Setelah Risha keluar dari Rumah Sakit, kehidupan Risha kembali normal tapi masih menyisahkan misteri bahwa sampai detik ini Risha masih belum mengetahui siapa nama kedua laki laki yang ia tolong bahkan ketika mereka pergipun tak sempat untuk berpamitan ataupun sekedar menyapa.
Sedangkan yang Risha kejutkan dia mendapatkan Fee atau tip yang begitu banyak yang di titip kan ke Pak Dandi selaku pemilik penginapan tempatnya bekerja. Kehidupan Risha berjalan dengan normal kembali dan berjalan seperti sediakala.
Enam bulan kemudian.
"Risha,beneran kamu mau pulang kampung?" tanya Pak Dandi pemilik Restoran dan penginapan tempat Risha bekerja.
"Iya Pak, sudah 2 tahun saya tidak pulang kampung. Kasian ibu sama bapak di kampung sudah kangen katanya," jawab Risha pasti."Tapi pasti balik kesini lagi kan?" Tanya Dandi penuh harap.
"Kalau itu saya masih belum tau Pak, saya juga tidak bisa janji buat kembali lagi, dikarenakan kondisi orang tua saya yang sudah usia lanjut dan tidak ada yang menjaga disana," jawab Risha sambil menundukkan kepala.
"Yasudah, padahal Bapak senang sekali kamu kerja disini. Bapak sekarang jadi bingung ini mau mencari penggantimu mengawasi penginapan dan Restoran ini. Tak terasa Sudah 6 tahun kamu kerja sama Bapak disini," keluh Dandi sambil menghela nafas berat.
"Maaf Pak," lirih Risha, "Terima Kasih atas kepercayaan Bapak kepada Saya selama ini dan Terima Kasih banyak atas bantuannya selama ini," sambung Risha sambil berlinang air mata.
"Sama sama Risha, ini uang gaji dan uang pesangon kamu dan ini titipan dari Bapak buat keluarga di kampung," ucap Dandi sambil menyerahkan tiga buah amplop ke arah Risha.
"Terima Kasih banyak Pak, Risha pamit dulu," ucap Risha sambil salim ke Pak Dandi yang juga sudah dianggap sebagai orang tuanya sendiri.
Risha kemudian keluar dari kantor Pak Dandi yang mana langsung di sambut dengan tangisan Sisil yang sudah sesenggukan di luar ruangan.
"Risha, tega kamu ya, trus gua sama siapa nanti," ucap Sisil sambil berderai air mata di pelukan Risha.
"Sudah-sudah," ucap Risha sambil menepuk-nepuk pelan punggung Sisil, "sering-sering kasih kabar ya? Nanti kalau ada waktu aku main-main kesini atau kamunya yang main-main ke kampung aku, disana udaranya masih asri lho," jawab Risha sambil menenangkan Sisil di pelukannya.
Keesokan paginya Risha sudah berangkat menuju terminal guna berangkat ke pelabuhan dan dilanjutkan naik kapal feri dan beberapa kali angkutan darat menuju kampung halamannya.
"Huft, moga-moga saja gak mabuk perjalan gua. Sudah lama gak naik kendaraan," lirih Risha sambil menghela nafas panjang.
"Bismillah yang penting yakin," lirih Risha kembali yang menaiki bus yang mengantarkannya ke pelabuhan untuk menyeberang menuju pulau sebrang.
Setelah hampir 2jam perjalanan
"Akhirnya nyampe juga di pelabuhan, hari apa sih ini, kok rame banget!" keluh Risha yang melihat hiruk pikuk di pelabuhan yang tergolong padat dan ramai.Ketika bus yang ia tumpangi masuk kedalam kapal feri ada sedikit rasa was-was karena gelombang laut di selat yang akan ia sebrangi begitu besar dan tinggi sedangkan kapal feri yang ia tumpangi kelihatan sudah dimakan usia dengan muatan yang sudah penuh dan sesak.Awal perjalanan menyebrangi selat berjalan lancar tapi di tengah perjalanan tiba tiba sirine di kapal berbunyi dan membuat panik semua penumpang di dalam kapal.
Semua penumpang di bekali baju pelampung dan alat keselamatan untuk berjaga-jaga dengan kemungkinan buruk yang akan terjadi.Gelombang besar dan tinggi menerjang kapal, yang mana membuat kapal yang mengalami mati mesin menjadi oleng tak terkendali.
Risha hanya bisa berpegangan pada pagar pembatas kapal sambil merapalkan doa-doa yang dia bisa dengan tubuh bergetar dan ketakutan.
Tiba-tiba kapal oleng akibat hantaman ombak besar yang membuat posisinya semakin miring, bahkan membuat sebagian orang terlempar ke laut dan lambat laun kapal tenggelam.
Banyak kapal-kapal kecil nelayan yang datang menghampiri guna menolong para penumpang, Risha yang berbekal ilmu renang sebisanya pun hanya berharap pasrah menunggu bantuan, tapi kemudian dia melihat seorang ibu dengan bayi di gendongannya hendak tenggelam dikarenakan hanya memakai satu pelampung.
Dengan sigap Risha membuka ikatan pelampungnya dan berenang menghampiri ibu tadi dan membelitkan pelampungnya ke bayi yang ada di gendongan ibu tadi dan berusaha berteriak memanggil kapal nelayan yang berada jauh untuk segera menolongnya.
"Ibu, coba gerakkan kaki dan tangan ibu menuju perahu nelayan disana jangan lepaskan ikatan kaitan pelampung ini," ucap Risha sambil sesekali tenggelam karena dia hanya mengandalkan gerakan kaki dan tangannya untuk tetap berada dipermukaan air.
"Terima kasih nak, kamu sendiri bagaimana?" jawab ibu tadi dengan penuh cemas dan khawatir melihat Risha berusaha untuk tetap di permukaan air.
"Ibu tenang saja, saya bisa berenang." Jawab Risha sambil membantu mendorong ibu tadi mendekati kapal nelayan terdekat.
Tapi tiba-tiba gelombang besar menerjang ibu itu dan Risha, yang mana membuat Risha tenggelam dan terpisah dengan ibu itu.
Risha dengan sekuat tenaga menggerakkan kaki dan tangannya agar supaya tetap di permukaan air.
"akh!" pekik Risha yang merasakan kakinya kram dan hanya bisa menggerakkan satu kakinya saja itu pun dengan rasa sakit yang teramat sangat."Ya Alloh, mungkin aku hanya sampai di sini. Ibu bapak maafkan Risha," batin Risha yang merasakan tubuhnya semakin lemas dan sayup-sayup melihat riak air yang semakin menjauh dan semakin gelap.
Jangan lupa Vote, Like dan Komen yaa...
Trim's
~ Ryukirara ~
Sejak meninggalkan negara yang Risha tempati, Edward menyuruh beberapa anak buahnya untuk mengawasi dan memantau kondisi Risha dari jauh serta melaporkan kepadanya hampir setiap hari. Edward bahkan menempatkan mata-mata bayangan di tempat Risha bekerja dan di Lingkungan dimana Risha tinggal. Berkat laporan setiap hari yang Edward terima baik berupa foto maupun video, Edward lama-lama mempunyai perasaan yang lebih terhadap Risha walaupun yang bersangkutan tak mengetahui bila mempunyai penggemar rahasia. Bahkan laporan mengenai Risha merupakan hiburan tersendiri bagi Edward untuk melepas kepenatan dan kejenuhan yang ia hadapi di tempat kerja. Senyum bulan sabit tercipta dengan mata penuh cahaya bahagia kala memandang foto Risha yang sudah memenuhi galeri di handphone nya, "tunggu aku disana malaikat kecilku," lirih Edward sambil mengusap lembut benda pipih yang berada di tangannya yang mana ada gambar Ris
Sejak kejadian kecelakaan tenggelamnya kapal feri yang Risha tumpangi tenggelam, yang mana menyebabkan banyak korban jiwa dan salah Satunya Risha yang saat ini sedang terbaring dalam kondisi koma sejak kejadian yang menimpanya. Edward selalu berada di samping Risha menunggu dan menjaga selama berhari-hari. Sehari setelah kejadian nahas itu, Sammuel langsung menyusul sang kakak dan mememani Edward selalu. Seminggu kemudian. "Maaf dok, kondisi pasien tenggelam di ICU semakin lemah," ucap salah satu perawat yang datang menghampiri dokter jaga yang sedang berjaga diruangan di sebelah ICU. "Cepat lakukan tindakan," jawab dokter tersebut sambil berlari menuju kedalam ruang ICU. Tetapi di tengah jalan dia di cegah oleh Edward. "Apa yang terjadi!" pekik Edward yang mengetahui Ruangan ICU tempat Risha dirawat menjadi ricuh. "Apapun yang terjadi selamatkan dia, jika
Semenjak kedatangan Orang Tua Risha di California tepatnya di los Angeles. Edward dan Sammuel lebih merasakan hari-harinya penuh warna dengan kehangatan dan perhatian yang di berikan oleh Orang Tua Risha. Apa lagi bagi Sammuel, kehadiran Orang Tua Risha membawa warna baru di kehidupan Sammuel. Dia bisa merasakan hangatnya rasa mempunyai keluarga dimana yang tak pernah ia rasakan selama ini. Seminggu kemudian Pak Danu dan Bu Marni pulang ke kampung halaman. Pada awalnya baik Edward maupun Sammuel tak rela jika Orang Tua Risha pulang ke kampung halamannya, tetapi apa boleh dikata, rela ataupun tak rela mereka harus merelakan Orang Tua Risha kembali. Sedangkan Risha masih dalam keadaan koma dan dirawat Rumah Sakit ternama di Los Angeles dengan pengawasan penuh. Bahkan Edward menempatkan beberapa Dokter dan Perawat khusus untuk memantau keadaan Risha setiap saat tanpa terlewat sedeti
Setelah mengantarkan kepulangan Orang Tua Risha ke Negara asalnya. Baik Edward Taupun Sammuel sama-sama merasa hampa seperti ada hilang dari diri mereka. Ingin sekali Sammuel menahan Orang Tua Risha untuk tinggal selamanya bersamanya. Tapi apa boleh buat mereka punya kehidupan dan kepentingan sendiri di Negara asalnya. Edward memandang hangat adiknya yang lambat laun telah sedikit berubah. Menjadi lebih hangat dan tenang. Senyum tipis tercipta di wajah tampan Edward. Flashback on "Selidiki kejadian di pelabuhan yang hampir merenggut nyawa kakakku," ucap Sammuel kepada bawahannya, sedangkan Edward sedang menikmati minuman beralkohol di sebelahnya sambil memainkan gelas ditangannya. "Awasi gadis ini, laporkan setiap gerak geriknya dan kirim orang untuk berjaga mengawasinya. Awasi diam-diam, jangan sampai terlihat dan jangan sampai ketahuan. Lap
Hampir semalaman Sammuel menjaga Risha tanpa tidur. Bahkan pagi harinya di sudah bersiap di kantor dalam keadaan fit dan segar walaupun tak beristirahat dikala malam harinya. "Apa istirahatmu nyaman tadi malam?"tanya Edward yang mengetahui bahwa adiknya tak dapat tidur dan tak beristirahat malam harinya yang di buktikan dengan pagi ini Sammuel mengenggam minuman soda kaleng, salah satu kebiasaan aneh Sammuel yang hanya di pahami oleh sang kakak, yaitu Edward saja. "Hemm," jawab singkat Sammuel hanya dengan kode dehemannya saja dan masih terus fokus dengan mengutak-atik Ipad yang berada ditangannya. Tanpa menghiraukan Edward yang sedari tadi mengamatinya sambil tersenyum tipis. "Minuman itu tak bagus untuk tubuhmu jika terus menerus di minum di pagi hari," ucap Edward yang kembali fokus dengan kertas yang menumpuk di meja kerjanya. Sambil sesekali melirik adiknya y
Ketika dalam perjalanan ke Rumah Sakit, Sammuel mengalami kejadian tak terduga, terpintas di benak Sammuel terbesit suatu rencara kala melihat gadis kecil yang menjajakan bunga ungu yang menarik pandangan matanya. Bunga kecil berwarna ungu itu pun menarik perhatiannya. Sama seperti warna favoritnya. Warna ungu yang mendominasai biasanya diartikan dengan sesuatu yang misterius, itulah sebabnya Sammuel menyukai warna itu. Disamping warna gelap yang juga warna favoritnya. "Berikan aku satu ikat," ucap Sammuel sambil merogoh saku jasnya. "Ini, Tuan," ucap anak itu sambil menodorkan seikat kecil bunga lavender dengan pita putih melingkar diikatannya. Sammuel menyodorkan beberapa lembar uang pecahan nominal terbesar yang mana membuat sang anak kaget bukan kepalang. "Ini terlalu banyak, Tuan, satu saja sudah cukup. Tapi aku tak mempuny
Edward merintis usaha eksport import barang dan jasa sejak masih berusia belia. Bahkan ketika berumur 15 tahun dia sudah mempunyai usaha kasino yang dia kelola dengan bantuan beberapa orang yang dia kenal di jalanan. Edward muda yang tak pernah mengenyam pendidikan yang layak tapi mempunyai pemikiran dan ide yang begitu revolusioner dengan otak encer dan kecerdasan diatas rata-rata untuk anak seumuran dengannya. Klan yang ia dirikan pun lambat laun di kenal dan disegani oleh beberapa Gank besar bahkan merambah ke beberapa negara. Disamping bisnis Legal yang ia kelola ada beberapa bisnis ilegal di dunia hitam yang membuatnya menjadi klan yang tak mudah disentuh maupun disinggung oleh siapapun. Bahkan beberapa kartel di negara latin dan gangster Asia pun mengakui kekuatan klan yang didirikan Edward dan Sammuel. EDSAM Corp. &
Kejadian tak terduga yang menimpa Sammuel membuat Edward membatalkan beberapa jadwal kerjasama di Negara Jerman dan bergegas berangkat menemui Sammuel setelah mendengar berita yang di sampaikan salah satu asisten pribadinya, Wilson. "Bagaimana keadaan adikku?" pekik Edward sambil memandang tajam kearah Wilson. "Tuan muda selamat, dikarenakan peluru yang seharusnya mengenai Tuan Muda meleset mengenai gadis kecil penjual bunga yang berada di sampingnya," jelas Wilson dengan keringat dingin mengucur di dahinya. "Ta-tapi, Tuan... ," suara Wilson tertahan ketika hendak memeberitahukan lanjutan kabar yang akan dia sampaikan. "Aku mengerti, biarkan saja. Ini resiko mereka yang telah membangunkan iblis yang sedang tertidur," sela Edward sambil tersenyum miring. Edward sudah teramat paham tabiat dari adiknya, Sammuel. Di tempat lain.&
“Apa Nona mencari Tuan Samm?” sapa Emily yang datang ke ruang rawat inap Risha dengan membawa seikat bunga mawar putih yang semerbak wanginya langsung memenuhi ruangan itu. Wajah Risha seketika menjadi sedikit bersemu merah dengan sedikit menunduk seolah sedang menghindari tatapan mata dengan gadis cantik yang menjadi sekertaris pribadi Sammuel itu. Bukan karena takut, tapi Risha tahu betul jika berurusan dengan Emily seakan dirinya tengah dikuliti hidup-hidup. Karena Emily bisa tahu betul apa yang sedang Risha pikirkan dan Risha ucapkan dalam hati. Bahkan hanya lewat tatapan mata saja Emily bisa tahu apa yang sedang ada di dalam benak Risha. “Aku hanya sedang melihat keindahan pantai saja, jangan berpikiran yang tidak-tidak dan jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan,” jawab dusta sekaligus sedikit tergugup dari Risha sambil terus menghindari tatapan mata dari Emily. Dapat Emily tangkap semua tanda vital dan gestur tubuh dari Risha yang menyatakan jika gadis di depannya ini sedan
“Semuanya sudah siap?” pekik Sammuel yang datang ke basecamp Brian dan pasukannya yang sudah terlihat siap siaga dengan pakaian seragam VantaBlack yang lengkap dengan atribut dan senjata sudah di bawa setiap masing-masing personil pasukan yang Brian pimpin. “Semua sudah siap, Tuan. Armada darat, laut, dan udara juga sudah siap menunggu perintah,” jawab Brian yang langsung mendapat anggukan pelan oleh Sammuel. “Baiklah, ayo segera kita selesaikan misi ini. Tetapi, untuk kali ini aku meminta kepada kalian, aku mohon jaga diri kalian baik-baik. Jangan gegabah, ingatlah, nyawa kalian hanya satu tak ada cadangan ataupun gantinya, oleh sebab itu, berhati-hatilah,” ucap Sammuel yang membuat sebagian dan beberapa orang yang menyimak pidato absurb yang singkat dari Sammuel tertawa lirih, Sammuel tahu jika semua yang berada di sana tersenyum hanya saja senyum mereka tak bisa terlihat karena topeng yang mereka kenakan. “Apa aku terlambat?” pekik Kiev yang datang dengan sedikit berlari ke arah
Deru suara tembakan masih saling bersahutan, diiringi dengan beberapa kali terdengar suara ledakan yang terdengar dari kejauhan. “Bagaimana kondisi di sana?” ucap Dimitri sambil memegang earpiece yang terpasang di telinganya. Dimitri masih menyimak suara yang ia dengar dari alat komunikasi yang terhubung dengan beberapa pasukan dan markas pusat dengan di selingi beberapa anggukan kepala serta ke dua matanya masih terus mengawasi dan waspada dengan kondisi di sekitarnya. Demian yang berada di samping Dimitri juga ikut menyimak suara yang sama terdengarnya di alat bantu komunikasi sambil mencocokan dengan iPad yang berada di pangkuannya, rupanya Demian sedang memantau kondisi di sekitar dengan bantuan beberapa drone yang ia terbangkan di beberapa sudut. “Masih ada beberapa musuh dengan persenjataan lengkap di beberapa titik. Melihat dari pola serangan, sepertinya tujuan mereka bukan menyerang pasukan kita, tetapi menurut dugaanku, sepertinya mereka menyasar gudang yang berada di ujung
“Apakah urusanmu sudah selesai, Son?”“Kenapa?” jawab sewot Dimitri yang sedang merakit senjata yang menumpuk dan berada di depannya.“Ibumu sedang mengkhawatirkan kalian. Cepat hubungi dia dan kabari dia, aku sudah lelah di terornya seharian ini, sampai-sampai aku memblokir nomornya hanya untuk pergi ke kamar mandi saja, sungguh menyebalkan sekali,” keluh Sammuel sambil merebahkan tubuhnya di kursi yang berada di samping Demian yang nampak serius sedang menyetel sudut teropong senjata miliknya agar terlihat presisi.Demian menoleh ke arah Dimitri yang masih asik merakit senjatanya tanpa mempedulikan ucapan Sammuel sama sekali, bahkan menoleh sedikitpun tak Dimitri lakukan.“Kenapa lagi dia? Jelek sekali mukanya jika sedang cemberut seperti itu,” sambung Sammuel yang bertanya kepada Demian, yang membuat Demian menoleh ke arah Sammuel yang terlihat mengerutkan keningnya kala memandang Dimitri.“Dia sedang terkena virus malarindu tropi kangen,” jawab spontan Demian tanpa memalingkan muk
“Bagaimana persiapan di Markas, Ben?” ucap Sammuel yang melihat ke arah jalanan yang ternyata sudah mendekati menuju area Markas miliknya. “Semuanya sudah siap, Tuan.” “Baiklah, kita gunakan jalan rahasia di tikungan pertama. Perintahkan pengawas membuka akses ke sana, untuk tamu yang sedari tadi membuntuti kita itu, terserah kalian saja, mau kalian apakan mereka aku tak peduli, hubungi Kiev jika urusannya selesai, aku akan menghubungi Moppie untuk membersihkannya,” jawab Sammuel dengan terus mengawasi pergerakan Klan Hargov yang menyerang bagian timur markas di iPad yang terhubung langsung dengan satelit milik Klan Collins Brothers. “Apa kamu ada acara setelah ini, Ben?” “Sebetulnya saya ingin bergabung dengan Tim Jack, Tuan. Agaknya badan saya sudah terlalu lama tidak berolah raga beberapa waktu ini, ikut andil di Tim Jack mungkin bisa sedikit meregangkan otot-otot saya yang kaku,” sarkas Benny yang sebenarnya ingin ikut dalam misi dari Tim Jack yang sedang menunggu kedatangan tam
Mobil semi truk berwarna biru dongker itu melaju membelah jalanan ibukota. Mobil yang di rancang khusus untuk misi penyamaran itu bahkan sudah sangat detail sekali segala desainnya untuk menyerupai mobil yang biasa digunakan oleh beberapa masyarakat umum dan kalangan luas. Memang terlihat sangat lusuh dan sangat begitu kotor serta banyak sekali titik noda atau beberapa bagian body mobil yang terlihat berkarat seperti tak terawat, namun itu hanya kamuflase saja untuk menyembunyikan kemewahan dan kecanggihan fasilitas yang terdapat di dalam mobil yang memang dirancang khusus untuk keperluan melarikan diri dan menghindar dari musuh. Mobil berbodi besar dan kekar itu bahkan sering kali digunakan Sammuel untuk misi penyamaran beberapa tahun silam, Mobil RAM pick up yang biasa disebut Dodge RAM ini adalah mobil Double Cabin dengan bagian belakang terdapat bak terbuka yang biasa digunakan untuk mengangkut berbagai barang keperluan, seperti layaknya sekarang ini, di belakang mobil sudah terd
“Lebih baik, aku bawa dia ke Markas saja, di sana peralatan dan perlengkapan medisnya lebih mumpuni ketimbang di rawat di sini. Lagian aku juga bisa memantaunya sepanjang hari jika aksesnya nanti tak terkendali jarak dan juga lebih efisien menurutku,” ucap Sammuel yang mengembalikan penlight milik Axelo yang di angguki oleh Axelo dan Dorothea hampir bersamaan. “Terserah padamu, Samm. Keputusan mutlak ada padamu, kita hanya berusaha melakukan yang terbaik dan semaksimal mungkin. Untuk kedepannya memang hanya kamulah yang bisa menjaganya,” jawab Axelo yang membuat Sammuel mengerutkan keningnya, kala mendengar ucapan Axelo yang membuat Sammuel berpikir atas jawaban dari pertanyaan abigu dari Axelo. “Baiklah, aku akan mempersiapkan persiapan untuk perpindahan Risha. Tapi apa ada yang sedang mengganggumu, Samm?” lirih Dorothea yang membuat Sammuel langsung menoleh ke arah Dorothea yang sedang berada di samping Axelo. “Entahlah, aku sedang tak bisa berpikir panjang untuk sekarang ini,” ja
Sammuel terjaga dari tidurnya, mungkin pengaruh efek samping dari obat tidur yang diberikan Dimitri yang membuatnya terlelap begitu nyenyak, entah sudah berapa lama ia terlelap. Terlebih Sammuel merasakan badannya seperti baru saja menemukan sumber tenaga baru kembali.Alarm beserta lampu merah yang terdapat di meja kerjanya sudah menyala dan mengeluarkan bunyi khas yang menandakan jika ada tanda bahaya yang sedang terjadi atau ada sesuatu yang telah menyerang Markasnya.Sammuel beranjak menuju komputer di meja kerjanya yang masih menyala sedangkan laptopnya sudah mati kehabisan daya.Sammuel mengerutkan keningnya, kala melihat jam yang menunjukkan sudah sore hari, sedangkan di ingatannya dia beranjak tidur kala siang hari. Sammuel jadi berpikir, jika tak mungkin jika dirinya istirahat hanya tiga jam saja. Sammuel pernah merasakan bugar seperti ini ketika ia istirahat total selama hampir lima hari lamanya beberapa waktu yang lampau.Sammuel membulatkan mata dan beranjak menuju ke Ruan
“Ayah, Istirahatlah!” lirih Demian menghampiri Sammuel yang sedang bergelut dengan laptop di depannya. Hampir seminggu ini Sammuel tak terlihat beristirahat sejenak, hingga membuat Demian khawatir dengan kesehatan Ayah babtisnya itu. “Sebentar lagi, Son.” Kata-kata itu juga yang selalu Sammuel ucapkan hampir seminggu ini kepada Demian, kala Demian menyuruh Sammuel beristirahat. Beberapa berkas memang sudah menumpuk di meja kerja di kantor yang berada di Markas Pusat, bahkan tiap hari pasti data beberapa tumpuk lagi berkas yang langsung di tangani Sammuel langsung, Sammuel masih belum bisa kembali ke Kantor EDSAM Corp., karena Sammuel merasa masih belum siap mengenang Edward dan menerima kenyataan Edward sudah tiada. Bayangan kenangan Edward masih menghantui Sammuel kala berada di Kantor yang biasanya di gunakan Edward. Maka dari itu, segala urusan kantor di kirim ke Kantor Sammuel yang berada di Markas Pusat, guna memberikan kenyamanan pada Sammuel kala mengerjakan berkas yang di