Beranda / Thriller / 2.59 / 25. Empat Mayat

Share

25. Empat Mayat

Penulis: Cheezyweeze
last update Terakhir Diperbarui: 2021-04-26 22:08:47

Aiptu Anang mengelilingi rumah pak Hadi. Dia seperti mempunyai firasat buruk di rumah itu. Saat kakinya melangkah menuju belakang rumah, kedua lubang hidungnya menangkap bau. Aiptu Anang terus menelusurinya hingga bau tersebut benar-benar menusuk hidungnya.

"Bau apa ini?"

"Pak Anang, Anda dimana?" teriak Revan.

"Aku disini, Van!" Aiptu Anang berteriak menyahut teriakan Revan.

Revan berlari menghampiri Aiptu Anang yang berdiri di belakang rumah pak Hadi. Aluna pun menyusul keduanya.

Dia berhenti sejenak, mendadak hidungnya menangkap sesuatu yang sangat menyengat.

"Bau apa ini?" ucap Aluna sambil menutup hidungnya, "kenapa baunya sangat menyengat sekali!"

"Kau juga menciumnya, Lun?" ujar Revan.

"Tentu saja, baunya sampai sini!" tegas Aluna.

"Aku pikir ada yang aneh dengan rumah pak Hadi!" tutur Aiptu Anang.

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • 2.59   26. Terkuak

    Rumah keluarga Hadi sangat ramai. Para tetangga berdatangan untuk melihat langsung. Aluna pun masih tidak menyangka akan kejadian tersebut. Walaupun Aluna termasuk baru mengenal pak Hadi, tapi pria itu adalah pria yang sangat baik. Ada kerusakan di rumah mereka pun hanya pak Hadi yang membantu mereka. Kenapa mereka harus dibunuh? Apa karena pak Hadi dan keluarga mengetahui sesuatu tentang kejadian pembunuhan Saraswati, jadi dengan menyingkirkan pak Hadi dan keluarganya, pelaku akan aman. Mungkin iya, mungkin juga tidak. Lalu apa motiv dari ini semua? Itulah tugas polisi untuk memecahkan kasus ini. Empat korban sekaligus ditemukan dalam satu lokasi. Semua tidak menyangka kepergian keluarga Hadi sangat tragis. Para tetangga pun tidak menyangka kalau terjadi pembunuhan. Semua begitu tampak rapi, sehingga orang tidak ada yang tahu. Atau mungkin karena jarak rumah ke rumah agak begitu jauh? Tapi semua sudah berlalu. Keluarga yang dikenal sang

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-27
  • 2.59   27. Rencana yang Tertunda

    Revan menatap air yang cepat terserap di lantai. Dia terlihat aneh dengan keadaan itu. Bagaimana mungkin? Batinnya. Revan terus menerus memperhatikannya. Air tumpahan dari botol tersebut dengan begitu cepat meresap ke dalam. Seperti memang ada cela dibaliknya. Kemudian Revan menggetok lantai tersebut, membandingkan dengan lantai lainnya yang jaraknya tak begitu jauh dari tempatnya jongkok. "Lun! Coba lihat ini!" panggil Revan. Aluna segera menghampiri Revan. "Apa ini?" tanya Aluna. "Sangat aneh!" "Atau jangan-jangan!?" Keduanya langsung saling pandang. Entah mereka memikirkan hal yang sama atau tidak. "Kau sependapat denganku 'kan, Lun?" Revan menatap Aluna. "Emm, aku sependapat. Mungkin memang ada sesuatu di bawah sana!" balas Aluna. "Biar aku periksa!" Revan meraba-raba lantai tersebut

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-04
  • 2.59   28. Mencari Tahu

    Beberapa hari sebelumnya, "Bagaimana keadaan Alena?!" tanya tante Nita yang terlihat sangat khawatir. Tante Nita yang mendengarkan kabar berita tentang kecelakaan salah satu keponakannya langsung mengambil keputusan untuk pulang, padahal kerjaannya belum selesai. "Bagaimana ini bisa terjadi?" Tante Nita terlihat sangat shock. "Ma-maaf Tante, aku tidak bisa menjaga Alena!" balas Aluna. "Ini bukan kesalahanmu, Lun. Semua sudah jalan-Nya. Tante cuma shock, bagaimana ini bisa terjadi. Tante pikir kalian berdua!" Tante Nita berjalan mendekati Aluna dan memeluknya. Pintu ruangan terbuka, sosok pemuda dengan seragam lengkap memasuki ruangan. Sosok pemuda yang tak lain adalah Dokter yang merawat Alena dan Bagas. "Selamat siang, Nyonya!" sapa Dokter Rama. "Siang, Dok. Bagaimana keadaan mereka berdua?" tanya tante Nita. "An

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-08
  • 2.59   29. Mencari Tahu (2)

    Hari itu Aiptu Anang, Revan, dan Aluna mendatangi alamat rumah yang tertera di belakang foto. Sesampai di tempat tujuan justru rumah tersebut kosong. Tak terlihat ada kehidupan sama sekali di rumah tersebut. Tak jauh dari rumah tersebut, ada sebuah warung kecil yang hanya dihuni oleh seorang pria tua. Aluna, Revan, dan Aiptu Anang akhirnya mampir ke warung tersebut untuk bertanya tentang rumah yang berdiri tak jauh dari warung itu. Si pemilik warung mempersilahkan ketiganya untuk duduk, tak lama setelah itu pria tua kembali ke depan dengan sebuah nampan di tangannya. "Silahkan diminum, hanya sekedar air putih, tapi air ini bisa menghapus dahaga. Bapak lihat Nona ini kehausan." "Ah, terima kasih, Pak!" ucap Aluna. "Maaf sebelumnya, dengan Bapak—" "Pak Amir!" sela pria tua tersebut. "Pak Amir. Saya Anang dan yang duduk di samping Saya adalah Revan. Se

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-13
  • 2.59   30. Frustrasi

    Setelah proses pemakaman jenazah pak Hadi dan keluarganya, pak Amir masih tinggal di rumah si kembar untuk beberapa hari ke depan. Aiptu Anang yang akan mengantar pulang Pak Amir, karena setelah acara pemakaman itu, Aiptu Anang sibuk dengan beberapa laporan dari anak buahnya, sehingga dia belum bisa mengantar Pak Amir pulang ke rumahnya. Sore itu pak Amir terlihat santai duduk di ruang depan dengan Revan. Keduanya terlihat asyik berbincang-bincang. Pak Amir merasa sangat senang saat Revan mengajaknya main catur di ruang depan. "Apa pak Amir merokok?" tanya Revan. "Tidak, Nak!" jawab pak Amir singkat. "Kalau begitu, pak Amir tidak minum kopi?" tebak Revan. "Betul sekali. Bapak sudah lama berhenti minum kopi karena darah tinggi Bapak," jelas pak Amir. "Darah tinggi? Kenapa pak Amir tidak tinggal dengan anak bapak. Padahal rumahnya bersebelahan dengan rumah pak Amir?" Aluna berlutut dan menaruh secangkir teh hangat di depan pak Amir.

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-22
  • 2.59   31. Panti Jompo

    Misteri yang belum terungkap membuatnya harus terus mencari fakta agar bisa mengungkap semuanya. Berbagai upaya terus dilakukan oleh mereka bertiga. Sementara pelaku utama kasus pembunuhan terdahulu belum terungkap, kini muncul kasus-kasus baru yang mau tidak mau harus ditelusuri dan dikuak. Di samping itu, ada dua tubuh yang masih terbaring koma di rumah sakit. Tentu saja membuat Aluna, Revan, dan Anang harus lebih extra bekerja keras. Namun, tidak segampang yang mereka pikirkan. Mereka belum mengetahui apa yang akan terjadi dikemudian hari. Malam kian merambat, akan tetapi keempat orang yang tengah duduk di ruang tengah semakin terlibat pembicaraan yang serius. Pak Amir yang ingin mengutarakan sesuatu, akhirnya mengurungkan niatnya. Namun, dengan keyakinan Aluna membuat pak Amir menceritakannya. Semua kaget ketika mendengarkan pengakuan pak Amir, bahwa istrinya dibunuh oleh anaknya yang bernama Handoko. Yang

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-08
  • 2.59   32. Anak Kecil yang Misterius

    Aluna melangkahkan kakinya menapaki lantai rumah sakit. Kali ini Aluna datang ke rumah sakit tanpa Revan. Revan sendiri sedang menemani Aiptu Anang ke suatu tempat. Aluna berjalan dengan pandangan kosong. Entah sedang memikirkan apa dia? Tiba-tiba, Aluna dikejutkan dengan sebuah bola yang menggelinding tepat menyentuh kakinya. Aluna menundukkan kepalanya. "Bola? Bola milik siapa ini?" kata Aluna mengambil bola tersebut dan menyebarkan pandangannya ke sekitar. "Tidak ada siapa-siapa," beonya. Aluna celingak-celinguk mencari sesuatu. Namun, pandangannya berhenti pada sebuah obyek. Aluna melihat seorang anak kecil. Anak laki-laki kecil itu tersenyum pada Aluna. Lantas, dia pun membalas senyumannya. Aluna melangkahkan kakinya mendekati. Tepat di depan anak kecil itu, Aluna berjongkok agar menyejajarkan dirinya dengan anak laki-laki itu. "Apa ini bola milikmu?" tanya Alun

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-20
  • 2.59   33. Anak Kecil pt 2

    Aluna masih teringat dengan anak kecil yang dia lihat di rumah sakit. Kini dia dan Revan sudah pulang ke rumah. Tante Nita dan mang Dadang yang sekarang giliran menjaga Alena dan Bagas. Walaupun Aluna tidur di rumah, tapi tetap saja dia tidak tenang. Pasalnya rumah yang dihuni oleh Aluna juga masih menyisakan misteri yang belum terpecahkan. Menyesal pun percuma, Aluna hanya bisa menerima keadaan. Jikalau dia meminta untuk pindah pun tidak bisa. Aluna duduk terbengong di ruang depan. Revan yang melintas pun mendekati Aluna. Pemuda itu langsung duduk disebelahnya. Revan yang saat itu membawa sebuah botol air mineral. "Kau mau minum? Sepertinya kau terlihat sangat dehidrasi." Revan menyodorkan botol air mineral tersebut. "Aku tidak haus!" tolak Aluna. "Jangan terlalu banyak dipikirkan, nanti justru kau yang akan jatuh sakit. Aku tahu kau sudah tidak betah di sini, tapi

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-19

Bab terbaru

  • 2.59   62. Kembali ke Belanda (Ending)

    "Aneh?" Revan dan Mang Dadang menatap Bagas. "Iya, aneh." Bagas membalas menatap ke duanya dan setelah itu kembali menatap langit-langit ruang depan. Bagas merasa selama dirinya tidur, dia merasa seperti menjadi tahanan di alam lain. Ya, Bagas dan Alena menjadi tahanan sosok misterius ber-dress merah. Bagas berdecak dan kembali menoleh ke arah Revan. "Ah, sudahlah tidak perlu dipikirkan. Aku mau istirahat dulu." Bagas memejamkan matanya. Revan kembali menatap Mang Dadang dan mengangkat bahunya. Di dalam kamar, tampak Alena duduk di atas kasur lipat. Dia memperhatikan Tante Nita yang membereskan pakaiannya dan memasukkannya ke dalam lemari. Lalu wanita itu membalikkan badannya dan berjalan mendekati Alena. "Kau bisa istirahat dulu. Aluna sedang membuatkan-mu teh hangat." Tante Nita membelai surai hitam Alena. Tidak lama setelah itu Aluna masuk ke dalam kamar dan menaruh gelas berisi te

  • 2.59   61. Sepertiga Malam

    Setelah semua berlalu hal itu lantas tidak membuat Aluna bahagia. Pasalnya Aluna belum tenang sama sekali, karena saudara kembarnya masih tertidur pulas di rumah sakit. Gadis itu mulai merindukan masa-masa bersama dengan Alena dan dia juga tidak sanggup kalau harus kehilangan Alena. Bagi Aluna, Alena adalah semangatnya. Dia adalah satu-satunya keluarga yang Aluna punya.Hari itu, Aluna masih menunggu tukang bangunan yang harus memperbaiki lantai di ruang tengah. Sebetulnya para tukang bangunan agak ketakutan mengerjakan pekerjaan tersebut. Namun pada saat itu Tante Nita, Mang Dadang, Bi Inah, dan juga Pak Kyai Khusni datang ke rumah Aluna. Pak Kyai pun mengirimkan doa untuk mereka semua agar tidak lagi bergentayangan di dunia ini.Rumah Aluna saat itu menjadi ramai karena Tante Nita dan yang lainnya memang berniat untuk menginap di rumah Aluna. Hari itu setelah mereka mengunjungi Alena dan Bagas di rumah sakit, mereka bercakap-cakap sampai

  • 2.59   60. Kerasukan Arwah Saraswati

    Sekian lama kasus pembunuhan wanita muda yang dikenal memiliki banyak kekayaan peninggalan dari keluarga besarnya ini ditutup karena tidak menemukan titik terang. Namun sekarang titik terang tersebut sudah mulai muncul.Dentingan suara musik yang dihasilkan dari kotak musik membuat Handoko gelisah dan panik. Dua bola matanya berjelalatan melihat ke seluruh ruang tengah tersebut. Dia merasakan ada dua pasang mata sedang mengawasi dirinya. Lalu sekelebat bayangan melintas di sisi kanannya. Handoko membalikkan badannya, namun dia tidak mendapatkan apapun. Bayangan itu pergi entah ke mana. Lalu Handoko dibuat kaget lagi, karena sebuah sentuhan lembut di tangannya. Dia pun dengan cepat mengibaskan-nya dan lagi dia tidak menemukan siapapun di ruang itu. Gadis yang duduk terikat di depannya tidak sadarkan diri, sedangkan pemuda yang Handoko pukul dengan sekop pasir masih pingsan.Lalu siapa dia?Berkali-kali Handoko dibu

  • 2.59   59. Jam 2 Lebih 59 Menit

    Hanya butuh satu petunjuk lagi untuk membuka gembok terakhir misteri-misteri yang mereka alami. Semakin hari semakin terbuka titik terangnya. Aluna pun berharap dia akan datang lagi menemui dirinya di dalam mimpi ataupun mungkin dengan petunjuk lainnya.Kejadian di Soul Cafe kemarin juga diceritakannya pada Aiptu Anang. Pelan-pelan mereka semua bergerak untuk memancing sang target. Siapa lagi kalau pelaku pembunuhan yang pernah terjadi di rumah tersebut."Bagaimana kita akan memancing dia?" tanya Aluna. "Sedangkan aku belum menemukan petunjuk lagi," imbuhnya."Kalau menurut feeling-ku, petunjuk itu akan segera dia tunjukan," sambung Revan."Lalu bagaimana dengan halaman belakang?""Urusan halaman belakang, kita akan mengerjakannya pelan-pelan. Anggap saja kita sedang berenang sambil minum air, betul tidak, Van?" ujar Aiptu Anang."Yups, betul sekali. Kita

  • 2.59   58. Soul Cafe

    Tante Nita duduk termenung di taman rumahnya. Entah apa yang sedang dia pikirkan. Sesekali dia menyeruput teh hangat buatan Bi Inah.Menghela napas panjang saat dia teringat kejadian itu. Di mana dia bertemu dengan Saras sahabatnya dan di tidak menyangka jika hari itu adalah pertemuan terakhirnya dengan Saras.Flashback on,Soul Cafe, Jakarta, 29 Maret 2018."Selamat siang Nona, ada yang bisa saya bantu?" tanya seorang pramusaji."Saya sudah booking tempat atas nama Saras," jawab Nita ramah."Oh, Nona Nita, ya. Anda sudah ditunggu Nona Saras." Pramusaji itu menunjuk tempat duduk paling ujung dan di sana telah duduk seorang wanita dengan dress warna merah."Terima kasih ya Mbak." Nita melangkah dengan senyuman yang merekah di bibirnya. Dia langsung duduk di depan Saras.

  • 2.59   57. Kotak Musik (21+)

    Teror masih terus terjadi di rumah Handoko. Pria berkumis tersebut selalu dibuat spot jantung. Berbeda dengan teror yang di alami oleh Revan atau Aluna. Mereka datang hanya bermaksud untuk meminta tolong, akan tetapi tetap saja cara mereka yang muncul tiba-tiba dengar wujud yang menakutkan membuat orang-orang kaget dan spot jantung. Hal itu juga dirasakan oleh Haris. Pria tampan dan juga masih ada ikatan saudara dengan Handoko, serta beberapa kasus yang belum terungkap. Membuat namanya ikut terseret, karena beberapa hari yang lalu ada seorang Polisi yang datang ke rumahnya. Namun demikian tidak ada bukti yang mengarah pada Haris. Haris yang malam itu duduk termenung diam menatap sebuah foto yang ada di dalam dompetnya. Foto sosok seorang wanita yang pastinya adalah wanita pujaan hatinya. Yang akan dipersuntingnya menjadi istri, akan tetapi semua pupus. Di rabanya foto tersebut, terlihat dia sangat sedih akan kepergianny

  • 2.59   56. Teror Malam Hari

    "Apakah aku juga harus membunuh orang-orang itu?" ucapnya memainkan pisau yang sedang dia pegang. "Jika tidak aku bunuh, mereka pasti akan mengetahui di mana aku menguburnya hidup-hidup," imbuhnya.Pria tersebut terlihat sangat kebingungan dan berjalan mondar-mandir di ruangannya. Memegang kepalanya dan mengurut pelipisnya. Lalu dia berteriak kencang dan mengobrak-abrik barang-barang yang ada di atas meja.Berani berbuat harus berani bertanggung jawab. Setiap perbuatan pasti akan ada balasannya, begitulah kata pepatah. Pria berkumis itu mendadak menjadi cemas dan gelisah."Bagaimana kalau setiap malam dia selalu datang menghantuiku?" Sembari menggigit kukunya."Belum lagi hantu kepala buntung dan—dia—dia dengan suara tangisan yang menggelegar setiap malam." Pria itu mengacak-acak rambutnya. Dia terlihat sangat stres.Malam kembali datang, desiran angin malam berhembus

  • 2.59   55. Tertekan

    "Orang pinter, Non?" Pernyataan Aluna membuat Mang Dadang mengerutkan alisnya. "Hmm ... kalau orang pinter sih Mamang tidak tahu, tapi kalau Nyonyah tahu.""Tante Nita?" ulang Aluna. Mang Dadang mengangguk."Tapi sepertinya beliau sedang istirahat, karena dari tadi siang ada di rumah sakit," papar Mang Dadang."Ya sudah, biar besok saja. Lagi pula aku juga capek, Mang." Aluna duduk di sofa."Mang, aku mau ngomong nih," tutur Revan."Mau ngomong apaan, Den? Kok sepertinya serius banget," lanjut Mang Dadang."Begini Mang, kita kan dari kemarin selalu dihantui oleh hantu anak-anak dan hantu wanita berbaju merah. Nah, kemarin itu kita berdua eh ... bukan ding, bukan aku tapi Aluna di datangi oleh hantu tanpa kepala," ucap Revan panjang lebar."Terus-terus." Mang Dadang terlihat kepo."Ih, apaan sih Mang." Revan kaget saat melihat Mang Dadang b

  • 2.59   54. Orang Pintar

    "Kamar mandi ... kamar mandi, Lun. Ada banyak darah di kamar mandi." Revan terlihat heboh sendiri."Kamar mandinya kenapa, Van? Gelap?" ledek Aluna."Bu-bukan itu, Lun. Ada darah di mana-mana." Revan menarik Aluna dan memposisikan dirinya di belakang tubuh Aluna ketika sampai di depan pintu kamar mandi. Revan mendorong tubuh Aluna pelan. "Coba kau tengok ke dalam," tunjuk Revan."Iya-iya, aku tengok. Tapi tidak perlu mendorong-dorong seperti ini kan, Van," protes Aluna. Revan pun melepas pegangan tangannya.Sementara itu, Aluna menelan saliva-nya ketika tangannya terulur untuk mendorong pintu kamar mandi tersebut. Aluna menutup matanya dan mendorong pelan pintu itu hingga terbuka lebar. Setelah terbuka lebar, Aluna membuka matanya sendiri. Lalu kepalanya melongok masuk ke dalam dan memeriksa seluruh isi kamar mandi. Aluna mengerutkan dahinya setelah dia masuk ke dalam kamar mandi untuk memastikannya.

DMCA.com Protection Status