"Menggadaikan jiwa pada ular di mata air!"Joan tersenyum miring. Ia melempar sabitnya ke depan tubuh. Lalu kedua tangannya bergerak di udara seolah menahan sabit itu agar tidak jatuh."Sabit ular pertama : hujan beracun!"Tiba-tiba saja awan hitam langsung berkumpul di atas kepala Luke. Tetesan air mulai berjatuhan dan mengenai punggung tangannya. Ia dibuat sangat terkejut begitu melihat kulitnya terkelupas, namun rasanya tidak sakit sama sekali.Luke melompat ke belakang untuk menghindari tetesan hujan tersebut. Tiap kali air menetes ke jalan, aspal itu langsung mendidih."Sial! Dia mengikutiku!" rutuk Luke.Sementara itu, perisai yang melindungi tubuh Ciel sudah mulai menipis. Bahkan terlihat sedikit lubang di bagian bawahnya. Ia harus secepat mungkin mengalahkan Joan dan membawa gadis itu pergi."Sebenarnya apa maumu, Joan?" tanya Luke.Joan menunjuk ke arah Ciel. "Gadis itu. Aku ingin membunuhnya."Bruk!Perisai yang melindungi Ciel sudah menghilang hingga membuat tubuh gadis itu
"Dia ada di sana. Tepat di belakangmu, Joan."Luke mengikuti arah telunjuk Caroline. Perlahan rahangnya mengeras dengan sebelah tangan terkepal kuat. Sosok Christoper Brandon tengah berdiri menatap mereka sembari bersandar di dinding."Jangan ikut campur, Joan.""Ternyata semua ini memang sudah kau rencanakan ya?"Christoper maju satu langkah, ia meregangkan otot tubuhnya diikuti tawa pelan. Setelah melihat pria itu berdiri tegak, barulah Luke menyadari kalau Christoper memakai peralatan tempur yang lengkap. Pedang di pinggangnya seakan siap ditarik kapan saja. Tidak hanya itu, belati serupa juga ada di saku kemeja pria tersebut."Rupanya kau sudah siap, Christoper," ujar Luke."Aku siap jika kau siap, Joan."Luke menarik Caroline hingga berada di belakangnya. Perlahan ia menarik pedang dari pinggangnya. Sebisa mungkin ia meminimalisir gerakan agar Chistoper terlambat menyadarinya. Namun ia melupakan fakta jika Kesatria Zack berada ditingkatan yang sama dengannya."Sembunyilah, Caroli
"Tentu saja! Karena dia lebih berguna dari pada kau!"Caroline tersentak. Ia ingin membalas ucapan Luke, namun mulutnya seakan terbungkam. Ia tidak mampu melakukan apa pun. Matanya mulai berkaca-kaca dan dadanya terasa sesak. Ucapan Luke begitu menusuk dadanya."Baiklah kalau menurutmu begitu."Caroline langsung melewati Luke. Ia sama sekali menoleh atau berhenti. Langkahnya tegas menjauh. Luke mengepalkan sebelah tangannya menatap punggung gadis tersebut. Penyesalan karena mengucapkan kalimat itu mulai menyelimutinya."Caroline!" seru Luke.Melihat gadis itu tidak kunjung menoleh, Luke bergegas mengejarnya. Namun sebelah tangannya langsung ditahan oleh Ciel. Gadis itu terlihat sudah sangat lemah. Bahkan untuk berjalan saja tidak sanggup.Secepat mungkin Luke menggendong Ciel. Tubuh gadis itu dua kali lebih ringan dari biasanya. Mungkin karena dia sudah menggunakan semua mananya untuk mengeluarkan kekuatan dari dalam tanah."Aku akan mengantarmu pulang Ciel," bisik Luke.Ciel mengembu
"Selesai!"Viola langsung mengalihkan pandangannya ke arah Luke. Ia termenung sejenak menatap hasil rangkaian bunga pria tersebut. Detik berikutnya, ia mulai mengernyit."Saat ada bunga mawar, mengapa kau memilih geranium untuk dirangkai?" tanya Viola.Luke menatap bunga geranium yang sudah terangkai rapi di dalam vas. Senyumnya perlahan terbit. Lalu ia kembali mengalihkan pandangannya pada Viola."Itu pertanyaan yang bagus, Ibu."Viola mendengus pelan. "Kalau begitu, silakan jawab pertanyaanku.""Saya memilih geranium karena bunga ini memiliki arti harapan baik. Sesuai dengan semua yang saya harapkan," jelas Luke."Apa yang kau harapkan?""Saya harap keluarga ini akan hidup dengan baik tanpa masalah sedikit pun. Saya selalu mengharapkan yang terbaik, bahkan setelah saya pergi."Mata Viola membulat. "Kau ... mau pergi?"Luke langsung tersenyum kaku. Sebisa mungkin ia merekatkan bibirnya agar tidak terbuka lagi. Untung saja di waktu yang tepat, Caroline dan Galiard datang dari arah pin
Luke memandangi lemarinya cukup lama. Cahaya dengan warna yang sulit ditebak membuatnya bingung. Hingga dalam satu helaan napas, ia langsung membukanya.Nampak tiga surat dengan warna berbeda. Dua surat berwarna biru dan satu surat merah. Sebenarnya Luke sedikit merinding saat melihat surat berwarna merah. Sebab biasanya surat itu berisi misi yang sulit."Baiklah, kita mulai dari yang biru. Semoga bukan misi yang merepotkan. Karena sudah malam," gumam Luke.Sebelah tangan Luke langsung menyambar salah satu surat berwarna biru. Jantungnya berdegup cepat, ia sibuk menerka apa yang ada di dalam sana.Begitu surat dibuka, senyum Luke langsung mengembang. Rupanya surat itu berisi informasi kalau ia sudah menyelesaikan misi SSS yakni melindungi Ayah Caroline saat kompetisi pedang."Kalau begitu, poinku sekarang 21. Wah, sekarang aku bisa membeli kekuatan lain!" ujar Luke dengan bahagia.Pandangan Luke tertuju pada surat biru lainnya. Secepat mungkin ia membuka surat tersebut. Senyumnya lagi
"Aku akan membuatmu setuju dalam waktu 1 menit, Putri Deliana."Ciel menelan ludahnya dengan kasar. Walau begitu, ia tetap menggeleng. Joan menyeringai sembari menjambak rambut gadis itu ke belakang. Ia memukul kepala Ciel menggunakan tang yang ada di tangannya."Kau yang memilih. Jangan menyesali pilihanmu!"Ciel meringis saat merasakan nyeri di kepalanya. Darah mulai mengalir dari pelipis ke arah pipinya. Tidak cukup sampai di sana, Ciel dibuat menjerit. Tentu saja jeritannya tidak akan terdengar sampai luar karena ruangan ini dibuat kedap suara.Joan nampak sangat menikmati tiap kali kuku jari tangan Ciel ditarik hingga lepas. Darah segar mengalir bahkan menetes ke lantai putih bersih tersebut. Ciel meronta tiap kali kukunya ditarik dengan tang. Namun Joan tidak menghiraukannya sedikit pun."Ini pilihanmu, Putri Deliana!" seru Joan.Tidak cukup sampai di sana, Joan mengambil sebuah lemon sprei yang biasa digunakan untuk melindungi diri dari penjahat. Joan menyemprotkan cairan lemon
"Tidak ada knop pintu? Bagaimana cara membukanya?""Entahlah. Anda harus mencaritahu sendiri, Kesatria!" jawab Yellowdious dan Bluedious secara bersamaan.Luke mulai bergerak mengelilingi bangunan tersebut. Dahinya mengerut saat tidak ada satu pun akses untuk masuk ke tempat itu. Rasanya benar-benar ganjal."Yellowdious, apa kau bisa membantuku?" tanya Luke."Dengan senang hati, Kesatria.""Coba periksa bagian atap bangunan ini."Yellowdious langsung melesat ke atap. Ia juga sempat terkejut saat melihat bangunan super rapat tersebut. Bahkan cerobong asapnya ditutup dengan semen."Bangunan ini sepertinya didesain sangat tertutup," ujar Yellowdious."Jika lewat atas tidak bisa, bagaimana jika lewat bawah?" saran Bluedious.Luke mengerutkan dahinya. "Bawah?"Mata Luke langsung melebar, ia mengangguk penuh semangat. Bluedious tertawa bangga karena Luke langsung mengerti ucapannya."Ayo kita gali tanahnya!" seru Luke."Ah, itu ... maksudku bukan—"Ucapan Bluedious terhenti saat Yellowdious
"Aku akan membunuh keduanya.""Yellowdious, tolong bawa Ciel ke tempat yang sudah ku katakan sebelumnya. Orang ini nampaknya tidak waras," ujar Luke.Tubuh Ciel langsung melayang ke arah Yellowdious. Setelahnya, gadis itu dibawa pergi meninggalkan Luke dan Bluedious. Luke melepas ranselnya, lalu melemparnya ke sembarang arah."Hei, Bluedious," panggil Luke setengah berbisik."Ya, Kesatria?""Kau tahu 'kan aku tidak punya kekuatan? Semuanya diserap oleh Christoper.""Ya, Kesatria.""Bisa pinjamkan aku kekuatan?" tanya Luke.Bluedious tidak menjawab. Namun tiba-tiba saja tubuh Luke terasa sangat ringan. Layar transparan langsung muncul di hadapan Luke.Tring!Kotak masuk :Anda memperoleh 100% peningkatan kecepatan. Tidak ada cooldown kekuatan. Senyum Luke langsung mengembang. Ini pertama kalinya ia memiliki kekuatan tanpa cooldown seperti teleportasi milik Christoper. Lantas ia mengacungkan ibu jarinya pada Bluedious."Kau memang terbaik! Tahu saja apa yang aku butuhkan.""Jelas saja.
"Jiwaku akan dihapus dari alam semesta dan ingatan semua orang yang pernah mengenalku.""Kalau begitu, aku harus mencari tau sendiri ya," gumam Luke.Yellowdious tidak menjawab. Cahayanya perlahan memudar lalu hilang begitu saja. Kini tersisa Luke sendiri di dalam kamar. Matanya masih setia menatap langit-langit."Kapan terakhir kali aku mendapat misi?" Luke langsung bangun. Ia bergegas menghampiri lemari pakaian. Begitu dibuka, tidak ada satu pun surat misi yang melayang. Rasanya sangat kecewa. Setelah terbiasa menjalankan misi, hidupnya mulai terasa hampa saat tidak melakukan apa-apa.Suara langkah kaki terdengar mendekat ke kamarnya. Ia langsung menutup rapat lemari dan mendekat ke arah pintu. Sosok itu tidak langsung mengetuk. Ia hanya berdiri tanpa melakukan apa pun.Luke berusaha mengintip dari celah lubang kunci. Jika melihat celemek yang menutupi bagian depan pakaiannya, bisa dipastikan kalau sosok itu merupakan suster Elle. Namun Luke tidak langsung membukanya. Ia menunggu w
"Siapa kau sebenarnya? Bagaimana kau bisa ada di sini?"Caroline termenung tiap kali mengingat ucapan Luke. Bagaimana bisa pria itu tahu identitasnya. Padahal selama ini ia sudah berusaha menyembunyikannya dengan baik.Ia memandang dirinya di cermin. Cukup lama hingga pintu kamarnya diketuk beberapa kali. Ia langsung bangun dan mengatur sorot matanya agar mirip dengan pemilik tubuh tersebut.Begitu dibuka, nampak Elle yang membawa senampan makanan. Wanita itu tidak mengatakan apa pun. Namun ia terus menatap Caroline, seolah memintanya untuk mengambil nampak tersebut."Terima kasih, Suster Elle," ujarnya pelan.Namun setelah nampak itu sudah ada di tangan Caroline, Elle tidak kunjung pergi. Ia masih terus menatap gadis di hadapannya dengan sorot mata menyelidik."Ada apa, Suster Elle? Apa ada yang ingin Anda katakan?" tanya Caroline.Elle menunduk, lalu mengangguk pelan. "Nona ... belakangan ini ...."Ucapan Elle terhenti saat terdengar suara klakson dari arah luar. Wanita paruh baya i
Setelah melewati percakapan yang cukup berat, akhirnya Luke ditinggal sendirian di dalam ruangan tersebut. Ia termenung dengan pandangan kosong ke arah pintu. Otaknya sibuk menimbang. Misi Christoper kali ini sangat menguntungkan. Namun sebelum itu, siapa yang layak untuk dibawa kembali bersama pria tersebut? Dirinya atau Ciel?Ciel punya banyak poin. Dia pasti bisa dengan mudah kembali. Sedangkan aku?Luke memejamkan matanya saat bayangan Joan yang memakai tubuhnya itu mulai melintas di pikiran. Joan bukan lawan yang bisa diremehkan. Apalagi setelah pria itu menggadaikan jiwanya pada ular mata air.Luke mengepalkan kedua tangannya dengan kuat. Lalu ia mulai memukul selimut yang membalut tubuhnya."Sial! Dia pasti punya banyak mana dan kekuatan!" rutuk Luke."Aku juga ingin kembali. Tapi aku tidak bisa membiarkan Ciel tertinggal di sini bersama pria gila itu!"Tiba-tiba pintu ruangannya terbuka. Secepat mungkin Luke menutupi tubuhnya dengan selimut. Ia memejamkan matanya dengan paksa
"Buka mulutmu."Luke menggeleng pelan, ia mendorong pelan sendok yang sudah ada di depan mulutnya. Sejak tadi Ciel tidak mau mengalah. Ia terus memaksa Luke untuk menerima suapan darinya."Aku bisa makan sendiri Ciel," ujarnya.Ciel mendengus pelan. "Apa salahnya sih? Aku cuma mau membantumu makan.""Tapi ...."Luke tidak melanjutkan ucapannya. Ia melirik Caroline yang duduk di sofa tanpa merasa terusik. Gadis itu tengah membaca sebuah buku tebal."Satu suapan saja. Kamu mau 'kan?" tanya Ciel.Akhirnya Luke mengalah. Ia membuka mulutnya dan membiarkan bubur itu masuk. Sontak Caroline menutup bukunya dengan keras. Kini pandangan gadis itu sudah benar-benar teralihkan pada Luke dan Ciel."Aku akan datang lagi nanti malam," ujar Caroline sembari bangun dari tempat duduknya.Ciel mengerutkan dahinya. "Kau sudah mau pulang, Caroline? Tapi kau 'kan baru saja datang."Caroline tidak menjawab. Kini pandangannya hanya tertuju pada Luke. Pria itu tidak mengatakan apa pun, padahal ia sudah mau p
"Jo-Joan!" cicitnya."Pergi kau sialan!" bentak Luke.Caroline berusaha keras untuk mendorong tubuh Luke, namun sia-sia saja. Tenaga pria itu jauh lebih besar darinya. Lima menit berlalu, Caroline membiarkan Luke terus menekan tubuhnya. Perlahan tubuh Luke bergerak menyingkir. Namun tatapan pria itu masih terpaku padanya. Dahinya berkerut seolah menajamkan pandangannya."Joan?" panggil Caroline.Bukannya menjawab, Luke justru langsung pergi meninggalkannya. Pria itu setengah berlari keluar dari ruangannya.~~~"Selamat sore!"Luke sontak menoleh ke arah pintu yang mulai terbuka. Nampak Ciel sudah sangat sehat dan bertenaga. Gadis itu melambaikan kedua tangannya. Senyum Luke langsung mengembang, ia merasa sangat senang karena gadis itu berhasil diselamatkan.Setelah menutup pintu, Ciel berlari kecil menghampiri Luke. Lalu ia duduk di kursi yang sudah disiapkan. Senyumnya perlahan luntur saat melihat luka yang ada di tangan Luke. Ia merasa tidak enak karena sudah membuat pria itu mendap
"Lama tidak bertemu, pria yang tidak kuat minum."C-Christoper Brandon?!Klosa langsung berontak. Ia berusaha melepaskan cengkraman Christoper dari wajahnya. Namun bukannya terlepas, cengkramannya justru semakin menguat."Di mana orang berwajah Joan itu berada?" tanya Christoper Brandon.Klosa mengerutkan dahinya. "Siapa orang berwajah Joan? Saya tidak tahu!""Beraninya kau berbohong!"Kali ini Christoper menurunkan cengkramannya ke leher Klosa. Ia menahan kekuatannya agar pria itu tidak mati tercekik. Sebab ia melakukannya hanya untuk menakut-nakuti Klosa."Mustahil kau tidak tahu. Kau selalu mengikutinya!" seru Christoper."Kalau maksud Anda itu Tuan Joan, saya tahu! Tapi dia memang Tuan Joan, bukan hanya mirip.""Ya, anggap saja begitu. Jadi kau tahu dia ada di mana?""Ada urusan apa mencariku sampai menyiksa orang tidak bersalah seperti itu?"Christoper langsung melepas cengkramannya dari leher Klosa. Senyumnya perlahan mengembang begitu melihat sosok Luke berdiri di ujung jalan.
Suara seperti benda jatuh terdengar sangat keras. Caroline berjalan perlahan menuju ke pintu utama. Semua penjaga nampaknya sudah berada di pos utama. Lampu di sekitar juga sudah dipadamkan."Siapa di sana?" seru Caroline sebelum membuka pintu utama.Hening.Caroline sama sekali tidak mendengar apa pun dari luar sana. Perlahan ia memberanikan diri untuk mengintip dari jendela. Matanya membulat begitu melihat sepasang kaki tergeletak di lantai. Secepat mungkin Caroline keluar dari rumah. Ia mengesampingkan rasa takut yang menyelimutinya. Begitu tiba di luar, ia dibuat sangat ketakutan."Joan?!" serunya."Penjaga!!!"~~~Caroline memandangi Luke yang terbujur lemah di atas kasur. Wajah tampan itu benar-benar berhasil membuat perasaannya porak poranda. Pria itu berhasil membuatnya hidup kembali. Ia merasakan berbagai emosi yang sebelumnya tidak pernah ia rasakan."Apa yang terjadi padamu, bodoh?" gumam Caroline.Tiba-tiba saja jemari Luke bergerak. Secepat mungkin Caroline bangkit dari
"Kau ... rupanya menyebalkan!" rutuk Joan.Ia menghentikan langkahnya, lalu meraih sabit yang melayang di depannya. Hujan beracun itu langsung menghilang. Luke tidak ingin membuatnya menjadi sia-sia. Secepat mungkin ia melesat ke arah Joan dengan pedang yang sudah berlumuran mana.Jurus ke dua : Luapan amarah naga!Mana berwarna abu-abu itu perlahan berubah menjadi putaran angin. Luke memadukannya dengan kecepatan yang diberikan Bluedious. Setelah jaraknya cukup, ia melakukan tebasan ke leher Joan. Rahang Luke mengeras saat serangannya ditahan dengan sabit.Namun hal yang membuatnya kesal bukan hanya itu. Awan hitam kembali muncul dan mulai menyerap putaran angin dan mana yang ada di sekitar pedangnya. Sebelum seluruh mana yang sudah dikerahkannya diserap habis, ia bergegas mundur menjauh dari awan tersebut."Sial. Awal itu datang lagi," gumam Luke.Ia menatap pedangnya, mana sudah tidak tersisa di sana. Napasnya tersengal-sengal. Ia menyesal karena mengerahkan hampir seluruh mananya
"Aku akan membunuh keduanya.""Yellowdious, tolong bawa Ciel ke tempat yang sudah ku katakan sebelumnya. Orang ini nampaknya tidak waras," ujar Luke.Tubuh Ciel langsung melayang ke arah Yellowdious. Setelahnya, gadis itu dibawa pergi meninggalkan Luke dan Bluedious. Luke melepas ranselnya, lalu melemparnya ke sembarang arah."Hei, Bluedious," panggil Luke setengah berbisik."Ya, Kesatria?""Kau tahu 'kan aku tidak punya kekuatan? Semuanya diserap oleh Christoper.""Ya, Kesatria.""Bisa pinjamkan aku kekuatan?" tanya Luke.Bluedious tidak menjawab. Namun tiba-tiba saja tubuh Luke terasa sangat ringan. Layar transparan langsung muncul di hadapan Luke.Tring!Kotak masuk :Anda memperoleh 100% peningkatan kecepatan. Tidak ada cooldown kekuatan. Senyum Luke langsung mengembang. Ini pertama kalinya ia memiliki kekuatan tanpa cooldown seperti teleportasi milik Christoper. Lantas ia mengacungkan ibu jarinya pada Bluedious."Kau memang terbaik! Tahu saja apa yang aku butuhkan.""Jelas saja.