Benny yang sedari tadi mengendarai kendaraan mewah milik Tuannya itu terus saja melirik kearah spion tengah, Benny tertegun ketika melihat kedatangan Sammuel yang begitu berseri-seri dengan senyuman lebar yang begitu lepas.Selama bekerja dengan Sammuel, ini pertama kalinya Benny melihat Tuannya itu tersenyum, bahkan hingga masuk kedalam mobil pun senyuman itu masih terbit dan merekah, rasa penasaran yang Benny rasakan masih menjadi pertanyaan sampai detik ini.“Fokuslah mengemudi, jangan sampai rasa penasaranmu menjadi bencana buatku terutama buatmu,” pekik Sammuel yang membuat Benny terkejut dan tegang dibuatnya. Pikiran Benny masih menebak dan menerka-nerka kejadian apa yang telah terjadi di Rumah Sakit yang membuat Sammuel begitu berbeda, jangan-jangan Tuannya itu kesurupan salah satu penunggu Rumah Sakit? Bisa jadi kan? Tengah malam datang kerumah sakit bisa jadi salah satu penunggu Rumah Sakit menjadi marah dan terusik.“Jangan berpikiran macam-macam, Ben
Setelah memimpin rapat pagi ini, Sammuel berniat langsung menuju ke Bandara. Dia hendak menyambut kedatangan Orang Tua Risha yang datang dari Indonesia. “Urusan di pelabuhan kuserahkan padamu, jika nanti terjadi sesuatu cepat hubungi aku. Beri tahu Kiev untuk mencoba sekali lagi mengurus perijinan Junio, jika masih ada kendala biar aku saja yang atasi sendiri,” ucap Sammuel sambil memberikan beberapa tumpukan map kearah Jack, hari ini giliran Jack yang menemani Sammuel di kantor, dikarenakan Wilson sedang di sibukkan dengan kesibukan menjelang kedatangan Orang Tua Risha di bandara. “Baik, Tuan,” sahut Jack sambil membereskan beberapa map dan laptopnya atas meja yang terletak tak jauh dari meja kerja Sammuel. “Bagaimana kondisi di Rumah Sakit?” pekik Sammuel sambil memandang Jack yang sedang sibuk menata map kedalam tas yang ia bawa. “Tuan Besar sudah memasang beberapa sniper bayangan di delapan titik, yang akan berganti setiap 12 jam s
Sesampainya di bandara, dari dalam mobil sedan hitam milik Edward, ada Wilson yang tengah memicingkan mata dibalik kacamata hitamnya. Wilson sedikit waspada dengan kendaraan berwarna biru dari kejauhan yang sepertinya hendak mendekati kendaraannya yang terparkir di apron Bandara yang di khususkan untuk pesawat jet pribadi. Mobil Sport berwarna biru hitam yang baru pertama kali Wilson kenali itu membuat dia semakin awas dan siaga, Wilson bahkan menghubungi beberapa pasukan dan sniper bayangan untuk memantau dan mengawasi kendaraan yang melaju menuju kearahnya. Di dalam mobil Rolls Royce Panthom berwarna hitam itu Wilson bahkan memasangkan peredam ke pistol yang ia bawa. Wilson keluar dari mobil yang diikuti oleh beberapa pengawal yang keluar dari barisan mobil sedan hitam yang terparkir di belakang mobil Edward. Mobil yang di kendarai Dimitri mendekat kearah Wilson dan berhenti
Sammuel tiba di kamar Rawat Inap Risha disana sudah banyak orang, kedatangan Sammuel dan Dimitri menjadi pusat pandangan semua orang yang berada disana. “Om tampan!” pekik Levina sambil merentangkan kedua tangannya dengan posisi masih berbaring dia atas brankar, seolah-olah ia ingin di gendong oleh Sammuel. Sammuel segera berjalan menuju Brankar Levina dengan pandangan menoleh kearah Risha dan membalas senyuman Risha. Disisi lain ada Dimitri yang sejak memasuki ruangan, pandangannya terus tertuju pada gadis mungil bermata hijau emerald yang sedang di hampiri oleh Sammuel. Gadis dengan senyum manis berpipi cubby itu sudah membuat Dimitri jatuh hati pada pandangan pertama, jantungnya berdetak kencang seiring langkah kakinya mendekat kearah Levina. Dimitri tak mengerti dengan apa yang sedang ia rasakan saat ini, kenapa perasaannya bisa sekian membuncah bahagia kala melihat Levina untuk pertama kali. Pandan
Sammuel tertawa lirih kala melihat wajah cemberut dan jutek Dimitri, sepanjang perjalanan Dimitri tak mengeluarkan sepatah kata pun. Dimitri yang biasanya begitu cerewet dan usil sekarang berbanding terbalik menjadi begitu pendiam serta acuh.Sammuel memaksa Dimitri untuk mengantarkan dirinya ke kantor, bahkan di hadapan semua orang di ruang rawat Levina dia menolak dengan tegas ajakan Sammuel.Merajuk, kata itulah yang cocok untuk Dimitri saat ini. Bahkan ketika Dorothea menyuruhnya segera pergi mengikuti Sammuel pun ia tolak, padahal Dimitri sama sekali tak pernah membantah atau bahkan menolak permintaan Dorothea sekalipun. Tetapi sekarang situasinya berbeda, ada perasaan tak rela dalam Dimitri untuk jauh dari Levina.“Kau semakin tampan jika cemberut begitu,” sindir Sammuel sambil tertawa di samping Dimitri yang sedang mengemudi. Dimitri hanya mendengus kesal mendengar sindiran Samm
Acara makan malam berlangsung dengan meriah dan bahagia di mansion Edward. Bahkan secara khusus Edward menyewa EO khusus dan beberapa chef khusus untuk memasak masakan Halal untuk Orang Tua Risha.Sikap over protektif Dimitri pun semakin menjadi terhadap Levina, bahkan sedetikpun Dimitri tak mau menjauh dari Levina hingga Sammuel kalang kabut dibuatnya.“Astaga! Apa anakmu bisa dikendalikan?” keluh Sammuel di sebelah Dorothea.“Jangankan anaknya, Bapaknya saja masih belum bisa aku kendalikan!” tawa lirih Dorothea sambil menyesap red wine di gelas yang ia bawa.“Benar-benar jelmaan Axelo, pecinta daun muda,” sindir Sammuel sambil menyalakan rokok yang sudah bertengger di bibirnya.“Ada masalah?” tanya Dorothea kala melihat Sammuel tiba-tiba merokok.Dorothea tau persis dan hafal kebi
“Are you OK?” sela Sammuel di samping Dimitri, saat ini mereka berada diatas gedung pencakar langit mendampingi dua buah sniper yang sudah berjaga di sana dan di temani beberapa pengawal kepercayaan Sammuel.Salah satu properti EDSAM Corp, yang masih beroperasi tetapi tak banyak tahu jika gedung dengan 45 lantai ini milik dari klan Collins Brother, gedung yang berada di tengah kota itu terletak sangat strategis di segala aspek dan posisi. Sammuel yang membawa senapan laras panjang anti metrial buatan Amerika yang telah di sempurnakan Dimitri, McMillan TAC-50 adalah senjata favorit Sammuel jika sedang berburu ‘mangsa’ dengan jarak jauh, senapan yang tergolong dalam jajaran senapan mematikan didunia itu dapat membunuh target dengan jarak hampir 2,4 kilometer.Sedangkan Dimitri lebih menyukai senapan sejenis Cheytac M200 Intervention buatan Amerika yang biasanya di gunakan oleh penembak runduk Navy SEAL.&nb
“Masih belum tidur?” sapa Edward yang melihat Risha masih terjaga di Ruang baca dengan beberapa buku dipangkuannya, “aku tak tahu jika kau suka membaca,” sambung Edward yang duduk di sebelah Risha.“Aku suka membaca, hanya saja waktunya yang tak ada. Lebih dihabiskan untuk bekerja dan menghadapi kenyataan dari pada menikmati ketenangan,” jawab Risha memandang Edward sambil melepas Kacamata baca yang bertengger ditelinga dan hidung minimalisnya.“Sekarang tak perlu kau risaukan, bacalah sepuasmu. Jika perlu kubuatkan ruang baca untukmu.”“Tak perlu Tuan, ini sudah cukup. Terima kasih untuk segala yang telah kau berikan untukku dan Orang Tuaku, ini sudah terlalu berlebih untukku.”“Jangan, jangan berkata begitu. Ini tidak seberapa,” sela Edward sambil melihat kearah tumpukan buku yang berada di pangkuan Rish
“Apa Nona mencari Tuan Samm?” sapa Emily yang datang ke ruang rawat inap Risha dengan membawa seikat bunga mawar putih yang semerbak wanginya langsung memenuhi ruangan itu. Wajah Risha seketika menjadi sedikit bersemu merah dengan sedikit menunduk seolah sedang menghindari tatapan mata dengan gadis cantik yang menjadi sekertaris pribadi Sammuel itu. Bukan karena takut, tapi Risha tahu betul jika berurusan dengan Emily seakan dirinya tengah dikuliti hidup-hidup. Karena Emily bisa tahu betul apa yang sedang Risha pikirkan dan Risha ucapkan dalam hati. Bahkan hanya lewat tatapan mata saja Emily bisa tahu apa yang sedang ada di dalam benak Risha. “Aku hanya sedang melihat keindahan pantai saja, jangan berpikiran yang tidak-tidak dan jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan,” jawab dusta sekaligus sedikit tergugup dari Risha sambil terus menghindari tatapan mata dari Emily. Dapat Emily tangkap semua tanda vital dan gestur tubuh dari Risha yang menyatakan jika gadis di depannya ini sedan
“Semuanya sudah siap?” pekik Sammuel yang datang ke basecamp Brian dan pasukannya yang sudah terlihat siap siaga dengan pakaian seragam VantaBlack yang lengkap dengan atribut dan senjata sudah di bawa setiap masing-masing personil pasukan yang Brian pimpin. “Semua sudah siap, Tuan. Armada darat, laut, dan udara juga sudah siap menunggu perintah,” jawab Brian yang langsung mendapat anggukan pelan oleh Sammuel. “Baiklah, ayo segera kita selesaikan misi ini. Tetapi, untuk kali ini aku meminta kepada kalian, aku mohon jaga diri kalian baik-baik. Jangan gegabah, ingatlah, nyawa kalian hanya satu tak ada cadangan ataupun gantinya, oleh sebab itu, berhati-hatilah,” ucap Sammuel yang membuat sebagian dan beberapa orang yang menyimak pidato absurb yang singkat dari Sammuel tertawa lirih, Sammuel tahu jika semua yang berada di sana tersenyum hanya saja senyum mereka tak bisa terlihat karena topeng yang mereka kenakan. “Apa aku terlambat?” pekik Kiev yang datang dengan sedikit berlari ke arah
Deru suara tembakan masih saling bersahutan, diiringi dengan beberapa kali terdengar suara ledakan yang terdengar dari kejauhan. “Bagaimana kondisi di sana?” ucap Dimitri sambil memegang earpiece yang terpasang di telinganya. Dimitri masih menyimak suara yang ia dengar dari alat komunikasi yang terhubung dengan beberapa pasukan dan markas pusat dengan di selingi beberapa anggukan kepala serta ke dua matanya masih terus mengawasi dan waspada dengan kondisi di sekitarnya. Demian yang berada di samping Dimitri juga ikut menyimak suara yang sama terdengarnya di alat bantu komunikasi sambil mencocokan dengan iPad yang berada di pangkuannya, rupanya Demian sedang memantau kondisi di sekitar dengan bantuan beberapa drone yang ia terbangkan di beberapa sudut. “Masih ada beberapa musuh dengan persenjataan lengkap di beberapa titik. Melihat dari pola serangan, sepertinya tujuan mereka bukan menyerang pasukan kita, tetapi menurut dugaanku, sepertinya mereka menyasar gudang yang berada di ujung
“Apakah urusanmu sudah selesai, Son?”“Kenapa?” jawab sewot Dimitri yang sedang merakit senjata yang menumpuk dan berada di depannya.“Ibumu sedang mengkhawatirkan kalian. Cepat hubungi dia dan kabari dia, aku sudah lelah di terornya seharian ini, sampai-sampai aku memblokir nomornya hanya untuk pergi ke kamar mandi saja, sungguh menyebalkan sekali,” keluh Sammuel sambil merebahkan tubuhnya di kursi yang berada di samping Demian yang nampak serius sedang menyetel sudut teropong senjata miliknya agar terlihat presisi.Demian menoleh ke arah Dimitri yang masih asik merakit senjatanya tanpa mempedulikan ucapan Sammuel sama sekali, bahkan menoleh sedikitpun tak Dimitri lakukan.“Kenapa lagi dia? Jelek sekali mukanya jika sedang cemberut seperti itu,” sambung Sammuel yang bertanya kepada Demian, yang membuat Demian menoleh ke arah Sammuel yang terlihat mengerutkan keningnya kala memandang Dimitri.“Dia sedang terkena virus malarindu tropi kangen,” jawab spontan Demian tanpa memalingkan muk
“Bagaimana persiapan di Markas, Ben?” ucap Sammuel yang melihat ke arah jalanan yang ternyata sudah mendekati menuju area Markas miliknya. “Semuanya sudah siap, Tuan.” “Baiklah, kita gunakan jalan rahasia di tikungan pertama. Perintahkan pengawas membuka akses ke sana, untuk tamu yang sedari tadi membuntuti kita itu, terserah kalian saja, mau kalian apakan mereka aku tak peduli, hubungi Kiev jika urusannya selesai, aku akan menghubungi Moppie untuk membersihkannya,” jawab Sammuel dengan terus mengawasi pergerakan Klan Hargov yang menyerang bagian timur markas di iPad yang terhubung langsung dengan satelit milik Klan Collins Brothers. “Apa kamu ada acara setelah ini, Ben?” “Sebetulnya saya ingin bergabung dengan Tim Jack, Tuan. Agaknya badan saya sudah terlalu lama tidak berolah raga beberapa waktu ini, ikut andil di Tim Jack mungkin bisa sedikit meregangkan otot-otot saya yang kaku,” sarkas Benny yang sebenarnya ingin ikut dalam misi dari Tim Jack yang sedang menunggu kedatangan tam
Mobil semi truk berwarna biru dongker itu melaju membelah jalanan ibukota. Mobil yang di rancang khusus untuk misi penyamaran itu bahkan sudah sangat detail sekali segala desainnya untuk menyerupai mobil yang biasa digunakan oleh beberapa masyarakat umum dan kalangan luas. Memang terlihat sangat lusuh dan sangat begitu kotor serta banyak sekali titik noda atau beberapa bagian body mobil yang terlihat berkarat seperti tak terawat, namun itu hanya kamuflase saja untuk menyembunyikan kemewahan dan kecanggihan fasilitas yang terdapat di dalam mobil yang memang dirancang khusus untuk keperluan melarikan diri dan menghindar dari musuh. Mobil berbodi besar dan kekar itu bahkan sering kali digunakan Sammuel untuk misi penyamaran beberapa tahun silam, Mobil RAM pick up yang biasa disebut Dodge RAM ini adalah mobil Double Cabin dengan bagian belakang terdapat bak terbuka yang biasa digunakan untuk mengangkut berbagai barang keperluan, seperti layaknya sekarang ini, di belakang mobil sudah terd
“Lebih baik, aku bawa dia ke Markas saja, di sana peralatan dan perlengkapan medisnya lebih mumpuni ketimbang di rawat di sini. Lagian aku juga bisa memantaunya sepanjang hari jika aksesnya nanti tak terkendali jarak dan juga lebih efisien menurutku,” ucap Sammuel yang mengembalikan penlight milik Axelo yang di angguki oleh Axelo dan Dorothea hampir bersamaan. “Terserah padamu, Samm. Keputusan mutlak ada padamu, kita hanya berusaha melakukan yang terbaik dan semaksimal mungkin. Untuk kedepannya memang hanya kamulah yang bisa menjaganya,” jawab Axelo yang membuat Sammuel mengerutkan keningnya, kala mendengar ucapan Axelo yang membuat Sammuel berpikir atas jawaban dari pertanyaan abigu dari Axelo. “Baiklah, aku akan mempersiapkan persiapan untuk perpindahan Risha. Tapi apa ada yang sedang mengganggumu, Samm?” lirih Dorothea yang membuat Sammuel langsung menoleh ke arah Dorothea yang sedang berada di samping Axelo. “Entahlah, aku sedang tak bisa berpikir panjang untuk sekarang ini,” ja
Sammuel terjaga dari tidurnya, mungkin pengaruh efek samping dari obat tidur yang diberikan Dimitri yang membuatnya terlelap begitu nyenyak, entah sudah berapa lama ia terlelap. Terlebih Sammuel merasakan badannya seperti baru saja menemukan sumber tenaga baru kembali.Alarm beserta lampu merah yang terdapat di meja kerjanya sudah menyala dan mengeluarkan bunyi khas yang menandakan jika ada tanda bahaya yang sedang terjadi atau ada sesuatu yang telah menyerang Markasnya.Sammuel beranjak menuju komputer di meja kerjanya yang masih menyala sedangkan laptopnya sudah mati kehabisan daya.Sammuel mengerutkan keningnya, kala melihat jam yang menunjukkan sudah sore hari, sedangkan di ingatannya dia beranjak tidur kala siang hari. Sammuel jadi berpikir, jika tak mungkin jika dirinya istirahat hanya tiga jam saja. Sammuel pernah merasakan bugar seperti ini ketika ia istirahat total selama hampir lima hari lamanya beberapa waktu yang lampau.Sammuel membulatkan mata dan beranjak menuju ke Ruan
“Ayah, Istirahatlah!” lirih Demian menghampiri Sammuel yang sedang bergelut dengan laptop di depannya. Hampir seminggu ini Sammuel tak terlihat beristirahat sejenak, hingga membuat Demian khawatir dengan kesehatan Ayah babtisnya itu. “Sebentar lagi, Son.” Kata-kata itu juga yang selalu Sammuel ucapkan hampir seminggu ini kepada Demian, kala Demian menyuruh Sammuel beristirahat. Beberapa berkas memang sudah menumpuk di meja kerja di kantor yang berada di Markas Pusat, bahkan tiap hari pasti data beberapa tumpuk lagi berkas yang langsung di tangani Sammuel langsung, Sammuel masih belum bisa kembali ke Kantor EDSAM Corp., karena Sammuel merasa masih belum siap mengenang Edward dan menerima kenyataan Edward sudah tiada. Bayangan kenangan Edward masih menghantui Sammuel kala berada di Kantor yang biasanya di gunakan Edward. Maka dari itu, segala urusan kantor di kirim ke Kantor Sammuel yang berada di Markas Pusat, guna memberikan kenyamanan pada Sammuel kala mengerjakan berkas yang di