Home / Pendekar / 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT / Bab 98 : Panglima Surai Hitam Mengamuk

Share

Bab 98 : Panglima Surai Hitam Mengamuk

Author: Adil Perwira
last update Last Updated: 2025-01-08 09:00:00

“Hey, Jimbalang Loreng!” seru Panglima Surai Hitam seraya membuka lebar kedua kakinya dan mengepalkan tangan. “Tujuh belas tahun yang silam kau pernah mencelakai kakangku, Pangeran Surai Emas. Hari ini akan kubuat kau menerima balasan dari apa yang dahulu kau lakukan terhadapnya.”

Jimbalang Loreng tentu masih sangat ingat dengan perstiwa lampau tersebut. Sewaktu dia akan membunuh pemangku adat sebelumnya yang bernama Ki Adiwiguna yang telah menolak pinangannya, tiba-tiba Pangeran Surai Emas muncul dan ikut campur, maka terjadilah pertarungan antara Jimbalang Loreng dengan pendekar itu.

Dalam pertarungan tersebut Pangeran Surai Emas tidak mampu menandingi kehebatan Jimbalang Loreng, akhirnya dia pun mengalami luka parah. Menurut kabar yang Jimbalang Loreng dengar dari sebagian orang, Pangeran Surai Emas hanya mampu bertahan tiga hari saja setelah terkena gigitan Jimbalang Loreng, lalu setelah itu dia meninggal dunia.

“Oh, jadi kau ma

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 99 : Perangkap Segitiga Buana Manunggal

    Melihat Panglima Surai Hitam yang sudah terduduk lemah karena pengaruh racun Serbuk Tujuh Bunga, Jimbalang Loreng pun tidak menyia-nyiakan kesempatan itu, mukanya sudah bonyok di hajar oleh Panglima Surai Hitam hingga bibirnya pecah dan giginya pun patah, kini saatnya bagi dia untuk membalas.Jimbalang Loreng merunduk dan menyentuhkan kedua telapak tanganya ke tanah. Dia mengaum sekeras-kerasnya. Semua orang yang hadir pun jadi tertegun, mereka memperhatikan pada pendekar harimau itu.Hanya dalam waktu sesaat, wujud Jimbalang Loreng berubah menjadi seekor harimau besar. Dia berlari menuju Panglima Surai Hitam yang sedang duduk, lalu menerkamnya dari belakang dan menggigit tepat di leher sebelah kiri.Ki Dharmawira tercengang menyaksikan pemandangan tersebut. “Biadab kau, Jimbalang Loreng!”Baru saja ketiga pemangku adat itu akan bertindak untuk menyelamatkan Panglima Surai Hitam, tapi Bayu Halimun, Manik Maya, dan juga Panglima Sanca langsung

    Last Updated : 2025-01-08
  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 100 : Belenggu Rambut Bumi

    Cambukan demi cambukan secara beruntun dilancarkan oleh ketiga pemangku ada itu. Celeng Ireng yang terkurung di tengah berusaha bertahan dengan menggunakan tombak trisula miliknya.Setiap kali pecutan yang deras tersebut mengenai ke dirinya, maka langsung terkelupaslah kulit badannya, membiru dan mengeluarkan darah. Jika satu atau pun dua pecutan berhasil dia elak, maka pecutan yang lain melancar lagi dari arah yang berbeda dan melukainya.Semakin lama Celeng Ireng berada dalam kurungan formasi segitiga itu, semakin dirinya dibuat kalang kabut menghadapi setiap serangan dari para pemangku adat itu. Sesekali Celeng Ireng melakukan gerakan bersalto dan melayang sambil berputar untuk menghindar, namun tetap saja selalu ada cambukan yang berhasil mengenai dirinya.Manik Maya menggigit bibir bawah karena ngilu melihat keadaan Celeng Ireng. Siluman babi itu tampak kewalahan dihajar oleh mereka bertiga Dia pun berucap, “Jadi, ini yang dinakaman jurus Melipat Bumi

    Last Updated : 2025-01-09
  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 101 : Manusia Berkekuatan Iblis

    Akar-akar hitam berukuran besar yang menjalar dari dalam tanah itu semakin kencang saja melilit tubuh Argani. Sekarang badannya tiba-tiba merasakan kesemutan, aliran darahnya tertahan oleh kuatnya belenggu itu.Ki Martadi terus berkonsentrasi, dia berusaha menambah kekuatan pada akar-akar itu agar lilitannya jadi terus semakin kencang, Namun, di saat sekumpulan akar itu mencapai puncak kekuatannya, dari badan Argani tiba-tiba terpancarlah cahaya kilat yang terang benderang!“Eaaaa!”Ledakan yang dahsyat muncul dari badan Argani. Semua akar yang tadi membelenggunya seketika hancur begitu saja. Argani merentangkan kedua tangannya dalam keadaan terkepal, cahaya kilat tampak sangat terang menari-nari di sekitar tubuhnya.Ki Martadi sontak terbelalak setelah tahu betapa besarnya kekuatan yang dimiliki oleh Argani. “Apa? dia mampu menghancurkan belenggu Rambut Bumi! Kesaktian orang ini memang sudah setara dengan Iblis!”Akhirnya t

    Last Updated : 2025-01-09
  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 102 : Percakapan di Malam Terakhir

    Malam hari setelah syafak merah tenggelam di ufuk barat, rembulan munyala terang menghiasi langit dan taburan bintang berkelap-kelip, Giandra bersama Tubagus Dharmasuri dan juga Kamajaya tengah duduk di sebuah ruangan dalam Padepokan Rajawali Angkasa.Kamajaya menuangkan kopi hangat ke dalam gelas-gelas yang tersedia di meja. Giandra mengambil salah satunya dan memberikan minuman itu kepada Tubagus Dharmasuri.Sudah genap satu minggu lamanya patih kerajaan itu berada di sini untuk melatih Giandra, dan malam ini adalah malam terakhir bagi mereka untuk duduk bersama sambil menikmati kopi tubruk.“Ajian Tatapan Rajawali Menembus Awan yang kaupelajari telah sempurna hingga tingkatan kesembilan, Giandra. Besok tiba waktunya kita harus pergi ke istana dan bergabung dengan para pendekar yang lain,” ujar Tubagus Dharmasuri.Giandra mengangguk, “Malam ini Gusti Patih harus beristirahat, sebab perjalanan besok cukup panjang dan tentu akan sangat m

    Last Updated : 2025-01-09
  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 103 : Bunga Yang Paling Memikat

    Di halaman Istana yang sejuk, penuh dengan aneka bunga-bunga dan pohon yang hijau, Puteri Seroja sedang berjalan ditemani oleh dua orang dayang.Selagi malam masih belum larut, dia sejenak ingin berkeliling menikmati suasana, menghirup udara segar sambil menatap keindahan bintang-bintang yang bertaburan di langit.Halaman istana ini tetap terang walaupun saat malam hari, karena ada banyak sekali obor-obor yang terikat pada setiap batang bambu di sekitaran halaman.Aroma bunga cempaka, mawar, dan juga melati menyemerbak harum, suasana langit begitu cerah, tak ada sedikit pun awan hitam yang bertengger di wajah rembulan.Patrioda rupanya juga sedang berada di luar, dia menguntit Puteri Seroja secara diam-diam, sambil mengendap di antara pohon bunga, dia terus memperhatikan kecantikan wanita itu.“Kau sungguh cantik, Puteri Seroja. Andai wanita sepertimu bisa menjadi milikku,” batinnya dalam hati sambil senyum-senyum sendiri. Dia sangat be

    Last Updated : 2025-01-10
  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 104 : Cinta Yang Digantungkan

    Kata-kata Patrioda itu membuat Puteri Seroja jadi malu. Ternyata pendekar satu ini begitu berani berucap demikian, dia tidak segan-segan melakukan gombalan meski pada seorang puteri kerajaan.Namun walau hal ini sebenarnya tidaklah pantas, Puteri Seroja bisa maklum dan menghargai Patrioda. Dia akhirnya tahu alasan kenapa Patrioda suka memperhatikannya dari jauh bahkan mengendap-endap, rupanya ada perasaan yang terpendam ingin Patrioda ungkapkan kepadanya.“Tuan Pendekar bisa saja memujiku.Terimakasih,” Kata Puteri Seroja.Perbincangan mereka di halaman istana membuat Patrioda merasa kalau dirinya sudah semakin dekat saja dengan Puteri Seroja. Sebab wanita cantik itu ternyata cukup ramah dan tidak sombong.Akhirnya tanpa ragu-ragu, Patrioda pun mengeluarkan setangkai bunga mawar merah yang dari tadi dia sembunyikan di belakang.Dengan berani, Patrioda mempersembahkan bunga itu untuk mewakili isi hatinya. “Maaf, Gusti Puteri. Aku ta

    Last Updated : 2025-01-10
  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 105 : Berakhirnya Buruk Rupa Argani Bhadrika

    Di puncak Gunung Ratri, di depan pintu gua yang pernah menjadi sarang Iblis Hitam, tujuh orang anggota Persaudaraan Iblis bersama Dewa Kalajengking kembali akan melakukan ritual. Malam ini adalah penyempurnaan bersatunya sukma Iblis Hitam ke dalam tubuh Argani Bhadrika.Sambil berdiri menghadapi Dewa Kalajengking yang tegak di depan pintu gua, Argani Bhadrika memegang dua cupak tempurung di kedua belah tangannya yang berisi darah perawan. Dia menuangkan darah dalam cupak-cupak tempurung itu ke mulutnya secara bergantian kiri dan kanan. Pada kedua tepian bibirnya melelehlah sisa darah itu hingga ke bawah dagunya.Sesuah selesai minum, Argani lalu melemparkan kedua tempurung itu ke atas tumpukan tempurung-tempurung lain yang berserakan di tanah. Dia kemudian menyapu bekas lelehan darah di dagunya dengan punggung tangan.“Darah belas gadis perawan telah habis aku minum. Rasanya sangat manis dan kental. Sekarang lanjutkanlah upacaranya, hai Dewa Kalajengking!&

    Last Updated : 2025-01-10
  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 106 : Sihir Tipuan

    Di waktu siang saat terik matahari menjilati kulit, langit biru begitu cerah dan gumpalan awan putih berkilauan hingga ke ujung cakrawala, Giandra dan Tubagus Dharmasuri masih dalam perjalanan menuju istana. Mereka sudah bergerak dari pagi tadi meninggalkan padepokan, dan sekarang telah keluar dari kawasan Desa Tanjung Bambu.Perut keduanya kini mulai keroncongan, dahaga terasa menggelegak di tenggorokan, butir-butir keringat membasahi leher dan juga lengan mereka, bahkan kuda yang jadi tunggangan pun kelihatannya sudah capek dan ingin beristirahat.Karena hari beranjak semakin siang, akhirnya mereka pun memutuskan untuk berhenti dahulu demi melepas lelah. Tidak jauh di hadapan mereka terlihat ada sebuah warung tempat makan, Giandra mengajak Tubagus Dharmasuri untuk mampir di sana sebentar.Sesampainya mereka di depan warung itu, Keduanya pun turun dari atas tunggangan. Giandra menyeret kudanya dan kuda Tubagus Dharmasuri ke dekat pohon kelapa di seberang jalan,

    Last Updated : 2025-01-11

Latest chapter

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 117 : Saling Mengatur Strategi Perang

    Pagi hari saat surya baru mulai terbit di langit timur, sekitar dua ribu orang prajurit tengah berkumpul di depan pintu gerbang Istana Kerajaan Jayakastara. Pagi ini mereka bersiap-siap untuk melakukan penggempuran ke lokasi yang jadi tempat persembunyian Persaudaraan Iblis.Patih Tubagus Dharmasuri, selaku komandan tertinggi yang bertugas memimpin seluruh pasukan, berdiri tegak di hadapan para prajuritnya, para senopati, dan juga para pendekar. Laki-laki tua itu menyampaikan pidato sebelum sebelum mereka akan bergerak ke sarang musuh.“Sekarang telah tiba waktunya bagi kita untuk memusnahkan Persaudaraan Iblis yang selama ini meresahkan masyarakat. Demi melindungi umat manusia, dan demi mempertahankan kerajaan Jayakastara, aku harap kalian sudah siap bertempur walau hingga titik darah penghabisan. Apa kalian sanggup!”“Ya, kami sanggup!” sahut semua yang hadir dengan penuh semangat.“Bagus, itulah kesetiaan yang diinginkan o

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 116 : Dendam Kesumat Nyai Jamanika

    Semua anggota Persaudaraan Iblis saling merapat satu sama lain. Mereka ngeri dengan apa yang sebentar lagi akan terjadi. Dunia bagaikan hendak kiamat. Berulangkali suara guntur meraung-raung di angkasa!“Gawat! Argani sudah benar-benar mencapai puncak amarahnya. Dia akan menggunakan jurus Hujan Halilintar Menggempur Bumi,” sebut Jimbalang Loreng memberitahu pada teman-temannya.“Hah, jurus Halilintar Menggempur Bumi? Darimana kau bisa tahu kalau ketua kita memiliki ilmu semacama itu?” tanya Manik Maya serasa tak percaya.“Dia pernah mengisahkannya padaku,” jawab Jimbalang Loreng. “Jurus ini merupakan puncak tertinggi dari ajian Tatapan Rajawali Menembus Awan sejauh yang dikuasai oleh Argani. Aku khawatir kalau dia akan kehilangan kesadarannya akibat pengaruh dari kedahsyatan jurus ini.”Panglima Sanca terus memperhatikan betapa seram pemandangan di langit. Dia rasa kalau sebentar lagi sambaran-sambaran petir yang bertubi-tubi akan turun dari atas sana. Bukan hanya Nyai Jamanika yang n

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 115 : Puncak Kemarahan Argani Bhadrika

    “Hmmh.” Nafas Nyai Jamanika berdengus seperti banteng. Tatapan matanya yang mengerikan memandangi pada semua orang satu persatu bak singa kelaparan.Semua anggota Persaudaraan Iblis yang hadir di tempat itu merasakan aura kegelapan yang sangat kuat terpancar dari si nenek peot tersebut. Padahal tadi energinya terasa biasa-biasa saja, namun sekarang Nyai Jamanika sudah mulai menampakkan kalau dia bukanlah nenek sembarangan.Jimbalang Loreng dan para anggota yang lain akhirnya gentar. Semakin lama pancaran aura kegelapan si nenek itu semakin meningkat. Apakah tak lama lagi dia akan mengamuk di sarang Persaudaraan Iblis? Jika hal itu terjadi, maka tak ada satu pun yang mampu menandingi kesaktiannya.“Tenanglah, hai Nyai,” bujuk Panglima Sanca. “Sebentar lagi ketua kami akan datang ke sini. Kami tak ingin kalau harus ribut denganmu.”Nyai Jamanika tersenyum kecut. Dia kembali memandangi semua orang dengan sorot matanya yang tajam. “Aku tidak suka kalau harus lama-lama menunggu. Sepertinya

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 114 : Orang Asing

    Karena memisahkan diri dari orang-orang dan tidak mau ikut berkumpul bersama yang lain, Patrioda duduk bersila di atas ranjang dalam kamar tamu tempat dia beristirahat. Hatinya betul-betul kesal dengan kemunculan Giandra di istana ini.“Hmmh. Pendekar muda itu kelihatan sekali ingin cari muka di hadapan para petinggi kerajaan. Padahal baru cuma bisa mengobati orang yang keracunan saja, tapi lagaknya sudah macam pahlawan.”Sambil memangku kedua tangan di bawah dada, Patridoa diam sebentar dan merenung. Dia sadar kalau kehadiran Giandra di istana ini bisa menjadi sumber perhatian banyak orang, apalagi Patrioda sangat takut jika Puteri Seroja yang jadi dambaan hatinya nanti akan diganggu oleh Giandra.“Kalau sampai pemuda itu berani mendekati Puteri Serojaku, aku tidak segan-segan untuk menendangnya keluar dari istana ini. Cuih! Apa hebatnya dia itu!”Sebelum memutuskan untuk pergi dari padepokan Lenggo Geni dan bergabung di kerajaan ini, Patrioda sudah membayangkan bahwa dia harus bisa m

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 113 : Diam-diam Menguping

    Setelah selesai mengobati Prabu Surya Buana di kamarnya, Giandra dan Tubagus Dharmasuri segera dibawa lagi oleh Senopati Wibisana untuk menemui Mpu Bhiantar dan Senopati Taraka yang juga sedang demam akibat keracunan.Dua orang yang sakit itu berada di sebuah ruangan khusus dalam lingkungan istana. Mereka tengah berbaring ditemani oleh Abirama dan juga Alindra.Senopati Wibisana mengetuk pintu dari luar. Alindra pun berdiri dan membukakannya.“Bagaimana keadaan mereka?” tanya Senopati Wibisana.Alindra hanya menggeleng. “Kami sudah memberikan mereka berdua ramuan obat, tapi nampaknya tidak mempan. Aku dan kakang Abirama bahkan tidak tahu jenis racun apa yang digunakan oleh Manik Maya.”Senopati Wibisana lalu melangkah masuk ke dalam ruangan, begitu pula Tubagus Dharmasuri dan Giandra, keduanya mengikutnya di belakang.Mpu Bhiantar kelihatan menggigil seperti orang yang sangat kedinginan. Nafasnya terdengar sesak. Seme

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 112 : Mengobati Sang Prabu

    Giandra dan Tubagus Dharmasuri akhirnya tiba juga di Istana Jayakastara saat hari sudah malam. Baru sebentar mereka melewati para pengawal di depan gerbang dan masuk ke halaman, tiba-tiba Senopati Wibisana langsung muncul menghampiri keduanya.Senopati Wibisana kelihatan kalang kabut. Dia berjalan sangat cepat, membuat Tubagus Dharmasuri jadi curiga kalau telah terjadi sesuatu.“Untunglah Gusti Patih telah kembali. Kita sedang ada masalah di Istana!”Tubagus Dharmasuri memberi isyarat dengan telapak tangan agar Senopati Wibisana tenang dan jangan seperti orang kebangkaran jenggot begitu.“Memangnya ada masalah apa? Bicaralah pelan-pelan.”“Ada orang jahat yang menaruh racun ke dalam tempayan. Gusti Prabu Surya Buana, Senopati Taraka, dan Mpu Bhiantar langsung tiba-tiba mengalami demam parah setelah minum kopi beberapa saat yang lalu.”Tubagus Dharmasuri memandang ke Giandra. “Sepertinya kita terlamba

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 111 : Terciduk di Dapur

    Matahari hampir terbenam di kaki cakrawala. Langit senja sudah semakin pucat. Sebentar lagi hari akan beranjak menuju malam. Dua orang pengawal yang tegak di depan gerbang istana tiba-tiba didatangi oleh laki-laki dan wanita yang mengendarai kereta kuda, mereka tampak membawa peti-peti berukuran besar.Manik Maya kala itu tengah menyamar dengan berpenampilan seperti seorang saudagar kaya raya, sedangkan Bayu merahasiakan tampangnya dengan menutup kepala menggunakan kain hitam.“Berhenti! Siapa kalian berdua? ada urusan apa datang ke istana? Sepertinya kalian bukan orang asli sini,” kata salah satu pengawal.Manik Maya pun mulai mengarang-ngarang cerita. “Kami berdua adalah saudagar dari tempat yang sangat jauh. Sengaja datang kemari untuk menghaturkan hadiah kepada gusti prabu agar beliau mau mendoakan suamiku yang sedang menderita sakit cacar.”Pengawal itu pun memperhatikan ke Bayu Halimun yang kepalanya tertutup kain hitam. &ldq

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 110 : Terpaksa Tunduk

    Beberapa saat waktu telah berlalu. Bayu Halimun dan Manik Maya akhirnya terbangun dari ketikdasaran mereka.Saat keduanya membuka mata, mereka memperdapati kondisi tubuh mereka yang digantung terbalik dengan kaki di atas dan kepala menghadap ke bawah.Badan Bayu Halimun dan Manik Maya dililit dengan kencang oleh akar-akar besar dan juga tumbuhan melayap. Mereka sekarang merasa pusing, sebab seluruh aliran darah menumpuk di bagian kepala.Keduanya mencoba untuk menggerak-gerakkan badan supaya bisa lepas. Namun usaha itu sia-sia belaka. Hanya membuang-buang tenaga dan membikin kepala mereka jadi tambah berdenyut.Nyai Jamanika berjalan di bawah sambil menggunakan tongkat. Dia gelak sekali mentertawakan dua pendekar itu. Kini kegeraman si nenek jelek itu telah terbayarkan dan hatinya pun puas.“Siapa suruh kalian mau coba-coba kabur dariku? Aku meminta baik-baik supaya kalian mengantarku menemui ketua Persaudaraan Iblis, tapi kalian malah cara g

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 109 : Sihir Kabut Hitam Delapan Penjuru

    Manik Maya menduga kalau ada dendam kesumat di hati Nyai Jamanika terhadap Mpu Bhiantar. Pasalnya si nenek berwajah mengerikan ini dahulu pernah ingin merebut kitab catatan racun milik Nyai Maheswari, hingga terjadilah pertarungan di antara keduanya.Dalam perkelahian tersebut hampir saja Nyai Maheswari kalah, tapi Mpu Bhiantar tiba-tiba muncul dan ikut campur, dia menyiramkan ke wajah Nyai Jamanika racun yang bernama “Getah Buah Hutan”. Itu yang membuat wajah Nyai Jamanika pun jadi rusak hingga sekarang.“Katakanlah, hai Nenek Peot, untuk apa dari tadi kau mengendengarkan pembincaraan kami.” desak Bayu Halimun. Dia curiga kalau si nenek ini mata-mata dari kerajaan.“Sebetulnya aku cuma kebetulan lewat dan bertemu kalian di sini. Jika memang kalian ingin berperang melawan Prabu Surya Buana dan para bawahannya, aku tertarik untuk ikut bergabung,” ujar Nyai Jamanika.Bayu Halimun merasa ragu mendengar hal itu. Dia berkata

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status