"Itu tadi adik sepupu saya teh dari sini, dia sakit, Bu bidan?" suara Adji terdengar karena sengaja dia keraskan volume media di ponselnya."Oh, si Neng Rida?" suara Bu bidan terdengar."Iya, Rida teh sakit? Duh, saya harus antar pulang kalau sakit mah.""Neng Rida tadi teh pingsan di jalan pas mau
"Bapak ... Walau tiada darah Bapak mengalir di tubuh ini, Rusman sangat berterimakasih padamu. Walau kau orang lain dalam nasabku tetapi kaulah bapak Rusman selamanya."Yuni heran dengan setiap kata yang terucap dari mulut suamimya itu. Tetapi, ia hanya bisa menunggu sampai Rusman menjelaskannya sen
"Neng ... Kumaha atuh si Teteh?" buru Rukaya yang baru saja datang ke puskesmas. Ia setengah berlari memburu Wulan yang menunggu di depan ruang perawatan yang ada di puskesmas desa tersebut.Bersamanya ada Diaz yang wajahnya seketika berubah masam saat melihat Rusman dan Yuni ada bersama Wulan."Tet
"Bapak pergi sama Nini, Bu." sahut Wulan dengan polosnya."Pergi? Ke mana?" tanya Rukaya."Wulan dengar tadi katanya mau cari rumah apa cari tanah gitu." jelas Wulan seperti yang dia dengar tadi."Rumah? Tanah?" gumam Rukaya semakin curiga bahwa memang ada yang disembunyikan oleh mertua dan suaminya
Pagi ini kondisi sekolah Santi sedikit berbeda dari biasanya. Seluruh siswa dikumpulkan di lapangan layaknya hendak mengikuti upacara bendera setiap hari Senin.Namun, di depan seluruh siswa, terpampang layar proyektor besar yang menjadi pusat perhatian seluruh isi sekolah menengah atas tersebut. Se
Mendengar kata pamit, teman-teman sekelasnya mendadak heboh. Pasalnya, tidak ada satu pun dari mereka yang tahu akan hal ini. Novi sekalipun.****"Ya Allah ... Kenapa mendadak begini, San?" tanya Novi mewakili yang lain saat Santi kembali datang ke kelas sekedar untuk berpamitan pada teman-temannya
"Eh, Wak ... Nini--" gugup Wulan merasa tak enak hati, saat berpapasan dengan Wulan di pintu perbatasan.Rusman mengulas senyum sambil mengangguk saja."Uwak ke dalam saja, ada yang perlu Uwak bicarakan sama Nini." Wulan mengangguk, lalu membiarkan Rusman masuk ke kamar Nininya.Rusman mengetuk pint
Di sebuah perusahaan besar di kota Bandung, seorang wanita berparas cantik paripurna tengah dilanda bimbang. Dialah Silvia, anak pemilik perusahaan tempat Adji bekerja.Usai mendapat pesan dari sang kekasih yang sudah dipacarinya selama 3 tahun terakhir, dia justru semakin merasa galau.Bagaimana ti
"Masya Allah, alhamdulillah, terimakasih banyak Wak, Bi. Neng, bahagia sekali," ujar Santi sepenuh hati menatap sayang kepada keluarga ayahnya itu satu persatu. Sampai kepada Rida, Santi teringat akan pesan yang dikirimkan oleh Bintang tadi."Oh iya, Neng teh sampai melupakan sesuatu," lanjutnya mem
Kunjungan keluarga Bintang ke rumah sakit tempat dirawatnya Santi tak hanya sekedar kunjungan biasa. Rupanya, terjadi pembicaraan serius antara Rusman dan Hendrawan terkait kelanjutan rencana pernikahan anak-anak mereka.Semua sudah dibicarakan dan tanggal pun sudah ditetapkan, yaitu 2 minggu lagi m
"Hayuk masuk atuh, kita sarapan dulu!" ajaknya usai memeluk Aisyah dan Linda bergantian. Bahkan, Hendrawan pun dia perlakukan bak anak sendiri."Kebetulan kita belum sarapan, Ni," balas Hendrawan yang segera melangkah masuk ke dalam rumah diikuti yang lainnya.Mereka bercengkerama selayaknya keluarg
"Sudah siap semua, A'?" tanya Hendrawan kepada Bintang yang tengah memakai sepatunya.Bintang mendongak menatap ayah sambungnya yang sudah terlihat semakin segar setelah 2 hari dia tunggui di rumah. Rupanya, sakitnya Hendrawan hanyalah penyakit malarindu kepada anak-anaknya saja. Setelah Bintang dan
Dalam pikirannya, kuliah dan mendapat gelar itu adalah penunjang langkah menuju sukses yang dia inginkan. Meski jalan yang dilalui tak mudah, tetapi memiliki ijazah sarjana adalah merupakan salah satu batu loncatan menuju puncak kesuksesan. Berbeda dengan Ikhsan yang memilih memgembangkan skil yang
Bintang membawa langkah dengan pasti saat burung besi yang mengatarnya pulang ke tanah air telah berhenti sempurna. Menderap langkah semakin cepat usai mengambil koper miliknya menuju pintu keluar bandara.Setelah hampir 5 jam di udara, akhirnya kakinya menapak tanah air dengan selamat. Namun, perja
Mau tak mau Santi pasrah juga, mengalungkan tangan di leher sang ayah yang terasa semakin tua itu. Menatap wajah lelaki hebatnya itu dalam-dalam. Sudah banyak keriput menghiasi wajah bapaknya, menandakan bahwa bapaknya tak lagi muda. Namun demikian, bapaknya masih kuat menggendongnya sampai ke toile
Waktu berputar begitu cepat, tanpa terasa mentari dengan cepat menghapus pekatnya langit malam. Usai sholat subuh, Bintang dengan segera bersiap untuk pulang ke tanah air. Mendapat penerbangan pagi membuatnya semakin tak sabar untuk bertemu dengan orang-orang yang dia rindukan.Dengan diantarkan ol
Di belahan bumi lain, Bintang tengah bersiap untuk kepulanganmya esok hari. Mengemasi beberapa pakaian yang akan dia bawa pulang. Kepulangannya kali ini bukan untuk tak kembali, karena masa pendidikannya juga belumlah usai."Berapa lama kamu di rumah, Tang?" tanya Abdi yang melihat rekan satu aparte