Dorothea menghampiri Edward yang sedang bersandar di kursi kerjanya sambil memejamkan mata.Dorothea bersandar pada meja kerja Edward sambil melipat tangannya di dada, menunggu Edward membuka matanya, karena Edward pasti sudah menyadari keberadaannya.“Jika ingin menceramahiku, mending kau pergilah! Karena aku sedang ingin sendiri sekarang,” pekik Edward yang masih terpejam dengan posisi kepala mengadah ke atas.Sedangkan tak ada pergerakan sama sekali dengan Dorothea yang masih tetap berdiam diri di tempatnya sambil terus memandang Edward.Akhirnya Edward membuka mata dan memandang Dorothea sekilas, kemudian kembali bergelut dengan tumpukan berkas di depannya.“Really? Apa gara-gara ini kau langsung berubah sikap? It’s not you, Ed, not you!” pekik Dorothea yang menatap Edward denga tatapan begitu sinis.“Aku tak perlu dan tak butuh penilaianmu, urusi saja urusanmu, aku sedang tak minat untuk berdebat denganmu,” balas ketus Edward yang tak menoleh sedikitpun ke arah Dorothea.Dorothea
Wilson mendatangi kantor Sammuel di Markas Utama, ada beberapa hal yang harus segera di selesaikan terlebih lagi ada tamu yang ingin Wilson tunjukkan ke hadapan Sammuel.Sosok bertubuh kecil itu tengah menggandeng tangan Wilson dengan tangan mungilnya, nampak senyuman penuh kekaguman terus membingkai di wajah imut dan tampannya, kala melihat setiap sudut bangunan di Markas Utama dari Klan Collins Brothers yang begitu elegan dan mewah membuat manik mata biru milik Jordan tak henti-hentinya menelusuri segala sudut bangunan di Markas Utama.“Apa kau menyukainya?” lirih Wilson yang menunduk melihat wajah pria mungil di sampingnya ini terus-menerus menampilkan senyuman dengan penuh kebahagiaan.Beberapa suara ketukan pintu terdengar di telinga Sammuel yang sedang sibuk dengan peralatan komputer yang berada di depannya.Senyum Sammuel tercetak tipis diwajahnya kala melihat Wilson dan Jordan sudah menunggu di depan pintu dengan senyuman mengembang.“Sudah siap?” pekik Sammuel yang berjongkok
Wilson masih menatap Brian yang masih terlihat kebingungan, entah apa yang membuat lelaki berjuluk ‘Ares Dewa Perang’ ini terlihat sangat bingung dan sedikit panik. Apa itu memikirkan tentang bagaimana Sammuel bisa tahu Organisasi Rahasianya atau tentang ucapan Sammuel yang membahas tentang ‘Besan’? Hanya Brian yang tahu sendiri, karena memang sesuai yang di ucapkannya beberapa saat yang lalu, pria satu ini memang sangat begitu tertutup, hampir sama dengan ‘saudara kembar’nya yaitu Kiev. Entah dari mana sebutan ‘saudara kembar’ yang tersemat diantara Kiev dan Brian. Memang dari segi wajah mereka berdua terlihat begitu mirip, sama-sama mempunyai mata biru sedikit keabu-abuan, badan tegap dan kekar, serta postur tubuh yang tingginya saja hampir sama. Apalagi jika sudah menggunakan seragam khusus untuk Pasukan Bayangan BlackVanta, pasti kedua orang ini tak dapat di bedakan. Hanya Sammuel saja yang dapat membedakan mana yang Kiev dan mana yang Brian jika sedang bertugas. Padahal jika Pas
Demian segera berlari ke arah Ruang Kendali Utama di Markas ketika turun dari mobil Dimitri yang ditumpanginya, dengan wajah terlihat panik yang begitu ketara, membuat Roland dan Jack saling pandang ketika Demian berlari tanpa mempedulikan sekitar dengan membawa laptop di tangannya.“Apa kau sepemikiran denganku, Jack?” lirih Roland yang membuang puntung rokok yang masih tinggal separuh dan menginjaknya, sedangkan Jack hanya mengangguk perlahan sambil menatap Roland seakan mengerti apa yang sedang Roland bicarakan.Roland dan Jack segera membuntuti langkah Demian ke arah Ruang kendali di Markas Utama.Mata Roland dan Jack seketika membeliak melihat beberapa layar besar di Ruang kendali sudah menampilkan beberapa potong gambar dan video yang begitu mengerikan.“Berapa kira-kira korbannya?” lirih Demian yang menatap layar utama di Ruang kendali yang menampilkan satu buah kapal milik anak Perusahaan EDSAM Corp sedang mengalami kebakaran di tengah laut lepas.“Dari data manifes ada sekita
“Ayah, istirahatlah! Sudah hampir seminggu ini kau tak istirahat dengan cukup,” lirih Demian yang sedari pagi menemani Edward di kantor. Beberapa Vail pemberian Demian yang berisi beberapa butir obat untuk Edward sudah berjejer di meja kerja Edward.Tatapan Demian masih begitu cemas kala melihat wajah pucat dan sayu milik Edward. Bahkan bibir Edward terlihat kering yang membuat Demian semakin khawatir.Hasil laporan Rekam Medis milik Edward juga memperkuat bukti bahwa Ayah babtisnya itu sedang dalam kondisi yang sangat buruk.“I’m fine, Son, tenanglah,” jawab Edward yang tersenyum sekilas ke arah Demian, berusaha membuat anak yang sedang beranjak dewasa di depannya ini tak khawatir. Tangan Edward menata satu persatu Vail atau botol obat di koper kecil yang ada di laci meja kerjanya dan beberapa ia masukkan di saku jasnya.“Aku bosan mendengar kata-kata itu, aku lebih mempercayai hasil data penelitian dan hasil pemeriksaanku dari pada ucapanmu, Ayah!” pekik kesal Demian yang sudah mua
Keadaan Markas Utama terlihat sangat sibuk dari biasanya. Semua pasukan di kerahkan sesuai dengan posisi dan tugasnya masing-masing. Saat ini Klan Hargov telah menguasai dua buah kapal peti kemas milik Klan Collins Brothers, yang rencananya berlayar menuju ke arah Dermaga yang terdapat di Markas Utama tetapi di tengah perjalanan di hadang oleh beberapa perompak suruhan Klan Hargov yang mengepung di sekeliling kapal yang sedang berlayar di tengah lautan. Untungnya semua kapal peti kemas dalam keadaan kosong, karena memang akan berlayar menuju dermaga untuk mengambil barang yang akan dikirim ke Rusia, Jerman dan Afrika. Sedangkan informasi yang di dapat Klan Hargov ternyata salah, mereka mendapat informasi jika kapal peti kemas milik Klan Collins Brothers itu digunakan untuk mengirim persenjataan dan peralatan tempur dari Rusia menuju Markas Utama milik Klan Collins Brothers.Ada sekitar 50 orang Anak Buah Kapal atau yang biasa di sebut ABK masih di sandera oleh perompak suruhan Klan
“Ah, Sial!” pekik salah satu perompak yang sedang kesal ketika tiba-tiba beberapa lampu penerangan di kapal mati satu per satu. Bahkan di tepat mereka bercengkerapan sudah semakin gelap dengan kondisi langit yang sudah beranjak petang.“Aku baru menyadari jika kapal milik Klan Collins Brothers ini adalah kapal bobrok, tak ada jalur penerangan cadangan, tak ada sumber daya untuk keadaan emergency, sekarang gara-gara mesin utama mati lampu emergency cadangan juga kehilangan daya dan harus mati satu per satu pula, mana keadaan sudah hampir gelap. Mana katanya Kapal Tunda akan datang? Sejak tadi aku tak melihat kedatangannya, mau sampai kapan kita akan terombang ambing di lautan seperti ini?” cecar kesal salah satu perompak sambil membuang puntung rokok yang sudah memendek, “tau gitu tak akan mau aku menerima misi yang sangat merepotkan ini. Sungguh sangat menyebalkan sekali, membuatku semakin emosi saja.”“Tadi kudengar sekitar tiga jam-an mereka sampai, kita tunggu saja. Tapi sebetulnya
Terdengar dari earpiece yang di kenakan Sammuel suara dari Kiev yang memberitahukan bahwa para ABK yang tadi di tawan oleh pera perompak sudah sampai di Dermaga dan akan segera di bawa ke Markas Utama bagi yang tak terluka, sedangkan bagi yang terluka akan mendapatkan perawatanedis di Rumah Sakit milik Klan Collins Brothers.Sammuel saling pandang memberi kode kebeberapa Anggota Tim yang di pimpin oleh Brian untuk melancarkan aksinya, setelah mendapat kode dari Sammuel beberapa perompak serentak mengeluh karena ada yang tiba-tiba menancap di beberapa bagian tubuhnya.“Apa ini!” pekik salah satu perompak sambil mencabut sebuah jarum kecil yang tiba-tiba menempel di lehernya, “Hah! Ini... Kita di serang,” pekiknya kembali yang langsung mengambil senjatanya dan mengarahkan ke beberapa arah, mencoba memindai di segala arah dan sudut.Namun, setelah beberapa menit mencari tak ada tanda-tanda adanya orang yang sedang menyerang, justru badan mereka terasa lemas dengan pandangan semakin kabur
“Apa Nona mencari Tuan Samm?” sapa Emily yang datang ke ruang rawat inap Risha dengan membawa seikat bunga mawar putih yang semerbak wanginya langsung memenuhi ruangan itu. Wajah Risha seketika menjadi sedikit bersemu merah dengan sedikit menunduk seolah sedang menghindari tatapan mata dengan gadis cantik yang menjadi sekertaris pribadi Sammuel itu. Bukan karena takut, tapi Risha tahu betul jika berurusan dengan Emily seakan dirinya tengah dikuliti hidup-hidup. Karena Emily bisa tahu betul apa yang sedang Risha pikirkan dan Risha ucapkan dalam hati. Bahkan hanya lewat tatapan mata saja Emily bisa tahu apa yang sedang ada di dalam benak Risha. “Aku hanya sedang melihat keindahan pantai saja, jangan berpikiran yang tidak-tidak dan jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan,” jawab dusta sekaligus sedikit tergugup dari Risha sambil terus menghindari tatapan mata dari Emily. Dapat Emily tangkap semua tanda vital dan gestur tubuh dari Risha yang menyatakan jika gadis di depannya ini sedan
“Semuanya sudah siap?” pekik Sammuel yang datang ke basecamp Brian dan pasukannya yang sudah terlihat siap siaga dengan pakaian seragam VantaBlack yang lengkap dengan atribut dan senjata sudah di bawa setiap masing-masing personil pasukan yang Brian pimpin. “Semua sudah siap, Tuan. Armada darat, laut, dan udara juga sudah siap menunggu perintah,” jawab Brian yang langsung mendapat anggukan pelan oleh Sammuel. “Baiklah, ayo segera kita selesaikan misi ini. Tetapi, untuk kali ini aku meminta kepada kalian, aku mohon jaga diri kalian baik-baik. Jangan gegabah, ingatlah, nyawa kalian hanya satu tak ada cadangan ataupun gantinya, oleh sebab itu, berhati-hatilah,” ucap Sammuel yang membuat sebagian dan beberapa orang yang menyimak pidato absurb yang singkat dari Sammuel tertawa lirih, Sammuel tahu jika semua yang berada di sana tersenyum hanya saja senyum mereka tak bisa terlihat karena topeng yang mereka kenakan. “Apa aku terlambat?” pekik Kiev yang datang dengan sedikit berlari ke arah
Deru suara tembakan masih saling bersahutan, diiringi dengan beberapa kali terdengar suara ledakan yang terdengar dari kejauhan. “Bagaimana kondisi di sana?” ucap Dimitri sambil memegang earpiece yang terpasang di telinganya. Dimitri masih menyimak suara yang ia dengar dari alat komunikasi yang terhubung dengan beberapa pasukan dan markas pusat dengan di selingi beberapa anggukan kepala serta ke dua matanya masih terus mengawasi dan waspada dengan kondisi di sekitarnya. Demian yang berada di samping Dimitri juga ikut menyimak suara yang sama terdengarnya di alat bantu komunikasi sambil mencocokan dengan iPad yang berada di pangkuannya, rupanya Demian sedang memantau kondisi di sekitar dengan bantuan beberapa drone yang ia terbangkan di beberapa sudut. “Masih ada beberapa musuh dengan persenjataan lengkap di beberapa titik. Melihat dari pola serangan, sepertinya tujuan mereka bukan menyerang pasukan kita, tetapi menurut dugaanku, sepertinya mereka menyasar gudang yang berada di ujung
“Apakah urusanmu sudah selesai, Son?”“Kenapa?” jawab sewot Dimitri yang sedang merakit senjata yang menumpuk dan berada di depannya.“Ibumu sedang mengkhawatirkan kalian. Cepat hubungi dia dan kabari dia, aku sudah lelah di terornya seharian ini, sampai-sampai aku memblokir nomornya hanya untuk pergi ke kamar mandi saja, sungguh menyebalkan sekali,” keluh Sammuel sambil merebahkan tubuhnya di kursi yang berada di samping Demian yang nampak serius sedang menyetel sudut teropong senjata miliknya agar terlihat presisi.Demian menoleh ke arah Dimitri yang masih asik merakit senjatanya tanpa mempedulikan ucapan Sammuel sama sekali, bahkan menoleh sedikitpun tak Dimitri lakukan.“Kenapa lagi dia? Jelek sekali mukanya jika sedang cemberut seperti itu,” sambung Sammuel yang bertanya kepada Demian, yang membuat Demian menoleh ke arah Sammuel yang terlihat mengerutkan keningnya kala memandang Dimitri.“Dia sedang terkena virus malarindu tropi kangen,” jawab spontan Demian tanpa memalingkan muk
“Bagaimana persiapan di Markas, Ben?” ucap Sammuel yang melihat ke arah jalanan yang ternyata sudah mendekati menuju area Markas miliknya. “Semuanya sudah siap, Tuan.” “Baiklah, kita gunakan jalan rahasia di tikungan pertama. Perintahkan pengawas membuka akses ke sana, untuk tamu yang sedari tadi membuntuti kita itu, terserah kalian saja, mau kalian apakan mereka aku tak peduli, hubungi Kiev jika urusannya selesai, aku akan menghubungi Moppie untuk membersihkannya,” jawab Sammuel dengan terus mengawasi pergerakan Klan Hargov yang menyerang bagian timur markas di iPad yang terhubung langsung dengan satelit milik Klan Collins Brothers. “Apa kamu ada acara setelah ini, Ben?” “Sebetulnya saya ingin bergabung dengan Tim Jack, Tuan. Agaknya badan saya sudah terlalu lama tidak berolah raga beberapa waktu ini, ikut andil di Tim Jack mungkin bisa sedikit meregangkan otot-otot saya yang kaku,” sarkas Benny yang sebenarnya ingin ikut dalam misi dari Tim Jack yang sedang menunggu kedatangan tam
Mobil semi truk berwarna biru dongker itu melaju membelah jalanan ibukota. Mobil yang di rancang khusus untuk misi penyamaran itu bahkan sudah sangat detail sekali segala desainnya untuk menyerupai mobil yang biasa digunakan oleh beberapa masyarakat umum dan kalangan luas. Memang terlihat sangat lusuh dan sangat begitu kotor serta banyak sekali titik noda atau beberapa bagian body mobil yang terlihat berkarat seperti tak terawat, namun itu hanya kamuflase saja untuk menyembunyikan kemewahan dan kecanggihan fasilitas yang terdapat di dalam mobil yang memang dirancang khusus untuk keperluan melarikan diri dan menghindar dari musuh. Mobil berbodi besar dan kekar itu bahkan sering kali digunakan Sammuel untuk misi penyamaran beberapa tahun silam, Mobil RAM pick up yang biasa disebut Dodge RAM ini adalah mobil Double Cabin dengan bagian belakang terdapat bak terbuka yang biasa digunakan untuk mengangkut berbagai barang keperluan, seperti layaknya sekarang ini, di belakang mobil sudah terd
“Lebih baik, aku bawa dia ke Markas saja, di sana peralatan dan perlengkapan medisnya lebih mumpuni ketimbang di rawat di sini. Lagian aku juga bisa memantaunya sepanjang hari jika aksesnya nanti tak terkendali jarak dan juga lebih efisien menurutku,” ucap Sammuel yang mengembalikan penlight milik Axelo yang di angguki oleh Axelo dan Dorothea hampir bersamaan. “Terserah padamu, Samm. Keputusan mutlak ada padamu, kita hanya berusaha melakukan yang terbaik dan semaksimal mungkin. Untuk kedepannya memang hanya kamulah yang bisa menjaganya,” jawab Axelo yang membuat Sammuel mengerutkan keningnya, kala mendengar ucapan Axelo yang membuat Sammuel berpikir atas jawaban dari pertanyaan abigu dari Axelo. “Baiklah, aku akan mempersiapkan persiapan untuk perpindahan Risha. Tapi apa ada yang sedang mengganggumu, Samm?” lirih Dorothea yang membuat Sammuel langsung menoleh ke arah Dorothea yang sedang berada di samping Axelo. “Entahlah, aku sedang tak bisa berpikir panjang untuk sekarang ini,” ja
Sammuel terjaga dari tidurnya, mungkin pengaruh efek samping dari obat tidur yang diberikan Dimitri yang membuatnya terlelap begitu nyenyak, entah sudah berapa lama ia terlelap. Terlebih Sammuel merasakan badannya seperti baru saja menemukan sumber tenaga baru kembali.Alarm beserta lampu merah yang terdapat di meja kerjanya sudah menyala dan mengeluarkan bunyi khas yang menandakan jika ada tanda bahaya yang sedang terjadi atau ada sesuatu yang telah menyerang Markasnya.Sammuel beranjak menuju komputer di meja kerjanya yang masih menyala sedangkan laptopnya sudah mati kehabisan daya.Sammuel mengerutkan keningnya, kala melihat jam yang menunjukkan sudah sore hari, sedangkan di ingatannya dia beranjak tidur kala siang hari. Sammuel jadi berpikir, jika tak mungkin jika dirinya istirahat hanya tiga jam saja. Sammuel pernah merasakan bugar seperti ini ketika ia istirahat total selama hampir lima hari lamanya beberapa waktu yang lampau.Sammuel membulatkan mata dan beranjak menuju ke Ruan
“Ayah, Istirahatlah!” lirih Demian menghampiri Sammuel yang sedang bergelut dengan laptop di depannya. Hampir seminggu ini Sammuel tak terlihat beristirahat sejenak, hingga membuat Demian khawatir dengan kesehatan Ayah babtisnya itu. “Sebentar lagi, Son.” Kata-kata itu juga yang selalu Sammuel ucapkan hampir seminggu ini kepada Demian, kala Demian menyuruh Sammuel beristirahat. Beberapa berkas memang sudah menumpuk di meja kerja di kantor yang berada di Markas Pusat, bahkan tiap hari pasti data beberapa tumpuk lagi berkas yang langsung di tangani Sammuel langsung, Sammuel masih belum bisa kembali ke Kantor EDSAM Corp., karena Sammuel merasa masih belum siap mengenang Edward dan menerima kenyataan Edward sudah tiada. Bayangan kenangan Edward masih menghantui Sammuel kala berada di Kantor yang biasanya di gunakan Edward. Maka dari itu, segala urusan kantor di kirim ke Kantor Sammuel yang berada di Markas Pusat, guna memberikan kenyamanan pada Sammuel kala mengerjakan berkas yang di