Sudah tiga hari sejak peminangan Rianti Ibunya lebih banyak diam. Melihat tingkah anaknya yang semakin sulit diatur dirinya lebih memilih diam. Karena berbicara pun tak ada gunanya di mata Rianti yang semakin lengket kaya prangko dengan Rustam.Pagi ini Ibu sedang sibuk mengatur bunga- bunga yang ada di taman. Dari depan terlihat Gilang yang melangkah menuju rumah mereka.“ Eh, Nak Gilang! Kenapa lama tak muncul kemari?” tanya Ibu Rianti mendekatinya.“ Maaf Bu aku...selama ini pergi keluar kota ikut pelatihan dokter,” jawabnya sambil menyalami tangan Bu Lasmi.“ Ayo, masuk ke dalam dulu.” Gilang segera masuk ke dalam rumah.“Oh ya Bu, Rianti ya mana?” Sambil melihat sekeliling karena sejak tadi tak melihat sosok Rianti.“Dia lagi di kamar.” Beberapa saat kemudian, Rianti keluar dari kamarnya. Kini tampilannya sudah rapi seperti mau keluar. “Mau ke mana Neng cantik?” tanya Gilang.“ Mau keluar dengan tunanganku Kak.” Diliriknya dokter Gilang dan menyalaminya.“Aku pamit ya Bu.” Kem
“ Rianti! Kamu...tunggu aku di sini ya. Mas, mau mandi dulu.” Ditinggalkannya Rianti yang masih duduk di ruang tamu lantai dua sambil menikmati indahnya suasana sekitar jika di lihat dari lantai atas.“ Jangan lama- lama Mas! Rianti takut ditinggal sendiri,” ucapnya sambil memainkan ponselnya.Samar- samar terdengar suara percikan air dari kamar mandi. Rustam membersihkan badannya setelah berkeringat. Beberapa saat kemudian disudahi mandinya dan keluar hanya menggunakan handuk mandi.Didekatinya Rianti yang sedang asyik-asyik menikmati pemandangan alam sekitar. Tiba- tiba saja mulut Rianti didekapnya agar tak menimbulkan suara.“ Mas, apa- apaan kamu Mas! Lepaskan,” ucap Rianti dengan memberontak.Tangan Rustam mulai meraba- raba bagian dadanya.“ Hentikan Mas!” Didorongnya Rustam hingga terjatuh di lantai.“Rianti! Sudah lama aku menantikan momen ini. Jika kamu ingin menikah denganku, apa salahnya kita bisa melakukannya. Lagi pula... Kita kan sudah tunangan,” bujuk Rustam meyakinkan R
“Mau apa kalian kemari? Ingat ini urusan rumah tangga kami. Urus saja suami kalian. Jangan sampai mereka direbut pelakor.” Rianti segera menutup pintu agar kedua tetangga julidnya itu tidak masuk ke rumahnya.Kedua wanita itu berbalik arah dan pulang ke rumah masing-masing.“Rianti! Mohon dengarkan Ibumu. Ingat, Rustam adalah saudara tiriku. Namun, sikapnya tak begitu pantas buatku,” ucap Gilang yang semakin geram dengan tingkah Rustam.“Lantas! Aku harus bagaimana lagi? Bukankah menikah dengan Rustam akan memperbaiki ekonomi Ibu?” bantah Rianti membela diri.“Rianti! Harta bisa dicari lelaki seperti Rustam bisa kamu dapatkan. Apalagi kamu cantik. Tapi, ingat harga dirimu dan harga diri keluarga itu lebih penting. Jangan sampai kalian di injak-injak oleh Rustam yang sangat sombong itu.” Mendengar nasehat dari Gilang hati Rianti mulai luluh. Dirinya segera masuk ke kamar meninggalkan Ibu dan Gilang yang masih duduk di ruang tamu.“Bu anggap saja, Gilang adalah anakmu. Mulai besok I
Ketika sampai di rumahnya didapati Bu Meli dan Bu Tatum sedang sibuk membersihkan tempat jualan bakso mereka.“Assalamualaikum,” “ Waalaikum salam,” jawab Bu Meli dan Bu Tatum bersamaan.“ Saya sangat berterima kasih sekali kalian sudah mau membantu saya di saat seperti ini,” ucap Bu Lasmi.“ Sudah seharusnya kita sebagai tetangga saling membantu Bu. Oh iya ini hasil jualan hari ini, orang- orang bilang bakso buatan Ibu enak pas di lidah,” ucap Bu Tatum sambil melirik ke arah Rianti.“Oh Iya, Rianti sakit apa Bu? Kenapa wajahnya sangat pucat sekali seperti orang yang lagi ngidam?" lanjut Bu Tatum.“Hus tidak boleh sembarang bicara. Rianti kan masih gadis,” balas Bu Meli sambil menyodorkan uang hasil penjualan hari ini.“ Oh iya Bu Lasmi, kami pulang dulu ya. Jangan lupa, jika butuh bantuan lagi, kami berdua siap membantu,” jawab Bu Lasmi.“ Oh iya Bu, boleh tidak sisa baksonya kami minta hitung-hitung sebagai upah kami berdua?” tanya Bu Meli Sambung melirik dandang bakso di sampingn
“Siapa perempuan yang tidak benar Ma? Apa Mama lupa dirimu yang dulu juga perempuan yang tidak benar? Apa Mama lupa dulunya sudah bersuami namun masih berani selingkuh?” Bu Melati yang mendengar suara itu segera berbalik menghadap ke asal suara sehingga dia lupa mematikan teleponnya.“ Pa, apa- apaan kamu? Bukannya kita melakukannya suka sama suka? Ingat ya Pa saya melakukannya atas dasar cinta. Jadi, tak perlu ungkit-ungkit masa lalu.” Bu Melati yang murka bersiap meninggalkan Suaminya yang masih berdiri mematung menghadapnya.“ Jangan pergi kamu Melati! Dengarkan aku. Rianti tetap akan menikahi Rustam. Jika Mama menghina Rianti sebagai perempuan yang tak benar lalu, apa bedanya dengan dirimu. Rustam harus pulang menyelesaikan ini.” Rustam telah mendengarkan semuanya. Ternyata apa yang selama ini dikatakan Ibunya padanya bahwa dia mempunyai saudara tiri dari Ibunya adalah bentuk sikap dari keegoisan Ibunya.Bu Melati bercerita pada Rustam bahwa dia sebelumnya pernah menikah namun di
Semakin hari usia kandungan Rianti semakin bertambah. Begitu pula ukuran janin yang ada di kandungnya.Akhir-akhir ini dirinya lebih memilih berdiam diri di rumah sambil membantu Ibunya yang sibuk jualan.Ocehan orang di luar sana tentangnya tak dihiraukan lagi. Dirinya harus bangkit untuk menjadi wanita yang tangguh. Andai saja dia tidak terlena dengan mulut manis Rustam, mungkin dia tak akan menanggung akibatnya.Di tengah malam Bu Lasmi Ibunya Rianti, terbangun dari lelapnya untuk melakukan salat tahajjud. Rianti yang secara tak sengaja terbangun olehnya.Sepintas doa Ibunya samar- samar terdengar di indera pendengarannya. Dirinya berusaha menenangkan diri kemudian, bangun mendekati Ibu.“Kali ini hamba sebenarnya sudah tak sanggup memikul beban ini. Menanggung aib hingga mendengar cemooh orang-orang, Kuatkan tubuh dan iman ini ya Allah semua kuserahkan padamu.” Sejenak Rianti mendengar doa Ibunya. Air mata mengalir membasahi pipi. Selama ini dia melihat Ibunya sosok yang kuat, da
Kali ini Gilang sudah tidak main- main dengan ancamannya. Semuanya dilakukan demi Rianti agar bisa melahirkan anak yang punya Ayah.“Baiklah, kali ini Ibu harus menuruti apa maumu. Tapi, setelah Rianti menikah dengan Rustam, Ibu mohon menjauhlah dari kehidupan kami,” balas Bu Melati dengan tegas. Rianti kini bisa bernafas lega setelah mendengarkan langsung percakapan antara Gilang dan Ibu kandungnya. Tak disangka Gilang bisa setegas ini pada Ibu kandungnya yang baru Beberapa kali ditemuinya itu.Beberapa saat kemudian suami Bu Melati keluar dengan membawa ponselnya.“ Maaf, membuat kalian berdua harus menunggu. Kalau boleh tahu anda sepupu Rianti yang selama ini tinggal di mana? Karena selama Ibunya Rianti jadi buruh cuci kami wajah anda belum pernah terlihat. Jadi, wajah anda masih terasa asing pada kami,” ucapnya sambil mendekatkan bokongnya untuk duduk di sofa.“Aku...aku sepupu Rianti yang selama ini kuliah di Jogyakarta Pak. Saya memang jarang pulang ke sini karena saya sibuk ke
“ Eits! Kenapa harus kesal dengan anak saya. Ingat ya Bu Lasmi, kejadian ini tak akan terjadi jika si Rianti juga tidak mau. Jadi, tak perlu saling menyalahkan,” balas Bu Melati sambil memainkan kipasnya.Kedatangan mereka kali ini disertai adik kandung dari Ayahnya Rustam sebagai saksi peminangan dan langsung melakukan kapan diadakan pesta perkawinan antara Rustam dan Rianti.Sementara di rumah Rianti ada beberapa tetangga yang berdatangan dan pak RT untuk sekedar mendengar kapan acara pernikahan mereka akan diadakan.“Bu, sudah stop! Bapak tak mau ribut- ribut lagi. Pokoknya kali ini harus kelar kita bahas berapa uang Panainya dan kapan diadakan pestanya.” Ayah Rustam semakin tegas dengan keputusannya.Dia tak mau diperlama- lamakan lagi. Karena dia malu, jika anak yang dikandung Rianti akan lahir sebelum acara resepsi pernikahan diadakan.“Pak Haikal dan Bu Melati. Sebagai orang tua dari Rustam, aku mohon uang Panainya diperbanyak dikit ya. Karena, harga bahan- bahan kebutuhan y
“ Ayo masuk, aku mau mengantarkan pasienku. Sejak tadi dia ditinggal suaminya dan pergi bertemu wanita lain.” Ditatapnya wajah Gilang sambil menjelaskan apa yang dialaminya tadi.“ Rustam meninggalkan Rianti demi si Alya, aduh mana dia pakai mobilku lagi.” Ditepuk jidatnya sambil menahan kesalnya.“ Ayo masuk nanti kita jelaskan di dalam mobil saja, aku kasihan sama wanita yang diperlakukan oleh suaminya seperti ini. Apalagi, dia bawa bayi kembar,” ujarnya sambil fokus menyetir.“ Lelaki yang menjadi suaminya adalah adikku Bro, kami seibu tapi sejak kecil aku tak dibesarkan bersamanya,” jelas Gilang meyakini temannya itu.“ Oh, jadi kita harus ke mana dulu apakah mencari mobil kamu atau mengantarkan Rianti dulu?”“ Aku...aku mau pulang ke rumah Bu Melati saja Mas, kasihan kedua anakku jika harus mengikuti kalian mencari Mas Rustam,” pinta Rianti.“Baiklah, sebagai saudara Rustam aku sangat malu melihat tingkahnya yang kekanakan itu. Seharusnya dia bertanggung jawab dengan apa yang dil
iiiihhh, berisik. Awas ya, jika dalam waktu lima belas menit dari sekarang kamu tidak kembali ke mobil, aku akan tinggal pergi. Kamu pulang dengan jalan kaki saja.” Dimatikan teleponnya, kemudian menelepon Alya yang sejak tadi merajuk akibat lebih memilih mengantarkan Rianti dari pada pergi kepadanya.“ Al, ma- maaf ya. Aku...”Belum sempat meneruskan pembicaraannya Alya langsung memotong pembicaraannya.“ Aku tak butuh permintaan maafmu Mas, sekarang putuskan saja, kamu memilih Rianti atau kamu kesini antar aku ke rumah sakit. Sejak kemarin aku kurang enak badan Mas,” ungkapnya sambil memegang perutnya yang selalu mual itu.“ Tunggu sedikit lagi ya sayang. Aku...aku pasti kena marah Ibuku jika mengabaikan Rianti. Dia juga istri sahku. Jangan buat aku bimbang diantara dua pilihan.” Digaruk Kepalanya yang tidak gatal itu karena kebingungan.“ Terserah kamu Mas. Aku lelah menghadapi sikapmu ini. Nanti aku minta tolong diantar si Rocky saja ya,” balasnya karena kesal dengan sikap Rustam.
Memang benar, kata orang. Kita dihargai Jika kita punya harta,” batinnya Tanpa berpikir panjang lagi dirinya segera pergi meninggalkan tempat itu. Tanpa diketahui oleh Rianti dan dari pihak keluarga Rustam. Sesakit inikah rasanya, ketika harus mempunyai besan dan menantu dari keluarga kaya. Kukira aku akan dihargai, namun tidak sesuai apa yang diharapkan. *** “ Mas, Hasan anak kita sakit. Bisakah aku diantar ke rumah sakit?” pinta Rianti ke Rustam. “ Aku tak bisa, suruh saja kang Asep antar ke sana,” balas Rustam yang masih berbaring di tempat tidur. “ Mas, Aku tak bisa jika harus dengan Mas Asep ke sana. Siapa yang bantu aku jaga Husein Jika ke sana bersama Mas Asep?” “ Kamu bisa mengerti aku tidak, aku masih capek karena resepsi pernikahan kita kemarin. Pergilah bawa anakmu itu aku masih lelah.” Ditariknya selimut kemudian tidur kembali. “Astagfirullah!" Rianti hanya menggelengkan kepalanya karena marah pada Rustam saat ini tak ada gunanya. Rustam yang semakin
Bu- bukan itu maksud saya Bu. Saya hanya...” “Hanya apa? Mundurlah sesukamu. Tapi kembalikan uangku yang sudah rugi karena terlanjur mempersiapkan semuanya.” Rianti hanya terdiam menahan kecewa atas ulah calon mertuanya itu. Dirinya tak berani menatap wajah kedua mertuanya yang saat ini berdiri di hadapannya. “ Rianti! Apa yang terjadi padamu? Kenapa ingin mundur dari pernikahan ini,” ucap Pak Haikal sambil memegang bahu Rianti . “ A-anu Pak, tadi saya mendapatkan informasi kalau Mas Rustam sekarang lagi tinggal bersama Alya di sebuah apartemen. Mas Gilang yang bilang ke aku barusan,” jelasnya. “ Baiklah jika itu yang membuat kamu kecewa. Tapi, sebagai calon mertua kamu, sekali lagi bapak mohon jangan segampang itu mengatakan mundur. Buat kami yakin dengan kemampuanmu untuk menjadi istri Rustam.” “ Baiklah pak, semua ini aku lakukan masih bertahan hanya demi Hasan dan Husein agar mereka bisa punya Ayah,” ujarnya kemudian berpaling menghadap ke putra kembarnya. Rasanya
Kemudian perawat itu segera keluar dari ruangan tempat bersalin Bu Lasmi. Setelah memastikan semuanya aman, Bu Lasmi diam-diam keluar dari ruangan tempatnya dirawat. Dirinya segera menuju ke kamar bayi. Matanya yang liar ke sana-kemari hanya untuk memastikan semuanya aman. Kemudian, segera mencari bayinya dan bayi Bu Melati untuk ditukar olehnya Tangannya yang masih lemah, berusaha menggendong kedua bayi itu , secepat mungkin dirinya beraksi untuk ditukar olehnya. Terdengar suara langkah kaki dari luar menuju ke kamar bayi. “Ibu mau apa di sini?” ucap salah seorang perawat yang berdiri di depan pintu. “ Oh, sa- saya hanya rindu ingin bertemu anak saya Bu,” jawab Bu Lasmi seraya berbalik ke arah perawat yang berdiri di pintu. “Bu, tidak seorang pun yang bisa masuk ke ruangan ini kecuali perawat. Meskipun, Anda adalah seorang pasien harus sepengetahuan dari pihak rumah sakit dulu baru diizinkan masuk ke sini,” jelas salah satu perawat tersebut dengan tegas. “ Ma- maaf Bu, sa
Urus dulu nasibmu Nak. Pastikan kedua anakmu memiliki identitas punya Ayah selanjutnya kamu berpikir bagaimana cara yang terbaik,” balas Ibunya dengan mata yang berkaca-kaca. “ Baiklah Bu, jika ini permintaanmu. Akan Rianti lakukan meskipun saat ini Rianti sudah lelah menghadapi keluarga Mas Rustam. Tapi, Rianti akan berusaha tegar demi kedua anakku,” jawab Rianti berusaha kuat. “ Kamu pulanglah. Bersikap biasa saja ketika menghadapi mereka. Semoga kamu kuat ya Nak.” “ Baiklah Bu, terimakasih selalu ada untuk Rianti. Besok Rianti berkunjung lagi kemari.” Dipegangnya tangan Ibunya yang masih lemah itu. “ Cucu lembar Ibu mana?” tanya Bu Lasmi tiba-tiba “ Oh, mereka sudah tidur Bu. Aku, menyuruh Bik Tum dulu untuk menjaga mereka,” jawabnya Kedua Ibu dan anak itu saling berpelukan untuk saling menguatkan. Tak lupa pula Rianti pamit ke Gilang agar bisa menjaga Ibu. Seperti pesan Ibunya ketika sampai di rumah keluarga Rustam dia bersikap seperti biasa tanpa peduli tatapan mereka ya
Rianti yang sudah berada di rumah sakit segera masuk ke ruangan Ibunya dirawat. Sementara di sampingnya ada sosok Dokter Gilang yang masih setia menemani. “ Bu, ini Rianti. Kumohon bangunlah!” ujarnya sambil memeluk tubuh Ibunya yang terbaring tak sadarkan diri.“Bu, Rianti mohon sadarlah!” Isak tangisnya membuat seisi ruangan yang awalnya sepi kini menjadi ribut. Perlahan Gilang merangkulnya untuk saling menguatkan. “Rianti, sabar. Semua sudah sesuai kehendak Tuhan. Saat ini, Ibumu perlu istirahat. Pulanglah, ke rumah calon keluarga barumu,” perintah Gilang.“ Ta-tapi Mas, Aku...” “Pulanglah! Kamu tak perlu ragu dengan keadaan Ibumu. Dia hanya mengalami sedikit luka lebam akibat jatuh di lantai licin.” “ Mas, aku titip Ibu ya. Insya Allah besok Rianti balik lagi kemari.” Ditinggalkannya Gilang yang masih setia menemani Ibunya. “Besok, jika dirimu kemari bawalah Hasan dan Husein, sejak kamu pergi meninggalkan rumah Ibu sering bercerita bahwa dia merindukan kedua cucu kembarnya
Ricko yang merasa kesakitan segera pergi mencari tempat persembunyian yang aman.Dari lantai dua Rustam segera turun ke lantai satu untuk mencari sosok kucing yang bersuara manusia sempat meresahkan dirinya tersebut.Namun, usahanya itu segera dicegat oleh Alya yang tiba-tiba saja memeluknya dengan erat dari belakang.“Sudahlah Mas, tidak usah pedulikan suara itu. Ayo, apakah Mas tidak rindu padaku.” Bisikan Alya tepat ditelinganya semakin membuat hasrat li***onya memuncak. Sehingga Rustam sulit menolak ajakan Alya.Sementara di tempat lain Rianti sedang disibukkan mengurus kedua putra kembarnya. Nampaknya Hasan dan Husein makin suka dengan kehadiran Bu Melati.“Rianti, sebentar kami akan pergi menyiapkan semua keperluan kamu dan Rustam yang akan menikah. Nanti, Hasan dan Husein dititip ke Mpok Iyem saja ya,” ucapnya sambil memegang pundak Rianti.“Ba- baik Bu.” Dianggukkan kepalanya sebagai tanda setuju.“ Kita tunggu saja sampai sore, jika Rustam belum kembali nanti kamu sama Jing
“ Nit, sekarang aku lagi di depan Villa tempat kalian berada. Bolehkah aku masuk?” Sebuah pesan masuk di aplikasi hijau ponsel Anita.Anita yang saat itu sedang asyik memainkan ponselnya tersentak kaget melihat pesan dari Rustam.“ Aduh Mel, gawat!” Sambil memegang kepalanya yang tidak pusing itu.“Kenapa Nit? Apanya yang gawat?” Tiba-tiba Melsi keheranan melihat tingkah Anita.“Rustam sekarang ada di luar Villa ini. Sementara Alya di dalam lagi tidur bareng Ricko. Kita harus bagaimana?” ucap Anita yang kemudian berdiri mondar mandir di ruang tengah.“Begini Nit, alangkah baiknya kita harus beritahu mereka di dalam. Jangan sampai ketahuan Rustam.” Keduanya segera mengetuk pintu kamar Alya dari luar. Namun, tetap saja Alya dan Ricko tak mendengar.“ Mel, kita buka saja pintunya yuk! Siapa suruh tidak dengar teriakan kami,” ujar Anita yang bersiap membuka pintu kamar Alya.“Aduh Nit, jangan sampai si Alya marah cuma karena tingkah konyol kami ya. Coba teriak lagi.“Alya! Alya! Di luar