Aku benar-benar sudah tidak bisa lagi berkompromi dengan ustadz Fahri, kesabaranku yang setipis tisu dibagi dua ini akhirnya meluap, hingga keluarlah kata-kata yang tidak pantas dari mulut ini untuk lelaki itu.'Apa yang aku lakukan? Kenapa aku menjadi sangat kasar seperti ini?'Batinku mulai protes, tidak terima jika diri ini harus menyakiti dan melukai hati dan perasaan orang lain yang sama sekali tidak salah, apalagi orang itu adalah tunangan yang memiliki niat baik kepadaku.Bruk ...Aku muak dan memilih membanting ponselnya ke lantai, sebagai bentuk pelampiasan emosi pada diriku sendiri. Ya, setidaknya aku menjadi sadar untuk tidak lagi membalaskan amarah kepada lelaki yang tidak bersalah.Aku ingin sekali mengatakan kepada keluargaku kalau aku tidak ingin menikah dengan lelaki itu karena papaku adalah satu-satunya orang yang bisa ia ajak kompromi sekarang, akan tetapi rasa takut membuat kedua orang tuaku kecewa membayangi hati ini, karena sudah sejak lama kedua orang tuaku mengin
Tetesan-tesesan air mata mengguyur sajadah seperti hujan lebat yang jatuh membasahi bumi. Zahra bersujud serta memasrahkan semuanya dan berharap Tuhan membantu menyelesaikan masalah hidupnya. Selama ini Zahra benar-benar telah bersikap angkuh dan sangat sombong, bahkan ia terjebak dengan perkataan sendiri yang mengatakan, "Terserah Allah saja." Hingga Tuhan memberikan pilihan terserah seperti yang dipinta oleh gadis cantik itu. Tapi pada kenyataannya Zahra adalah gadis munafik, ia tidak bisa menerima apa yang telah ia pinta, bahkan ia menyalahkan takdir Tuhan karena Tuhan memberikan sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginan di hatinya.Zahra sadar, kalau Allah itu adalah Tuhan yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, dan Tuhan sangat suka jika hamba-Nya meminta kepadaNya. Jadi harusnya sebagai manusia, Zahra harus meminta secara mendetail kriteria lelaki seperti apa yang ia inginkan, bukan malah putus asa atas rahmat dari Allah.'Tuhan, hamba tahu hamba salah, hamba terlalu sombong dan
"Zahra, Abi sedari kecil hidup susah, Abi berjuang sangat keras untuk bisa membahagiakan anak-anak Abi karena Abi tidak ingin anak-anak Abi mengalami nasip buruk dan kesusahan hidup yang dulu Abi rasakan. Ya, Rasanya sangat wajar jika seorang ayah ingin membahagiakan dan memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya dan Abi melakukan semua itu tulis dan ikhlas tanpa mengharapkan belas kasihan," ujar abi Abdullah lagi dengan mata yang mulai berkaca-kaca.Zahra juga ikut terbawa suasana dan membayangkan betapa sakit dan hancurnya hatinya ketika ia harus mendengarkan sang ayah harus mengenang kembali masa lalunya.Ingin rasanya Zahra meminta maaf dan bersujud di kaki kedua orang tuanya sekarang, akan tetapi kesombongan dan keegoisan hati masih membuat Zahra enggan untuk melakukannya. Zahra merasa malu untuk mengaku salah dan kalah kepada kedua orang tuanya."Zahra, Abi dan Ummi tidak akan menuntut apapun atas semua yang telah kami berikan kepadamu, tapi sebagai orang tua tentu kami sangat in
"Bagaiman mungkin Zahra akan menjadi makmum untuk imam yang tidak ingin Zahra ikuti, Abi."Zahra mengangkat wajahnya, menatap mata sang ayah dengan mata yang berkaca-kaca, hingga keluarlah butiran kristal-kristal bening itu membanjiri pipinya."Abi, bukan lelaki seperti itu yang Zahra inginkan. Jadi maaf, Zahra tidak ingin melanjutkan pertunangan ini!"Zahra akhirnya berani mengutarakan pendapat dan apa yang terasa di dadanya, sesuatu yang selama ini ia simpan dalam diam hingga terjadilah kesalahpahaman yang tidak akan berujung jika tidak dipangkas.Bagaimana mungkin ia akan menikah dengan lelaki yang terus mengadukan masalah keduanya kepada orang tua. Sungguh, sikap lelaki itu sangat tidak dewasa, dan Zahra tidak suka dengan lelaki yang tidak gentleman seperti itu."Nak, Abi tidak akan lagi ikut campur masalah percintaanmu. Abi benar-benar sangat malu muka. Ini bukan yang pertama kalinya, tapi berkali-kali kamu menolak lelaki yang Abi dan Ummi jodohkan denganmu," ucap abi Abdullah dal
'Maafkan hamba Ya Allah, ampuni hamba Ya Rahman, hamba bersalah dan melakukan dosa besar,' ucap Zahra di dalam hatinya.Terbayang oleh gadis cantik itu bagaimana ia mengolok-olok takdir dak ketetapan hidupnya, bahkan ia telah berputus asa dengan rahmad Allah. Ia tidak ingin lagi hidup dan menyerah dengan kenyataan yang ada. Jadi Allah menegurnya dengan memberikan sesuatu sesuai dengan doanya. Ya, Allah tidak akan memberikan cobaan diluar batas kemampuan hamba-Nya, dan Allah juga tidak akan memberikan siksa melainkan atas kesalahan yang telah dilakukan oleh hamba-Nya itu. Allah Maha Tahu sedangkan hamba-Nya tidak, jadi jangan pernah bersikap sombong dan angkuh di dunia ini atas apa yang terjadi, karena berserah kepada Allah adalah jalan terbaik, sebab apapun yang terjadi di dunia ini atas kehendak dan kuasa Allah."Nak, untung Ustadz Fahri dan keluarganya adalah orang baik, jadi mereka tidak meminta denda dua kali lipat atas mahar yang telah mereka berikan. Kita hanya mengembalikan apa
Zahra mencium-cium kedua tangan milik kedua orang tuanya, meminta maaf dan berharap orang tuanya meridhoi hidupnya karena restu Alla ada pada Restu kedua orang tua dan murka Allah ada pada murka kedua orang tua. Zahra benar-benar takut jika Allah marah padanya. "Sudahlah, Nak, lupakan semuanya, kita mulai hari baru yang lebih baik dan untuk rasa malu ini biarlah Abi dan Ummi yang menanggungnya," ucap Abi Abdullah sembari menepuk-nepuk lembut pundak putri kesayangannya. Ya, Zahra paham, jika kedua orang tuanya adalah orang yang lumayan terpandang dan dihormati di lingkungan tempat tinggal mereka, jadi kejadian putus pertunangan ini akan menjadi tranding topik dan pembicaraan yang tidak akan habis-habisnya selama beberapa hari kedepan. Jadi Zahra sangat paham kalau kedua orang tuanya akan menutup rapat telinga atas sesuatu yang tidak seharusnya mereka dengarkan nanti. "Zahra, ada 6 bulan lagi menjelang Idul Adha, jadi Ummi berharap kamu bisa menemukan calon suamimu dalam waktu itu, ag
Kini giliran Zahra yang mengabaikan Alex, sebab yang terpenting saat ini untuk Zahra adalah kesehatan jiwa dan mentalnya sendiri. Ya, waktu 180 hari yang terasa sangat lama itu akhirnya sudah tidak lagi membebani Zahra, bahkan tidak sampai 180 hari pernikahannya akhirnya dibatalkan. Berbeda dengan orang yang putus cinta atau patah hati, dimana mereka mungkin saja akan menangis atau menyesali semua yang terjadi. Hal itu tidak berlaku kepada Zahra, sebab kini hati gadis cantik itu terasa teramat sangat lapang, dimana hubungannya dengan kedua orang tuanya membaik, hingga kini senyum mengembang kembali terpancar di wajah gadis cantik itu. Zahra kini memulai hari baru dengan fokus kepada dirinya sendi, dimana ia mulai menyibukkan diri dengan memperbaiki dirinya dan mendekatkan diri kepada Tuhan. Zahra mulai ikut pengajian, bahkan jilbab yang biasanya diikat dileher kini telah menjulur ke bawah. Ya, walaupun belum memakai pakaian sesuai dengan syariat islam, setidaknya Zahra mulai belajar
Yang ada dalam pikiran Zahra hanya kemarahan Andika, apalagi ia tidak sempat meminta maaf pada lelaki itu dan memilih kabur setelah kejadian tadi pagi. "Zahra, kamu mau 'kan makan siang sama aku?" ulang Andika sekali lagi. "I-iya, baiklah!" Zahra gugup, ia berjalan melewati Andika dengan pandangan menunduk tanpa melihat wajah lelaki itu sedikitpun. Zahra berjalan cepat menuju musala dengan sejuta kekhawatiran dan tanda tanya di dalam hatinya. Sedangkan Andika terus mengikuti gadis itu sampai ke musala tanpa diketahui oleh sang gadis. Andika seolah memastikan Zahra masuk ke dalam musala, kemudian menunggu gadis itu di depan musala sembari menyandarkan tubuhnya di dinding. Satu kakinya terus digoyang-goyangkan seolah sedang memikirkan sebuah kekhawatiran, bahkan menunggu terasa sangat lama hingga rasa takut jika Zahra membatalkan keinginan untuk makan bersama dengannya. Andika kemudian berjalan mondar mandir seperti kendaraan yang tidak tahu arah dan tujuannya, mencoba mempercepat
"Kania, Mas yakin kamu akan mendapatkan lelaki terbaik dan terhebat seperti yang kamu harapkan selama ini. Ikhlaskan dia yang telah pergi dan buka hati untuk dia yang nantinya akan mengisi hari-harimu. Mas yakin, wanita baik sepertimu akan mendapatkan lelaki terbaik juga, karena jodoh adalah cermin diri, dan wanita baik-baik akan dipersatukan juga dengan lelaki baik-baik," ucap Arya menasihati ku.Kutatap lelaki itu dengan seksama, penuh kekaguman dan rasa syukur. Ya, akhirnya aku menyadari kalau Arya adalah sosok lelaki yang bisa mengayomiku, ia menasehatiku layaknya seorang kakak laki-laki kepada adiknya, melindungi dan menjagaku seperti saudaranya sendiri. Aku tahu, Arya adalah laki-laki. Ia memiliki naluriah laki-laki, sikap dan jiwa seorang lelaki yang mungkin saja mudah jatuh dan dimanfaatkan oleh wanita yang tidak benar-benar tulus mencintainya. Ia mungkin juga akan tergoda dengan wanita cantik dan seksi seperti sebelumnya, karena tantangan terbesar seorang lelaki yang telah su
"Ma, Bella terkagum-kagum dengan agama islam. Islam begitu memuliakan kedua orang tua dan Mama adalah surganya Bella."Bella bersujud dan mencium telapak kaki mamanya dengan tulus dan ikhlas. "Sayang, apa yang kamu lakukan? Jangan seperti ini, Sayang!" Mama Ratna membantu putri kesayangannya untuk bangun dan bangkit. Beliau memeluk putri kesayanggannya itu. Rasa haru dan bahagia memenuhi hati dan fikiran mama Ratna, betapa ia sangat bahagia dan bersyukur karena memiliki putri yang teramat sangat baik dan berbakti seperti Bella."Nak, kamu benar-benar permata dalam kehidupan Mama dan Papa. Maaf karena selama ini kami membiarkanmu tumbuh sendiri tanpa perhatian dan kasih sayang."Mama Ratna membelai lembut rambut putrinya, matanya mengisyaratkan sebuah penyesalan yang teramat sangat dan keinginan untuk membalas sesuatu yang telah hilang menjadi senyum kebahagiaan untuk Bella."Ma, apa Bella boleh nggak usah ke kantor dulu? Bella ingin fokus di rumah dan belajar agama. Biar Lara saja y
"Tentu jadi, Sayang, nanti kita packing dan membereskan semua perlengkapan travelling," ujar mama Ratna bersemangat."Ma, emangnya Papa mau libur ngantor?" Papa Herman juga salah seorang manusia yang sangat gila dan mencintai pekerjaan, hingga Bella ragu papanya bisa ikut jalan-jalan dengan mereka atau tidak."Tenang, Sayang, perusahaannya 'kan punya kita, jadi tidak ada alasan bagi Papa untuk menolak," terang mana Ratna.Papa Herman menggeleng-gelengkan kepalanya sembari tersenyum melihat dua wanita yang sangat dicintainya itu terlihat bersangat untuk liburan di luar kota.Ya, memang benar, Bella dan keluarganya sudah lama sekali tidak liburan bersama. Setidaknya sakitnya Bella menjadi perekat hubungan keluarga Bella."Terima kasih, Papa." Bella tersenyum dan terlihat sangat bersemangat."Kalau begitu, sekarang Papa ke kantor dulu ya. Papa ingin menyiapkan semua berkas-berkas dan pekerjaan yang tertumpuk sekalian memberikan tugas untuk dikerjakan oleh sekretaris papa selama kita tid
Bella memeluk mama Ratna, ia tidak bisa berkata apa-apa karena saat ini yang bisa dilakukannya hanya menangis."Sayang, Mama ada untukmu."Mama Ratna menepuk-nepuk punggung putri kesayangannya sembari membelai rambut Bella dengan penuh cinta dan kasih sayang."Ma, apa kita boleh berjalan-jalan ke luar kota? Bella ingin sekali liburan dan menenangkan fikiran," ucap Bella lembut namun tersedu-sedu."Tentu boleh, Nak. Bella boleh pergi ke mana saja yang Bella inginkan. Apa kamu pengen ke luar negeri, Sayang?" Mama Ratna ingin mewujudkan semua keinginan anak kesayangannya karena yang terpenting baginya adalah Bella bisa kembali ceria lagi dan bisa tersenyum lagi seperti dulu."Ma, Bella ingin liburan sama Mama dan Papa, tapi Bella ingin di Indonesia saja," terang Bella.Bella menatap wajah mama dengan penuh harap.Mama Ratna kemudian menghapus air mata yang mengalir di pipi putri kesayangannya itu."Sayang, Bella ingin ke mana?" Mama Ratna bertanya dan mendengarkan keinginan putri kesay
Bella tidak peduli dengan pertanyaan Rasya, mau tidur atau berpura-pura tidur saat ini yang ingin Bella lakukan hanya diam sembari menutup matanya."Bella, aku tahu kamu tidak tidur, tapi kalaupun kamu tidur maka beristirahatlah dengan tenang, aku akan membangunkanmu ketika kita telah sampai di rumah," ujar Rasya.Rasya terus melajukan mobilnya dengan hati yang berkecamuk, penuh dengan kegelisahan dan rasa bersalah. Hingga akhirnya mereka sampai di rumah Bella.Rasya menatap Bella, gadis cantik itupun terlihat sangat cantik saat menutup mata.Rasya kemudian menghapus air mata yang sedari tadi membasahi pipi Bella, hati Rasya terlihat sangat hancur karena melihat hal itu terjadi."Bella, kita sudah sampai di rumah." Rasya membangunkan Bella yang sebenarnya tidak tidur itu.Bella membuka matanya kemudian memaksakan dirinya untuk tersenyum. Bella tidak ingin melihatkan wajah murung qtau bersedih lagi kepada Rasya."Sya, kamu harus singgah di rumah, aku ingin membuatkanmu salad buah untu
Mama Rasya menatap Bella dengan lembut dan penuh kasih sayang. Beliau kemudian menggenggam tangan Bella dengan hangat, Bella merasakan ketulusan di sana."Sayang, Mama sangat merindukan Bella, maaf untuk banyak hal dan terima kasih banyak karena masih mau datang berkunjung ke sini."Ucapan tulus yang ke luar dari mulut mama Rasya membuat Bella terharu, hingga tanpa sadar air mata lagi-lagi membasahi pipi Bella.Kutatap mata mama Rasya dengan air mata yang tidak bisa berhenti ke luar dari mataku. Beliau juga melakukan hal yang sama."Tante, apa benar Tante merindukan Bella?"Dengan nada tersedu-sedu aku ingin memastikan tentang apa yang baru saja aku dengar bukanlah mimpi belaka."Tentu, Sayang, hanya kamu seorang gadis yang Tante anggap seperti anak sendiri dan Tante berharap kamu bisa menjadi istrinya Rasya." Secara terang-terangan mama Rasya mengungkapkan apa yang disimpannya di hatinya. Sementara Bella saat ini terlihat haru bercampur kaget."Bagaimana mungkin seseorang yang melar
Sahabat menjadi cinta, itulah hubungan yang dijalani oleh Bella dan Rasya pada awalnya. Jadi, hubungan percintaan mereka semasa SMA tidak lagi jaim-jaiman namun lebih menjurus kepada persahabatan. Saling menyayangi dan saling menjaga, saling mendukung dan selalu bersama dalam berbagai situasi dan kondisi, baik suka maupun duka. Begitulah hubungan Bella dan Rasya pada waktu itu. Hubungan yang membuat iri banyak mata ketika memandangnya."Bell, aku nggak nyangka ternyata kamu merindukan makanan buatanku."Rasya menatap mata Bella dengan takjub, ia tidak menyangka Bella merindukan masakannya. Ya, semasa SMA Bella dan Rasya memang sering bertukar makanan dan saling mencicipi makanan satu sama lain."Sya, tentu saja aku merindukan masakanmu, bahkan kamu membawakan aku makanan seriao hari, bagaimana mungkin aku melupakanny," ujar Bella dengan senyuman."Baiklah, kalau begitu kita kembali ke rumah sakit ya!" Rasya menghidupkan mesin mobilnya dan bersiap untuk melajukan mobilnya kembali ke r
Bella ingin sekali berdiri dan memeluk Adrian, menghapus air mata yang ada di pipi Adrian serta membelai lembut rambut Adrian. Namun apa daya, Bella tidak memiliki tenaga apa-apa untuk melakukan semua itu selain menangis menatapi lelaki yang terbaring lemah dengan banyaknya luka memar di tubuhnya."Bella, jangan menangis!" Adrian mencoba mengangkat tangannya, namun tangannya yang baru saja dioperasi itu tidak bisa digerakkan sama sekali. Hingga keinginannya untuk menghapus air mata Bella menjadi terurungkan. Adrian juga sangat ingin memeluk Bella, menghapus air mata yang ada di pipi Bella, membelai rambut gadis cantik itu dan memberikan semangat kepada Bella.Namun apa daya, Adrian tidak lagi mampu bergerak dan melakukan apa-apa selain berbaring, bahkan untuk berbicara saja Adrian sangat kesusahan."Adrian, cepatlah sembuh! Aku berjanji aku akan memperlakukanmu dengan baik jika kamu sembuh."Dengan membelai tangan Adrian, Bella menatap wajah yang penuh dengan perban itu dengan tangis
Mama Ratna penasaran dengan apa yang terjadi kepada Adrian, bagaimanapun juga Adrian adalah lelaki yang membantu Bella ketika Bella hancur ketika kehilangan kekasih hatinya. Walaupun mama Ratna sangat menyukai Rasya dan berharap dokter tampan itu yang akan menjadi menantunya, mama Ratna tetap tidak bisa melupakan hutang budinya kepada Adrian. Adrian adalah lelaki yang menjadi matahari saat bumi yang ditinggali oleh putri kesayangannya ditutupi oleh awan kelam."Adrian mengigau memanggil-manggil nama Bella."Papa Herma ln berhenti sejenak, beliau sepertinya juga teramat sangat mengkhawatirkan Bella."Bella?" Mata mama Ratna terbelalak, seolah ingin menanyakan sesuatu, namun beliau takut kalau suaminya marah."Kasihan Adrian, Tante, kedua orang tuanya masih berada di luar negeri. Namun, saat ini dia ditemani oleh tunangannya, tetapi Adrian sedikitpun tidak menyebut nama tunangannya," jelas Rasya.Penjelasan Rasya membuat mama Ratna paham, bahwa ada cinta yang tulus dari relung hati ter