Hampir lima belas menit Anggasta menunggu, namun ia tetap tidak di izinkan masuk oleh pihak keamanan rumah sakit. Semua orang memperhatikannya, bahkan ada yang berbisik membicarakan dirinya dengan tatapan sinis. "Pak Anggasta, silahkan masuk. Ibu Aruna sudah sadar dan sudah kami interogasi," ujar perawat yang tadi sempat menyeretnya keluar bersama pihak keamanan. Anggasta masuk ke ruang UGD, di atas brankar Aruna kini tengah menangis tanpa suara. Sudut bibirnya sudah di obati oleh dokter, untungnya robekan itu tidak terlalu lebar. Keningnya nampak memar karena terbentur body mobil, Anggasta bisa membayangkan betapa kuat tenaganya tadi saat pukulan salah sasaran itu mengenai istri tercintanya. "Sayang," panggil Anggasta lirih. Aruna menoleh dan segera menghapus air matanya, namun ia tidak menjawab panggilan Anggasta. Anggasta menggenggam tangannya erar, lalu menangis di hadapan Aruna dan menyesali perbuatan bodohnya karena terbakar cemburu. "Maafin aku sayang, maaf." Anggasta ter
"Selamat datang sayang," sambut Ayara seraya mendorong kursi roda Takahiro. "Ada apa dengan wajahmu?" tanya Takahiro, ekspresi wajahnya berubah menegang saat melihat cucu kesayangannya pulang dengan luka memar di dahi dan bibir. "Aku mau istirahat," "Aruna! apa yang lelaki itu perbuat padamu?!" tanya Takahiro dengan nada tinggi. "Besok Aruna ceritain ya, sekarang Aruna capek mau istirahat dulu." "Hubungi Anggasta, suruh dia datang besok untuk menghadapku." titah Takahiro.Aruna merebahkan dirinya di atas ranjang, merasakan rasa sakit di lukanya yang mulai terasa sedikit membengkak. Ponselnya penuh dengan notifikasi pesan dan panggilan yang hampir mencapai lima puluh pesan. Entah apa yang Anggasta kirimkan Aruna tidak mau tau, ia lebih memilih menonaktifkan ponselnya agar bisa beristirahat dengan tenang. Ayara masuk ke dalam kamar Aruna, membawa segelas susu untuknya tapi bukan susu hamil karena Ayara tidak memiliki stok susu hamil di rumah ini. Juga semangkuk sup krim jagung unt
Jam praktek Triana selesai tepat pukul tiga sore, rencananya ia ingin mengajak jalan-jalan Raja ke pusat perbelanjaan juga salon. Triana ingin mengejutkan Raja dengan penampilan barunya, sekaligus ingin mencari tau siapa perempuan yang sebenarnya ada di dalam hati Raja. Triana melirik ke pintu masuk ruang praktek Raja, masih banyak pasien yang mengantri di sana dan sepertinya Raja akan pulang terlambat. Sambil menunggu Raja, Triana berselancar di sosial medianya lagi untuk memastikan gaya rambut dan pakaian yang akan ia ubah nanti. Tapi rasanya tidak cukup bagi Triana jika hanya meniru gaya rambut dan berpakaiannya saja, jadi Triana berniat mencari tau apa kesukaan dan kebiasaan sang target lebih banyak. Dalam satu ketikan Triana mengirim pesan padanya, dan dalam hitungan menit pesannya langsung di balas dengan ramah. Demi kelancaran rencananya, Triana meminta nomor pribadinya untuk Triana hubungi. "Halo Aruna?" sapa Triana di sambungan video call."H-hai Triana, aku kira kamu cuma
Setelah menghabiskan waktu di dalam kamar seharian, mereka akhirnya keluar untuk makan malam dan bergabung di meja makan bersama Takahiro juga Ayara. Dua sejoli itu kini nampak mesra di meja makan, Aruna bahkan terus bergelayut di tangan Anggasta seperti seekor anak koala. Ayara menggeleng pelan melihat tingkah anaknya, ia baru menyadari kalau Aruna itu memiliki sifat manja yang luar biasa jika sudah berhadapan dengan lelaki yang ia cintai. Padahal seingatnya kemarin Aruna datang dengan wajah yang begitu sedih sampai tidak mau keluar kamar, entah trik apa yang Anggasta gunakan untuk menaklukkan Aruna. "Aruna, makan dulu. Apa kamu mau terus bergelayut di tangan suamimu seperti itu?" tegur Takahiro. "Iya kakek," Aruna melepas pegangan tangannya di lengan Anggasta. "Mas suapin," Aruna menyodorkan sepiring nasi ke arah Anggasta, meskipun Anggasta juga sedang kelaparan tapi ia rela mengalah demi menyuapi Aruna terlebih dulu. Di tengah makan malam, seseorang datang bertamu ke rumah Tak
"Triana, bisa kita ngobrol sebentar?" tanya Raja. "Bisa, tunggu sebentar ya? aku siap-siap dulu." Karena kebetulan jam praktek Triana sudah selesai, jadi Raja sengaja mengajak Triana untuk makan di luar sekaligus untuk membicarakan masalah perubahannya. Raja sengaja memilih restoran Jepang untuk tempat makan mereka kali ini, ia ingin melihat sampai sejauh apa Triana berusaha berubah menjadi orang lain. Tenggorokan Triana serasa tercekat saat langkah kaki mereka tiba di pintu restoran, Triana tidak menyukai restoran ini karena mereka hanya menyediakan sushi dan ramen dengan kuah soyu yang sangat tidak ia sukai. "Ayo masuk, kok malah melamun." ajak Raja. Triana hanya bisa tersenyum kikuk, lalu mengikuti Raja masuk ke sebuah ruangan yang sudah di pesan sebelumnya lewat online. Triana bahkan tidak diizinkan untuk memilih makanannya sendiri karena semuanya sudah Raja pesan sepaket dengan reservasi ruangan, sekarang Triana hanya bisa pasrah menatap semua hidangan itu. "Kenapa kamu mel
Sepanjang jalan pulang Triana hanya diam dan menatap ke luar jendela, Raja tau persis kalau Triana kini sedang kesal padanya. Tapi pertemuannya dengan Aruna tadi tidak disengaja, bahkan Raja juga sudah berusaha menghindarinya. "Gimana? seneng gak ketemu Aruna?" tanya Triana tiba-tiba memecah keheningan yang sejak tadi menyelimuti mereka. "Biasa aja, kenapa harus seneng?" tanya Raja balik. "Masa sih biasa aja, secara abis ketemu perempuan yang kamu sukai gitu." Triana tersenyum sinis.Raja mengernyitkan keningnya, "Jadi kamu maunya aku jawab seneng nih?" "Oh jadi bener ya kalau kamu seneng banget tadi ketemu dia!" Raja menginjak pedal remnya secara mendadak, lalu menatap Triana dengan tatapan yang belum pernah Raja tunjukkan sebelumnya kepadanya. "Berhenti bersikap kekanak-kanakan, Triana. Apa obrolan panjang kita di restoran belum cukup buat ngeyakinin kamu?" "Cukup kok, sangat cukup tapi aku mau kamu jauhin Aruna. Jangan pernah ketemu atau ngobrol sama dia meskipun tanpa senga
Pagi hari, Raja terbangun saat sebuah tangan lembut menyentuh pipinya. Tatapannya yang masih belum fokus tidak bisa mengetahui siapa perempuan yang ada di hadapannya kini, setelah beberapa detik kemudian ia baru bisa melihat jelas siapa yang ada di hadapannya. "Triana? kok kamu bisa ada disini?!" ucapnya terkejut lalu beringsut mundur ke belakang. "Kenapa sih Raja, kamu kok kayak kaget banget aku datang kesini?" "Ya kamu kan gak tau aku tinggal dimana," "Kata siapa aku gak tau? buktinya aku bisa ada disini kan?" Triana bangkit dan melepas sepatu heels di kakinya. Triana merebahkan tubuhnya di atas ranjang Raja, lalu memejamkan kedua matanya sambil mengendus selimut yang Raja gunakan untuk tidur. Wangi aroma tubuh Raja begitu melekat di ranjang ini, membuat Triana betah berlama-lama di tempat yang seharusnya belum boleh ia singgahi. "Keluar Triana, aku mau siap-siap ke rumah sakit." Raja bangkit dari ranjang dan mengeluarkan beberapa set pakaiannya dari dalam lemari. "Gak mau, a
Satu jam acara berlalu, tidak ada tanda-tanda perempuan itu akan datang ke acara reuni ini. Raja akhirnya bisa bernafas lega karena tidak perlu melihatnya, tapi ternyata rasa lega itu tidak diizinkan berlama-lama untuk singgah di hatinya. Perempuan itu muncul di tengah-tengah keramaian acara reuni ini, dengan gaun cantiknya dan parasnya yang tidak pernah berubah sejak dulu bahkan semakin cantik. Wajah manis dan imutnya yang selalu membuat hati Raja berdebar tidak karuan, suara lembutnya menyapa semua orang yang duduk di meja tim basket. "Lyora!" pekik Riza yang juga pernah menaruh hati padanya."Halo semua, maaf aku datang terlambat." ucapnya lembut. "Silahkan duduk Lyora," Bams menggeser posisi duduknya agar tersedia kursi untuk Lyora, lagipula ia datang ke acara ini sendirian karena istrinya sedang menginap di rumah orang tuanya. Raja mendadak gugup bukan main, tangannya berkeringat dingin dan enggan menatap Lyora secara langsung. Sedangkan Anggasta hanya melirik Lyora sekali, la
Hingga setengah tahun pernikahan, Aruna masih belum juga menunjukkan tanda-tanda kehamilan. Anggasta memang tidak pernah membahas ataupun menyinggung soal anak, tapi sejujurnya Aruna sudah ingin merasakan kembali rasanya mengandung dan menjadi calon ibu. Saat melihat tetangga yang sedang hamil ataupun memiliki bayi, rasa iri dan sedih di hati Aruna langsung muncul secara bersamaan. Aruna takut jika ia memang benar-benar tidak bisa mengandung dan memiliki anak, Aruna takut jika suatu saat Anggasta berubah pikiran dan menginginkan seorang anak darinya tapi ia tidak bisa mewujudkan yang Anggasta inginkan. "Sayang kamu kenapa?" tanya Anggasta seraya menghapus air mata Aruna."Aku cuma sedih aja, udah setengah tahun umur pernikahan kita tapi gak ada sedikitpun tanda-tanda kalau aku akan hamil.""Gak usah pikirin hal itu sayang, udah aku bilang berkali-kali kan kalau kita memang gak di takdirkan menjadi orang tua aku tetap akan mencintai dan menerima keadaan kamu." Anggasta mengelus pelan
Satu minggu kemudian, "Saya terima nikah dan kawinnya Aruna Clarabella Gistara binti Rei Takahiro dengan mas kawin tersebut tunai," ucap Anggasta lantang di hadapan semua saksi dan tamu undangan. "Bagaimana bapak-bapak? sah?" tanya penghulu. Semua orang serempak mengucapkan kata sah, mulai detik ini Aruna resmi menjadi istrinya Anggasta. Setelah ijab qobul selesai, Anggasta membawa Aruna ke meja inti untuk bergabung bersama kedua orang tua mereka. Tidak ada pelaminan disini dan hanya menyediakan meja untuk pengantin beserta keluarga juga meja untuk para tamu undangan, Anggasta sengaja tidak membuat konsep pelaminan karena Aruna tidak ingin menjadi pusat perhatian orang-orang. Raja terpaku di balik stir mobil, rasanya berat sekali untuk masuk ke dalam gedung dan melihat Aruna menjadi istri orang lain. Seharusnya ia yang menjadi suami Aruna bukan Anggasta, semua impiannya berantakan karena perjodohannya dengan Celine. Hingga detik ini Raja belum bisa menerima Celine di hatinya meski
Pagi hari saat Aruna dan Ayara sedang sarapan, mereka di kejutkan dengan kedatangan Rajasa beserta keluarganya dengan membawa barang hantaran lamaran yang cukup banyak. Ayara memang menyuruh Anggasta menunjukkan keseriusannya pada Aruna dalam waktu dekat, tapi ia tidak menyangka jika Anggasta datang pagi ini juga untuk menunjukkan keseriusannya. "Maaf, saya tidak menyiapkan apapun untuk keluarga pak Rajasa." ucap Ayara kikuk. "Tidak apa-apa Ayara, saya tau Anggasta lupa mengabari kamu karena dia terlalu sibuk kemarin menyiapkan semua ini." sahut Rajasa. Di sebelah Ayara Aruna duduk dengan tatapan tanpa ekspresi menatap semua orang, sedangkan di hadapannya ada Anggasta yang nampak gugup setengah mati. Setelah melewati obrolan panjang lebar antar dua keluarga, kini tinggal Aruna yang menjawab permintaan Rajasa tentang lamaran Anggasta. "Bagaimana sayang? apa kamu menerima lamaran Anggasta?" tanya Ayara karena Aruna tidak kunjung membuka suara. Aruna menarik nafas panjang dan menghe
Setelah menghabiskan waktunya seharian bersama Anggasta, kini Aruna tertidur pulas setelah menyantap pancake buatan Anggasta. Meskipun ia belum bisa menerima kehadiran Anggasta, namun kedatangan Anggasta hari ini membuatnya sedikit terhibur setelah beberapa hari ia habiskan sendirian di rumah tanpa teman mengobrol. Saat kedua mata Anggasta hendak terpejam menyusul Aruna, tiba-tiba pintu kamar Aruna di buka oleh seseorang. "Anggasta?!" "Mamah eh maksudnya tante Ayara," "Sedang apa kamu di kamar Aruna, Anggasta?" tanya Ayara berbisik, matanya melotot menatap Anggasta tidak suka. "Tante, kita ngobrol di luar aja ya? Aruna baru aja tertidur." Ayara mengangguk dan melangkah lebih dulu keluar dari kamar Aruna, di ruang tamu ia duduk bagaikan nyonya besar yang siap menginterogasi anak buahnya. Anggasta mengambil posisi duduk bersebrangan dari Ayara, ia sudah siap dengan hal apapun yang akan Ayara katakan padanya bahkan sebuah penghinaan. "Kalau kamu ada di sini, saya bisa tebak pasti k
"Alisya," panggil Aruna untuk yang ke sekian kalinya, namun asisten rumah tangganya itu tidak kunjung datang.Aruna cukup kerepotan tanpa seorang perawat yang membantunya untuk berpindah posisi ataupun mengambil barang, apalagi Alisya tidak selalu ada di rumah entah kemana ia pergi. Semenjak Takahiro meninggal pekerja di rumah ini di kurangi hingga tersisa dua orang saja dan satu penjaga keamanan di depan, juga satu orang supir kantor yang di panggil bekerja di rumah jika Ayara sedang membutuhkan supir. "Alisya, Tuti!" panggil Aruna mulai tidak sabaran. Tenggorokan Aruna rasanya sudah kering sekali, tapi air yang tersedia di kamar sudah habis. Entah kemana perginya dua asisten rumah tangga itu, sampai Aruna memanggil dan menunggu hampir setengah jam lamanya mereka tidak kunjung datang juga. Mau tidak mau Aruna terpaksa mengambil air di dapur sendirian jika begini, Aruna menyeret tubuhnya menuju tepi kasur dan saat hendak menyentuh nakas untuk menarik kursi roda pijakan tangannya ter
Setelah kemarin Anggasta yang datang, kini gantian Rajasa dan Kinan yang datang menemuinya. Meskipun mereka mengatakan hanya ingin menjenguk keadaannya sekaligus bersilaturahmi, tapi Aruna yakin mereka ingin mencoba meluluhkan hatinya untuk menerima Anggasta kembali dengan cara yang halus. "Gimana kabar kamu nak?" tanya Kinan. "Seperti yang ibu lihat, saya masih di kursi roda sampai sekarang." Aruna tersenyum tipis dengan nada bicara yang sedikit sarkastik. "Oh iya mamah kamu kemana Aruna?" tanya Rajasa. "Mamah masih d Taiwan pak Rajasa, rencananya baru pulang besok." sahut Aruna. "Panggil saja saya ayah seperti dulu, Aruna." "Maaf pak, tapi sekarang Aruna bukan lagi menantu pak Rajasa. Yang lebih berhak memanggil pak Rajasa ayah ya istri mas Anggasta yang selanjutnya nanti," sahut Aruna. Kinan dan Rajasa terdiam sejenak, sepertinya meluluhkan kembali hati Aruna tidak bisa tergesa-gesa tapi mereka tidak mau menyerah demi Anggasta. Untuk mengalihkan pembicaraan, Kinan mengajak
"Nona Aruna, itu mas Anggasta kan?" tunjuk supir Ayara ke halaman rumah Takahiro yang sekarang menjadi milik Aruna. Aruna menajamkan penglihatannya di tengah gelapnya halaman rumah, ternyata itu benar-benar Anggasta dengan bola mata yang memerah seperti habis menangis juga kelopak matanya yang sembab. "Pak, tolong bantu saya turun." pinta Aruna. "Nona Aruna mau menemui mas Anggasta?" "Turunkan saja saya pak, jangan banyak tanya." sahutnya. Dari kejauhan Anggasta menatapnya sendu dan penuh kerinduan, ingin rasanya Anggasta memeluk Aruna dan menatap wajah yang selalu ia rindukan selama tiga tahun ini. Hati Anggasta yang selama ini terasa mati saat berhadapan lawan jenis, kini mulai berdesir kembali saat melihat wajah Aruna meskipun Aruna hanya menatapnya tanpa ekspresi."Mau apa mas datang kesini?" tanya Aruna setelah posisinya dekat dengan Anggasta. "Na, kamu apa kabar?" tanya Anggasta. "Aku tanya mas Anggasta mau apa datang kesini?" Anggasta menghela nafas pelan, "Na, apa bena
Setelah mengambil keputusan secara matang, Raja dan Aruna akhirnya memutuskan untuk pulang ke Indonesia dan menyudahi pengobatan Aruna di Jepang. Awalnya keputusan ini di tentang oleh Ayara, tapi setelah Aruna berusaha meyakinkannya akhirnya Ayara mau mengalah dan menerima keputusan mereka. Setelah menempuh perjalanan udara hampir delapan jam, mereka akhirnya tiba di Bandara Soekarno Hatta pada pukul tiga sore. Setelah tiga tahun meninggalkan tanah kelahirannya, Aruna akhirnya kembali lagi dengan kondisi yang sama seperti saat tiga tahun yang lalu ia meninggalkan negara ini. Tidak ada yang menjemput kedatangan mereka di bandara, Ayara sedang melakukan perjalanan bisnis ke Taiwan sedangkan dari pihak keluarga Raja tidak memungkinkan untuk menjemputnya. Firman sedang sibuk-sibuknya mengurus rumah sakit keluarga Hirawan, dan Haga yang sudah menetap di Dubai sejak tiga tahun yang lalu setelah menghadiri acara pernikahan mantan kekasihnya. Raja tidak mempermasalahkan ketidakhadiran kakak-
Tiga tahun kemudian,POV Anggasta"Selamat sore pak Anggasta, hati-hati di jalan pulang." sapa penjaga keamanan kampus."Iya terimakasih pak kumis," sahutku.Tiga tahun berlalu aku lewati tanpa kamu, Aruna Clarabella Gistara. Tiga tahun aku lewati rasa sakit dan sepi ini sendirian, dengan di bubuhi sedikit mimpi kalau suatu saat kamu akan kembali padaku dengan senyum cantikmu yang selalu membuatku jatuh cinta. Tiga tahun aku mencoba move on darimu, meski begitu aku tidak pernah berniat mengganti posisi kamu dengan perempuan lain di hati ini. Kamu tetaplah ratu di dalam hatiku, namamu selalu bertakhta indah di hati ini. Bagaimana kabar kamu sekarang sayang? Apa kamu bahagia hidup tanpa aku? Apa kamu sudah menemukan lelaki yang membuatmu bahagia? Aku penasaran, tapi aku juga tidak mau tau karena aku takut cemburu jika tau kamu sudah bahagia bersama lelaki lain. Pernah satu kali aku mencari tau kabarmu lewat dokter Firman, dia bilang kamu bahagia sekarang dan semakin lengket dengan