“Aku memecatmu sekarang.” Austin terlihat begitu angkuh begitu melihat wajah Daniella yang langsung pucat “Kau tidak bisa bersikap seperti ini, Austin.” “Kenapa tidak bisa? Aku masih punya wewenang di Sky Crystal, Daniella.” Daniella meremas kedua tangannya sendiri. Ada perasaan marah yang hampir meledak karena tingkah Austin sekarang. Kenapa pria itu tiba-tiba saja ingin memecatnya? Austin hanya diam seraya memerhatikan Daniella yang terlihat sedang berpikir. Dia memang sengaja melakukan hal tersebut karena tidak mau melihat Daniella bekerja lagi. Bukankah sejak awal, Austin sudah mengatakan jika akan mempertanggungjawabkan semuanya? Lantas kenapa Daniella masih terus saja mempertahankan sikap kerap kepalanya, yang membuat Austin kesal setengah mati. “Austin,” panggil Daniella memohon bekas kasihan. “Kau tau aku sedang hamil, bukan? Dalam kondisi yang seperti ini akan sulit bagiku untuk mendapatkan pekerjaan. Jadi, tolong jangan memecatku seperti ini.” “Baikla
Dominic hanya bisa tertawa dengan penuh kemenangan melihat Harry yang tampak miris. Bagaimana tidak? Pria itu paling lama berkencan dengan serius bersama seorang gadis, tetapi kalah dengan Austin yang tidak pernah berkencan dengan siapa pun. "Sial! Kau mentertawakan aku?" "Tidak," sahut Dominic singkat. "Lalu?" "Hanya merasa kasihan dengan nasib malangmu." "Brengsek! itu sama saja," umpat Harry. Pria melemparkan bantal yang ada di sebelahnya. "Tapi kalau Anna hamil, kenapa kau yang tidak boleh konsumsi alkohol?" "Aku bukan bilang tidak boleh. Aku bilang aku tidak minum alkohol." Harry mendengkus kasar. "Sama saja. Kenapa? Kau takut Anna melarangmu." "Aku tidak pernah melarangnya." Anna tiba-tiba saja muncul dengan pakaiannya santai. Selain itu, dia juga membawa dua gelas berisi jus jeruk di atas nampan. "Dia tidak bisa minum alkohol karena selalu merasa mual. Rupanya Dominic kemarin itu sakit karena dia sedang merasakan gejala kehamilan. Dalam dunia medis itu apa
Daniella mematung begitu mendengar apa yang Austin katakan. Apa pria itu sedang mengigau? Atau dia yang sedang bermimpi? Melihat mata Austin yang kembali terpejam, Daniella memilih untuk melupakan semua yang baru saja dia dengar. Lebih baik dia segera ke kamar untuk beristirahat. Akan tetapi, kenapa tiba-tiba jantungnya berdegup kencang, saat kembali mengingat perkataan Austin tadi. "Dia pasti mabuk," lirih Daniella dengan sesekali melihat ke arah Austin. Ya, pria itu tidak mungkin menyukainya, kan? *** Daniella terperanjat saat dia merasakan ada sebuah tangan yang melingkar di perutnya. Tidak hanya itu, tangan besar yang sudah dia tahu siapa pemiliknya itu juga mengusap perut Daniella yang sudah sedikit membuncit dengan pelan.Apa Daniella sedang bermimpi? "A-Austin, apa yang kau lakukan di sini?" "Maafkan aku," bisik Austin dengan suara pelan. Tangan Daniella yang ingin memberontak langsung melonggar. Dia tidak salah dengar, bukan? Austin meminta maaf kepadan
"Kau baik-baik saja?" tanya Austin begitu Daniella keluar dari dalam kamar mandi. "Apa kau masih mual dan muntah di pagi hari, Daniella?" Melihat bagaimana kekhawatiran di wajah Austin, Daniella menjadi tidak tega jika ingin mengabaikannya. "Daniella!" "Aku baik-baik saja. Kau pulang saja sana, bukankah ini belum hari libur? Jadi, jangan membuang-buang waktumu di sini." Daniella sengaja membuang muka. Dia tidak mau terperdaya oleh Austin lagi. Pria itu tidak bisa ditebak. Kadang bersikap baik, dan terkadang bisa bersikap cukup buruk dan menjengkelkan. Jadi, Daniella akan membatasi dirinya sendiri mulai sekarang, agar dia tidak terjatuh lagi dalam pesona Austin. "Aku memang mau pulang, tapi setelah memastikan kondisimu baik-baik saja." "Kalau begitu, sekarang apa lagi yang kau tunggu?" Daniella membalikkan tubuhnya hingga posisi mereka saat ini saling berhadapan. "Kau lihat, aku baik-baik saja sekarang." Gadis itu menopang kedua tangannya di depan dada dengan sedikit ke
Waktu istirahat Anna setelah kembali dari liburan, sepertinya sudah cukup. Hari ini, gadis dengan rambut yang mulai memanjang itu akan kembali ke toko kue miliknya. Dia butuh penyegaran setelah beberapa bulan libur panjang. "Kau mau ke mana, Sayang?" tanya Dominic ketika melihat Anna sudah rapi. Istrinya itu menggunakan dress putih dengan motif flora, yang terlihat begitu serasi. "Mau ke toko kue sebentar. Emma baru saja mengabari aku, dan meminta datang untuk mengecek beberapa hal." "Mau sekalian aku antar?" Dominic menyugarkan rambutnya yang masih sedikit basah, kemudian dia berbalik menghadap ke arah Anna, dan memberikan sebuah dasi. "Apa kau tidak akan terlambat ke kantor, Dom?" "Tentu saja tidak. Lagi pula aku datang hanya untuk rapat saja," ujar Dominic. Pria itu memang sudah kembali bekerja di kantor lagi, setelah merasa sedikit lebih baik. Itu terjadi karena Dominic sudah menemukan penangkal rasa mualnya. Pria itu menyukai aroma jeruk yang menyegarkan hingga
Sejak tadi, Jennifer hanya diam saja setelah meminta Anna untuk berbicara berdua. Sekarang di sini lah mereka berada. Di dalam ruangan milik Anna di lantai dua toko kue tersebut. Sebab Jennifer bilang, dia ingin mengatakan sesuatu yang penting. Jadi, Anna memilih untuk membawanya kemari agar tidak ada yang mendengar privasi mereka. "Kau ingin bicara apa, Jen?" Jennifer yang sedang menundukkan kepalanya langsung mendongak. Sekilas, Anna bisa melihat ada sedikit kecemasan di wajah wanita itu. "Anna ... aku ingin minta maaf padamu," ucap Jennifer dengan kepala yang kembali menunduk. Sungguh, sekarang Jennifer tidak punya keberanian untuk melihat wajah Anna. "Meminta maaf? Meminta maaf untuk apa?" tanya Anna dengan kening berkerut. Dia merasa jika Jennifer sama sekali tidak berbuat kesalahan. "Atas kata-kata burukku beberapa hari yang lalu. Aku sadar, apa yang aku katakan padamu itu tidak benar. Aku salah." Anna tertegun. Dia sudah melupakan semua itu, sepulang dari ru
"Dia siapa?" bisik Jennifer begitu melihat seorang wanita berdiri di depan mereka berdua. Seorang wanita yang sedang tersenyum lebar kepada Anna. Namun, Jennifer bisa tahu jika senyum itu tidak tulus. Anna memilih untuk bersikap biasa saja. Entah mengapa dia selalu kesal jika melihat wanita di depannya ini. "Kita bertemu lagi, An. Bagaimana kabarmu?" "Seperti yang kau lihat, aku baik-baik saja, Kim." Wanita yang tiba-tiba saja memanggil Anna itu adalah Kimberly. Ah, kenapa Anna harus bertemu Kimberly di sini? "Kau sudah punya teman sekarang?" tanya Kimberly dengan senyum mengejek saat melihat ke arah Jennifer. "Dasar wanita menyebalkan!" gerutu Jennifer kesal. "Sebenarnya dia siapa?" Anna mengendikkan bahunya. "Aku hanya tahu dia adalah wanita yang mengaku pernah menjadi kekasih Dominic, tetapi ternyata tidak." "Apa?" Jennifer menatap Kimberly dari atas sampai bawah. Dia terlihat tidak percaya jika Dominic pernah berkencan dengan Kimberly. Wanita itu memang t
Jennifer menutup pintu kamarnya dengan hati-hati saat melihat Dominic dan Anna pergi. Kedua pasangan itu benar-benar membujuk Elena agar bisa berbaikan dengannya. Siapa sangka jika Dominic yang sering dia pikir pria yang apatis itu, ternyata peduli dengan permasalahan yang sedang terjadi di dalam keluarga Williams. Melihat hal ini, Jennifer menjadi malu sendiri karena terlalu sering berpikir buruk tentang Dominic. “Ternyata aku benar-benar jahat selama ini karena membenci orang tanpa sebab,” gumam Jennifer dengan memejamkan matanya. Sekarang pikirannya mulai terbuka. Ternyata kakak suaminya itu memang baik, sama seperti yang selalu saja Charles banggakan. *** “Jika seperti ini terus, aku akan jatuh cinta lagi padamu?” Austin tidak bisa tidur dan berkegiatan dengan benar karena selalu saja terngiang oleh ucapan Daniella. Awalnya pria itu mencoba menyangkal. Tidak mungkin jika Daniella pernah menyukainya. Kalau memang itu pernah terjadi, kenapa Austin sama sek
Dua Tahun Kemudian. Rumah Dominic terasa ramai sekarang karena anak laki-laki mereka tumbuh menjadi anak yang aktif. Leo, seperti itu mereka semua memanggil nama anak laki-laki yang lahir di musim dingin itu. Leo sangat pintar di usianya yang menginjak dua tahun. Tak jarang, Anna dan Dominic dibuat kewalahan dengan banyaknya pertanyaan yang diajukan oleh Leo. Seperti sekarang, anak itu sedang menanyakan banyak hal kepada ibunya. Tentang mengapa daun-daun pepohonan bisa jatuh di musim gugur, atau tentang bagaimana hewan-hewan liar itu bisa ada, dan mengapa mereka harus menjauhinya. "Mama, aku ingin bersama papa," celoteh Leo yang sudah bosan bertanya tentang banyak hal. "Iya, Sayang. Sebentar lagi papa pulang. Sekarang makan dulu." Leo menggeleng. Dia kembali berlari saat Anna hendak menyuapkan makanan ke dalam mulutnya. Kalau sudah seperti ini, Anna hanya bisa menghembuskan napas dengan kuat. Dia harus banyak bersabar menghadapi kelakuan Leo yang semakin hari se
"Namanya?" Anna menganggukkan kepala dengan senyum lebar. Lalu dia kembali mengusap tangan lembut milik bayi mereka. Ah, ternyata makhluk sebesar ini yang tumbuh di dalam perutnya selama ini. "Bagaimana dengan Mark?" "Mark?" "Iya. Kau tau arti dari nama Mark, Sayang?" Anna sontak menggeleng. "Mark berarti dewa perang. Aku memberinya nama Mark dengan harapan agar nantinya dia sekuat dewa perang." Senyum lebar tersungging di bibir Anna ketika mendengar nama anaknya. "Aku suka itu. Tambahkan nama belakangmu kalau begitu, Dom. Agar dia menjadi pria sekuat dirimu." Dominic setuju. Pria itu mencium kembali pipi bayinya yang terasa begitu halus. "Hai, Nak. Sekarang namamu Mark Leonardo Williams. Aku harap kau bisa tumbuh menjadi pria hebat di masa depan nanti." *** Kabar bahagia terdengar di seluruh penjuru kota New York saat kelahiran cucu pertama keluarga Williams diumumkan. Nama Dominic dan Anna langsung menjadi tren pencarian di internet yang paling banyak dicari
Anna dan Dominic menerima kabar bahagia atas kelahiran putra pertama Austin dan Daniella. Mereka turut berbahagia melihat bagaimana senangnya Austin saat menceritakan proses kelahiran bayi mereka. Anna yang sejak tadi memeluk Dominic pun, tidak pernah sama sekali berhenti tersenyum melihat kebahagiaan di wajah Daniella dan Austin. Mereka langsung melakukan panggilan video begitu mendapat kabar jika Daniella sudah melahirkan. "Ah, rasanya aku ingin terbang ke New York sekarang juga." Anna terlihat gemas melihat pipi merah milik putra Daniella. "Prediksi kelahiranmu kapan, An?" tanya Daniella dengan membersihkan Felix yang baru saja selesai dimandikan. "Bulan depan, tapi aku tidak yakin juga setelah mendengar jika kau melahirkan lebih cepat dari perkiraan." "Semoga semuanya lancar," harap Daniella. "Silakan bicara dengan Austin dulu. Felix sepertinya sudah sangat lapar." Anna mengangguk mengerti. Dia segera memberikan ponsel Dominic kepada pemiliknya, dan membiarkan D
Austin bangun tergopoh-gopoh begitu Daniella membangunkannya tengah malam begini. Yang membuatnya lebih terkejut lagi adalah saat melihat Daniella merintih kesakitan dengan memegang perutnya. "Daniella, apa kau akan melahirkan?" tanya Austin gugup. Dia terlihat lebih gugup daripada wanita yang akan melahirkan. "Aku tidak tau. Perutku sakit sekali, Austin," rintih Daniella tidak tahan lagi. Sebenarnya dia sudah merasakan sakit perut dari sore tadi. Hanya saja, Daniella memilih untuk diam, dan tidak mengatakan apa pun karena berpikir jika ini hanya sakit perut biasa. Sampai saat mereka akan tidur lagi, Daniella semakin merasa tidak nyaman karena kram di perutnya tak kunjung mereda. "Kita ke rumah sakit sekarang." "Telepon mama dulu, Austin. Sepertinya aku hanya sakit perut biasa saja." Namun, hal yang terjadi justru sebaliknya. Wajah Daniella tampak pucat dengan keringat deras yang membasahi kening. "Oke, sebentar. Aku telepon mama dulu kalau begitu," ucap Austin y
Musim gugur telah berlalu, dengan angin yang perlahan semakin terasa dingin. Hari ini, setelah sekian lama menunggu, salju pertama di tahun ini kembali turun. Dari balik kaca-kaca rumah, Anna menatap ke arah luar melihat salju yang mulai berjatuhan. Gadis itu tersenyum simpul. "Hari ini salju turun. Kau pasti sangat bahagia, kan, Sayang?" Tiba-tiba saja Dominic datang dan memeluk Anna dengan lembut. Anna hanya mengukir senyum dengan kepala mengangguk. "Musim dingin tahun ini sangat berbeda, Dom." "Apa yang berbeda?" Anna melepaskan tangan Dominic, kemudian berbalik hingga mereka saling berhadapan sekarang. "Keberadaanmu yang membuat beda." Dominic memegang pinggang Anna, dengan tersenyum lebar. Pria itu merunduk, lalu mengecup bibir istrinya cukup lama. "Kau tau, musim dingin tahun lalu dan tahun ini aku punya kebiasaan yang berbeda." Anna menaikkan sudut alisnya. "Kebiasaan yang berbeda? Apa contohnya?" "Ya, contohnya ... bercinta denganmu." Anna memukul dad
Daniella melompat kegirangan saat melihat Austin muncul dari pintu kedatangan. Dia memang sengaja menunggu di bandara saat suaminya itu mengatakan jika akan pulang hari ini. Sungguh, Daniella tidak dapat menahan diri lagi dengan berdiam diri di rumah saja, untuk menunggu Austin. Apalagi dia masih sedih karena Anna sudah pindah ke Vermont kemarin. "Honey, aku sangat merindukanmu." Austin langsung memeluk istrinya dengan erat. Kalau saja dia tidak ingat perut Daniella yang buncit, mungkin Austin tidak akan melepaskan istrinya sekarang. "Aku juga sangat merindukanmu." Austin melepaskan pelukannya dan langsung berjongkok di hadapan perut Daniella. Salah satu yang menjadi kebiasaannya sekarang adalah menyapa bayinya yang masih di dalam perut. "Halo, Sayang. Bagaimana kabarmu di dalam sana?" tanya Austin dengan mengusap perut Daniella. Sesekali dia menciumnya dengan gemas, hingga membuat Daniella tertawa karena geli. "Sudah, Austin. Sebaiknya kita pulang saja sekarang. Aku
Austin menyambut kedatangan Dominic dengan senang hati. Dia sengaja melakukan semua itu, sebelum kembali ke pulang ke New York. Setelah semua urusan di Sky Crystal hari ini selesai, Austin mungkin akan langsung pulang. Dia sudah tidak tahan lagi ingin bertemu dengan Daniella, setelah lebih dari satu bulan ini lebih sering menghabiskan waktunya untuk pulang pergi Vermont dan New York. "Hai, Dom. Bagaimana dengan perjalanan kalian?" Austin langsung memeluk Dominic begitu pria itu tiba. Lalu menyapa Anna yang terlihat cukup kelelahan. "Ah, kau pasti sangat kelelahan, Anna." "Hum, sedikit," jawab Anna dengan senyum tipis. "Ini perjalanan panjang setelah kehamilannya. Dia pasti sangat kelelahan, apalagi perutnya sudah semakin membesar." Austin mengerti dengan apa yang Dominic keluhkan. "Itulah sebabnya aku melarang Daniella ketika dia merengek minta ikut. Kalau begitu, ayo. Sebentar lagi hari akan gelap." Dominic dan Anna mengikuti Austin yang berjalan lebih dulu menuju mob
Dominic membawa Anna ke rumah keluarganya. Setelah rapat pagi tadi, baik Elena maupun Hamilton meminta Dominic untuk datang dan menjelaskan segalanya. Saat Dominic memberitahu Anna, awalnya dia terkejut dengan keputusan Dominic yang bahkan selama ini tidak pernah dibicarakan. Namun, Anna tidak punya pilihan lain selain menuruti apa yang sudah Dominic putuskan. Hidup di mana pun, Anna bersedia asal tetap bersama Dominic. "Kita bicara setelah makan," ujar Hamilton setelah Dominic dan istrinya tiba. Sekarang mereka duduk bersama di ruang tamu, tetapi dengan cepat Dominic menolaknya. "Bisa kita bicara sekarang saja?" Hamilton berdeham. Dia sudah mengira Dominic akan melakukan hal ini, tetapi tidak pernah berpikir jika waktunya akan secepat ini. "Kenapa tiba-tiba seperti ini? Seharusnya kita membicarakan semua ini dari jauh-jauh hari." Hamilton hanya bisa menghela napas panjang. Dia tidak tahu harus dengan cara apa lagi agar Dominic membatalkan keputusannya. "Aku jug
"Williams Group?" Anna menganggukkan kepalanya. Dia tahu sebesar apa tanggung jawab Dominic terhadap Williams Group. Untuk memutuskan tinggal di Sky Crystal selamanya, itu pasti bukan perkara mudah. Dominic tersenyum tipis, tanpa ingin menjawab rasa penasaran Anna. Pria itu justru mengusap rambut istrinya seraya berkata, "Besok kau akan tau semuanya, Sayang." *** Adam dibuat kelimpungan pagi ini karena Dominic meminta diadakannya rapat dengan para pemegang saham secara mendadak. Dia tidak tahu apa yang Dominic ingin sampaikan sampai harus mengadakan rapat mendadak seperti ini. Seluruh pemegang saham Williams Group diwajibkan hadir. Ada Hamilton, Elena, Charles, dan beberapa orang lain yang tampak duduk di ruang rapat menunggu Dominic, selaku pemegang saham tertinggi sekaligus pemimpin di Williams Group saat ini. Berbagai gonjang-ganjing mulai terdengar di setiap sudut perusahaan karena rapat mendadak yang tiba-tiba saja Dominic lakukan. Semua spekulasi muncul,