Wilson dan Jack mengerutkan kening hampir bersamaan kemudian saling pandang, dari kejauhan terlihat Sammuel sedang berjalan dengan sekaleng minuman soda di tangannya sedangkan di tangan satunya membawa satu ikat minuman soda yang sama.
“Kenapa kalian?” sapa Sammuel sambil menurunkan sedikit kacamata hitamnya hingga keujung hidung, memindai lebih jelas kedua pengawal setianya yang terlihat sangat mencurigakan dengan mimik wajah yang tertegun itu.“Ah, tidak, Tuan. Kami baik-baik saja,” sanggah Wilson yang langsung membukakan pintu untuk Sammuel sedangkan Jack langsung melempar puntung rokok yang ia hisap kemudian menginjaknya dengan satu kaki, Jack melirik Wilson dengan senyum tipis kemudian masuk kedalam mobil di bagian pengemudi.“Mau?” tawar Sammuel menyodorkan satu ikat minuman kaleng bersoda kearah baris bangku depan yang sudah ada Wilson dan Jack disana.“Terima Kasih, TuRisha segera menutup pintu dan bersandar di belakang pintu kamarnya, kamar yang berada di ujung lorong yang bersebelahan dengan kamar Levina dan kamar Orang Tuanya tempati di mansion Edward. Risha meletakkan tangannya di dada guna meraba dan merasakan detak jantungnya yang berdetak cepat, entah efek dari rasa gugupnya atau efek setelah ia berlari kencang dari kamar Edward menuju kamarnya. Tangannya masih gemetar dan tubuhnya pun masih bergetar hebat, Risha sudah membayangkan bayangan dirinya dan Edward sudah melakukan perbuatan yang melanggar norma agama, walaupun Edward sudah menjelaskan bahwa tak ada kejadian apa-apa antara dirinya dan Edward tapi rasa takut dan kalut masih menyelimuti pikirannya. Risha segera beranjak menuju ke dalam kamar mandi setelah mengunci pintu kamar, mungkin dengan mandi dan berendam dapat sedikit menenangkan diri dan pikirannya. Tak berapa lama Risha sudah menyelesaikan kegiatannya di kamar mandi, hanya berbekal bathrobe dan handuk ya
KruukKegiatan panas Edward dan Risha terhenti kala suara perut dari Risha berbunyi yang membuat Risha menjadi tersipu malu, sedangkan Edward hanya tersenyum lebar sambil memandang lekat Risha.“Maafkan aku, ayo kita makan,” lirih Edward sambil mengecup kening Risha.Risha duduk di sebelah Edward dan menikmati hidangan sarapan walaupun terlambat dari jam yang seharusnya. Tak ada suara dari mereka berdua, yang terdengar hanyalah dentingan sendok dan garpu yang beradu dengan piring begitu lirih. Walau diselingi saling pandang dan saling melempar senyum dari keduanya.Setelah sarapan Edward mengajak Risha keruang kerja, di sepanjang perjalanan dari ruang makan ke ruang kerja, Edward begitu posesif merangkul pinggang mungil Risha untuk bisa dekat dengannya, tetapi pandangan Edward tertuju pada alas kaki yang dipakai Risha. Edward sempat berpikir sejenak mengingat laporan yang di ber
“Om galak!” pekik Levina untuk kesekian kalinya yang mana membuat Dimitri kembali mendengus keras.“Kan sudah berkali-kali Kakak bilang, jangan panggil Om galak lagi, tapi panggil kakak ganteng. Bisa gak sih dibilangin, bikin sebal aja,” pekik Dimitri yang menatap Levina tajam, “Awas ya? Kalau panggil Om galak lagi!” ancam Dimitri sambil mencubit hidung mungil Levina.“Levina sukanya Om galak, enak Om galak. Kan emang Om galak!” salak Levina tak mau kalah dan tak mau mengalah, yang membuat Dimitri memejamkan mata dan mengambil napas dalam-dalam, seakan kesabarannya sedang diuji oleh bocah yang masih berusia 10 tahun ini. Amarah dan emosinya sudah memuncak tapi ketika melihat wajah mungil nan imut itu, entah mengapa emosi dan amarah yang sudah diubun-ubun itu lenyap seketika tak berbekas, yang tersisa hanya rasa...,“Aahh, lupakanlah,” k
Obrolan antara Edward dan Sammuel terhenti kala terdengar suara langkah kaki mendekati mereka. “Maaf, saya ijin permisi sebentar,” lirih Risha dari jarak agak jauh dari Edward dan Sammuel berada. Edward mengerutkan keningnya, memindai gadis pujaannya dari atas kebawah, dilihatnya Risha sedang memegang erat buku sambil sedikit menggerakkan kaki rupanya mendapat atensi sendiri di mata Edward, melihat Risha yang sedang gugup dan terlihat sedikit panik membuat Edward tersenyum kemudian mengangguk pelan, tanda memberi ijin Risha untuk melakukan apa yang hendak Risha lakukan. Risha segera bergegas meninggalkan ruangan dan berjalan sedikit berlari kearah kamarnya yang terletak agak jauh di ujung lorong, rupanya Risha sedari tadi hendak meminta ijin untuk ke toilet tapi selalu di urungkan karena tak mau mengganggu Edward dan Sammuel yang sedang serius. Tapi lama kelamaan Risha akhirnya tak tahan juga. Sammuel langsung menoleh kearah Edward setelah Risha keluar dari ruang
Wilson sedikit berlari memasuki markas utama setelah mengendarai kendaraan dengan kecepatan penuh membelah jalanan ibu kota, Wilson mendapat satu buah pesan teks dari Jack yang hanya tertulis dua kata dengan huruf kapital yakni ‘SIAGA SATU’.Minuman soda kaleng yang diberikan Sammuel tadi pagi bahkan masih belum ia sentuh, karena sehabis mengantarkan Sammuel ke mansion Edward, Wilson di sibukkan urusan pekerjaan di kantor yang menumpuk. Untung saja ada Emily yang membantunya, jadi urusan kantor dan urusannya dengan Emily bisa diselesaikan sekaligus, tak perlu tahukan apa yang diurus Wilson jika menyangkut Emily? Hanya mereka berdua yang tahu. Walaupun Sammuel juga maha tahu, segalanya jika menyangkut pekerjaan dan pengawal pribadinya.Pikiran Wilson begitu kalut dan takut, bahkan sebagian pengawal yang berada di kantor ia boyong serta untuk ke markas pusat, takut jikalau terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.&
“Kau tak mau bertemu dengan Ayahmu, Son?” lirih Dorothea disamping Demian yang sedang bergelut dengan beberapa gelas kaca tabung reaksi di tangannya, g****e glass sudah terbingkai hampir menutupi wajahnya serta jangan lupakan jas lab putih yang selalu melekat di tubuhnya. “Edward sangat merindukanmu, Sayang.” Demian hanya menggeleng pelan sambil terus fokus dengan beberapa tabung reaksi yang berisi cairan warna-warni di depannya, serta jangan lupakan papan kayu berisi tumpukan kertas yang berisi data-data hasil penelitiannya senantiasa selalu menemaninya kapan saja dan dimana saja. Jika di lihat sekilas, wajah Demian begitu mirip sekali dengan Axelo bahkan nyaris tanpa cela, oleh karena itu tak akan ada yang menyangka jika Demian hanya anak angkat dari pasangan Dorothea dan Axelo, karena kemiripan mereka berdua bahkan tak ada celahnya sama sekali. Jika wajah Dimitri lebih mirip Dorothea, lain halnya dengan
“Wah, lihat, siapa yang datang?” pekik Dimitri dari arah ruang keluarga yang tiba-tiba menoleh keatrah suara langkah kaki yang rupanya berasal dari langkah Dorothea dan Axelo. “Mari sambut pasangan kadaluarsa abad ini, Mama Dorothea dan Pria menyebalkan seantero jagat raya, Papa Axelo Alexseev, dan sayangnya gua anaknya,” sambung Dimitri sambil berdiri dan merentangkan kedua tangannya untuk menyambut dan hendak memeluk Dorothea sambil melayangkan ciuman di kedua pipi Dorothea. “iih, Mama pakai parfum apa? Kok rasa-rasanya kek pernah tau, apa ya?” ucap Dimitri yang tengah membaui tubuh Dorothea.Setelah beberapa waktu berpikir tiba-tiba mata Dimitri membulat dia melihat Dorothea yang sedang tersenyum tipis seakan dia telah menemukan jawaban atas pertanyaannya sendiri, “hei, bocah nakal, sini kau!” pekik Dimitri yang langsung berlari kearah pintu masuk dan berlarian kesana kemari seperti mencari keberad
“Apa aku mengganggu?” lirih Edward yang menghampiri Risha yang sedang membaca dibalkon Ruang Baca yang terletak di sebelah Ruang Kerja Edward.Sebenarnya Risha tadi sudah berada di Ruang Kerja Edward, hanya saja ia tak enak hati harus satu ruangan dengan orang yang sedang bekerja dan membahas masalah pekerjaan dengan serius. Risha takut menjadi pengganggu, jadi ia pamit undur diri sambil membawa beberapa buku dan membacanya di balkon Ruang Baca sambil menikmati pemandangan hutan dan taman buatan yang mengelilingi mansion Edward, entah berapa luas properti milik tunangannya itu, tapi setahu Risha dia hanya bisa memandang hamparan hutan yang di tumbuhi pepohonan hijau di sejauh mata memandang.Edward segara berjongkok dan memasangkan sepasang kaos kaki tebal di kedua kaki Risha yang masih memakai slipper bulu bermotif beruang berwarna coklat. “Sudah aku bilang, pakailah kaos kaki ganda, akhir musim gugur biasanya
“Apa Nona mencari Tuan Samm?” sapa Emily yang datang ke ruang rawat inap Risha dengan membawa seikat bunga mawar putih yang semerbak wanginya langsung memenuhi ruangan itu. Wajah Risha seketika menjadi sedikit bersemu merah dengan sedikit menunduk seolah sedang menghindari tatapan mata dengan gadis cantik yang menjadi sekertaris pribadi Sammuel itu. Bukan karena takut, tapi Risha tahu betul jika berurusan dengan Emily seakan dirinya tengah dikuliti hidup-hidup. Karena Emily bisa tahu betul apa yang sedang Risha pikirkan dan Risha ucapkan dalam hati. Bahkan hanya lewat tatapan mata saja Emily bisa tahu apa yang sedang ada di dalam benak Risha. “Aku hanya sedang melihat keindahan pantai saja, jangan berpikiran yang tidak-tidak dan jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan,” jawab dusta sekaligus sedikit tergugup dari Risha sambil terus menghindari tatapan mata dari Emily. Dapat Emily tangkap semua tanda vital dan gestur tubuh dari Risha yang menyatakan jika gadis di depannya ini sedan
“Semuanya sudah siap?” pekik Sammuel yang datang ke basecamp Brian dan pasukannya yang sudah terlihat siap siaga dengan pakaian seragam VantaBlack yang lengkap dengan atribut dan senjata sudah di bawa setiap masing-masing personil pasukan yang Brian pimpin. “Semua sudah siap, Tuan. Armada darat, laut, dan udara juga sudah siap menunggu perintah,” jawab Brian yang langsung mendapat anggukan pelan oleh Sammuel. “Baiklah, ayo segera kita selesaikan misi ini. Tetapi, untuk kali ini aku meminta kepada kalian, aku mohon jaga diri kalian baik-baik. Jangan gegabah, ingatlah, nyawa kalian hanya satu tak ada cadangan ataupun gantinya, oleh sebab itu, berhati-hatilah,” ucap Sammuel yang membuat sebagian dan beberapa orang yang menyimak pidato absurb yang singkat dari Sammuel tertawa lirih, Sammuel tahu jika semua yang berada di sana tersenyum hanya saja senyum mereka tak bisa terlihat karena topeng yang mereka kenakan. “Apa aku terlambat?” pekik Kiev yang datang dengan sedikit berlari ke arah
Deru suara tembakan masih saling bersahutan, diiringi dengan beberapa kali terdengar suara ledakan yang terdengar dari kejauhan. “Bagaimana kondisi di sana?” ucap Dimitri sambil memegang earpiece yang terpasang di telinganya. Dimitri masih menyimak suara yang ia dengar dari alat komunikasi yang terhubung dengan beberapa pasukan dan markas pusat dengan di selingi beberapa anggukan kepala serta ke dua matanya masih terus mengawasi dan waspada dengan kondisi di sekitarnya. Demian yang berada di samping Dimitri juga ikut menyimak suara yang sama terdengarnya di alat bantu komunikasi sambil mencocokan dengan iPad yang berada di pangkuannya, rupanya Demian sedang memantau kondisi di sekitar dengan bantuan beberapa drone yang ia terbangkan di beberapa sudut. “Masih ada beberapa musuh dengan persenjataan lengkap di beberapa titik. Melihat dari pola serangan, sepertinya tujuan mereka bukan menyerang pasukan kita, tetapi menurut dugaanku, sepertinya mereka menyasar gudang yang berada di ujung
“Apakah urusanmu sudah selesai, Son?”“Kenapa?” jawab sewot Dimitri yang sedang merakit senjata yang menumpuk dan berada di depannya.“Ibumu sedang mengkhawatirkan kalian. Cepat hubungi dia dan kabari dia, aku sudah lelah di terornya seharian ini, sampai-sampai aku memblokir nomornya hanya untuk pergi ke kamar mandi saja, sungguh menyebalkan sekali,” keluh Sammuel sambil merebahkan tubuhnya di kursi yang berada di samping Demian yang nampak serius sedang menyetel sudut teropong senjata miliknya agar terlihat presisi.Demian menoleh ke arah Dimitri yang masih asik merakit senjatanya tanpa mempedulikan ucapan Sammuel sama sekali, bahkan menoleh sedikitpun tak Dimitri lakukan.“Kenapa lagi dia? Jelek sekali mukanya jika sedang cemberut seperti itu,” sambung Sammuel yang bertanya kepada Demian, yang membuat Demian menoleh ke arah Sammuel yang terlihat mengerutkan keningnya kala memandang Dimitri.“Dia sedang terkena virus malarindu tropi kangen,” jawab spontan Demian tanpa memalingkan muk
“Bagaimana persiapan di Markas, Ben?” ucap Sammuel yang melihat ke arah jalanan yang ternyata sudah mendekati menuju area Markas miliknya. “Semuanya sudah siap, Tuan.” “Baiklah, kita gunakan jalan rahasia di tikungan pertama. Perintahkan pengawas membuka akses ke sana, untuk tamu yang sedari tadi membuntuti kita itu, terserah kalian saja, mau kalian apakan mereka aku tak peduli, hubungi Kiev jika urusannya selesai, aku akan menghubungi Moppie untuk membersihkannya,” jawab Sammuel dengan terus mengawasi pergerakan Klan Hargov yang menyerang bagian timur markas di iPad yang terhubung langsung dengan satelit milik Klan Collins Brothers. “Apa kamu ada acara setelah ini, Ben?” “Sebetulnya saya ingin bergabung dengan Tim Jack, Tuan. Agaknya badan saya sudah terlalu lama tidak berolah raga beberapa waktu ini, ikut andil di Tim Jack mungkin bisa sedikit meregangkan otot-otot saya yang kaku,” sarkas Benny yang sebenarnya ingin ikut dalam misi dari Tim Jack yang sedang menunggu kedatangan tam
Mobil semi truk berwarna biru dongker itu melaju membelah jalanan ibukota. Mobil yang di rancang khusus untuk misi penyamaran itu bahkan sudah sangat detail sekali segala desainnya untuk menyerupai mobil yang biasa digunakan oleh beberapa masyarakat umum dan kalangan luas. Memang terlihat sangat lusuh dan sangat begitu kotor serta banyak sekali titik noda atau beberapa bagian body mobil yang terlihat berkarat seperti tak terawat, namun itu hanya kamuflase saja untuk menyembunyikan kemewahan dan kecanggihan fasilitas yang terdapat di dalam mobil yang memang dirancang khusus untuk keperluan melarikan diri dan menghindar dari musuh. Mobil berbodi besar dan kekar itu bahkan sering kali digunakan Sammuel untuk misi penyamaran beberapa tahun silam, Mobil RAM pick up yang biasa disebut Dodge RAM ini adalah mobil Double Cabin dengan bagian belakang terdapat bak terbuka yang biasa digunakan untuk mengangkut berbagai barang keperluan, seperti layaknya sekarang ini, di belakang mobil sudah terd
“Lebih baik, aku bawa dia ke Markas saja, di sana peralatan dan perlengkapan medisnya lebih mumpuni ketimbang di rawat di sini. Lagian aku juga bisa memantaunya sepanjang hari jika aksesnya nanti tak terkendali jarak dan juga lebih efisien menurutku,” ucap Sammuel yang mengembalikan penlight milik Axelo yang di angguki oleh Axelo dan Dorothea hampir bersamaan. “Terserah padamu, Samm. Keputusan mutlak ada padamu, kita hanya berusaha melakukan yang terbaik dan semaksimal mungkin. Untuk kedepannya memang hanya kamulah yang bisa menjaganya,” jawab Axelo yang membuat Sammuel mengerutkan keningnya, kala mendengar ucapan Axelo yang membuat Sammuel berpikir atas jawaban dari pertanyaan abigu dari Axelo. “Baiklah, aku akan mempersiapkan persiapan untuk perpindahan Risha. Tapi apa ada yang sedang mengganggumu, Samm?” lirih Dorothea yang membuat Sammuel langsung menoleh ke arah Dorothea yang sedang berada di samping Axelo. “Entahlah, aku sedang tak bisa berpikir panjang untuk sekarang ini,” ja
Sammuel terjaga dari tidurnya, mungkin pengaruh efek samping dari obat tidur yang diberikan Dimitri yang membuatnya terlelap begitu nyenyak, entah sudah berapa lama ia terlelap. Terlebih Sammuel merasakan badannya seperti baru saja menemukan sumber tenaga baru kembali.Alarm beserta lampu merah yang terdapat di meja kerjanya sudah menyala dan mengeluarkan bunyi khas yang menandakan jika ada tanda bahaya yang sedang terjadi atau ada sesuatu yang telah menyerang Markasnya.Sammuel beranjak menuju komputer di meja kerjanya yang masih menyala sedangkan laptopnya sudah mati kehabisan daya.Sammuel mengerutkan keningnya, kala melihat jam yang menunjukkan sudah sore hari, sedangkan di ingatannya dia beranjak tidur kala siang hari. Sammuel jadi berpikir, jika tak mungkin jika dirinya istirahat hanya tiga jam saja. Sammuel pernah merasakan bugar seperti ini ketika ia istirahat total selama hampir lima hari lamanya beberapa waktu yang lampau.Sammuel membulatkan mata dan beranjak menuju ke Ruan
“Ayah, Istirahatlah!” lirih Demian menghampiri Sammuel yang sedang bergelut dengan laptop di depannya. Hampir seminggu ini Sammuel tak terlihat beristirahat sejenak, hingga membuat Demian khawatir dengan kesehatan Ayah babtisnya itu. “Sebentar lagi, Son.” Kata-kata itu juga yang selalu Sammuel ucapkan hampir seminggu ini kepada Demian, kala Demian menyuruh Sammuel beristirahat. Beberapa berkas memang sudah menumpuk di meja kerja di kantor yang berada di Markas Pusat, bahkan tiap hari pasti data beberapa tumpuk lagi berkas yang langsung di tangani Sammuel langsung, Sammuel masih belum bisa kembali ke Kantor EDSAM Corp., karena Sammuel merasa masih belum siap mengenang Edward dan menerima kenyataan Edward sudah tiada. Bayangan kenangan Edward masih menghantui Sammuel kala berada di Kantor yang biasanya di gunakan Edward. Maka dari itu, segala urusan kantor di kirim ke Kantor Sammuel yang berada di Markas Pusat, guna memberikan kenyamanan pada Sammuel kala mengerjakan berkas yang di