"Apa yang terjadi di sini? Mengapa sangat berisik sekali?!"
Rosalia yang tengah meronta sontak berpaling ke arah asal suara, begitu juga dengan kedua Security Gail Group yang sedang memegang lengannya."Asisten Ben, wanita ini memaksa untuk menemui Tuan Ernest." Lapor salah seorang Security yang sedang menahan Rosalia."Itu benar, Asisten Ben. Tidak hanya itu, wanita ini juga memberikan alasan yang sama seperti semua wanita yang ingin menemui Tuan Ernest sebelumnya." Timpal Security yang satunya.Pria yang tadi menegur, yang tak lain adalah Ben... Sontak mengerutkan keningnya.Lima menit yang lalu, Ben baru mendapat telpon dari supir mansion yang telah ditugaskan untuk mengantarkan Rosalia ke Gail Group. Dan ketika menghubunginya, supir mansion mengatakan padanya kalau Rosalia telah berada di Gail Group untuk memberikan berkas Ernest yang tertinggal di mansion. Karena itulah Ben segera meninggalkan kantor Ernest untuk menjemput Rosalia."Asisten Ben, ini aku! Rose!!" teriak Rosalia tak mau kalah.Mendengar kata-kata dari gadis yang sedang ditahan oleh kedua Security gedung, Ben dengan cepat menghampiri kedua Security tersebut. Setibanya di hadapan kedua Security, ia memperhatikan wajah gadis belia yang saat ini tengah menatapnya dengan tatapan memohon. Penampilan gadis itu sangat berbeda dengan Rosalia yang telah ia jemput pagi ini di mansion keluarga Heart. Tapi wajah cantik itu yang sedang menengadah padanya sekarang, memang benar wajah Rosalia."Nona Rose?" Ben membelalakkan matanya setelah ia merasa yakin bahwa gadis belia yang berada di tangan Security Gail Group itu adalah gadis yang seharusnya ia jemput. "Kalian... Lepaskan dia! Gadis ini adalah tamu Tuan Ernest," titahnya pada kedua Security.Kedua Security saling bertukar pandang dengan wajah bingung, dan sesaat setelahnya mereka pun melepaskan lengan Rosalia. Lalu melemparkan pandangan kesal pada Kedua Resepsionis wanita yang sedang saling berbisik antar satu sama lain."Sial! Apa mereka sengaja mengerjai kita?" bisik salah seorang Security pada rekannya.Security lainnya mengangguk setuju. Berselang beberapa saat, kedua Security langsung meminta maaf pada Rosalia dan Ben. Mereka memohon agar Ben tidak menceritakan kesalah pahaman ini pada Ernest yang terkenal sangat arogan di Gail Group."Baik, tapi mulai hari ini... Tolong kalian ingat wajah ini dengan baik! Kapan pun Nona Rose datang ke Gail Group, tidak ada seorang pun yang boleh melarangnya menemui Tuan Ernest. Paham!" Usai memperingatkan kedua Security, Ben melemparkan tatapan tajam pada kedua Resepsionis yang sedang bertugas. "Peringatan ini juga untuk kalian!!" tunjuknya pada kedua orang Resepsionis wanita yang langsung menundukkan kepala mereka."Nona Rose? Mari ikuti aku!" Ben berpaling pada Rosalia dan mempersilakan Rosalia untuk melangkah terlebih dahulu.Dengan canggung dan menutupi sebagian wajahnya dengan berkas yang ia bawa, Rosalia pun melangkahkan kakinya dan di susul oleh Ben yang langsung mensejajari langkahnya."Mengapa Nona tidak menghubungiku ketika Nona sampai di parkiran agar aku bisa menjemput Nona?" tanya Ben, sudut bibirnya sedikit berkedut kala ia melihat tingkah Rosalia yang seolah salah tingkah. Sesekali gadis belia itu mengangkat map coklat untuk menutupi wajahnya, dan sesaat setelahnya Rosalia kembali menurunkan mapnya. Entah siapa yang dihindari gadis itu di Gail Group."Nona Rose?""Ah, eh, apa?" Rosalia mendongak.Ben merapatkan bibirnya menyaksikan betapa imutnya ekspresi terkejut yang tampak di wajah Rosalia."Pantas saja Tuan Ernest tergila-gila pada Nona Rosalia, gadis ini sangat unik dan menarik." Bisiknya dalam hati, "Mari, Nona!" Ben menahan pintu lift yang khusus diperuntukkan untuk Ernest.Sebelum memasuki lift, Rosalia celingak-celinguk memperhatikan wajah beberapa karyawan dan karyawati Gail Group yang diam-diam melirik padanya. Bahkan ia melihat beberapa karyawati saling berbisik pada rekannya setelah melihat ia dan Ben berjalan bersama."Emmm, Asisten Ben. Mengapa hanya lift ini yang kosong?" tanyanya bingung sembari mendongak dan menatap Ben yang masih menunggu ia memasuki lift."Sebaiknya Nona masuk dulu, nanti aku akan menjelaskannya di dalam." Seraya mengulurkan salah satu tangannya, Ben memberi isyarat agar Rosalia segera memasuki lift.Meski bingung dan merasa canggung, Rosalia pun mengangguk patuh. Ia masuk ke dalam lift dan disusul oleh Ben yang langsung menutup pintu lift setelah ia dan Rosalia berada di dalam lift.Tak lama kemudian, lift pun mulai bergerak ke arah lantai atas di mana kantor Ernest berada."Asisten Ben?""Ya, Nona Rosalia."Bibir Rosalia berkedut, ia hampir berteriak ketika Ben menyebut namanya."A-Asisten Ben, kamu sudah tahu siapa aku?" tanyanya tak percaya dengan kedua mata membola.Ben mengangguk, "Aku lah yang telah diperintahkan oleh Tuan untuk menyelidiki tentang Nona dan Nona Rose. Jadi, yah aku tahu siapa Nona.""Untuk apa? Mak-maksudku mengapa Tuan Ernest memintamu untuk menyelidikiku dan juga Kakakku?""Nona belum tahu?" sudut bibir Ben terangkat sedikit seiring ia melirik Rosalia. Dan di saat ia melihat Rosalia menggeleng, ia lalu membuka kembali mulutnya. "Tuan Ernest adalah seorang Casanova, Nona.""Hmmm... Apa hubungannya menjadi seorang Casanova dengan menyelidiki tentang siapa aku? Apa selain menjadi Casanova Tuan Ernest juga memiliki cita-cita untuk menjadi seorang detektif?" sungut Rosalia sebal.Ben tergelak, sudah lama sekali ia tidak pernah tertawa seperti ini. Apalagi dengan menjadi Asisten Ernest ia harus menyesuaikan mimik wajahnya dengan Bos-nya itu."Maafkan aku, Nona." Ujar Ben setelah ia berhasil menghentikan tawanya, "Begini, maksudku... Sebagai seorang Casanova, biasanya Tuan Ernest tidak akan pernah peduli dengan wanita yang pernah ditemuinya. Tapi tidak dengan Nona. Dan jika Nona ingin tahu alasannya, sebaiknya Nona tanyakan hal ini langsung kepada Tuan Ernest nanti.""Untuk apa?" Rosalia mencebik, "Pria itu terlalu menakutkan! Di saat aku membuka mulutku sedikit saja di hadapannya, dia akan langsung menghukumku! Jadi... Bukankah akan lebih baik jika aku tidak berbicara padanya?""Nona pasti akan segera berbicara pada Tuan, mari Nona!" Ben memencet tombol untuk membuka lift lalu meminta Rosalia untuk keluar terlebih dahulu.Di depan lift yang telah terbuka, Rosalia langsung disuguhkan dengan pemandangan ruang kantor yang sangat mewah. Ruangan itu sangat luas bahkan dua kali lebih luas dari ruang kantor milik Ayahnya yang ada di Heart Corporate. Dan di ujung ruangan tersebut, tampak sebuah meja kerja dan sebuah kursi kerja yang tinggi. Saat ini posisi kursi tersebut sedang memunggunginya, dan ada sebuah lengan terlihat menggantung di salah satu pegangan kursi, yang menandakan bahwa ada seseorang yang sedang duduk di kursi tersebut."Tuan Ernest, Nona Rosalia sudah datang." Lapor Ben.Di hadapan Rosalia kursi berbahan kulit itu berputar perlahan, dan dalam hitungan detik kini ia sudah mengetahui siapa yang berada di kursi itu. Wajah arogan nan menawan, rahang tegas tanpa senyum, dan... Kedua alis tebal yang hampir menyatu di tengah."Ternyata begini penampilanmu yang sebenarnya?"Ujaran sinis terlontar dari bibir pemilik wajah arogan itu, siapa lagi dia kalau bukan Ernest yang sangat Rosalia takuti."Tuan Ernest, bukankah kamu yang telah memintaku agar secepatnya ke Gail Group untuk mengantarkan berkas milikmu!" Rosalia mengerucutkan bibirnya lalu menyerahkan berkas yang ia bawa. Tapi, ia tidak menyerahkannya secara langsung pada Ernest, melainkan meletakkannya ke atas meja yang ada di hadapan Ernest. "Tugasku sudah selesai!" tanpa menunggu jawaban Ernest, Rosalia kemudian membalikkan tubuhnya. Berjalan menuju lift tempat beberapa saat yang lalu ia baru saja keluar dari lift tersebut. "Siapa yang telah mengijinkanmu untuk pergi?" cetus Ernest dingin. Kedua alis tebalnya menyatu ke tengah, dan sesaat setelahnya ia melirik Ben lalu memberi isyarat agar Ben segera meninggalkan ruangannya. "Baik, Tuan." Ben langsung pergi begitu saja melewati Rosalia yang justru kini telah menghentikan langkahnya. "Nona Rosalia, tolong jaga sikapmu. Sebaiknya Nona tidak memancing kemarahan Tuan di sini." Bisiknya, ketika ia berpapasan dengan Rosalia. Kata-kata Ben itu, membuat Rosalia mendelik gusa
"Jelaskan apa maksud ucapanmu di mobil tadi?" Rosalia yang sejak 10 menit lalu telah duduk bersama Ernest di dalam room privasi yang terdapat di resto mewah 'Les Jardin'... Menatap Ernest yang sedang berbicara dengan seorang pelayan resto dengan wajah gusar. "Tuan Ernest, jangan mengacuhkanku!" Ernest melirik Rosalia yang terlihat menyimpan kekesalan padanya lalu memberi isyarat pada pelayan resto agar segera pergi. Sepeninggal pelayan resto, Ernest pun menatap Rosalia dengan wajah datar. Baru kali ini ia menemukan ada wanita yang berani mengganggunya ketika ia sedang berbicara. "Hmmm... Kalau aku tidak salah, bukankah kamu termasuk salah seorang gadis yang sangat pintar di sekolahmu? Dan tentang kata-kataku tadi, bagiku itu sudah cukup jelas.""Cukup jelas? Di mana? Karena aku sama sekali tidak mengerti." "Tentu saja tentang perjodohan Rose dengan keluarga Gail."Rosalia mengerutkan keningnya. Sebelumnya ia memang tidak diberitahu apapun tentang perjodohan Rose dengan keluarga Gai
Selama hampir 30 menit Rosalia membisu, hingga sedan yang dikemudikan oleh Ernest memasuki halaman Gail Group. Menyaksikan sedan Ernest melambat, 2 petugas valey segera berlari menyusul sedan tersebut. Setibanya di depan pintu lobby, dan setelah sedan berhenti sempurna... Kedua petugas valey segera membukakan pintu untuk Rosalia dan Ernest. Untuk sesaat Rosalia termangu sembari berpikir haruskah ia mengikuti Ernest kembali ke dalam Gail Group? Namun, suara Ernest yang telah turun dari sedan sontak menyentakkannya dari lamunannya. "Turunlah!"Saat ini Ernest berdiri tepat di sampingnya, di sebelah pintu sedan yang telah terbuka. Ceo Gail Group yang sangat ia takuti itu sedang mengulurkan tangan padanya. Seolah ia dan Ernest sedang berkencan sekarang. "Tuan Ernest, aku... Aku pikir sebaiknya aku kembali ke mansionmu agar aku tidak mengganggumu." Ucap Rosalia canggung sembari meraih tangan Ernest lalu keluar dari dalam sedan. "Nanti kita pulang bersama!" tanpa ingin dibantah, Ernest
"Nona Rose, makan malam telah siap!"Rosalia beranjak dengan malas dari atas ranjang menuju pintu kamar. Di saat ia membuka pintu, Anne sedang berdiri di depan pintu sambil menatap ke arahnya. "Aku akan turun, Anne." Tukasnya. "Sebaiknya begitu, Nona. Karena saat ini Tuan Oliver dan Tuan Edward telah menunggu Nona di ruang makan.""Mereka sudah pulang?" mata Rosalia membola tak percaya. Setahunya... Sebagai Ceo dari Gail Industries dan Gail Mart, ia sangat mengerti bahwa pekerjaan Oliver dan Edward seharusnya sangat padat. Dan untuk pulang makan malam di mansion, sepertinya itu sesuatu yang sangat mustahil untuk dilakukan oleh kedua putra Carlisle itu. Siang ini, ketika ia kembali dari Gail Group, Anne sempat berkata padanya kalau suruhan Oliver dan Edward telah mengantar barang kedua kakak beradik itu ke mansion Ernest. Hanya saja, mungkin Rosalia tidak akan segera bertemu dengan Oliver dan Edward yang terkenal sangat sibuk. Kecuali di hari weekend. Tapi sekarang... "Ini memang sa
"Apakah kamu bukan Rose?"Rosalia menghembuskan nafasnya di pinggir kolam renang ketika ia mengingat percakapannya dengan Gail bersaudara di meja makan beberapa saat yang lalu. Sebelum ia datang ke mansion Ernest, sempat terpikirkan olehnya bahwa tidak akan semudah itu untuk mendekati Oliver dan Edward. Bahkan ia masih berharap kalau Rose akan kembali untuk membantunya. Namun jawaban Rose... [Maaf, Rosi. Aku benar-benar tidak siap untuk masuk ke dalam keluarga Gail. Seperti yang pernah kukatakan padamu, aku sangat mengenal Oliver dan Edward. Aku tahu bagaimana pandangan mereka terhadapku. Mereka... Mereka tidak menyukai seorang kutu buku yang selalu berwajah serius sepertiku. Tapi itu berbeda denganmu, Rosi. Kamu selalu berwajah ceria dan tidak terlihat membosankan. Jadi, kemungkinan mereka akan menyukaimu. Bukankah para Bangsawan memang selalu begitu? Tertarik pada wanita yang mampu membawa diri mereka dengan baik?]Inilah balasan yang dikirimkan Rose padanya di saat ia bertanya bis
Di dalam kamar setelah percakapan singkatnya dengan Ernest, Rosalia kini tengah termangu menatap langit-langit kamar. Tadi, ia tidak tahu harus berbicara apa ketika Ernest memohon agar ia mau memilih Ernest. Karena saat itu ia masih merasa bingung dengan perasaannya sendiri. Selain itu, bukankah ingin mengenal kedua putra Carlisle juga adalah permintaannya? Jadi bagaimana mungkin dia mengecewakan Carlisle yang telah menyetujui usulnya itu? "Dengan kondisimu sekarang, hanya aku yang akan menerimamu, Rosalia Heart!"Kata-kata Ernest ini terus terngiang di telinganya, kata-kata itu Ernest ucapkan sebelum Ernest pergi meninggalkannya. "Apa yang harus kulakukan?" Rosalia menggigit bibirnya dengan resah, bahkan sesekali ia akan memukul spring bed empuk yang tengah ia tiduri saat ini hanya untuk melampiaskan perasaannya. Meski begitu, hatinya sangat setuju atas ucapan Ernest tentang kondisinya yang tidak lagi perawan. Dan jika Oliver dan Edward sampai mengetahui hal ini, apakah kedua putr
Di kafe langganannya, Rosalia tersenyum menatap layar ponselnya. Beberapa saat yang lalu setelah ia memesan dua lapis pancake dan segelas capucino, ia lalu menghubungi Luna. [Tunggu aku, jangan ke mana-mana! Ada yang ingin kukatakan padamu.]Itu chat terakhir yang ia terima dari Luna. Untuk masalah Sahabat karibnya yang satu itu, ia benar-benar tidak bisa menolak apapun permintaan Luna. Setelah hampir 15 menit, ketika ia baru menyelesaikan pancakenya... Akhirnya Luna pun tiba. "Rosi!" Sembari tersenyum senang Luna berlari kecil menghampiri meja Rosalia dan langsung menarik kursi yang terdapat tepat di seberang Rosalia. "Hei, aku dengar dari Ayahku katanya kamu sekarang tinggal bersama Tuan Ernest Gail, apa itu benar?" Luna menatap Rosalia dengan wajah penasaran. Rosalia tersenyum kecut pada Sahabat karibnya itu yang selalu mendapatkan informasi sangat cepat layaknya seorang paparazi. "Luna, Ayahmu tidak mungkin begitu saja memberitahumu tentang kepindahan ku, bukan? Jadi kamu past
"Mereka persis seperti ucapanmu tentang mereka." Rosalia sontak terkikik geli ketika ia melihat Luna memonyongkan bibirnya dua senti ke depan seperti harapannya. "Sialan, kamu." Rutuk Luna sebal, indera pencari beritanya yang semula aktif langsung menghilang begitu saja. "Sekarang lupakan mereka, katakan padaku tentang Tuan Ernest Gail yang sangat tersohor itu. Bagaimana dengannya? Aku dengar banyak wanita Bangsawan yang ingin menikah dengannya, tapi sayangnya dia selalu menolaknya. Apa gosip itu benar?""Emmm, apakah dia memang semenarik itu?" kedua mata indah Rosalia membola. Entah mengapa ia merasa sedikit cemburu ketika mengetahui fakta bahwa Ernest yang ia kenal sebagai playboy berlabel Casanova, ternyata sedang diincar oleh putri-putri Bangsawan sekelas dirinya. "Kamu belum tahu tentang hal ini?" tanya Luna tak percaya. Rosalia menggelengkan kepalanya, "Tidak, tapi Luna... Bagaimana kamu bisa mengumpulkan semua informasi tentang Tuan Ernest Gail sementara kamu sendiri tidak p
Ini sudah dua hari sejak terakhir Ernest datang menemui Rosalia di rumah peristirahatan milik Ayah mertuanya. Dan selama dua hari ini, suaminya itu sudah tidak pernah lagi mengganggu dirinya. Tidak menemuinya sama sekali. Membuat Rosalia menjadi bingung dan juga berpikir, apakah Ernest benar-benar telah menyerah padanya. "Ed, aku ingin kembali bekerja!" cetusnya di meja makan, saat ia sarapan pagi bersama Edward. Namun Edward hanya menatapnya dengan wajah seolah kurang yakin kalau ia sudah siap untuk bekerja. "Bagaimana tubuhmu, Rosi? Kau yakin ingin melakukan hal ini?"Rosalia mengangguk tegas, keseriusannya itu juga ia tunjukkan lewat tatapan matanya yang tertuju pada Edward. "Aku bosan, Ed," ungkapnya, mencoba menjelaskan alasan tentang mengapa ia memutuskan untuk pergi bekerja. Sesaat, ia sempat menangkap raut wajah Edward tiba-tiba tampak aneh. Seolah ada sesuatu yang sedang disembunyikan Edward darinya. Tapi apa? "Baik, tapi sebaiknya aku menghubungi Luis terlebih dahulu, b
Di dalam kamarnya, duduk bersandar di atas ranjang, Rosalia terus menunggu seandainya Ernest naik ke lantai dua rumah peristirahatan. Lalu menggedor pintu kamarnya sambil berteriak marah memanggil namanya. Tapi hal itu tidak terjadi sama sekali, terlalu hening, terlalu sepi, membuat ia ingin menangis. Tak lama, suara sedan terdengar di pekarangan rumah. Suara itu seolah bergerak menjauh, pergi menjauhi rumah peristirahatan. "Dia menyerah? Haha ... ternyata hanya begitu." Rosalia tertawa lirih, dan di penghujung tawanya, ia justru terisak pelan. Menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang, meringkuk, dan terus terisak di sana hingga ia tertidur. 1 jam kemudian, gagang pintu kamar Rosalia tiba-tiba bergerak turun. Berselang beberapa detik, pintu itu yang ternyata tidak terkunci bahkan didorong perlahan dari luar oleh sesosok tubuh tinggi besar. Sesaat, pria ini melemparkan pandangannya ke arah ranjang. Menatap cukup lama pada Rosalia yang telah tampak pulas, baru kemudian melangkah perlah
Malam hari, usai makan malam. Rosalia terus mengunci dirinya di dalam kamar, duduk termangu di atas ranjang sambil menyembunyikan wajahnya di antara kedua lututnya yang sengaja ia tekuk. Hari ini ia jengkel sekali, sangat jengkel atas semua yang telah Ernest lakukan padanya. Dan ... bagaimana bisa suaminya itu merayunya, menggodanya, menyentuhnya dengan tangan yang pernah menyentuh Barbara sebelumnya, tanpa merasa bersalah pada dirinya? Ernest anggap apa dirinya? 'Itu karena kau juga sengaja membiarkannya melakukan hal itu padamu, Rosi! Kau ... selalu takluk ketika Ernest menyentuhmu. Kau selalu menyerah di bawah kecupannya. Pria itu menyadarinya, Rosalia Heart! Dia mengetahui kelemahanmu!'Rosalia memiringkan kepalanya, mencoba mengacuhkan semua jeritan yang diteriakkan hatinya padanya. Meski ia tahu kalau semua itu memang benar adanya. Yah, ia memang selemah itu di hadapan Ernest. Itu benar, dan ia tidak menampiknya. Ia juga sadar kalau ia tidak bisa melihat sekelilingnya karena h
Perlahan-lahan, Edward membalikkan tubuhnya. Dan ia sontak membeku saat telah berhadapan sempurna dengan Pamannya. Sebab wajah Ernest kini tampak sangat menakutkan. Beberapa saat yang lalu, Ernest hampir berhasil melepaskan satu-satunya kain yang masih melekat di tubuh Rosalia, namun konsentrasinya tiba-tiba terganggu oleh suara bel. Selama beberapa saat ia mencoba untuk mengacuhkannya, tapi naasnya ... suara bel kedua justru membuat Rosalia seketika membuka matanya. Istrinya itu menatap lekat ke arahnya, ia bahkan melihat ada kebencian di wajah Rosalia saat itu. Dan lebih sialnya lagi, suara bel kembali terdengar. Semakin sering, hingga Rosalia yang semula telah terpengaruh oleh sentuhannya, langsung mendorong tubuhnya. Istrinya itu bahkan segera memunguti semua pakaiannya dan bergegas berlari ke kamar mandi. Keributan itu tentu saja membuat Ernest meradang. Karena gara-gara suara bel, gairahnya yang semula telah berada di puncak, akhirnya langsung terjun bebas akibat penolakan Ros
Pukul 11 siang, Edward, Ben, dan juga Elio tampak memasuki lobby hotel. Ketika ketiganya telah memasuki lift, Edward yang sudah menahan kesabarannya sejak turun dari mobil, langsung membuka mulutnya. "Ini terlalu siang!" protesnya pada Ben, "Kau dengar? Rosi pasti sangat kelaparan sekarang," sungutnya. Ben tidak menanggapi celotehan Edward itu, melainkan melirik arloji mewah yang melingkar di pergelangan tangannya. "Sekarang sudah pukul 11? Seharusnya saat ini Tuan sudah terbangun, 'kan? Dan juga sudah berbicara pada Nyonya, 'kan? Apa mereka baik-baik saja?" gumamnya pelan, ada keresahan di dalam nada suara Ben. Begitu pula kala ia melihat lampu lift yang menunjukkan pergantian lantai semakin mendekati lantai tempat di mana kamar Ernest berada. Tepat di saat lift tiba dan pintu lift telah terbuka, dengan wajah ragu ia keluar dari lift. Edward masih berkicau bak burung merpati yang belum diberi makan, namun Ben sengaja menulikan telinganya. Ia bahkan tidak mengerti sejak kapan Edwar
'Jangan!' erang hati Ernest, saat Rosalia tiba-tiba membuka piyama yang ia kenakan. Lalu mengusap tubuhnya yang memanas dengan menggunakan ... apapun itu, kini benda sialan itu sedang menari-nari di atas kulit tubuhnya. Membuat ia sontak menahan nafas ketika benda itu perlahan bergerak turun dan menyusuri perutnya. Menuju ke area ... "Bagaimana ini? Tubuh Ernest semakin panas, apa yang harus kulakukan sekarang? Dan di mana mereka?"Fiuh, Ernest menghela nafas lega. Karena bertepatan ia membuka matanya— di saat yang sama Rosalia tiba-tiba melemparkan pandangannya ke arah pintu kamar. Namun tangan istrinya itu masih mengusap perutnya, bahkan handuk yang Rosalia genggam di tangannya hampir menyentuh ... Ernest melirik benda lembut berwarna putih itu sambil kembali menahan nafas. Sebab, jika benda sialan itu sampai menyentuh miliknya, Rosalia pasti akan segera tahu kalau ia telah terjaga. 'Jangan ke sana! Ukh ....' Ia sontak merapatkan bibirnya kala jari kelingking Rosalia tiba-tiba me
"Sudah 30 menit berlalu, di mana mereka?" Rosalia beranjak dari tepian ranjang, berdiri tegak, lalu melemparkan pandangannya pada pintu kamar. Tanpa menyadari bahwa seseorang telah terjaga dan kini sedang menatap dirinya dengan wajah tak percaya. Pria tampan itu bahkan mengerjapkan matanya, seolah ia sedang bermimpi saat ini. 'Baby? Apa yang terjadi? Mengapa dia ... Dia ada di dalam kamarku?' monolog Ernest dalam hati, tanpa melepaskan pandangannya dari tubuh ramping Rosalia yang sedang membelakangi dirinya. Well, ia sebenarnya sudah bangun sejak merasakan ranjang yang ia tiduri berderit pelan. Saat itu ia menemukan Rosalia tengah mencoba untuk beranjak dari pinggir ranjang. Namun istrinya itu tampak tidak menyadari kalau ia sudah terjaga. Dan sekarang, ia justru sedang berpikir keras tentang apa yang telah terjadi semalam? Mengapa ia sampai tidak tahu kalau Rosalia telah datang ke kamar hotelnya? Dan juga ... dari mana istrinya ini tahu di mana ia menginap? Apakah itu Elio yang tel
Setelah hampir dua jam menunggu Dokter yang Ben katakan akan segera datang, dan sambil mengusap wajah Ernest dengan handuk hangat, Rosalia yang tak sabar akhirnya kembali membuka mulutnya."Di mana Dokternya? Apa kau benar-benar telah menghubunginya, Ben?" sungutnya, seiring ia berpaling pada Asisten suaminya yang justru tidak berani menatap matanya. Aneh, sangat aneh.Keanehan itu juga dirasakan oleh Edward dan Elio. Hanya saja, Elio tidak berani berbicara pada Ben. Selain itu, posisinya hanyalah penjaga rumah. Apa haknya untuk mempertanyakan apa yang telah Ben perbuat, sedangkan pria itu memiliki status yang lebih tinggi darinya?Berbeda dengan Elio, Edward justru segera menarik lengan Ben. Membawa pria itu menjauh dari Rosalia yang terus mengikuti Ben dengan tatapan matanya.Di dekat sofa, Edward langsung melepaskan lengan Ben. Ia bahkan memukul lengan itu seraya berbisik, "Hei, kau ... apa benar kau sudah memanggil Dokter?" gerutunya.Namun Ben, entah apa yang terjadi? Tiba-tiba p
"Apa yang terjadi, Ben?" dengan langkah lebar Rosalia menghampiri Ben yang menyambutnya di lobby hotel. Di belakangnya, Edward dan Elio bergegas mengejar dirinya. "Kita bertemu lagi, Nyonya," sapa Ben seraya menundukkan kepalanya. Usai melakukan hal itu, ia lalu melemparkan pandangannya pada Edward dan Elio. Kemudian mengangguk pada kedua pria itu dan berpaling kembali pada Rosalia. "Maaf, Nyonya. Seharusnya aku tidak menakuti Nyonya seperti ini," cetusnya. "Dan Tuan, mungkin Tuan juga akan marah padaku nanti jika Tuan bangun dan mengetahui apa yang telah kulakukan pada Nyonya. Tapi masalahnya ...." Ben diam sejenak, menurunkan pandangannya juga memasang wajah cemas. Ekspresi Ben itu tentu saja membuat Rosalia menjadi semakin takut. Sementara Edward dan Elio, justru saling bertukar pandang, bertanya-tanya dalam hati apakah telah terjadi sesuatu yang buruk terhadap Ernest? "Ben?!" desak Rosalia, dengan suara sedikit meninggi. Namun setelahnya, ia justru menghela nafas kala menemukan