“Apa yang kau temukan?” lirih Sammuel sambil melihat melalui teropong kondisi taman bermain yang ia kunjungi, di sampingnya sudah ada Jack yang tengah sibuk dengan iPad di tangannya.
“Hanya laporan dari Kiev, untuk pengamanan taman dan restoran sudah dalam kendali kita,” jelas Jack sambil menyodorkan iPad yang berada di tangannya kearah Sammuel.“Batalkan reservasi di restoran.” “HAH!” pekik Jack seketika membulatkan matanya kearah Sammuel, dia terkejut mendengar ucapan Sammuel, “tapi, Tuan! Persiapan kita sudah sangat sempurna.”Sammuel menyunggingkan senyum tipis kearah Jack, “sebegitu inginkah kau berpesta?” jawab Sammuel sambil menyerahkan iPad kearah Jack, sedangkan Jack masih tertegun menerima iPad dengan pandangan kosong.“Aku tak pernah bilang kita harus berpesta, aku juga tak pernah bilang restoran itu akan aku gunakan untuk makan mala“Apa kau sedang mencari seseorang?” tanya lirih Edward yang duduk di samping Risha dengan satu buah es krim cone berada di tangannya. “Sammuel sedang ada keperluan, dia hanya mengantar kita saja tadi,” lanjut Edward yang tau apa yang tengah dipikirkan Risha. “Aku hanya khawatir dan merasa sungkan, seharusnya kita bisa berkumpul bersama sedangkan dia harus bekerja demi kita. Sungguh tak adil bagiku,” lirih Risha menatap Edward dengan sedikit sayu. “Nanti akan kuluangkan waktu agar kau bisa bersamanya,” jawab Edward dengan senyum merekah ketika memandang Risha yang sedang memakan es krim cone dengan sedikit belepotan di sudut bibirnya. “Eh, maksudnya?” pekik Risha sedikit tersentak mendengar ucapan Edward. Risha langsung menoleh melihat Edward yang sedang yang juga sedang memandangnya, membuatnya menjadi tersipu dengan pipi yang sudah merah merona. “Nanti akan aku beritahu
Sammuel hanya bisa memejamkan mata, teropong yang ia gunakan bahkan sudah digenggamnya erat di tangan kirinya.Pemandangan yang baru saja ia lihat melalui teropong sungguh bukan keinginan dan kemauannya. Ada perasaan tak rela serta amarah yang membuncah, inikah yang dinamakan cemburu?Sudah kedua kalinya Sammuel memergoki Edward sedang bercumbu dengan Risha, bukankah ini membuktikan bahwa dirinya memang tak seharusnya menaruh rasa dengan wanita yang menjadi tunangan Kakaknya itu.Jantung Sammuel berdetak lebih cepat, napasnya sedikit memburu dan tangannya bergetar tak tentu arah, suatu kondisi yang membuktikan bahwa Sammuel tidak sedang dalam keadaan baik-baik saja, bukan?“Aku seharusnya tau dan sadar akan batasanku,” gumam lirih Sammuel guna menguatkan dirinya sendiri.Dari tower pemantau di gedung yang berada di tengah taman be
“Apa kau juga sepemikiran denganku Jack?” lirih Sammuel di samping Jack yang sedang menata senjata, sedangkan Sammuel sedang memakai rompi anti peluru di badannya dan diikuti oleh Wilson di belakang Sammuel.Jack hanya tersenyum sambil menyelipkan dua buah pistol di pinggang belakang tubuhnya, “sepertinya prediksi anda tak pernah meleset, Tuan. Rupanya Klan Hargov sangat berambisi sekali,” jawab Jack yang teringat obrolannya dengan Sammuel kala menjajal senjata diatas menara di markas pusat. Obrolan dengan menggunakan bahasa dan kode yang hanya bisa dimengerti oleh orang kepercayaan Sammuel dan Edward saat itu memberitahukan kepada Jack bahwa di markas pusat, tepatnya pengawal yang di bawa Jack pada saat itu adalah pengawal penyusup dari klan Hargov yang sengaja di perintahkan untuk memantau dan mengawasi Sammuel dan Edward.Sedangkan Wilson hanya menyimak obrolan antara Sammuel dan Jack, sambil sesekali m
“Bukankah ini?” lirih Jack yang segera mengehentikan laju kendaraan yang ia kemudikan sesuai intruksi dari GPS yang ia terima dari Sammuel. Disinilah Sammuel, Wilson dan Jack berada, setelah menempuh perjalanan hampir satu jam lamanya. Di pelabuhan LA Waterfort yang terletak di pesisir San Pedro, California.Salah satu pelabuhan di Los Angeles yang terlihat biasa namun disini merupakan basis dan salah satu pusat transaksi ilegal terpenting di Los Angeles.Waterfront mempunyai hukum sendiri yang mengatur tentang transaksi ilegal di area pelabuhan, bahkan klan sebesar Collins Brother pun tak dapat dengan leluasa berbuat seenaknya. Oleh karena itu transaksi ilegal di Waterfront begitu sangat terjaga kerahasiaannya.“Tuan?” lirih Wilson di samping Sammuel yang menyalakan satu buah batang Rokok dengan bersandar di mobil yang tadi ia tumpangi, sedangkan Jack mengedarkan pandangan keseluruh a
“Bukankah ini?” lirih Warren Kult sambil memandang Sammuel.“Yup, itu adalah foto asli dari The Pigeon with the Green Peas, karya hantu dari Picasso yang hampir membuat kakakku kehilangan nyawa, ada yang mau bertanggung jawab?” pekik Sammuel sambil menggebrak meja yang membuat seluruh orang yang berada disana langsung mengeluarkan senjara dan menodongkan kearah Sammuel. “Cih, jadi betul. Kalian sudah bersekongkol menginginkan Aku dan Kakakku mati, buktinya kalian semua serempak menodongkan senjata kepadaku padahal aku hanya menggebrak meja dan juga bukannya Klan Kult dan Klan Hargov sedang bermusuhan? Lantas kenapa todongan senjata ini hanya mengarah padaku?” cecar Sammuel yang memegang ujung senjata dari Wilson dan Jack yang juga mengacungkan senjata kearah beberapa orang di depannya, walaupun tak imbang namun itu adalah gerakan refleks dari Wilson dan Jack untuk melindungi Sammuel serta pada akhirnya Wilson dan Jack me
“Apa aku mengganggu?” suara lirih Edward yang menghampiri Risha di balkon ruang baca. Seketika Risha langsung tersadar dari lamunannya dan tersenyum melihat Edward. Entah apa yang sedang dipikirkan Risha, pandangannya begitu kosong dan menerawang jauh, seolah jiwanya berkelana sedangkan hanya tersisa raganya saja yang mematung. Padahal Edward sudah hampir satu jam berada di belakang Risha, mengamati sang pujaan hati yang tengah melamun. “Boleh aku duduk?” sela Edward kembali ketika sudah berada di samping Risha, gadis manis berlesung pipi itu tampak tersenyum sambil mengenggukkan kepala pelan. Risha segera menyingkirkan sisa selimut yang ia gunakan sebagai penghangat kaki dari kursi serta menata buku yang berserakan di kursi di bantu Edward, lagi-lagi Edward mengerutkan keningnya kala mengetahui beberapa buku yang di bawa Risha ternyata bukan buku yang pernah ia belikan atau ia bawakan? &nbs
Edward tersenyum lebar kala melihat tubuh mungil di rangkulannya sudah terpejam, suara dengkuran halus terdengar lirih dan teratur, jangan lupakan dada bidangnya sudah menjadi sandaran kepala gadis mungil kesayangannya itu dengan nyaman.Edward nampak menikmati moment dimana dia dan Risha begitu dekat dan lekat, walaupun posisi itu tak baik untuk tubuh tapi ia enggan menggerakkan badan, takut jika gadis pujaannya terganggu dengan gerakannya.“Kalau boleh aku meminta pada Tuhan, aku harap DIA bisa mengehentikan waktu sekarang juga, agar aku bisa terus dan terus melihat wajahmu ini, Sweetheart,” lirih Edward sambil membelai pipi bulat Risha yang berada di pelukannya.Menemani Risha membaca ternyata berujung dengan tertidurnya orang yang ditemani, yakni Risha.Nyaman dan tenang mungkin itu yang dirasakan Risha, jadi dia bisa tertidur di rangkulan Edward.
Wilson dan Jack mengerutkan kening hampir bersamaan kemudian saling pandang, dari kejauhan terlihat Sammuel sedang berjalan dengan sekaleng minuman soda di tangannya sedangkan di tangan satunya membawa satu ikat minuman soda yang sama. “Kenapa kalian?” sapa Sammuel sambil menurunkan sedikit kacamata hitamnya hingga keujung hidung, memindai lebih jelas kedua pengawal setianya yang terlihat sangat mencurigakan dengan mimik wajah yang tertegun itu. “Ah, tidak, Tuan. Kami baik-baik saja,” sanggah Wilson yang langsung membukakan pintu untuk Sammuel sedangkan Jack langsung melempar puntung rokok yang ia hisap kemudian menginjaknya dengan satu kaki, Jack melirik Wilson dengan senyum tipis kemudian masuk kedalam mobil di bagian pengemudi. “Mau?” tawar Sammuel menyodorkan satu ikat minuman kaleng bersoda kearah baris bangku depan yang sudah ada Wilson dan Jack disana. “Terima Kasih, Tu
“Apa Nona mencari Tuan Samm?” sapa Emily yang datang ke ruang rawat inap Risha dengan membawa seikat bunga mawar putih yang semerbak wanginya langsung memenuhi ruangan itu. Wajah Risha seketika menjadi sedikit bersemu merah dengan sedikit menunduk seolah sedang menghindari tatapan mata dengan gadis cantik yang menjadi sekertaris pribadi Sammuel itu. Bukan karena takut, tapi Risha tahu betul jika berurusan dengan Emily seakan dirinya tengah dikuliti hidup-hidup. Karena Emily bisa tahu betul apa yang sedang Risha pikirkan dan Risha ucapkan dalam hati. Bahkan hanya lewat tatapan mata saja Emily bisa tahu apa yang sedang ada di dalam benak Risha. “Aku hanya sedang melihat keindahan pantai saja, jangan berpikiran yang tidak-tidak dan jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan,” jawab dusta sekaligus sedikit tergugup dari Risha sambil terus menghindari tatapan mata dari Emily. Dapat Emily tangkap semua tanda vital dan gestur tubuh dari Risha yang menyatakan jika gadis di depannya ini sedan
“Semuanya sudah siap?” pekik Sammuel yang datang ke basecamp Brian dan pasukannya yang sudah terlihat siap siaga dengan pakaian seragam VantaBlack yang lengkap dengan atribut dan senjata sudah di bawa setiap masing-masing personil pasukan yang Brian pimpin. “Semua sudah siap, Tuan. Armada darat, laut, dan udara juga sudah siap menunggu perintah,” jawab Brian yang langsung mendapat anggukan pelan oleh Sammuel. “Baiklah, ayo segera kita selesaikan misi ini. Tetapi, untuk kali ini aku meminta kepada kalian, aku mohon jaga diri kalian baik-baik. Jangan gegabah, ingatlah, nyawa kalian hanya satu tak ada cadangan ataupun gantinya, oleh sebab itu, berhati-hatilah,” ucap Sammuel yang membuat sebagian dan beberapa orang yang menyimak pidato absurb yang singkat dari Sammuel tertawa lirih, Sammuel tahu jika semua yang berada di sana tersenyum hanya saja senyum mereka tak bisa terlihat karena topeng yang mereka kenakan. “Apa aku terlambat?” pekik Kiev yang datang dengan sedikit berlari ke arah
Deru suara tembakan masih saling bersahutan, diiringi dengan beberapa kali terdengar suara ledakan yang terdengar dari kejauhan. “Bagaimana kondisi di sana?” ucap Dimitri sambil memegang earpiece yang terpasang di telinganya. Dimitri masih menyimak suara yang ia dengar dari alat komunikasi yang terhubung dengan beberapa pasukan dan markas pusat dengan di selingi beberapa anggukan kepala serta ke dua matanya masih terus mengawasi dan waspada dengan kondisi di sekitarnya. Demian yang berada di samping Dimitri juga ikut menyimak suara yang sama terdengarnya di alat bantu komunikasi sambil mencocokan dengan iPad yang berada di pangkuannya, rupanya Demian sedang memantau kondisi di sekitar dengan bantuan beberapa drone yang ia terbangkan di beberapa sudut. “Masih ada beberapa musuh dengan persenjataan lengkap di beberapa titik. Melihat dari pola serangan, sepertinya tujuan mereka bukan menyerang pasukan kita, tetapi menurut dugaanku, sepertinya mereka menyasar gudang yang berada di ujung
“Apakah urusanmu sudah selesai, Son?”“Kenapa?” jawab sewot Dimitri yang sedang merakit senjata yang menumpuk dan berada di depannya.“Ibumu sedang mengkhawatirkan kalian. Cepat hubungi dia dan kabari dia, aku sudah lelah di terornya seharian ini, sampai-sampai aku memblokir nomornya hanya untuk pergi ke kamar mandi saja, sungguh menyebalkan sekali,” keluh Sammuel sambil merebahkan tubuhnya di kursi yang berada di samping Demian yang nampak serius sedang menyetel sudut teropong senjata miliknya agar terlihat presisi.Demian menoleh ke arah Dimitri yang masih asik merakit senjatanya tanpa mempedulikan ucapan Sammuel sama sekali, bahkan menoleh sedikitpun tak Dimitri lakukan.“Kenapa lagi dia? Jelek sekali mukanya jika sedang cemberut seperti itu,” sambung Sammuel yang bertanya kepada Demian, yang membuat Demian menoleh ke arah Sammuel yang terlihat mengerutkan keningnya kala memandang Dimitri.“Dia sedang terkena virus malarindu tropi kangen,” jawab spontan Demian tanpa memalingkan muk
“Bagaimana persiapan di Markas, Ben?” ucap Sammuel yang melihat ke arah jalanan yang ternyata sudah mendekati menuju area Markas miliknya. “Semuanya sudah siap, Tuan.” “Baiklah, kita gunakan jalan rahasia di tikungan pertama. Perintahkan pengawas membuka akses ke sana, untuk tamu yang sedari tadi membuntuti kita itu, terserah kalian saja, mau kalian apakan mereka aku tak peduli, hubungi Kiev jika urusannya selesai, aku akan menghubungi Moppie untuk membersihkannya,” jawab Sammuel dengan terus mengawasi pergerakan Klan Hargov yang menyerang bagian timur markas di iPad yang terhubung langsung dengan satelit milik Klan Collins Brothers. “Apa kamu ada acara setelah ini, Ben?” “Sebetulnya saya ingin bergabung dengan Tim Jack, Tuan. Agaknya badan saya sudah terlalu lama tidak berolah raga beberapa waktu ini, ikut andil di Tim Jack mungkin bisa sedikit meregangkan otot-otot saya yang kaku,” sarkas Benny yang sebenarnya ingin ikut dalam misi dari Tim Jack yang sedang menunggu kedatangan tam
Mobil semi truk berwarna biru dongker itu melaju membelah jalanan ibukota. Mobil yang di rancang khusus untuk misi penyamaran itu bahkan sudah sangat detail sekali segala desainnya untuk menyerupai mobil yang biasa digunakan oleh beberapa masyarakat umum dan kalangan luas. Memang terlihat sangat lusuh dan sangat begitu kotor serta banyak sekali titik noda atau beberapa bagian body mobil yang terlihat berkarat seperti tak terawat, namun itu hanya kamuflase saja untuk menyembunyikan kemewahan dan kecanggihan fasilitas yang terdapat di dalam mobil yang memang dirancang khusus untuk keperluan melarikan diri dan menghindar dari musuh. Mobil berbodi besar dan kekar itu bahkan sering kali digunakan Sammuel untuk misi penyamaran beberapa tahun silam, Mobil RAM pick up yang biasa disebut Dodge RAM ini adalah mobil Double Cabin dengan bagian belakang terdapat bak terbuka yang biasa digunakan untuk mengangkut berbagai barang keperluan, seperti layaknya sekarang ini, di belakang mobil sudah terd
“Lebih baik, aku bawa dia ke Markas saja, di sana peralatan dan perlengkapan medisnya lebih mumpuni ketimbang di rawat di sini. Lagian aku juga bisa memantaunya sepanjang hari jika aksesnya nanti tak terkendali jarak dan juga lebih efisien menurutku,” ucap Sammuel yang mengembalikan penlight milik Axelo yang di angguki oleh Axelo dan Dorothea hampir bersamaan. “Terserah padamu, Samm. Keputusan mutlak ada padamu, kita hanya berusaha melakukan yang terbaik dan semaksimal mungkin. Untuk kedepannya memang hanya kamulah yang bisa menjaganya,” jawab Axelo yang membuat Sammuel mengerutkan keningnya, kala mendengar ucapan Axelo yang membuat Sammuel berpikir atas jawaban dari pertanyaan abigu dari Axelo. “Baiklah, aku akan mempersiapkan persiapan untuk perpindahan Risha. Tapi apa ada yang sedang mengganggumu, Samm?” lirih Dorothea yang membuat Sammuel langsung menoleh ke arah Dorothea yang sedang berada di samping Axelo. “Entahlah, aku sedang tak bisa berpikir panjang untuk sekarang ini,” ja
Sammuel terjaga dari tidurnya, mungkin pengaruh efek samping dari obat tidur yang diberikan Dimitri yang membuatnya terlelap begitu nyenyak, entah sudah berapa lama ia terlelap. Terlebih Sammuel merasakan badannya seperti baru saja menemukan sumber tenaga baru kembali.Alarm beserta lampu merah yang terdapat di meja kerjanya sudah menyala dan mengeluarkan bunyi khas yang menandakan jika ada tanda bahaya yang sedang terjadi atau ada sesuatu yang telah menyerang Markasnya.Sammuel beranjak menuju komputer di meja kerjanya yang masih menyala sedangkan laptopnya sudah mati kehabisan daya.Sammuel mengerutkan keningnya, kala melihat jam yang menunjukkan sudah sore hari, sedangkan di ingatannya dia beranjak tidur kala siang hari. Sammuel jadi berpikir, jika tak mungkin jika dirinya istirahat hanya tiga jam saja. Sammuel pernah merasakan bugar seperti ini ketika ia istirahat total selama hampir lima hari lamanya beberapa waktu yang lampau.Sammuel membulatkan mata dan beranjak menuju ke Ruan
“Ayah, Istirahatlah!” lirih Demian menghampiri Sammuel yang sedang bergelut dengan laptop di depannya. Hampir seminggu ini Sammuel tak terlihat beristirahat sejenak, hingga membuat Demian khawatir dengan kesehatan Ayah babtisnya itu. “Sebentar lagi, Son.” Kata-kata itu juga yang selalu Sammuel ucapkan hampir seminggu ini kepada Demian, kala Demian menyuruh Sammuel beristirahat. Beberapa berkas memang sudah menumpuk di meja kerja di kantor yang berada di Markas Pusat, bahkan tiap hari pasti data beberapa tumpuk lagi berkas yang langsung di tangani Sammuel langsung, Sammuel masih belum bisa kembali ke Kantor EDSAM Corp., karena Sammuel merasa masih belum siap mengenang Edward dan menerima kenyataan Edward sudah tiada. Bayangan kenangan Edward masih menghantui Sammuel kala berada di Kantor yang biasanya di gunakan Edward. Maka dari itu, segala urusan kantor di kirim ke Kantor Sammuel yang berada di Markas Pusat, guna memberikan kenyamanan pada Sammuel kala mengerjakan berkas yang di