Gelapnya malam semakin menjalar, menambah sunyi-nya malam itu. Alunan suara burung hantu mulai terdengar, memberi kesan tersendiri pada malam itu. Langit malam yang bercampur dengan mendung, tanpa cahaya rembulan ataupun bintang yang bertebaran di langit.
Kilatan-kilatan cahaya mewarnai langit malam itu, rintik air hujan mulai jatuh satu persatu membasahi semua yang dia temui. Suasana di luar tampak mencekam, tak kala hujan deras yang disertai dengan kilatan-kilatan listrik yang menyambar-nyambar, seperti hendak menyetrum seseorang. Sedangkan di dalam sebuah kamar tampak seorang gadis terlihat sangat gelisah dalam tidurnya. Dia seperti sedang bermimpi buruk.
Aluna melihat Alena sedang dibopong oleh seorang pria, lalu di duduknya pada sebuah kursi. Pria itu kemudian mengganti baju Alena dengan gaun berwarna merah. Setelah itu dia mengikat tubuh Alena pada kursi kayu tersebut. Aluna yang saat itu tak berdaya dan tak bisa menjerit ataupun b
Suasana menjadi sangat mistis di rumah si kembar. Kejadian demi kejadian mulai dirasakan oleh keempat pemuda-pemudi itu. Tak jarang dia mulai sering menampakan diri. Membuat si empunya rumah pingsan, kadang membuat orang-orang histeris seperti orang gila. Tahan hanya si empunya rumah, Bagas dan Revan saja sering dibuat kaget dan ketakutan.Kali ini Bagas dan Revan akan menjalankan misi mereka. Mereka pergi hanya berdua."Bagaimana?" tanya Bagas."Ayo, kita coba lagi!" Revan membenarkan tali sepatunya.Bagas dan Revan segera melangkah menuju tempat tujuan mereka. Sesampai di rumah pak Hadi, Revan dan Bagas mengerutkan alisnya."Kosong!""Lagi ...."Revan melangkah mendekati jendela rumah pak Hadi yang tertutup rapat oleh tirai. Revan mencari cela untuk mengintip ke dalam, tapi nihil tak dapat melihat keadaan di dalam."Bagaimana, V
Hidup berdampingan dengan makhluk tak kasat mata atau hantu dan sejenisnya itu sudah hal biasa, karena memang kita tak jauh dari itu. Di sekeliling kita pun ada, mereka berkeliaran dimana-mana. Apalagi menghuni sebuah rumah yang memang rumah itu sudah menjadi rumah tetap dari makhluk tak kasat mata. Percaya atau tidak, di dunia ini manusia hidup berdampingan dengan mahluk lainnya yang tak kasat mata. Mereka sering kali disebut makhluk astral atau halus. Secara kasat mata, makhluk-makhluk itu memang tidak terlihat. Namun, mereka bisa saja benar-benar ada di sekitar kita. Mereka berada di sekeliling kita, bahka mereka bisa saja tertarik pada kita, atau secara alami tubuh kita menarik mereka. Sadar tidak sadar, mereka bisa saja mengikuti kita. Lalu bagaimana rumah yang ditinggali Aluna dan Alena? Sebenarnya ada apa dengan rumah itu? Misteri belum terpecahkan. Namun tanda-tanda sudah mulai bermunculan. Suatu malam, Bagas ya
Sepulangnya dari tempat saudara Revan, si kembar tampak semakin gelisah. Kedua gadis itu tampak memikirkan apa yang dikatakan oleh pamannya Revan. Mencari jasad? Ya, jasad orang yang sudah mati. Apalagi korban pembunuhan. "Sudahlah, jangan terlalu dipikirkan. Nanti kita akan mencarinya bersama-sama!" kata Revan sambil menyalakan mesin mobil guna memanasi mesinnya. Aluna mengangguk. "Maaf, aku jadi sering merepotkanmu!" kata Aluna. "Tak masalah!" jawab Revan tersenyum. Semilir angin di pagi hari bertiup menerbangkan anak rambut Aluna yang duduk di teras menemani Revan yang sedang memanasi mesin mobil. Setelah memanasi mesin mobil, Revan berjalan mengambil selang dan menariknya mendekat pada mobilnya. "Kau mau mencuci mobil?" tanya Aluna, Revan pun menganggukkan kepalanya. "Mau membantu?" Revan tersenyum pada Aluna.
Aluna dan Revan tampak resah gelisah tak menentu. Mereka berdua merasakan detak jantung tak karuan menunggu kabar yang akan disampaikan oleh Dokter kepada mereka berdua. Dua Dokter yang menangani Alena dan Bagas masih diam. "Bagaimana keadaan mereka berdua, Dok?" Akhirnya Aluna membuka suara lagi. "Berdoa saja, mereka berdua bisa melewati masa kritis malam ini." "Kami sudah berusaha semaksimal mungkin menangani kedua pasien. Kami tetap akan siaga memantau perkembangannya." Revan menggenggam erat bahu Aluna, agar dia bisa tabah menghadapi cobaan ini. Aiptu Anang pun mendekati salah satu Dokter. "Dok, apa ada indikasi kedua pasien dalam keadaan mabuk?" pertanyaan Aiptu Anang mengalihkan atensi semua yang ada disitu. "Pasien tidak mabuk sama sekali!" "Terima kasih, Dok!" Aiptu Anang kembali duduk. Hal ini membuat Revan curiga. "Apa ka
Bayangan wanita muda dengan baju warna merah masih membuat Aluna penasaran. Siapa dia? Kenapa dia selalu muncul dalam pikiran Aluna. Apakah wanita itu ada hubungannya dengan rumah ini? Banyak pertanyaan yang berkecamuk dalam benak Aluna. Keduanya pun masih berusaha untuk mencari tahu segala hal tentang rumah tersebut. Siang itu, Aiptu Anang sudah menyambangi rumah kediaman si kembar. Kali ini, Anang memang berniat untuk mengungkap kejadian yang belum terpecahkan hingga pada akhirnya kasus dinyatakan di tutup. Revan membukakan pintu ketika dia mendengarkan suara ketukan. Tampak seorang polisi muda dan tampan berdiri. Revan mempersilakan Aiptu Anang masuk ke dalam. "Silakan masuk, Pak!" "Terima kasih!" Aiptu Anang langsung duduk di karpet ruang tengah. Dia tampak menyapukan pandangannya di setiap sudut ruangan. "Benar-benar
Aluna dan Revan mengerutkan alis dan sedikit kaget membaca nama-nama yang tertera di belakang foto kusam tersebut. Di bagian belakang tertera juga sebuah alamat yang sudah tidak bisa di baca. Revan dan Aluna saling pandang. "Apa hubungannya pak Hadi dan pak Handoko dengan Saraswati? Lalu siapa pria yang satunya ini?" ucap Revan. "Haris!" lirih Aluna, "Tunggu sebentar!" sambung Aluna. Gadis itu langsung meraih sebuah hiasan yang sudah terbelah menjadi beberapa pecahan. Aluna menyatukan hiasan yang terbuat dari kayu dan sudah pecah terbelah menjadi beberapa. Ketika Aluna menyatukan hiasan kayu itu, terbaca-lah nama yang tertulis di hiasan kayu tersebut. "Haris-Saras!" ucap Aluna dan Revan. "Aku benar-benar tak mengerti ada apa di balik misteri semua ini. Hantu itu, Handoko, Hadi, Haris, dan kecelakaan yang menimpa Alena dan Bagas. Apa semuanya ada kaitannya dengan misteri rumah ini?" Al
Aiptu Anang mengelilingi rumah pak Hadi. Dia seperti mempunyai firasat buruk di rumah itu. Saat kakinya melangkah menuju belakang rumah, kedua lubang hidungnya menangkap bau. Aiptu Anang terus menelusurinya hingga bau tersebut benar-benar menusuk hidungnya. "Bau apa ini?" "Pak Anang, Anda dimana?" teriak Revan. "Aku disini, Van!" Aiptu Anang berteriak menyahut teriakan Revan. Revan berlari menghampiri Aiptu Anang yang berdiri di belakang rumah pak Hadi. Aluna pun menyusul keduanya. Dia berhenti sejenak, mendadak hidungnya menangkap sesuatu yang sangat menyengat. "Bau apa ini?" ucap Aluna sambil menutup hidungnya, "kenapa baunya sangat menyengat sekali!" "Kau juga menciumnya, Lun?" ujar Revan. "Tentu saja, baunya sampai sini!" tegas Aluna. "Aku pikir ada yang aneh dengan rumah pak Hadi!" tutur Aiptu Anang.
Rumah keluarga Hadi sangat ramai. Para tetangga berdatangan untuk melihat langsung. Aluna pun masih tidak menyangka akan kejadian tersebut. Walaupun Aluna termasuk baru mengenal pak Hadi, tapi pria itu adalah pria yang sangat baik. Ada kerusakan di rumah mereka pun hanya pak Hadi yang membantu mereka. Kenapa mereka harus dibunuh? Apa karena pak Hadi dan keluarga mengetahui sesuatu tentang kejadian pembunuhan Saraswati, jadi dengan menyingkirkan pak Hadi dan keluarganya, pelaku akan aman. Mungkin iya, mungkin juga tidak. Lalu apa motiv dari ini semua? Itulah tugas polisi untuk memecahkan kasus ini. Empat korban sekaligus ditemukan dalam satu lokasi. Semua tidak menyangka kepergian keluarga Hadi sangat tragis. Para tetangga pun tidak menyangka kalau terjadi pembunuhan. Semua begitu tampak rapi, sehingga orang tidak ada yang tahu. Atau mungkin karena jarak rumah ke rumah agak begitu jauh? Tapi semua sudah berlalu. Keluarga yang dikenal sang
"Aneh?" Revan dan Mang Dadang menatap Bagas. "Iya, aneh." Bagas membalas menatap ke duanya dan setelah itu kembali menatap langit-langit ruang depan. Bagas merasa selama dirinya tidur, dia merasa seperti menjadi tahanan di alam lain. Ya, Bagas dan Alena menjadi tahanan sosok misterius ber-dress merah. Bagas berdecak dan kembali menoleh ke arah Revan. "Ah, sudahlah tidak perlu dipikirkan. Aku mau istirahat dulu." Bagas memejamkan matanya. Revan kembali menatap Mang Dadang dan mengangkat bahunya. Di dalam kamar, tampak Alena duduk di atas kasur lipat. Dia memperhatikan Tante Nita yang membereskan pakaiannya dan memasukkannya ke dalam lemari. Lalu wanita itu membalikkan badannya dan berjalan mendekati Alena. "Kau bisa istirahat dulu. Aluna sedang membuatkan-mu teh hangat." Tante Nita membelai surai hitam Alena. Tidak lama setelah itu Aluna masuk ke dalam kamar dan menaruh gelas berisi te
Setelah semua berlalu hal itu lantas tidak membuat Aluna bahagia. Pasalnya Aluna belum tenang sama sekali, karena saudara kembarnya masih tertidur pulas di rumah sakit. Gadis itu mulai merindukan masa-masa bersama dengan Alena dan dia juga tidak sanggup kalau harus kehilangan Alena. Bagi Aluna, Alena adalah semangatnya. Dia adalah satu-satunya keluarga yang Aluna punya.Hari itu, Aluna masih menunggu tukang bangunan yang harus memperbaiki lantai di ruang tengah. Sebetulnya para tukang bangunan agak ketakutan mengerjakan pekerjaan tersebut. Namun pada saat itu Tante Nita, Mang Dadang, Bi Inah, dan juga Pak Kyai Khusni datang ke rumah Aluna. Pak Kyai pun mengirimkan doa untuk mereka semua agar tidak lagi bergentayangan di dunia ini.Rumah Aluna saat itu menjadi ramai karena Tante Nita dan yang lainnya memang berniat untuk menginap di rumah Aluna. Hari itu setelah mereka mengunjungi Alena dan Bagas di rumah sakit, mereka bercakap-cakap sampai
Sekian lama kasus pembunuhan wanita muda yang dikenal memiliki banyak kekayaan peninggalan dari keluarga besarnya ini ditutup karena tidak menemukan titik terang. Namun sekarang titik terang tersebut sudah mulai muncul.Dentingan suara musik yang dihasilkan dari kotak musik membuat Handoko gelisah dan panik. Dua bola matanya berjelalatan melihat ke seluruh ruang tengah tersebut. Dia merasakan ada dua pasang mata sedang mengawasi dirinya. Lalu sekelebat bayangan melintas di sisi kanannya. Handoko membalikkan badannya, namun dia tidak mendapatkan apapun. Bayangan itu pergi entah ke mana. Lalu Handoko dibuat kaget lagi, karena sebuah sentuhan lembut di tangannya. Dia pun dengan cepat mengibaskan-nya dan lagi dia tidak menemukan siapapun di ruang itu. Gadis yang duduk terikat di depannya tidak sadarkan diri, sedangkan pemuda yang Handoko pukul dengan sekop pasir masih pingsan.Lalu siapa dia?Berkali-kali Handoko dibu
Hanya butuh satu petunjuk lagi untuk membuka gembok terakhir misteri-misteri yang mereka alami. Semakin hari semakin terbuka titik terangnya. Aluna pun berharap dia akan datang lagi menemui dirinya di dalam mimpi ataupun mungkin dengan petunjuk lainnya.Kejadian di Soul Cafe kemarin juga diceritakannya pada Aiptu Anang. Pelan-pelan mereka semua bergerak untuk memancing sang target. Siapa lagi kalau pelaku pembunuhan yang pernah terjadi di rumah tersebut."Bagaimana kita akan memancing dia?" tanya Aluna. "Sedangkan aku belum menemukan petunjuk lagi," imbuhnya."Kalau menurut feeling-ku, petunjuk itu akan segera dia tunjukan," sambung Revan."Lalu bagaimana dengan halaman belakang?""Urusan halaman belakang, kita akan mengerjakannya pelan-pelan. Anggap saja kita sedang berenang sambil minum air, betul tidak, Van?" ujar Aiptu Anang."Yups, betul sekali. Kita
Tante Nita duduk termenung di taman rumahnya. Entah apa yang sedang dia pikirkan. Sesekali dia menyeruput teh hangat buatan Bi Inah.Menghela napas panjang saat dia teringat kejadian itu. Di mana dia bertemu dengan Saras sahabatnya dan di tidak menyangka jika hari itu adalah pertemuan terakhirnya dengan Saras.Flashback on,Soul Cafe, Jakarta, 29 Maret 2018."Selamat siang Nona, ada yang bisa saya bantu?" tanya seorang pramusaji."Saya sudah booking tempat atas nama Saras," jawab Nita ramah."Oh, Nona Nita, ya. Anda sudah ditunggu Nona Saras." Pramusaji itu menunjuk tempat duduk paling ujung dan di sana telah duduk seorang wanita dengan dress warna merah."Terima kasih ya Mbak." Nita melangkah dengan senyuman yang merekah di bibirnya. Dia langsung duduk di depan Saras.
Teror masih terus terjadi di rumah Handoko. Pria berkumis tersebut selalu dibuat spot jantung. Berbeda dengan teror yang di alami oleh Revan atau Aluna. Mereka datang hanya bermaksud untuk meminta tolong, akan tetapi tetap saja cara mereka yang muncul tiba-tiba dengar wujud yang menakutkan membuat orang-orang kaget dan spot jantung. Hal itu juga dirasakan oleh Haris. Pria tampan dan juga masih ada ikatan saudara dengan Handoko, serta beberapa kasus yang belum terungkap. Membuat namanya ikut terseret, karena beberapa hari yang lalu ada seorang Polisi yang datang ke rumahnya. Namun demikian tidak ada bukti yang mengarah pada Haris. Haris yang malam itu duduk termenung diam menatap sebuah foto yang ada di dalam dompetnya. Foto sosok seorang wanita yang pastinya adalah wanita pujaan hatinya. Yang akan dipersuntingnya menjadi istri, akan tetapi semua pupus. Di rabanya foto tersebut, terlihat dia sangat sedih akan kepergianny
"Apakah aku juga harus membunuh orang-orang itu?" ucapnya memainkan pisau yang sedang dia pegang. "Jika tidak aku bunuh, mereka pasti akan mengetahui di mana aku menguburnya hidup-hidup," imbuhnya.Pria tersebut terlihat sangat kebingungan dan berjalan mondar-mandir di ruangannya. Memegang kepalanya dan mengurut pelipisnya. Lalu dia berteriak kencang dan mengobrak-abrik barang-barang yang ada di atas meja.Berani berbuat harus berani bertanggung jawab. Setiap perbuatan pasti akan ada balasannya, begitulah kata pepatah. Pria berkumis itu mendadak menjadi cemas dan gelisah."Bagaimana kalau setiap malam dia selalu datang menghantuiku?" Sembari menggigit kukunya."Belum lagi hantu kepala buntung dan—dia—dia dengan suara tangisan yang menggelegar setiap malam." Pria itu mengacak-acak rambutnya. Dia terlihat sangat stres.Malam kembali datang, desiran angin malam berhembus
"Orang pinter, Non?" Pernyataan Aluna membuat Mang Dadang mengerutkan alisnya. "Hmm ... kalau orang pinter sih Mamang tidak tahu, tapi kalau Nyonyah tahu.""Tante Nita?" ulang Aluna. Mang Dadang mengangguk."Tapi sepertinya beliau sedang istirahat, karena dari tadi siang ada di rumah sakit," papar Mang Dadang."Ya sudah, biar besok saja. Lagi pula aku juga capek, Mang." Aluna duduk di sofa."Mang, aku mau ngomong nih," tutur Revan."Mau ngomong apaan, Den? Kok sepertinya serius banget," lanjut Mang Dadang."Begini Mang, kita kan dari kemarin selalu dihantui oleh hantu anak-anak dan hantu wanita berbaju merah. Nah, kemarin itu kita berdua eh ... bukan ding, bukan aku tapi Aluna di datangi oleh hantu tanpa kepala," ucap Revan panjang lebar."Terus-terus." Mang Dadang terlihat kepo."Ih, apaan sih Mang." Revan kaget saat melihat Mang Dadang b
"Kamar mandi ... kamar mandi, Lun. Ada banyak darah di kamar mandi." Revan terlihat heboh sendiri."Kamar mandinya kenapa, Van? Gelap?" ledek Aluna."Bu-bukan itu, Lun. Ada darah di mana-mana." Revan menarik Aluna dan memposisikan dirinya di belakang tubuh Aluna ketika sampai di depan pintu kamar mandi. Revan mendorong tubuh Aluna pelan. "Coba kau tengok ke dalam," tunjuk Revan."Iya-iya, aku tengok. Tapi tidak perlu mendorong-dorong seperti ini kan, Van," protes Aluna. Revan pun melepas pegangan tangannya.Sementara itu, Aluna menelan saliva-nya ketika tangannya terulur untuk mendorong pintu kamar mandi tersebut. Aluna menutup matanya dan mendorong pelan pintu itu hingga terbuka lebar. Setelah terbuka lebar, Aluna membuka matanya sendiri. Lalu kepalanya melongok masuk ke dalam dan memeriksa seluruh isi kamar mandi. Aluna mengerutkan dahinya setelah dia masuk ke dalam kamar mandi untuk memastikannya.