Jangan lupa like, komen dan terus ikuti cerita ini yaa.. Dukungan dari kalian adalah semangat untuk Author agar bisa terus berkarya Terima kasih banyak 🙏🙏 Salam sayang dari Author Augusta.R / Ryu_kirara.
Edward masih terus memikirkan perkataan Sammuel, jika dilihat dari cara bicaranya kemungkinan Sammuel sudah mengetahui keanehan yang ada pada diri Edward, hanya saja Edward berpikiran jika Sammuel masih menunggu penjelasan dari Edward langsung. Hingga larut menjelang Edward masih berada di Kamarnya sejak ia beranjak dari Kamar Sammuel beberapa waktu yang lalu. Entah mengapa tubuhnya terasa begitu lemah setelah pertemuanmya dengan Sammuel di kamar Sammuel. Seharusnya Edward saat ini kembali ke Klinik Pusat di Markas Utama untuk menemani Risha. Karena Edward mendapat kabar dari Demian jika kondisi Risha sedikit menurun sejak terakhir alat Monitor Vital Sign dilepas dari tubuh Risha. Pikiran Edward bercabang memikirkan banyak hal, sedangkan tubuhnya sedang tidak bisa diajak berkompromi lagi. Ingin sekali Edward berusaha sekuat tenaga bersikap normal seperti biasa. Namun, semakin hari tubuhnya semakin begitu lemah dan tak berdaya. Edward masih betah terus memandangi bingkai foto yang
Sammuel meregangkan otot-otot pundak dan badannya, rasanya badannya kali ini sudah sangat begitu terasa payah. Masalah demi masalah datang silih berganti dan tak mengijinkannya untuk beristirahat barang sejenak saja. Terbuai dalam alam mimpi dengan kondisi tubuh terbaring dengan santai dan rileks agaknya masih menjadi cita-cita dan angan-angan Sammuel saja. Beberapa butir suplemen hasil racikan sendiri sudah menjadi hal wajib yang ia kosumsi akhir-akhir ini. Hikmahnya, dia malah bisa mendirikan pabrik baru demi memproduksi massal suplemen yang ia buat, bukankah ini namanya mengambil kesempatan di atas kesempitan? Suplemen yang hanya dikosumsi untuk kalangan pribadi Anggota Klan Collins Brothers dan Karyawan dari EDSAM Corp., ini adalah hasil racikan formula yang Sammuel temukan beberapa tahun silam, tetapi biasanya dia hanya membuat di kala terdesak saja. Namun, kali ini agaknya formula rahasia itu sudah bisa di nikmati oleh orang banyak dan bukan dirinya saja. Bukanlah Dokter Be
Dimitri membeliak kala melihat sekelebatan benda yang lewat begitu cepat di depan matanya. Terdengar lirih suara benda melesat yang begitu Dimitri hafal itu apa. Ternyata ada Sammuel yang telah menembakkan peluru dari senjata laras pendek berperedam miliknya dengan kondisi masih terpejam di kursi kerjanya. Langkah Dimitri langsung terhenti kala dirinya tertangkap basah sedang menyelinap di Ruangan Khusus Sammuel yang terletak Di Markas Utama. Ruangan yang hanya bisa di masuki oleh Edward dan Sammuel saja. Entah apa yang membuat Dimitri begitu lancang dan begitu berani mengendap dan masuk kedalam Ruangan Sammuel. Dimitri menghela napas panjang sambil berjalan menuju ke arah Sammuel dan meletakkan kunci yang sudah ia ambil. Itu adalah kunci akses ke Ruang Server yang berada di Ruangan Kendali Utama di Markas Pusat. Dengan wajah cemberut Dimitri masih enggan berkata-kata. Dimitri tak bermaksud buruk, bahkan dirinya juga sama seperti Sammuel yang merasa di bohongi oleh orang terdekatn
Dimitri masih mondar-mandir di sebelah meja komputer milik Sammuel Ruang Kendali Utama di markas pusat, kuku jari jempolnya sudah hampir habis karena ia gigit, kebiasannya Dimitri ketika cemas. Selain mencemaskan keadaan Edward, Demian, Axelo, Dorothea yang menghilang. Dimitri juga menghawatirkan kondisi Levina, takutnya Levina terkena penyakit yang di sebutkan oleh Sammuel, walaupun Sammuel sudah berkali-kali menegaskan jika itu hanya pemikirannya sesaat. Namun, rasa khawatir Dimitri semakin menjadi dan semakin bimbang sampai nanti hasil lab yang di lakukan Tim Dokter ahli dari Sammuel keluar. “Hentikan kebiasaan burukmu itu, Son! Takutnya bukan kukumu lagi yang kau gigiti, tapi jari-jarimu ikut-ikutan kau makan juga,” liri Sammuel yang masih melihat tingkah Dimitri yang terlihat begitu cemas dan gelisah, bahkan Kiev juga ikut-ikutan memandang Dimitri yang terlihat mondar-mandir di sebelah Sammuel, sampai-sampai komputer milik Kiev tak dihiraukannya lagi karena sedang asik melihat An
Dimitri sedari tadi menunggu dengan cemas di depan ruangan tempat Sammuel meneliti di bantu beberapa ilmuwan ahli kepercayaan dari Klan Collins Brothers. Ingin rasanya Dimitri mendobrak pintu ruangan yang berwarna putih itu dan mengetahui hasil dari uji laboratorium dari darah Risha, karena dari sana dia dapat mengetahui, penyakit yang di derita Risha, takutnya penyakit itu juga terjadi pada Levina walaupun saat ini, gadis kecil yang Dimitri sayangi sedang dalam kondisi yang baik-baik saja, tidak sakit apapun. Bahkan dari informasi terakhir yang Dimitri terima, gadis kecilnya sedang bermain-main di taman dengan kelinci yang Dimitri hadiahkan untuk Levina. Tak tanggung-tanggung Dimitri membelikan seratus kelinci untuk Levina, walaupun terjadi drama setelah itu, karena kelinci yang di belinya di santap habis oleh Winter dan kawan-kawannya. Karena jika malam menjelang binatang buas itu di lepaskan dari kandangnya. Hanya bersisa sekitar tujuh ekor saja kelinci-kelinci malang itu. Namun, i
Dimitri sedari tadi mengekor langkah Sammuel, kemanapun Sammuel pergi di belakangnya pasti ada Dimitri yang terus membuntuti. “Apa kau akan mengikutiku terus, Son?” Tak ada jawaban dari Dimitri, Sammuel hanya melirik sekilas kemudian melangkahkan kaki kembali. Langka Dimitri terhenti karena tahu arah tujuan dari Sammuel selanjutnya. “Why? Bukankah kau akan mengikutiku terus? Come, baby,” lirih Sammuel yang terhenti di depan pintu yang ternyata dia akan menuju toilet sambil menyunggingkan senyum sinisnya berusaha menggoda Dimitri yang telah berubah raut wajahnya. “Dasar Om-om bujang lapuk mesum, dasar Gila!” pekik kesal Dimitri yang langsung berbalik arah dan duduk di samping Kiev, yang membuat Kiev terkejut karena Dimitri tiba-tiba muncul di sampingnya dengan keadaan kesal. “Kenapa lagi Anak Demit ini,” cicit lirih Kiev sambil melirik Dimitri sekilas yang bersandar di kursi yang berada di sampingnya. “Tuanmu itu semakin lama semakin aneh, bahkan sekarang sudah menjadi gila dan t
Roland sedari tadi mangamati Sammuel yang tengah membantu Risha memakai pakaian khusus milik Kesatuan Pasukan Bayangan Khusus BlackVanta. Pakaian berwarna hitam gelap yang mampu nyerap hampir sekitar 98 persen cahaya itu sangat terlihat begitu pas ketika di pakai oleh Risha. “Coba saja banyak pasukan perempuan imut-imut seperti Nona, pastinya bakalan semakin semangat kalau pergi bertugas,” lirih Roland yang duduk di meja yang sudah terdapat beberapa baris senjata sudah berjajar di sana. “Hust, ngawur saja. Dia itu milik Bos besar, bisa di kebiri kau nantinya,” potong Jack yang langsung meninju lengan Roland agar tak memikirkan hal yang macam-macam dengan pikiran mesumnya. “Apaan, sih! Kan gua bilang, perempuan imut seperti, Nona. Bukan mau merebut Nona Risha, bisa ngerti bahasa manusia, gak sih?” pekik kesal Roland yang langsung melotot melihat Jack yang sedang membersihkan senjata di samping Roland. “Ya, siapa tahu. Masalahnya otakmu seringnya langsung menjurus ke situ pada akhir
Sadari tadi Sammuel mencuri-curi pandang dengan gadis yang duduk di depannya yang sedari tadi tengah memandang keluar jendela pesawat yang menyajikan pemandangan gugusan gumpalan awan yang terlihat gelap, karena suasana memang sudah menjelang petang, “are you oke?” Risha menoleh melihat Sammuel yang duduk di depannya dengan senyum yang terlihat di paksakan, “hemm, i’m fine,” jawab lirih Risha yang terlihat begitu kurang bersemangat. Bahkan mata itu terlihat begitu sayu, beberapa butir obat sudah tersedia di depan Risha berserta air putih dan beberapa hidangan ringan, karena memang gadis yang berada di depan Sammuel ini masih dalam kondisi di masa pemulihan dengan pantauan dari Sammuel penuh. Khusus Risha dan Sammuel saja yang tengah menaiki pesawat Jet Pribadi siluman anti radar milik Sammuel, sedangkan Dimitri beserta Pasukan Bayangan Khusus sudah menaiki beberapa pesawat militer anti radar milik Klan Collins Brothers yang sudah berangkat terlebih dahulu beberapa waktu sebelum Pesaw
“Apa Nona mencari Tuan Samm?” sapa Emily yang datang ke ruang rawat inap Risha dengan membawa seikat bunga mawar putih yang semerbak wanginya langsung memenuhi ruangan itu. Wajah Risha seketika menjadi sedikit bersemu merah dengan sedikit menunduk seolah sedang menghindari tatapan mata dengan gadis cantik yang menjadi sekertaris pribadi Sammuel itu. Bukan karena takut, tapi Risha tahu betul jika berurusan dengan Emily seakan dirinya tengah dikuliti hidup-hidup. Karena Emily bisa tahu betul apa yang sedang Risha pikirkan dan Risha ucapkan dalam hati. Bahkan hanya lewat tatapan mata saja Emily bisa tahu apa yang sedang ada di dalam benak Risha. “Aku hanya sedang melihat keindahan pantai saja, jangan berpikiran yang tidak-tidak dan jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan,” jawab dusta sekaligus sedikit tergugup dari Risha sambil terus menghindari tatapan mata dari Emily. Dapat Emily tangkap semua tanda vital dan gestur tubuh dari Risha yang menyatakan jika gadis di depannya ini sedan
“Semuanya sudah siap?” pekik Sammuel yang datang ke basecamp Brian dan pasukannya yang sudah terlihat siap siaga dengan pakaian seragam VantaBlack yang lengkap dengan atribut dan senjata sudah di bawa setiap masing-masing personil pasukan yang Brian pimpin. “Semua sudah siap, Tuan. Armada darat, laut, dan udara juga sudah siap menunggu perintah,” jawab Brian yang langsung mendapat anggukan pelan oleh Sammuel. “Baiklah, ayo segera kita selesaikan misi ini. Tetapi, untuk kali ini aku meminta kepada kalian, aku mohon jaga diri kalian baik-baik. Jangan gegabah, ingatlah, nyawa kalian hanya satu tak ada cadangan ataupun gantinya, oleh sebab itu, berhati-hatilah,” ucap Sammuel yang membuat sebagian dan beberapa orang yang menyimak pidato absurb yang singkat dari Sammuel tertawa lirih, Sammuel tahu jika semua yang berada di sana tersenyum hanya saja senyum mereka tak bisa terlihat karena topeng yang mereka kenakan. “Apa aku terlambat?” pekik Kiev yang datang dengan sedikit berlari ke arah
Deru suara tembakan masih saling bersahutan, diiringi dengan beberapa kali terdengar suara ledakan yang terdengar dari kejauhan. “Bagaimana kondisi di sana?” ucap Dimitri sambil memegang earpiece yang terpasang di telinganya. Dimitri masih menyimak suara yang ia dengar dari alat komunikasi yang terhubung dengan beberapa pasukan dan markas pusat dengan di selingi beberapa anggukan kepala serta ke dua matanya masih terus mengawasi dan waspada dengan kondisi di sekitarnya. Demian yang berada di samping Dimitri juga ikut menyimak suara yang sama terdengarnya di alat bantu komunikasi sambil mencocokan dengan iPad yang berada di pangkuannya, rupanya Demian sedang memantau kondisi di sekitar dengan bantuan beberapa drone yang ia terbangkan di beberapa sudut. “Masih ada beberapa musuh dengan persenjataan lengkap di beberapa titik. Melihat dari pola serangan, sepertinya tujuan mereka bukan menyerang pasukan kita, tetapi menurut dugaanku, sepertinya mereka menyasar gudang yang berada di ujung
“Apakah urusanmu sudah selesai, Son?”“Kenapa?” jawab sewot Dimitri yang sedang merakit senjata yang menumpuk dan berada di depannya.“Ibumu sedang mengkhawatirkan kalian. Cepat hubungi dia dan kabari dia, aku sudah lelah di terornya seharian ini, sampai-sampai aku memblokir nomornya hanya untuk pergi ke kamar mandi saja, sungguh menyebalkan sekali,” keluh Sammuel sambil merebahkan tubuhnya di kursi yang berada di samping Demian yang nampak serius sedang menyetel sudut teropong senjata miliknya agar terlihat presisi.Demian menoleh ke arah Dimitri yang masih asik merakit senjatanya tanpa mempedulikan ucapan Sammuel sama sekali, bahkan menoleh sedikitpun tak Dimitri lakukan.“Kenapa lagi dia? Jelek sekali mukanya jika sedang cemberut seperti itu,” sambung Sammuel yang bertanya kepada Demian, yang membuat Demian menoleh ke arah Sammuel yang terlihat mengerutkan keningnya kala memandang Dimitri.“Dia sedang terkena virus malarindu tropi kangen,” jawab spontan Demian tanpa memalingkan muk
“Bagaimana persiapan di Markas, Ben?” ucap Sammuel yang melihat ke arah jalanan yang ternyata sudah mendekati menuju area Markas miliknya. “Semuanya sudah siap, Tuan.” “Baiklah, kita gunakan jalan rahasia di tikungan pertama. Perintahkan pengawas membuka akses ke sana, untuk tamu yang sedari tadi membuntuti kita itu, terserah kalian saja, mau kalian apakan mereka aku tak peduli, hubungi Kiev jika urusannya selesai, aku akan menghubungi Moppie untuk membersihkannya,” jawab Sammuel dengan terus mengawasi pergerakan Klan Hargov yang menyerang bagian timur markas di iPad yang terhubung langsung dengan satelit milik Klan Collins Brothers. “Apa kamu ada acara setelah ini, Ben?” “Sebetulnya saya ingin bergabung dengan Tim Jack, Tuan. Agaknya badan saya sudah terlalu lama tidak berolah raga beberapa waktu ini, ikut andil di Tim Jack mungkin bisa sedikit meregangkan otot-otot saya yang kaku,” sarkas Benny yang sebenarnya ingin ikut dalam misi dari Tim Jack yang sedang menunggu kedatangan tam
Mobil semi truk berwarna biru dongker itu melaju membelah jalanan ibukota. Mobil yang di rancang khusus untuk misi penyamaran itu bahkan sudah sangat detail sekali segala desainnya untuk menyerupai mobil yang biasa digunakan oleh beberapa masyarakat umum dan kalangan luas. Memang terlihat sangat lusuh dan sangat begitu kotor serta banyak sekali titik noda atau beberapa bagian body mobil yang terlihat berkarat seperti tak terawat, namun itu hanya kamuflase saja untuk menyembunyikan kemewahan dan kecanggihan fasilitas yang terdapat di dalam mobil yang memang dirancang khusus untuk keperluan melarikan diri dan menghindar dari musuh. Mobil berbodi besar dan kekar itu bahkan sering kali digunakan Sammuel untuk misi penyamaran beberapa tahun silam, Mobil RAM pick up yang biasa disebut Dodge RAM ini adalah mobil Double Cabin dengan bagian belakang terdapat bak terbuka yang biasa digunakan untuk mengangkut berbagai barang keperluan, seperti layaknya sekarang ini, di belakang mobil sudah terd
“Lebih baik, aku bawa dia ke Markas saja, di sana peralatan dan perlengkapan medisnya lebih mumpuni ketimbang di rawat di sini. Lagian aku juga bisa memantaunya sepanjang hari jika aksesnya nanti tak terkendali jarak dan juga lebih efisien menurutku,” ucap Sammuel yang mengembalikan penlight milik Axelo yang di angguki oleh Axelo dan Dorothea hampir bersamaan. “Terserah padamu, Samm. Keputusan mutlak ada padamu, kita hanya berusaha melakukan yang terbaik dan semaksimal mungkin. Untuk kedepannya memang hanya kamulah yang bisa menjaganya,” jawab Axelo yang membuat Sammuel mengerutkan keningnya, kala mendengar ucapan Axelo yang membuat Sammuel berpikir atas jawaban dari pertanyaan abigu dari Axelo. “Baiklah, aku akan mempersiapkan persiapan untuk perpindahan Risha. Tapi apa ada yang sedang mengganggumu, Samm?” lirih Dorothea yang membuat Sammuel langsung menoleh ke arah Dorothea yang sedang berada di samping Axelo. “Entahlah, aku sedang tak bisa berpikir panjang untuk sekarang ini,” ja
Sammuel terjaga dari tidurnya, mungkin pengaruh efek samping dari obat tidur yang diberikan Dimitri yang membuatnya terlelap begitu nyenyak, entah sudah berapa lama ia terlelap. Terlebih Sammuel merasakan badannya seperti baru saja menemukan sumber tenaga baru kembali.Alarm beserta lampu merah yang terdapat di meja kerjanya sudah menyala dan mengeluarkan bunyi khas yang menandakan jika ada tanda bahaya yang sedang terjadi atau ada sesuatu yang telah menyerang Markasnya.Sammuel beranjak menuju komputer di meja kerjanya yang masih menyala sedangkan laptopnya sudah mati kehabisan daya.Sammuel mengerutkan keningnya, kala melihat jam yang menunjukkan sudah sore hari, sedangkan di ingatannya dia beranjak tidur kala siang hari. Sammuel jadi berpikir, jika tak mungkin jika dirinya istirahat hanya tiga jam saja. Sammuel pernah merasakan bugar seperti ini ketika ia istirahat total selama hampir lima hari lamanya beberapa waktu yang lampau.Sammuel membulatkan mata dan beranjak menuju ke Ruan
“Ayah, Istirahatlah!” lirih Demian menghampiri Sammuel yang sedang bergelut dengan laptop di depannya. Hampir seminggu ini Sammuel tak terlihat beristirahat sejenak, hingga membuat Demian khawatir dengan kesehatan Ayah babtisnya itu. “Sebentar lagi, Son.” Kata-kata itu juga yang selalu Sammuel ucapkan hampir seminggu ini kepada Demian, kala Demian menyuruh Sammuel beristirahat. Beberapa berkas memang sudah menumpuk di meja kerja di kantor yang berada di Markas Pusat, bahkan tiap hari pasti data beberapa tumpuk lagi berkas yang langsung di tangani Sammuel langsung, Sammuel masih belum bisa kembali ke Kantor EDSAM Corp., karena Sammuel merasa masih belum siap mengenang Edward dan menerima kenyataan Edward sudah tiada. Bayangan kenangan Edward masih menghantui Sammuel kala berada di Kantor yang biasanya di gunakan Edward. Maka dari itu, segala urusan kantor di kirim ke Kantor Sammuel yang berada di Markas Pusat, guna memberikan kenyamanan pada Sammuel kala mengerjakan berkas yang di