"Victoria, Tuan Gerald."Aldebaran menjawab tanpa mengalihkan memfokuskan pandangannya. "Pantas Anda tidak asing dengan wilayah ini." Gerald melihat-lihat pemandangan alam dari tempatnya. Suasana hening sesaat. Aldebaran dengan sikap acuh tak acuhnya mengesampingkan Gerald. Tiba-tiba, suara Gerald memecahkan keheningan. "Peter, apa kamu sudah menghukum seluruh anggota yang tidak menjalankan perintah saya?"Perintah? Perintah apa yang Gerald maksudkan? Mengapa dia ingin menghukum seluruh anggotanya? Dan, hukuman seperti apa yang dia inginkan?Semua itu adalah pikiran Aldebaran. Dia menahan diri dari rasa penasaran."Ya. Saya sudah menghukum mereka semua sesuai dengan instruksi Anda, Tuan Gerald."Jawaban Peter membuat Gerald tertawa. "Bagus," katanya. "Mereka pantas mendapatkannya."Mendengar suara tawa Gerald, Aldebaran menjadi semakin penasaran. Dia berencana akan menanyakannya langsung kepada Ben. Setelah berada di udara agak lama, akhirnya Aldebaran melihat sebuah bentuk lingka
Dor!Aldebaran berhasil meluncurkan amunisi dengan sempurna. Dia langsung membuang senjata ke tanah. Lalu, berlari secepat mungkin. Aldebaran teringat akan pepatah sniper; menembak jitu adalah senjata matematika. Karena memiliki tingkat kesulitan yang tinggi. Dengan bantuan alat komunikasi intelijen yang terpasang di smartwatch, Aldebaran berlari ke arah utara mengikuti arus sungai Ross menuju kantor pos terbesar dan satu-satunya di kota Townsville. "Tuan King, kamu sudah sampai di mana?" Suara itu berasal dari smartwatch. Dia adalah Peter Colin."Aku masih berlari mencari jalan keluar dari ilalang ke arah Utara," jawab Aldebaran. Berlari adalah hal biasa bagi Aldebaran. Dia sudah terlatih sejak kecil oleh mendiang ayahnyaーRiyad Mahrez. "Ada 4 orang yang mengejar kamu ke arah Utara. Satu diantaranya adalah seorang perwira. Sebaiknya kamu cepat keluar dari sana. Karena 2 orang dari tim kami telah berkhianat."Aldebaran tidak menunjukkan ekspresi apa-apa. Dia mengatur napas dan ter
"Kita sudah sampai, Tuan King," ujar sang kapten yang tidak diketahui namanya.Perjalanan dari Townsville ke Bandar udara Cairns menghabiskan waktu kurang lebih 1 jam melalui transportasi udara. Aldebaran tiba dengan selamat dari kejaran musuh.Aldebaran bersiap untuk keluar dari helikopter. Dia mendengar kapten berbicara lagi.Kapten berbicara dengan lugas. "Tuan Louis menunggu Anda di restoran khas makanan Indonesia. Lokasinya persis di samping toko cinderamata terbesar di bandar udara ini.""Oke," balas Aldebaran tanpa menoleh. Aldebaran meraih tas punggung dan keluar dari helikopter. Dia berjalan masuk ke bandar udara dengan cepat. Tidak lama, dia menemukan restoran yang dikatakan Kapten tadi. "Silakan, Tuan!" Seorang pelayan menyambut Aldebaran di depan pintu masuk. Begitu Aldebaran melangkah masuk, aroma nasi goreng menyerbu hidungnya. Kedua bola matanya masih mencari-cari keberadaan Louis dan Melanie. Seorang wanita memanggil Aldebaran. "Tuan King!"Wanita itu adalah Melani
"Ayo ikut saya, Tuan King!" ajak Blackhole. Masih dengan rasa tidak percaya, Blackhole terpaksa mengajak Aldebaran pergi dengannya. Awal yang meragukan selalu berakhir dengan tidak baik. Itulah motto hidup Blackhole. Namun karena Aldebaran adalah seorang sniper pilihan Chua dan Raj, maka mau tidak mau Blackhole hanya bisa mencoba mempercayainya. Blackhole berdiri dan berjalan lebih dulu. Di saat yang sama, seorang pria berbadan tegap berlari menghampirinya. Namanya Ezra. Dia adalah asisten Gale. "Tuan Gale, ada berita baik," kata Ezra. Gale Tjandra Anggara, itulah nama asli Blackhole. Karena sudah ketahuan, maka dia tidak menutupinya lagi dari Aldebaran. "Ayo, ngomong sambil jalan!" seru Gale. Sejenak, Ezra menjadi ragu-ragu. Dia mengalihkan pandangan kepada Aldebaran.Ezra meningkatkan sikap waspada. "Tapi, orang ini?" "Dia Tuan King. Dia orang sewaan yang direkomendasikan Chua dan Raj," jawab Gale. Dengan tatapan bingung, Ezra berkata lagi, "Saya pikir, dia berusia sekitar
"Aku akan jelasin misi kamu lagi, Tuan King."Ezra berbicara sambil menatap Aldebaran. Lalu, sorot matanya berubah gelap saat memandangi foto Leonard. "Leonard adalah Tuan Muda satu-satunya keluarga Alexander yang arogan dan cerdas. Dia adalah target kamu."Aldebaran merasa Ezra memiliki dendam pribadi dengan Leonard. Tapi dia tidak peduli. Karena dia tidak mengurusi kehidupan pribadi kliennya. Aldebaran mengambil foto tersebut dan memperhatikannya. "Aku ngerti. Aku akan simpan foto ini." "Dia dan Adik perempuan kesayangannya sedang dalam perjalanan ke Kota Moskowーtempat yang akan kita datangi," ujar Ezra. Gale menyeruput kopi. Dia membiarkan Ezra mengatur semuanya."Saat tiba di sana, aku akan atur lokasi penembakan yang strategis. Pastikan misi kamu nggak gagal, Tuan King!"Setiap kata yang Ezra ucapkan membuat Aldebaran yakin kalau pria itu menyimpan keraguan padanya. Aldebaran mendengus dingin."Karena kalo gagal, keluarga kamu jadi taruhannya," imbuh Gale dengan suara parau.
"Moskow, aku di sini!" Aldebaran berseru pelan. Pukul 03:00 pagi waktu Moskow. Pesawat jet pribadi Gale telah mendarat di bandar udara internasional Sheremetyevo Moskow, Rusia. Aldebaran memakai tas ransel dan berjalan keluar dari pesawat jet pribadi Gulfstream G700 buatan negara Georgia."Hemm? Luar biasa!" seru Aldebaran, mengamati suasana di sekitar. "Jam segini bandar udara Sheremetyevo nggak pernah sepi."Bandar udara internasional Sheremetyevo memang bandara terbesar di Kota Moskow. Selain itu, masih terdapat 3 bandar udara lainnya. Yaitu Domodedovo, Vnukovo, dan Ostafyevo. "Ayo, Tuan King!" ajak Ezra. Para pelayan sibuk mengurus barang bawaan Gale dan Ezra. Di belakang mereka, beberapa bodyguard berjaga-jaga.Saat tiba di lobi, dua mobil mewah buatan dalam negeri sudah menunggu mereka. Seorang pria tinggi menyambut Gale. "Halo, Tuan Gale! Selamat datang di Moskow!" serunya dalam bahasa Rusia yang fasih. Pria itu membukakan pintu mobil untuk Gale. "Silakan!"Gale tersenyum
"Olgaf Apartment"Aldebaran berdiri di depan apartemen. Dia membaca papan nama berukiran kayu mahoni di depan pintu masuk apartemen. Olgaf Apartment adalah nama apartemen yang menjadi tempat tinggal sementara Aldebaran bersama Gale dan Ezra. Menurut pembicaraan yang didengarnya, pemilik apartemen ini adalah sepupu dari orang terkaya nomor dua di Moskow. Aldebaran mengeluarkan ponsel. Dia membuka layanan maps. "Sebaiknya aku berjalan ke arah mana, ya?" Setelah Ezra menghampirinya tadi, Aldebaran memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar apartemen seorang diri. Aldebaran membaca maps dengan baik. "Destinasi pertama, aku akan pergi ke Danilovsky Market."Aldebaran mulai berjalan menyusuri jalan raya. Dia berjalan di trotoar. Daun maple yang berjatuhan di tanah, banyaknya bangunan unik dan ketertiban yang terjaga, seolah menambah keindahan ibukota Rusia. Tidak lupa Aldebaran mengambil beberapa potret suasana di sekitarnya. Aldebaran telah berjalan selama 20 menit. Sekarang, dia sud
"Hem? Jadi, mereka berencana menghabisi nyawa Nona ke-3 keluarga Alexander juga?"menjelang jam 10:00 pagi, Aldebaran telah kembali ke apartemen. Dia berhenti di balik dinding pemisah ruang santai dan lorong tempat dia masuk tadi.Saat melepas alas kaki, Aldebaran mendengar pembicaraan Gale dan Ezra di ruang santai. Dia langsung mengganti sepatu dengan sandal. 'Kayaknya misi aku dari Tuan Gale akan bertambah,' pikir Aldebaran. Aldebaran melangkah menuju ruang tidurnya. Dia melewati ruang santai. "Selamat pagi, Tuan Gale dan Tuan Ezra!" seru Aldebaran, menyapa mereka.Aldebaran terus berjalan tanpa menghiraukan mereka. Aldebaran tidak ingin terlibat lebih dalam, maka dia menjaga jarak terhadap Gale dan Ezra. "Hei, Anak Muda!" panggil Gale. Aldebaran menghentikan langkah. Lalu, berbalik. Aldebaran menatap Gale. "Ya, Tuan?"Ezra berdiri sambil bertolak pinggang. "Kamu pikir, kamu di sini buat liburan?!" tanyanya, ketus."Apa ada yang salah?" Aldebaran balik bertanya.Ezra menjadi s
"Asal kamu tau, itu adalah kegagalan pertama dalam hidupku selama jadi sniper bayaran."Kata-kata Ron barusan menyadarkan Aldebaran dari lamunannya. Aldebaran masih tidak percaya dengan kenyataan. Sambil menatap Ron, Aldebaran berpikir, 'Jadi, sniper yang aku lihat di gedung pencakar langit itu adalah Red Devil alias Ronald Syahputra?! Nggak bisa! Aku nggak bisa biarin seseorang mengincar nyawa Zoya.'Bruk!Ron melepaskan cengkeramannya. "Kamu mau tau, apa yang akan aku lakuin dengan uang sebanyak itu?!"Aldebaran tidak bersuara. Itu karena benaknya dipenuhi oleh sosok Zoya. Hatinya benar-benar gelisah mendengar pengakuan Ron tadi. "Aku mau pensiun dari pekerjaan laknat ini," kata Ron, selanjutnya. Kini, tatapan Aldebaran dan Ron beradu. "Serius?!" tanya Aldebaran.Ron tidak menjawab. Dia menatap Aldebaran dalam diam. Aldebaran mendekati mobil Ron, lalu menendang ban bagian belakang. "Heh, kamu ngapain?!" tegur Ron. "Ban mobil kamu kurang angin," jawab Aldebaran, santai. Ron se
Aldebaran membalikkan badan. Dia melihat Ron berdiri sambil memperlihatkan wajahnya yang masam."Ron? Aku dari tadi siang nyari kamu ke apartemen. Tapi, kamu nggak ada. Kamu ke mana aja?"Aldebaran berdiri. Dia merasa ada yang tidak biasa pada Ron. Kawannya itu menjadi lebih pendiam daripada sebelumnya. Alis Aldebaran berkerut. "Kamu kenapa?" "Ikut aku ke luar!" ajak Ron. Dia berjalan lebih dulu. Tanpa banyak berpikir, Aldebaran mengeluarkan beberapa uang lembaran ratusan ribu. Dia meletakkan di atas meja."Ini bayar minuman dan uang muka. Lakuin tugas pertama kamu dengan baik!"Setelah melihat Nico mengambil uang itu, Aldebaran bergegas pergi menyusul Ron. Begitu sampai di luar, Ron masih terdiam. Aldebaran gregeten.Aldebaran bertanya, "Ron, kita udah di luar. Kamu kok tumben diem aja?"Aldebaran hendak merangkul pundak Ron. Namun tiba-tiba, Ron berbalik dan memukulnya.Buk! Buk! Buk!Ron melayangkan beberapa pukulan ke wajah Aldebaran. Aldebaran tidak sempat menghindar. Tubuh
Setelah menyerahkan Shania kepada bodyguard keluarga Raga Alexander, Aldebaran tertidur. Dahi dan punggungnya banjir keringat. Dia bermimpi buruk tentang Zoya. Tidak lama, Aldebaran terbangun. Dia turun dari ranjang, lalu membuka laci kecil. Dia mencari-cari gelang milik Zoya. "Zoya, apa kamu baik-baik aja? Aku akan cari cara supaya bisa jaga kamu terus."Aldebaran menatap jam dinding yang menunjukkan pukul 11:00 malam waktu Jakarta. Dia mencuci wajah dan berganti pakaian yang lebih kasual. "Malem ini, aku mau nyari Ron lagi di klub malam. Kali aja dia ada di sana."Tidak lama, Aldebaran sudah menyetir mobil barunya menuju Klub Malam Jenja. ***Tidak sampai satu jam, Aldebaran sudah sampai di tempat tujuan. Dia keluar dari mobil dengan santai. "Sebenernya, aku benci tempat ini. Tapi, apa boleh buat? Ron pasti ada di sini."Semua mata memandang Aldebaran. Tatapan orang-orang bercampur antara penasaran dan kagum. Bagaimana pun juga, Aldebaran masih muda. Wajahnya tampan dan mobil e
"Apa?! Tadi kamu bilang apa?! Keluarga kita?!"Amanda semakin naik pitam setelah mendengar perkataan Shania.Semua orang tercengang melihat kejadian menghebohkan di showroom. Sebagian dari mereka berbisik-bisik dan sebagian lagi merekam kejadian itu. Plak!Masih dengan hobi yang sama, lagi-lagi Amanda mendaratkan tamparannya di pipi orang lain. Dan kali ini, korbannya adalah Shania. "Nona, apa yang kamu lakukan?" Aldebaran menarik Shania ke sisinya. Amanda menatap Aldebaran sinis. "Kedua mata kamu masih berfungsi, kan?!""Maksudnya?!" Aldebaran balik bertanya. "Nggak perlu banyak tanya. Seharusnya kamu tahu, apa yang aku lakuin Kak Shania! Cewek murahan ini adalah anak kandung dari seorang pembunuh. Ya, Ayahnya ... Paman Raga adalah seorang pembunuh."Shania tidak tahan lagi, dia berteriak, "Cukup, Manda!" Shania menangis. "Aku nggak tau, kalo Ayahku kayak gitu. Tapi, Ayahku nggak mungkin kayak gitu."Shania mengulurkan tangan kepada Amanda. "Jangan asal tuduh, Manda! Kasih aku bu
Deretan mobil mewah memenuhi showroom yang masih berlokasi di kawasan jalan haji Nawi 1 Jakarta Selatan. Aldebaran melihat satu persatu koleksi mobil mewah keluaran terbaru ditemani oleh Shania. "Silakan dilihat-lihat dulu, Mas!" seru pria berdasi yang berdiri di samping Aldebaran. "Ya," sahut Aldebaran. Lalu, dia berpaling pada Shania. "Apa mobil yang ini cocok buatku?" Aldebaran menunjuk satu mobil sport dua pintu buatan Jerman dengan logo biru putih yang melingkar. Mobil pilihan Aldebaran berwarna merah. Shania terkesiap mendengar pertanyaan Aldebaran. Pasalnya, dia juga memiliki satu mobil yang sama di garasi rumahnya. "Aーaku ...." Pria berdasi berkata, "Tuan, mobil ini adalah unit ke-4 dan baru aja tiba pagi tadi."Aldebaran mengernyit. "Maksudnya?" "Maksud saya adalah mobil ini hanya ada 7 unit di dunia, termasuk 4 unit di Indonesia." Pria berdasi menjelaskan dengan sabar. Aldebaran bertanya, "Siapa aja yang memilikinya di Indonesia?" "Dua diantaranya dimiliki oleh ....
"Silakan, Tuan Kells!" Shania mempersilakan. Setelah selesai makan, Shania mengajak Aldebaran ke pameran apartemen. "Ini adalah apartemen tipe A yaitu tipe studio."Aldebaran memperhatikan beberapa contoh apartemen yang diperlihatkan Shania. Seorang wanita gemuk dengan rambut dicepol dan make up tebal menghampiri Shania. Dia adalah Dara, atasan Shania. "Shania!" panggil Dara, ketus. Shania menoleh. "Ya, Bu?" "Cepet ke sini!" perintah Dara. Shania berkata, "Tuan, silakan lihat-lihat dulu! Saya akan kembali sebentar lagi."Aldebaran mengangguk. Sania pergi menghampiri Dara ke sudut. Dia melihat wajah masam Dara. Dara bertolak pinggang. "Kenapa kamu bawa calon pembeli kayak dia?""Maksudnya Ibu?" Dara menghela napas. Dia menunjuk Aldebaran. "Lihat aja penampilannya!"Shania akhirnya mengerti. "Bu, kita nggak bisa nilai seseorang dari penampilan luar aja. Karena banyak orang kaya yang hidup sederhana. Jadi, jangan sampai kita tertipu dengan penampilannya, Bu!""Halah, kamu tau ap
"Oh, Leo!" seru Amanda dengan santai. "Kamu tau apa tentang keluargaku, hah?!" Karena tinggi Amanda tidak sepadan dengan Aldebaran, dia berjinjit mengulurkan tangan. Amanda meraih topi Aldebaran. "Hei, jangan lancang!" tegur Aldebaran. Namun, terlambat! Amanda dengan mudahnya melepaskan topi Aldebaran. Sekarang, Amanda sudah mengenali sosok pria yang berdiri di hadapannya. "Aku udah tau, kalo itu kamu." Amanda menunjuk Aldebaran. "Kamu mau ngapain ke sini? Ini apartemen orang-orang kaya." Mata Amanda menatap Aldebaran lekat-lekat. Kemudian, muncul ekspresi yang tidak biasa. "Oh, aku tau. Kamu pasti kerja jadi tukang bersih-bersih di sini, kan?" Aldebaran menghela napas. Dia tidak ingin ambil pusing dengan pernyataan Amanda yang menghinanya. "Sini topiku!" pinta Aldebaran. Amanda mengabaikan Aldebaran. Dia justru semakin mendekatinya. "Kenapa kamu nggak jawab aku?" tanya Amanda. Melihat Aldebaran hanya terdiam, Amanda semakin penasaran dibuatnya. "Kamu ke mana aja?
"Aku nggak ingat, Pa," sahut Zoya. "Karena saat itu, aku ketakutan."Sultan tidak puas dengan jawaban anaknya. Maka, dia bertanya lagi. "Terus, apa yang dia lakuin sama kamu?"Zoya mencoba mengingat-ingat. "Dia menggandeng tanganku dan ajak aku lari dari sana. Tapi tiba-tiba, aku pingsan. Saat terbangun, aku udah di sini.""Sayang sekali, Zoya," kata Sultan. "Papa akan cari tau laki-laki itu dan mengucapkan terima kasih.""Jangan lupa kasih tau aku, Pa!"Sultan mengangguk. "Apa dia masih muda?""Iya. Kenapa, Pa?" Zoya merasa ayahnya ini sedang merencanakan sesuatu untuk si pria. "Kalo dia masih muda, Papa akan mempekerjakan dia sebagai bodyguard kamu," kata Sultan. "Kamu setuju, nggak? Karena kamu butuh bodyguard, Zoya."Jantung Aldebaran kembali berdebar mendengarnya. Dia ingin tahu respon Zoya. "Nggak tau, Pa," jawab Zoya, ragu. Aldebaran kecewa mendengarnya. Dia akan mencari cara agar bisa berada di dekat Zoya. Dia ingin memastikan keamanan Zoya sekaligus menebus rasa bersalah
"Apa?! Jadi, dia menyaksikan Kakaknya tertembak? Kasihan sekali dia! Pantas saja tubuhnya bergetar."Dokter berkata apa adanya. Dokter dan Aldebaran sama-sama menatap Zoya yang terbaring lemah menutup matanya. "Lalu, bagaimana kondisinya?" tanya Aldebaran. Dokter berkata, "Saya sudah memberikan obat penenang. Dia akan tertidur. Saya harap, orang-orang terdekatnya bisa menjaga dia dengan baik.""Terima kasih, Dok," ucap Aldebaran. "Orang tuanya akan datang sebentar lagi. Bisakah Anda menolong saya?""Apa yang bisa saya bantu?" tanya Dokter. "Saya sedang mengejar pesawat yang akan berangkat 2 jam lagi. Tolong jaga Nona ini sampai orang tuanya datang!"Dokter tersenyum. "Jangan khawatir! Suster akan menjaganya."Aldebaran lega. Dia menyerahkan ponsel Zoya kepada dokter, lalu bergegas pergi.Aldebaran keluar dari ruang IGD. Dia berjalan menuju taman rumah sakit. Dia tidak pergi dari sana, tetapi mencari tempat aman untuk memastikan keluarga Alexander datang. "Tempat yang bagus untuk i