“Apakah tak akan ada masalah nantinya, Kak?” tanya Sammuel yang duduk di kursi di depan meja kerja Edward.Seketika Edward menghentikan kegiatannya membubuhkan tanda tangan di beberapa berkas yang telah menumpuk di atas mejanya.“Lebih cepat dia tahu, itu lebih baik. Lebih baik dia tau sekarang dari aku sendiri, dari pada nanti dia tau di saat yang kurang tepat dari orang lain. Jikapun sekarang dia kecewa aku masih bisa menangani dan memberi penjelasan, aku yakin dengan kemapuan sosialisasi tinggi milik Risha, dia pasti mengerti tanpa jarus aku jabarkan secara rinci dan mendetail, memang sangat beresiko. Tapi aku yakin dia akan paham,” jawab Edward dengan senyum mengembang memandang Sammuel yang sedang menatapnya sendu.“Are you oke?” lirih Sammuel dengan tatapan sendu yang masih penasaran dengan kondisi Kakaknya, sedangkan Edward sedikit mengerutkan keningnya kala mendengar pertanyaan Sammuel, seakan pertanyaan yang Sammuel lontarkan lebih di tujukan untuk menanyakan kondisi kesehata
Edward segera menyusul Risha yang sedang bermain bersama Levina di Taman, nampak kedua gadis beda usia itu sedang bersenda gurau dengan tumpukan bunga potong yang sudah berserakan di atas meja.“Apa aku boleh bergabung?” ucap Edward yang datang dan langsung menghampiri Risha dan memeluk pinggang ramping milik kekasihnya dari belakang.“Hai Paman tampan, apakah Om Tampan tak apa-apa, karena aku melihatnya bertingkah aneh,” sela Levina sambil memandang Edward dan Risha bergantian.Edward mengerutkan keningnya sambil memandang gadis berusia sepuluh tahun yang sedang memegang bunga mawar berwarna-warni di tangannya.“Aneh?” lirih Edward yang sedikit terkejut dan heran dengan pertanyaan Levina, apakah gadis mungil ini mata-mata? Kenapa dia bisa tau kondisi Sammuel tanpa melihat langsung? Bukankah sejak tadi Levina dan Risha terus berada di taman tanpa tau kondisi Sammuel sama sekali, bahkan gadis mungil itu melihat Sammuel pun hanya beberapa menit saja ketika tadi menyusul di ruang kerjany
Tiga pasang mata sedang begitu intens memperhatikan gerak-gerik dan tingkah laku dari seseorang yang sedang kalut dengan emosi yang begitu meledak-ledak, siapa lagi kalau bukan Dimitri. Ketiga manusia pemilik tiga pasang mata itu sangat tahu, siapa dan apa yang menyebabkan remaja labil yang berjuluk anak demit pertama itu begitu emosi dan begitu kesal. Pasti tak akan jauh-jauh hubungannya dengan gadis pujaan hatinya, yakni Levina dan musuh bebuyutannya yang juga merupakan Ayah babtisnya, Sammuel.Jack, Roland dan Demian sedang asik melihat Dimitri yang sedang uring-uringan tak jelas itu bagai menonton live sebuah film action dengan Dimitri sebagai pemeran utamanya, Demian yang tengah menikmati minuman soda kaleng di tangannya sembari terus melihat kearah Kakaknya, Dimitri, yang begitu bersemangat menembak papan sasaran di ruang latihan khusus yang memang di pergunakan untuk menjajal senjata ciptaan Klan Collins Brothers.Sedangkan lain halnya untuk Jack dan Roland, mereka sedang menik
“Roland? It’s that you?” pekik Edward tak percaya dengan penampilan dari anak buah yang sekaligus tangan kanannya itu.Sammuel seketika membulatkan matanya melihat dan memindai penampilan Roland dari ujung kaki hingga ujung kepala, ralat maksudnya ujung rambut Roland yang menjulang tinggi.Sammuel seketika melihat kearah barisan Dimitri, Demian dan Jack yang sedang sama sama melipat mulutnya menahan tawa, tak perlu waktu lama, tawa Sammuel seketika pecah disertai tawa Dimitri, Demian dan Jack yang sama-sama ikut tertawa.Suasana Gudang rahasia di ujung dermaga yang tadinya sunyi senyap menjadi riuh akibat suara tawa dari beberapa orang disana, tak terkecuali Roland juga ikut tertawa dibuatnya, padahal mereka sedang menertawakan penampilannya, mengapa justru Roland ikut-ikutan tertawa? Inikah yang dinamakan menertawakan diri sendiri? Entahlah.Disisi lain Edward tersenyum lebar melihat suasana yang begitu hangat dan sangat membahagiakan, bahkan sempat Edward mengabadikan momen itu deng
“Mana hadiah buatku? Kenapa cuman Adek saja yang diberi? Aku mana?” pekik Dimitri yang menghampiri Demian yang sedang menata barisan tabung kaca kedalam koper khusus yang di berikan oleh Sammuel.“Ini buat mu!” pekik Sammuel sambil menyodorkan satu buah map berwarna biru ke dada Dimitri.Dimitri segera membuka map yang menempel di dadanya dan langsung membulatkan mata.“Ini...,” lirih Dimitri yang masih tertegun melihat isi dari map yang di sodorkan oleh Sammuel, Demian yang penasaran lantas menghampiri Dimitri untuk melihat isi dari map yang di berikan Sammuel.Kemudian tawa Demian terdengar lirih dan langsung memeluk Kakaknya, “Selamat ya, Kak! Junio is already yours,” lirih Demian yang masih merangkul tubuh Dimitri yang mematung dengan tatapan kosong.“Astaga! Ini bukan hadiah, tapi awal penderitaan, Dek,” lirih Dimitri sambil memandang lembaran kertas yang berisi bukti kepemilikan resmi dari kapal peti kemas milik Klan Collins Brothers yang di sering di panggil ‘Junio’ atau juluka
Sammuel memakaikan mantel tebal kearah bahu Edward, berharap hawa dingin malam tak mengganggu kesehatan Kakaknya nanti, karena hawa akhir musim semi yang berganti menjadi musim dingin bisa sangat ekstrem jika di padu dengan angin laut, “jangan cuma ingat kekasihmu saja yang kau beri kehangatan, kesehatanmu juga perlu diperhatikan. Bucin sih boleh saja, tapi menjadi bodoh, jangan!” pekik Sammuel di samping Edward sambil menyodorkan segelas cup teh hangat di kearah Edward.Edward tersenyum tipis dan melirik Sammuel yang berada di sampingnya, “rupanya kata-kata itu sekarang menjadi senjata makan tuan, jangan kau curi kata-kataku, Samm.”“Bukankah itu kata-kataku?” potong Sammuel yang lantas di jawabi dengan tawa keduanya sambil memandang indahnya hamparan samudra dari atas tebing yang menjadi pembatas sekaligus tameng keberadaan gudang rahasia milik Klan Collins Brothers.“Aku sudah lupa, kapan terakhir kita bisa begitu tenang dan damai seperti sekarang, bisa berbincang sepuasnya denganm
“Ayah, kau baik-baik saja?” lirih Demian sambil menyodorkan air putih dan beberapa butir obat kearah Edward yang sedang duduk sambil memegang dadanya dengan nafas yang tersengal-sengal. Sejak meninggalkan tebing beberapa saat yang lalu, Demian melihat Edward berjalan kearah markas rahasia dengan wajah yang memucat dan dengan langkahnya gontai. “Aku tak apa, Son. Aku hanya lupa meminum obatku tadi malam, rupanya sekarang aku sangat bergantung dengan obat ini sekarang, terlambat beberapa waktu saja badanku sudah tak bisa diajak kompromi. Bukan kematian yang aku takutkan, tapi aku takut tak bisa melihat tawa kalian lagi. Tawa dan keceriaan yang membuatku bahagia,” cecar Edward sambil menandaskan segelas air putih pemberian Dimitri. “Terima Kasih, Son.” Demian melihat kerah Edward dengan wajah yang begitu sendiri, “jangan terlalu dipakasakan, Ayah. Biar urusan kantor dan markas aku dan kakak yang menangani, Ayah temani Kak Risha saja di mansion, mungkin itu satu-satunya alasan yang bisa
Edward meletakkan nampan berisi secangkir teh chamomile hangat dan sepiring avocado toast di tambah satu buah mangkuk kecil Scrambled eggs sudah tersaji diatas nampan yang diletakkan di atas meja.Aroma roti panggang dengan campuran buah alpukat kocok disertai aroma telur orak-arik yang sangat harum sangat memanjakan hidung siapa saja yang menghirup aromanya.Bahkan aroma itu sudah mengusik Risha yang sudah terlelap dan terbuai mimpi, yang mana mau tak mau harus memaksakan membuka matanya karena godaan yang tak tertahankan oleh aroma yang begitu memanjakan hidung dan fantasinya.Dengan begitu enggan disertai dengan rasa malas yang teramat sangat, Risha berusaha beradaptasi dengan cahaya yang menerpa indera penglihatannya.Samar-samar terlihat sebuah bayangan lelaki yang sedang duduk disertai aroma khas yang begitu familiar, aroma parfum yang selama ini membuatnya begitu tenang dan nyaman dalam satu waktu yang bersamaan seketika menggantikan aroma harum dari hidangan yang tersaji yang
“Apa Nona mencari Tuan Samm?” sapa Emily yang datang ke ruang rawat inap Risha dengan membawa seikat bunga mawar putih yang semerbak wanginya langsung memenuhi ruangan itu. Wajah Risha seketika menjadi sedikit bersemu merah dengan sedikit menunduk seolah sedang menghindari tatapan mata dengan gadis cantik yang menjadi sekertaris pribadi Sammuel itu. Bukan karena takut, tapi Risha tahu betul jika berurusan dengan Emily seakan dirinya tengah dikuliti hidup-hidup. Karena Emily bisa tahu betul apa yang sedang Risha pikirkan dan Risha ucapkan dalam hati. Bahkan hanya lewat tatapan mata saja Emily bisa tahu apa yang sedang ada di dalam benak Risha. “Aku hanya sedang melihat keindahan pantai saja, jangan berpikiran yang tidak-tidak dan jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan,” jawab dusta sekaligus sedikit tergugup dari Risha sambil terus menghindari tatapan mata dari Emily. Dapat Emily tangkap semua tanda vital dan gestur tubuh dari Risha yang menyatakan jika gadis di depannya ini sedan
“Semuanya sudah siap?” pekik Sammuel yang datang ke basecamp Brian dan pasukannya yang sudah terlihat siap siaga dengan pakaian seragam VantaBlack yang lengkap dengan atribut dan senjata sudah di bawa setiap masing-masing personil pasukan yang Brian pimpin. “Semua sudah siap, Tuan. Armada darat, laut, dan udara juga sudah siap menunggu perintah,” jawab Brian yang langsung mendapat anggukan pelan oleh Sammuel. “Baiklah, ayo segera kita selesaikan misi ini. Tetapi, untuk kali ini aku meminta kepada kalian, aku mohon jaga diri kalian baik-baik. Jangan gegabah, ingatlah, nyawa kalian hanya satu tak ada cadangan ataupun gantinya, oleh sebab itu, berhati-hatilah,” ucap Sammuel yang membuat sebagian dan beberapa orang yang menyimak pidato absurb yang singkat dari Sammuel tertawa lirih, Sammuel tahu jika semua yang berada di sana tersenyum hanya saja senyum mereka tak bisa terlihat karena topeng yang mereka kenakan. “Apa aku terlambat?” pekik Kiev yang datang dengan sedikit berlari ke arah
Deru suara tembakan masih saling bersahutan, diiringi dengan beberapa kali terdengar suara ledakan yang terdengar dari kejauhan. “Bagaimana kondisi di sana?” ucap Dimitri sambil memegang earpiece yang terpasang di telinganya. Dimitri masih menyimak suara yang ia dengar dari alat komunikasi yang terhubung dengan beberapa pasukan dan markas pusat dengan di selingi beberapa anggukan kepala serta ke dua matanya masih terus mengawasi dan waspada dengan kondisi di sekitarnya. Demian yang berada di samping Dimitri juga ikut menyimak suara yang sama terdengarnya di alat bantu komunikasi sambil mencocokan dengan iPad yang berada di pangkuannya, rupanya Demian sedang memantau kondisi di sekitar dengan bantuan beberapa drone yang ia terbangkan di beberapa sudut. “Masih ada beberapa musuh dengan persenjataan lengkap di beberapa titik. Melihat dari pola serangan, sepertinya tujuan mereka bukan menyerang pasukan kita, tetapi menurut dugaanku, sepertinya mereka menyasar gudang yang berada di ujung
“Apakah urusanmu sudah selesai, Son?”“Kenapa?” jawab sewot Dimitri yang sedang merakit senjata yang menumpuk dan berada di depannya.“Ibumu sedang mengkhawatirkan kalian. Cepat hubungi dia dan kabari dia, aku sudah lelah di terornya seharian ini, sampai-sampai aku memblokir nomornya hanya untuk pergi ke kamar mandi saja, sungguh menyebalkan sekali,” keluh Sammuel sambil merebahkan tubuhnya di kursi yang berada di samping Demian yang nampak serius sedang menyetel sudut teropong senjata miliknya agar terlihat presisi.Demian menoleh ke arah Dimitri yang masih asik merakit senjatanya tanpa mempedulikan ucapan Sammuel sama sekali, bahkan menoleh sedikitpun tak Dimitri lakukan.“Kenapa lagi dia? Jelek sekali mukanya jika sedang cemberut seperti itu,” sambung Sammuel yang bertanya kepada Demian, yang membuat Demian menoleh ke arah Sammuel yang terlihat mengerutkan keningnya kala memandang Dimitri.“Dia sedang terkena virus malarindu tropi kangen,” jawab spontan Demian tanpa memalingkan muk
“Bagaimana persiapan di Markas, Ben?” ucap Sammuel yang melihat ke arah jalanan yang ternyata sudah mendekati menuju area Markas miliknya. “Semuanya sudah siap, Tuan.” “Baiklah, kita gunakan jalan rahasia di tikungan pertama. Perintahkan pengawas membuka akses ke sana, untuk tamu yang sedari tadi membuntuti kita itu, terserah kalian saja, mau kalian apakan mereka aku tak peduli, hubungi Kiev jika urusannya selesai, aku akan menghubungi Moppie untuk membersihkannya,” jawab Sammuel dengan terus mengawasi pergerakan Klan Hargov yang menyerang bagian timur markas di iPad yang terhubung langsung dengan satelit milik Klan Collins Brothers. “Apa kamu ada acara setelah ini, Ben?” “Sebetulnya saya ingin bergabung dengan Tim Jack, Tuan. Agaknya badan saya sudah terlalu lama tidak berolah raga beberapa waktu ini, ikut andil di Tim Jack mungkin bisa sedikit meregangkan otot-otot saya yang kaku,” sarkas Benny yang sebenarnya ingin ikut dalam misi dari Tim Jack yang sedang menunggu kedatangan tam
Mobil semi truk berwarna biru dongker itu melaju membelah jalanan ibukota. Mobil yang di rancang khusus untuk misi penyamaran itu bahkan sudah sangat detail sekali segala desainnya untuk menyerupai mobil yang biasa digunakan oleh beberapa masyarakat umum dan kalangan luas. Memang terlihat sangat lusuh dan sangat begitu kotor serta banyak sekali titik noda atau beberapa bagian body mobil yang terlihat berkarat seperti tak terawat, namun itu hanya kamuflase saja untuk menyembunyikan kemewahan dan kecanggihan fasilitas yang terdapat di dalam mobil yang memang dirancang khusus untuk keperluan melarikan diri dan menghindar dari musuh. Mobil berbodi besar dan kekar itu bahkan sering kali digunakan Sammuel untuk misi penyamaran beberapa tahun silam, Mobil RAM pick up yang biasa disebut Dodge RAM ini adalah mobil Double Cabin dengan bagian belakang terdapat bak terbuka yang biasa digunakan untuk mengangkut berbagai barang keperluan, seperti layaknya sekarang ini, di belakang mobil sudah terd
“Lebih baik, aku bawa dia ke Markas saja, di sana peralatan dan perlengkapan medisnya lebih mumpuni ketimbang di rawat di sini. Lagian aku juga bisa memantaunya sepanjang hari jika aksesnya nanti tak terkendali jarak dan juga lebih efisien menurutku,” ucap Sammuel yang mengembalikan penlight milik Axelo yang di angguki oleh Axelo dan Dorothea hampir bersamaan. “Terserah padamu, Samm. Keputusan mutlak ada padamu, kita hanya berusaha melakukan yang terbaik dan semaksimal mungkin. Untuk kedepannya memang hanya kamulah yang bisa menjaganya,” jawab Axelo yang membuat Sammuel mengerutkan keningnya, kala mendengar ucapan Axelo yang membuat Sammuel berpikir atas jawaban dari pertanyaan abigu dari Axelo. “Baiklah, aku akan mempersiapkan persiapan untuk perpindahan Risha. Tapi apa ada yang sedang mengganggumu, Samm?” lirih Dorothea yang membuat Sammuel langsung menoleh ke arah Dorothea yang sedang berada di samping Axelo. “Entahlah, aku sedang tak bisa berpikir panjang untuk sekarang ini,” ja
Sammuel terjaga dari tidurnya, mungkin pengaruh efek samping dari obat tidur yang diberikan Dimitri yang membuatnya terlelap begitu nyenyak, entah sudah berapa lama ia terlelap. Terlebih Sammuel merasakan badannya seperti baru saja menemukan sumber tenaga baru kembali.Alarm beserta lampu merah yang terdapat di meja kerjanya sudah menyala dan mengeluarkan bunyi khas yang menandakan jika ada tanda bahaya yang sedang terjadi atau ada sesuatu yang telah menyerang Markasnya.Sammuel beranjak menuju komputer di meja kerjanya yang masih menyala sedangkan laptopnya sudah mati kehabisan daya.Sammuel mengerutkan keningnya, kala melihat jam yang menunjukkan sudah sore hari, sedangkan di ingatannya dia beranjak tidur kala siang hari. Sammuel jadi berpikir, jika tak mungkin jika dirinya istirahat hanya tiga jam saja. Sammuel pernah merasakan bugar seperti ini ketika ia istirahat total selama hampir lima hari lamanya beberapa waktu yang lampau.Sammuel membulatkan mata dan beranjak menuju ke Ruan
“Ayah, Istirahatlah!” lirih Demian menghampiri Sammuel yang sedang bergelut dengan laptop di depannya. Hampir seminggu ini Sammuel tak terlihat beristirahat sejenak, hingga membuat Demian khawatir dengan kesehatan Ayah babtisnya itu. “Sebentar lagi, Son.” Kata-kata itu juga yang selalu Sammuel ucapkan hampir seminggu ini kepada Demian, kala Demian menyuruh Sammuel beristirahat. Beberapa berkas memang sudah menumpuk di meja kerja di kantor yang berada di Markas Pusat, bahkan tiap hari pasti data beberapa tumpuk lagi berkas yang langsung di tangani Sammuel langsung, Sammuel masih belum bisa kembali ke Kantor EDSAM Corp., karena Sammuel merasa masih belum siap mengenang Edward dan menerima kenyataan Edward sudah tiada. Bayangan kenangan Edward masih menghantui Sammuel kala berada di Kantor yang biasanya di gunakan Edward. Maka dari itu, segala urusan kantor di kirim ke Kantor Sammuel yang berada di Markas Pusat, guna memberikan kenyamanan pada Sammuel kala mengerjakan berkas yang di