari saat surya baru mulai terbit di langit timur, sekitar dua ribu orang prajurit tengah berkumpul di depan pintu gerbang Istana Kerajaan Jayakastara. Pagi ini mereka bersiap-siap untuk melakukan penggempuran ke lokasi yang jadi tempat persembunyian Persaudaraan Iblis.Patih Tubagus Dharmasuri, selaku komandan tertinggi yang bertugas memimpin seluruh pasukan, berdiri tegak di hadapan para prajuritnya, para senopati, dan juga para pendekar. Laki-laki tua itu menyampaikan pidato sebelum sebelum mereka akan bergerak ke sarang musuh.“Sekarang telah tiba waktunya bagi kita untuk memusnahkan Persaudaraan Iblis yang selama ini meresahkan masyarakat. Demi melindungi umat manusia, dan demi mempertahankan kerajaan Jayakastara, aku harap kalian sudah siap bertempur walau hingga titik darah penghabisan. Apa kalian sanggup!”“Ya, kami sanggup!” sahut semua yang hadir dengan penuh semangat.“Bagus, itulah kesetiaan yang diinginkan o

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 116 : Dendam Kesumat Nyai Jamanika

    Semua anggota Persaudaraan Iblis saling merapat satu sama lain. Mereka ngeri dengan apa yang sebentar lagi akan terjadi. Dunia bagaikan hendak kiamat. Berulangkali suara guntur meraung-raung di angkasa!“Gawat! Argani sudah benar-benar mencapai puncak amarahnya. Dia akan menggunakan jurus Hujan Halilintar Menggempur Bumi,” sebut Jimbalang Loreng memberitahu pada teman-temannya.“Hah, jurus Halilintar Menggempur Bumi? Darimana kau bisa tahu kalau ketua kita memiliki ilmu semacama itu?” tanya Manik Maya serasa tak percaya.“Dia pernah mengisahkannya padaku,” jawab Jimbalang Loreng. “Jurus ini merupakan puncak tertinggi dari ajian Tatapan Rajawali Menembus Awan sejauh yang dikuasai oleh Argani. Aku khawatir kalau dia akan kehilangan kesadarannya akibat pengaruh dari kedahsyatan jurus ini.”Panglima Sanca terus memperhatikan betapa seram pemandangan di langit. Dia rasa kalau sebentar lagi sambaran-sambaran petir yang bertubi-tubi akan turun dari atas sana. Bukan hanya Nyai Jamanika yang n

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 115 : Puncak Kemarahan Argani Bhadrika

    “Hmmh.” Nafas Nyai Jamanika berdengus seperti banteng. Tatapan matanya yang mengerikan memandangi pada semua orang satu persatu bak singa kelaparan.Semua anggota Persaudaraan Iblis yang hadir di tempat itu merasakan aura kegelapan yang sangat kuat terpancar dari si nenek peot tersebut. Padahal tadi energinya terasa biasa-biasa saja, namun sekarang Nyai Jamanika sudah mulai menampakkan kalau dia bukanlah nenek sembarangan.Jimbalang Loreng dan para anggota yang lain akhirnya gentar. Semakin lama pancaran aura kegelapan si nenek itu semakin meningkat. Apakah tak lama lagi dia akan mengamuk di sarang Persaudaraan Iblis? Jika hal itu terjadi, maka tak ada satu pun yang mampu menandingi kesaktiannya.“Tenanglah, hai Nyai,” bujuk Panglima Sanca. “Sebentar lagi ketua kami akan datang ke sini. Kami tak ingin kalau harus ribut denganmu.”Nyai Jamanika tersenyum kecut. Dia kembali memandangi semua orang dengan sorot matanya yang tajam. “Aku tidak suka kalau harus lama-lama menunggu. Sepertinya

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 114 : Orang Asing

    Karena memisahkan diri dari orang-orang dan tidak mau ikut berkumpul bersama yang lain, Patrioda duduk bersila di atas ranjang dalam kamar tamu tempat dia beristirahat. Hatinya betul-betul kesal dengan kemunculan Giandra di istana ini.“Hmmh. Pendekar muda itu kelihatan sekali ingin cari muka di hadapan para petinggi kerajaan. Padahal baru cuma bisa mengobati orang yang keracunan saja, tapi lagaknya sudah macam pahlawan.”Sambil memangku kedua tangan di bawah dada, Patridoa diam sebentar dan merenung. Dia sadar kalau kehadiran Giandra di istana ini bisa menjadi sumber perhatian banyak orang, apalagi Patrioda sangat takut jika Puteri Seroja yang jadi dambaan hatinya nanti akan diganggu oleh Giandra.“Kalau sampai pemuda itu berani mendekati Puteri Serojaku, aku tidak segan-segan untuk menendangnya keluar dari istana ini. Cuih! Apa hebatnya dia itu!”Sebelum memutuskan untuk pergi dari padepokan Lenggo Geni dan bergabung di kerajaan ini, Patrioda sudah membayangkan bahwa dia harus bisa m

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 113 : Diam-diam Menguping

    Setelah selesai mengobati Prabu Surya Buana di kamarnya, Giandra dan Tubagus Dharmasuri segera dibawa lagi oleh Senopati Wibisana untuk menemui Mpu Bhiantar dan Senopati Taraka yang juga sedang demam akibat keracunan.Dua orang yang sakit itu berada di sebuah ruangan khusus dalam lingkungan istana. Mereka tengah berbaring ditemani oleh Abirama dan juga Alindra.Senopati Wibisana mengetuk pintu dari luar. Alindra pun berdiri dan membukakannya.“Bagaimana keadaan mereka?” tanya Senopati Wibisana.Alindra hanya menggeleng. “Kami sudah memberikan mereka berdua ramuan obat, tapi nampaknya tidak mempan. Aku dan kakang Abirama bahkan tidak tahu jenis racun apa yang digunakan oleh Manik Maya.”Senopati Wibisana lalu melangkah masuk ke dalam ruangan, begitu pula Tubagus Dharmasuri dan Giandra, keduanya mengikutnya di belakang.Mpu Bhiantar kelihatan menggigil seperti orang yang sangat kedinginan. Nafasnya terdengar sesak. Seme

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 112 : Mengobati Sang Prabu

    Giandra dan Tubagus Dharmasuri akhirnya tiba juga di Istana Jayakastara saat hari sudah malam. Baru sebentar mereka melewati para pengawal di depan gerbang dan masuk ke halaman, tiba-tiba Senopati Wibisana langsung muncul menghampiri keduanya.Senopati Wibisana kelihatan kalang kabut. Dia berjalan sangat cepat, membuat Tubagus Dharmasuri jadi curiga kalau telah terjadi sesuatu.“Untunglah Gusti Patih telah kembali. Kita sedang ada masalah di Istana!”Tubagus Dharmasuri memberi isyarat dengan telapak tangan agar Senopati Wibisana tenang dan jangan seperti orang kebangkaran jenggot begitu.“Memangnya ada masalah apa? Bicaralah pelan-pelan.”“Ada orang jahat yang menaruh racun ke dalam tempayan. Gusti Prabu Surya Buana, Senopati Taraka, dan Mpu Bhiantar langsung tiba-tiba mengalami demam parah setelah minum kopi beberapa saat yang lalu.”Tubagus Dharmasuri memandang ke Giandra. “Sepertinya kita terlamba

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 111 : Terciduk di Dapur

    Matahari hampir terbenam di kaki cakrawala. Langit senja sudah semakin pucat. Sebentar lagi hari akan beranjak menuju malam. Dua orang pengawal yang tegak di depan gerbang istana tiba-tiba didatangi oleh laki-laki dan wanita yang mengendarai kereta kuda, mereka tampak membawa peti-peti berukuran besar.Manik Maya kala itu tengah menyamar dengan berpenampilan seperti seorang saudagar kaya raya, sedangkan Bayu merahasiakan tampangnya dengan menutup kepala menggunakan kain hitam.“Berhenti! Siapa kalian berdua? ada urusan apa datang ke istana? Sepertinya kalian bukan orang asli sini,” kata salah satu pengawal.Manik Maya pun mulai mengarang-ngarang cerita. “Kami berdua adalah saudagar dari tempat yang sangat jauh. Sengaja datang kemari untuk menghaturkan hadiah kepada gusti prabu agar beliau mau mendoakan suamiku yang sedang menderita sakit cacar.”Pengawal itu pun memperhatikan ke Bayu Halimun yang kepalanya tertutup kain hitam. &ldq

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 110 : Terpaksa Tunduk

    Beberapa saat waktu telah berlalu. Bayu Halimun dan Manik Maya akhirnya terbangun dari ketikdasaran mereka.Saat keduanya membuka mata, mereka memperdapati kondisi tubuh mereka yang digantung terbalik dengan kaki di atas dan kepala menghadap ke bawah.Badan Bayu Halimun dan Manik Maya dililit dengan kencang oleh akar-akar besar dan juga tumbuhan melayap. Mereka sekarang merasa pusing, sebab seluruh aliran darah menumpuk di bagian kepala.Keduanya mencoba untuk menggerak-gerakkan badan supaya bisa lepas. Namun usaha itu sia-sia belaka. Hanya membuang-buang tenaga dan membikin kepala mereka jadi tambah berdenyut.Nyai Jamanika berjalan di bawah sambil menggunakan tongkat. Dia gelak sekali mentertawakan dua pendekar itu. Kini kegeraman si nenek jelek itu telah terbayarkan dan hatinya pun puas.“Siapa suruh kalian mau coba-coba kabur dariku? Aku meminta baik-baik supaya kalian mengantarku menemui ketua Persaudaraan Iblis, tapi kalian malah cara g

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 109 : Sihir Kabut Hitam Delapan Penjuru

    Manik Maya menduga kalau ada dendam kesumat di hati Nyai Jamanika terhadap Mpu Bhiantar. Pasalnya si nenek berwajah mengerikan ini dahulu pernah ingin merebut kitab catatan racun milik Nyai Maheswari, hingga terjadilah pertarungan di antara keduanya.Dalam perkelahian tersebut hampir saja Nyai Maheswari kalah, tapi Mpu Bhiantar tiba-tiba muncul dan ikut campur, dia menyiramkan ke wajah Nyai Jamanika racun yang bernama “Getah Buah Hutan”. Itu yang membuat wajah Nyai Jamanika pun jadi rusak hingga sekarang.“Katakanlah, hai Nenek Peot, untuk apa dari tadi kau mengendengarkan pembincaraan kami.” desak Bayu Halimun. Dia curiga kalau si nenek ini mata-mata dari kerajaan.“Sebetulnya aku cuma kebetulan lewat dan bertemu kalian di sini. Jika memang kalian ingin berperang melawan Prabu Surya Buana dan para bawahannya, aku tertarik untuk ikut bergabung,” ujar Nyai Jamanika.Bayu Halimun merasa ragu mendengar hal itu. Dia berkata

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status