“Apa aku mengganggu?” lirih Edward yang menghampiri Risha yang sedang membaca dibalkon Ruang Baca yang terletak di sebelah Ruang Kerja Edward.
Sebenarnya Risha tadi sudah berada di Ruang Kerja Edward, hanya saja ia tak enak hati harus satu ruangan dengan orang yang sedang bekerja dan membahas masalah pekerjaan dengan serius. Risha takut menjadi pengganggu, jadi ia pamit undur diri sambil membawa beberapa buku dan membacanya di balkon Ruang Baca sambil menikmati pemandangan hutan dan taman buatan yang mengelilingi mansion Edward, entah berapa luas properti milik tunangannya itu, tapi setahu Risha dia hanya bisa memandang hamparan hutan yang di tumbuhi pepohonan hijau di sejauh mata memandang.Edward segara berjongkok dan memasangkan sepasang kaos kaki tebal di kedua kaki Risha yang masih memakai slipper bulu bermotif beruang berwarna coklat. “Sudah aku bilang, pakailah kaos kaki ganda, akhir musim gugur biasanya“Levina cantik juga ya, Kak!” lirih Demian yang sedang bermain game di samping Dimitri.Dimitri langsung menoleh dan memandang Demian tajam, ada perasaan takut dan juga was-was yang seketika menyeruak dalam hati Dimitri, ada perasaan tak rela jika ada orang lain membicarakan tentang gadis kecilnya. Bahkan jika dia adiknya sendiri, Demian.Demian tersenyum tipis sambil menepuk pundak Dimitri, “Astaga, sebegitu posesifnya dirimu. Aku hanya mengagumi kecantikannya, bukan untuk merebutnya. Kakak tenang saja, aku tak seserakah itu, kecuali kalau Kakak mengijinkan. Ya, aku terima dengan senang hati,” cecar Demian sambil tersenyum lebar memandang Dimitri. Rasanya tak pernah bosan dirinya menggoda Dimitri, seperti ada yang kurang jika sehari saja tak mendengar pekikan dan omelan Dimitri.“Enak aja! Ya, jangan lah! Itu saja sudah bikin Ayah dan Mama uring-uringan. Emang mau tanggung jawab? Malama
Wilson terkejut kala mendapati Sammuel sudah berada di kantor pagi ini, dengan setelan jas yang sudah rapi serta penampilan yang begitu segar dan menawan.Biasanya dialah orang yang pertama menginjakkan kaki di kantor Sammuel yang juga merupakan kantor Edward.“Kenapa dengan wajahmu? Seperti habis melihat hantu saja,” pekik Sammuel yang tau Wilson sedikit tertegun setelah membuka pintu kantornya.“Ah, ti-tidak tuan,” lirih Wilson yang langsung memberikan beberapa map dan iPad kearah Sammuel.“Cih, wajahmu tak bisa bohong, Will. Sebegitu herannya dirimu melihatku datang pagi? Aku saja tak heran jika sekarang kau sering datang dengan Emily, apa kalian tinggal serumah?” tanya Sammuel sambil melirik Wilson yang masih mematung di sampingnya, “ah, bukan urusanku juga.”“Saya hanya mengikuti saran anda,
“Selamat Siang, Kak,” sapa Emily ketika masuk kedalam ruangan Sammuel, mengantarkan makan siang Sammuel.“Siang, Em,” jawab singkat Sammuel sambil melirik Emily yang sedang menata makan siang di meja. “Terima kasih.”“Aku tak tahu, kakak mau makan apa siang ini, aku memesankan beberapa steak dan salad dari restoran sebelah, ini adalah menu baru mereka. Serta aku membuatkan smoothie strawbery untuk kakak, Selamat menikmati,” ulas Emily yang menata makan siang Sammuel kemudian hendak beranjak dari ruang kerja Sammuel.“Apa kalian tinggal bersama?” celetuk Sammuel yang membuat Emily menghentikan langkahnya, kemudian berbalik arah memandang Sammuel yang saat ini menghentikan aktifitasnya.“Tidak,” jawab cepat Emily sambil menyunggingkan senyum lebar, Emily tau apa dan siapa yang dimaksud oleh Pertanyaan Sammue
Langkah Edward terhenti kala mengetahui Risha sedang berada di depan ruang kerjanya di mansion, dari pantauan Edward Risha nampak begitu cemas menggigit kuku jari jempol tangannya, Edwar juga melihat Risha begitu ragu-ragu hendak membuka handle pintu ruang kerjanya.Sebetulnya Edward tadi sudah berada di ruang kerjanya, hanya saja kemudian dia kembali kekamarnya karena handphonenya tertinggal diatas nakas di sebelah tempat tidurnya dan ketika akan kembali lagi ke ruang kerjanya lagi, Edward mendapati kekasihnya yang sekaligus tunangan sedang berdiri di depan pintu.“Apa yang sedang kau tunggu?” lirih Edward merangkul tubuh Risha dari belakang dan mendaratkan dagunya di pundak Risha, sedangkan Risha sudah terkejut bahkan hendak berteriak tapi ia urungkan kala mengetahui yang sedang merangkulnya adalah Edward. “Kenapa ragu? Apa yang kau takutkan, Sweetheart,” lirih Edward sambil melayangkan beberapa kecupan
Wilson mengamati Emily sambil mengerutkan keningnya, “apa kau habis menagis, sayang?”Emily hanya tersenyum sambil menggelengkan kepala.“Jangan berbohong, matamu bengkak seperti habis menangis, siapa yang telah menyakitimu?” lirih Wilson sambil membelai rambut pendek milik Emily.“Katakan padaku, jika dia mengancammu akan aku pastikan besok dia tak dapat lagi melihat sinar matahari pagi.”“Aku yang melakukannya, Will. Aku yang membuatnya menangis,” pekik Sammuel yang sudah berada di belakang Wilson. Entah sejak kapan Samuel sudah berdiri di belakang Wilson yang membuat Wilson dan Emily terkejut dan menoleh kearah Sammuel hampir bersamaan, “Jangan mencuri kata-kataku, Will, cari kosa kata sendiri, dasar tak kreatif.”Sammuel segera beranjak dan kembali kedalam kantornya, sebetulnya d
Edward masih memeluk pinggang ramping itu dengan begitu posesif, beberapa kecupan pun masih terus mendarat di bahu dan di pipi cubby gadis ia klaim sebagai tunangannya itu. “Apa kau juga akan ikut Ibu dan Bapak, Sayang?” tanya lirih Edaward yang mengamati gadis pujaan hatinya yang sedang menikmati teh camomile hangat dengan rangkulan yang tak pernah Edward lepaskan, begitu posesif dan begitu menuntut.Risha menoleh dan memandang wajah berahang tegas serta manik mata biru yang terpahat sempurna di wajah pria yang berstatus menjadi tunangannya, “sejujurnya Aku sangat merindukan Negaraku, tetapi entah mengapa aku tak tega melihat wajah tampan ini menampakkan raut muka kesedihan seperti sekarang ini. Apa jika aku meminta ikut, apakah pria ini akan mengijinkanku?” lirih Risha sambil merebahkan kepalanya di dada bidang Edward.“Tidak,” jawab Edward mantap dan pasti.“
“Cih, ternyata kacamatamu tak bisa menghalangi tajamnya mata elangmu, ya, Dek,” ucap Dimitri sambil menata dan merakit senjata yang beberapa komponennya sudah berserakan di atas meja di ruang khusus yang biasa digunakan oleh Dimitri dan Sammuel berlatih, atau bisa di sebut ruangan ini adalah ruangan khusus yang digunakan oleh Dimitri untuk bereksperimen dengan barang dan alat-alat penemuannya. “Aku bahkan tak menyadari keberadaan buoy itu, tapi kamu bisa. Keren!” “Sejujurnya bukan buoy tujuan utama yang Aku dan Ayah Samm bahas, tetapi keberadaan kapal feri yang berada tak jauh di ujung dermaga,” lirih Demian sambil memberikan iPad kearah Dimitri. “Bukankah sudah lama kita tak menggunakan kapal feri jenis itu? Bahkan aku masih ingat terakhir kita menggunakan kapal itu sekitar empat tahun yang lalu, maka dari itu Ayah Samm menghentikan penyerangan karena Ayah Samm tau ada mata-mata di dalam ruang kendali,” cecar lanjut D
“Aku kira kau hanya ahli dengan tabung reaksi dan cairan kimia saja, Dek! Ternyata dugaanku salah, apa aku melewatkan sesuatu?” pekik Dimitri yang tersenyum lebar kala Demian sedang merakit senjata dengan begitu terampil tanpa salah sedikit pun. Bahkan menurut sudut pandang Dimitri, senjata hasil rakitan Demian begitu presisi dan sangat terlatih.Demian menoleh kearah Dimitri yang sibuk memasang rompi anti peluru di badannya, “Aku adalah fans beratmu, Kak. Setiap senjata yang kau ciptakan aku punya salinannya di rumah.”Dimitri tertawa lirih, “apa aku perlu membubuhkan tanda tanganku juga di senjata koleksimu?” goda Dimitri sambil memeluk pundak Demian dan mencium pipi Demian.“iuw, astaga, kenapa kau lakukan itu padaku? Aku bukan bocah lima tahun lagi,” pekik Demian yang seketika menjauh dari Dimitri sambil mengelap pipinya yang sudah di kecup singkat ole
“Apa Nona mencari Tuan Samm?” sapa Emily yang datang ke ruang rawat inap Risha dengan membawa seikat bunga mawar putih yang semerbak wanginya langsung memenuhi ruangan itu. Wajah Risha seketika menjadi sedikit bersemu merah dengan sedikit menunduk seolah sedang menghindari tatapan mata dengan gadis cantik yang menjadi sekertaris pribadi Sammuel itu. Bukan karena takut, tapi Risha tahu betul jika berurusan dengan Emily seakan dirinya tengah dikuliti hidup-hidup. Karena Emily bisa tahu betul apa yang sedang Risha pikirkan dan Risha ucapkan dalam hati. Bahkan hanya lewat tatapan mata saja Emily bisa tahu apa yang sedang ada di dalam benak Risha. “Aku hanya sedang melihat keindahan pantai saja, jangan berpikiran yang tidak-tidak dan jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan,” jawab dusta sekaligus sedikit tergugup dari Risha sambil terus menghindari tatapan mata dari Emily. Dapat Emily tangkap semua tanda vital dan gestur tubuh dari Risha yang menyatakan jika gadis di depannya ini sedan
“Semuanya sudah siap?” pekik Sammuel yang datang ke basecamp Brian dan pasukannya yang sudah terlihat siap siaga dengan pakaian seragam VantaBlack yang lengkap dengan atribut dan senjata sudah di bawa setiap masing-masing personil pasukan yang Brian pimpin. “Semua sudah siap, Tuan. Armada darat, laut, dan udara juga sudah siap menunggu perintah,” jawab Brian yang langsung mendapat anggukan pelan oleh Sammuel. “Baiklah, ayo segera kita selesaikan misi ini. Tetapi, untuk kali ini aku meminta kepada kalian, aku mohon jaga diri kalian baik-baik. Jangan gegabah, ingatlah, nyawa kalian hanya satu tak ada cadangan ataupun gantinya, oleh sebab itu, berhati-hatilah,” ucap Sammuel yang membuat sebagian dan beberapa orang yang menyimak pidato absurb yang singkat dari Sammuel tertawa lirih, Sammuel tahu jika semua yang berada di sana tersenyum hanya saja senyum mereka tak bisa terlihat karena topeng yang mereka kenakan. “Apa aku terlambat?” pekik Kiev yang datang dengan sedikit berlari ke arah
Deru suara tembakan masih saling bersahutan, diiringi dengan beberapa kali terdengar suara ledakan yang terdengar dari kejauhan. “Bagaimana kondisi di sana?” ucap Dimitri sambil memegang earpiece yang terpasang di telinganya. Dimitri masih menyimak suara yang ia dengar dari alat komunikasi yang terhubung dengan beberapa pasukan dan markas pusat dengan di selingi beberapa anggukan kepala serta ke dua matanya masih terus mengawasi dan waspada dengan kondisi di sekitarnya. Demian yang berada di samping Dimitri juga ikut menyimak suara yang sama terdengarnya di alat bantu komunikasi sambil mencocokan dengan iPad yang berada di pangkuannya, rupanya Demian sedang memantau kondisi di sekitar dengan bantuan beberapa drone yang ia terbangkan di beberapa sudut. “Masih ada beberapa musuh dengan persenjataan lengkap di beberapa titik. Melihat dari pola serangan, sepertinya tujuan mereka bukan menyerang pasukan kita, tetapi menurut dugaanku, sepertinya mereka menyasar gudang yang berada di ujung
“Apakah urusanmu sudah selesai, Son?”“Kenapa?” jawab sewot Dimitri yang sedang merakit senjata yang menumpuk dan berada di depannya.“Ibumu sedang mengkhawatirkan kalian. Cepat hubungi dia dan kabari dia, aku sudah lelah di terornya seharian ini, sampai-sampai aku memblokir nomornya hanya untuk pergi ke kamar mandi saja, sungguh menyebalkan sekali,” keluh Sammuel sambil merebahkan tubuhnya di kursi yang berada di samping Demian yang nampak serius sedang menyetel sudut teropong senjata miliknya agar terlihat presisi.Demian menoleh ke arah Dimitri yang masih asik merakit senjatanya tanpa mempedulikan ucapan Sammuel sama sekali, bahkan menoleh sedikitpun tak Dimitri lakukan.“Kenapa lagi dia? Jelek sekali mukanya jika sedang cemberut seperti itu,” sambung Sammuel yang bertanya kepada Demian, yang membuat Demian menoleh ke arah Sammuel yang terlihat mengerutkan keningnya kala memandang Dimitri.“Dia sedang terkena virus malarindu tropi kangen,” jawab spontan Demian tanpa memalingkan muk
“Bagaimana persiapan di Markas, Ben?” ucap Sammuel yang melihat ke arah jalanan yang ternyata sudah mendekati menuju area Markas miliknya. “Semuanya sudah siap, Tuan.” “Baiklah, kita gunakan jalan rahasia di tikungan pertama. Perintahkan pengawas membuka akses ke sana, untuk tamu yang sedari tadi membuntuti kita itu, terserah kalian saja, mau kalian apakan mereka aku tak peduli, hubungi Kiev jika urusannya selesai, aku akan menghubungi Moppie untuk membersihkannya,” jawab Sammuel dengan terus mengawasi pergerakan Klan Hargov yang menyerang bagian timur markas di iPad yang terhubung langsung dengan satelit milik Klan Collins Brothers. “Apa kamu ada acara setelah ini, Ben?” “Sebetulnya saya ingin bergabung dengan Tim Jack, Tuan. Agaknya badan saya sudah terlalu lama tidak berolah raga beberapa waktu ini, ikut andil di Tim Jack mungkin bisa sedikit meregangkan otot-otot saya yang kaku,” sarkas Benny yang sebenarnya ingin ikut dalam misi dari Tim Jack yang sedang menunggu kedatangan tam
Mobil semi truk berwarna biru dongker itu melaju membelah jalanan ibukota. Mobil yang di rancang khusus untuk misi penyamaran itu bahkan sudah sangat detail sekali segala desainnya untuk menyerupai mobil yang biasa digunakan oleh beberapa masyarakat umum dan kalangan luas. Memang terlihat sangat lusuh dan sangat begitu kotor serta banyak sekali titik noda atau beberapa bagian body mobil yang terlihat berkarat seperti tak terawat, namun itu hanya kamuflase saja untuk menyembunyikan kemewahan dan kecanggihan fasilitas yang terdapat di dalam mobil yang memang dirancang khusus untuk keperluan melarikan diri dan menghindar dari musuh. Mobil berbodi besar dan kekar itu bahkan sering kali digunakan Sammuel untuk misi penyamaran beberapa tahun silam, Mobil RAM pick up yang biasa disebut Dodge RAM ini adalah mobil Double Cabin dengan bagian belakang terdapat bak terbuka yang biasa digunakan untuk mengangkut berbagai barang keperluan, seperti layaknya sekarang ini, di belakang mobil sudah terd
“Lebih baik, aku bawa dia ke Markas saja, di sana peralatan dan perlengkapan medisnya lebih mumpuni ketimbang di rawat di sini. Lagian aku juga bisa memantaunya sepanjang hari jika aksesnya nanti tak terkendali jarak dan juga lebih efisien menurutku,” ucap Sammuel yang mengembalikan penlight milik Axelo yang di angguki oleh Axelo dan Dorothea hampir bersamaan. “Terserah padamu, Samm. Keputusan mutlak ada padamu, kita hanya berusaha melakukan yang terbaik dan semaksimal mungkin. Untuk kedepannya memang hanya kamulah yang bisa menjaganya,” jawab Axelo yang membuat Sammuel mengerutkan keningnya, kala mendengar ucapan Axelo yang membuat Sammuel berpikir atas jawaban dari pertanyaan abigu dari Axelo. “Baiklah, aku akan mempersiapkan persiapan untuk perpindahan Risha. Tapi apa ada yang sedang mengganggumu, Samm?” lirih Dorothea yang membuat Sammuel langsung menoleh ke arah Dorothea yang sedang berada di samping Axelo. “Entahlah, aku sedang tak bisa berpikir panjang untuk sekarang ini,” ja
Sammuel terjaga dari tidurnya, mungkin pengaruh efek samping dari obat tidur yang diberikan Dimitri yang membuatnya terlelap begitu nyenyak, entah sudah berapa lama ia terlelap. Terlebih Sammuel merasakan badannya seperti baru saja menemukan sumber tenaga baru kembali.Alarm beserta lampu merah yang terdapat di meja kerjanya sudah menyala dan mengeluarkan bunyi khas yang menandakan jika ada tanda bahaya yang sedang terjadi atau ada sesuatu yang telah menyerang Markasnya.Sammuel beranjak menuju komputer di meja kerjanya yang masih menyala sedangkan laptopnya sudah mati kehabisan daya.Sammuel mengerutkan keningnya, kala melihat jam yang menunjukkan sudah sore hari, sedangkan di ingatannya dia beranjak tidur kala siang hari. Sammuel jadi berpikir, jika tak mungkin jika dirinya istirahat hanya tiga jam saja. Sammuel pernah merasakan bugar seperti ini ketika ia istirahat total selama hampir lima hari lamanya beberapa waktu yang lampau.Sammuel membulatkan mata dan beranjak menuju ke Ruan
“Ayah, Istirahatlah!” lirih Demian menghampiri Sammuel yang sedang bergelut dengan laptop di depannya. Hampir seminggu ini Sammuel tak terlihat beristirahat sejenak, hingga membuat Demian khawatir dengan kesehatan Ayah babtisnya itu. “Sebentar lagi, Son.” Kata-kata itu juga yang selalu Sammuel ucapkan hampir seminggu ini kepada Demian, kala Demian menyuruh Sammuel beristirahat. Beberapa berkas memang sudah menumpuk di meja kerja di kantor yang berada di Markas Pusat, bahkan tiap hari pasti data beberapa tumpuk lagi berkas yang langsung di tangani Sammuel langsung, Sammuel masih belum bisa kembali ke Kantor EDSAM Corp., karena Sammuel merasa masih belum siap mengenang Edward dan menerima kenyataan Edward sudah tiada. Bayangan kenangan Edward masih menghantui Sammuel kala berada di Kantor yang biasanya di gunakan Edward. Maka dari itu, segala urusan kantor di kirim ke Kantor Sammuel yang berada di Markas Pusat, guna memberikan kenyamanan pada Sammuel kala mengerjakan berkas yang di