Beranda / Romansa / 100 HARI CINTA / Permintaan sang ayah

Share

Permintaan sang ayah

Penulis: Yuliyhana
last update Terakhir Diperbarui: 2021-05-25 22:33:17

Arka akan bertanya pada seketaris ke mana uang yang selama ini disuruhnya mengirim ke anak-anaknya.

“Maafkan ayah ya sayang,” ujar Arka lagi dengan perasaan yang sangat bersalah, sambil mengenggam tangan Alvira.

Arka benar-benar merasa bersalah pada anak-anaknya, kali ini dirinya akan bersikap tegas. Sudah cukup ia mengalah pada Maya. Arka langsung mengambil dompetnya dan memberi salah satu kartu debitnya pada sang putri.

“Simpan itu untuk keperluan kalian,” ucap Arka.

“Tapi yah, ini terlalu banyak.” Protes Alvira yang tau kalau isi di dalamnya pastilah sangat banyak.

“Itu untuk ibu mu, dan uang untuk biaya kuliahmu nanti akan ayah kirim lagi, sebenarnya tiap bulan ayah mengirimkan kalian uang melalui seketaris ayah. Tapi tampaknya uang tersebut tidak dikirim ke kalian, nanti ayah akan menanyakannya,” jelas Arka.

"Untuk kartu itu, itu milik ibu mu yang waktu itu ayah ambil dan sekarang ayah ingin mengembalikannya. Maafkan ayah ya sudah membuat kalian kecewa," lanjut Arka dengan wajah yang sendu.

Alvira kaget mendengar penjelasan sang ayah, seandainya memang seperti itu ia dengan ibu beserta adiknya tidak perlu bekerja,” batinnya.

“Sebenarnya ayah tidak bersalah dan tidak pernah menghamili Maya, saat itu ternyata ayah dijebak olehnya. Bodohnya lagi ayah mau tertipu, tapi semua kebohongannya sudah ayah ketehui akan tetapi ayah tidak bisa menceraikannya karena ia mempunyai video yang bisa membuat reputasi ayah hancur. Ayah masih mencari cara supaya bukti itu berada pada ayah dan akan ayah hilangkan semua bukti yang ada,” jelas Arka yang mencoba untuk jujur pada putrinya yang belum mengetahui kebenarannya.

“Aku percaya sama ayah kok,” ceplos Alvira, yang kembali memeluk ayahnya seperti tidak ingin jauh lagi. Walaupun Alvira sudah dewasa tapi ia begitu dekat dengan sang ayah.

Karena memang ayahnya Arka Bagaskara tidak pernah berbuat yang mengecewakan keluarganya, Ayahnya selalu menyayangi keluarga sebelum Maya datang mengusik mereka.

“Kalau ayah sudah berhasil menceraikannya kalian mau kan kembali ke rumah ayah,” pinta Arka.

Alvira hanya diam, ia bingung harus menjawab apa. Dirinya ingin lagi tinggal bersama tapi apakah ibunya juga masih ingin bersama ayahnya. Karena walaupun Alea memiliki hati yang lembut tapi sang ayah telah melukai hati ibunya.

“Nanti Alvira tanya sama ibu ya yah!”

Arka mengangguk menyetujui.

“Yah, Aku pulang dulu ya. Sudah sore aku harus bersiap untuk ke kafe, lagian nanti ibu mencari ku, jam segini belum pulang,” ucap Alvira sambil melihat jam tangannya.

“Kenapa kamu nggak berhenti saja bekerja nanti ayah akan kirimkan uang,” sahut Arka yang merasa kasian melihat anaknya harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

“Aku sudah betah kerja di tempat itu yah, lagian jika nanti aku sudah mulai koas aku sudah tidak bekeja lagi dan fokus pada study ku.”

“Ya sudah terserah sama kamu, jaga diri baik-baik ya. Kalau perlu bantuan segera temui ayah atau menelpon ayah. Masih punya nomor ayahkan!” pinta Arka.

“Sampaikan salam ayah pada ibu dan adik mu ya, sampaikan juga permintaan maaf ayah untuk mereka, sungguh ayah sangat menyesalinya yang mudah percaya begitu saja pada orang," lanjut Arka.

Alvira kembali memeluk Arka sebelum ia benar-benar meninggalkan sang idolanya. Alvira melangkah keluar dengan senyum yang mengembang di bibirnya. Pertemuannya pada sang ayah kali ini berbuah manis, sang ibu tiri tidak ada di kantor. Dan yang menjadi hati Alvira begitu senang adalah sang ayah ingin kembali bersama mereka, keluarga mereka akan berkumpul kembali.

Alvira memesan ojol melalui ponselnya, sekitar lima belas menit Alvira menunggu di post satpam akhirnya ojol yang dipesannya datang.

“Non Alvira?" tanya bang ojolnya.

“Iya bang, sesuai aplikasi yah,” jawab Alvira.

Bang ojol langsung memberikan helm pada Alvira dan menjalankan motornya menuju alamat yang dikirim oleh Alvira.

Sampainya di rumah Alvira langsung mencari sang ibu untuk memberi tahu kabar gembira yang barusan ia terima, semoga saja ibunya mau menerima ayah kembali.

“Bu....”

“Ibu....”

“Apaan sih sayang teriak-teriak,” sahut ibu yang muncul dari arah belakang.

“Ibu sini dulu deh aku punya kabar baik nih,” ucap Alvira sambil menepuk sofa di sampingnya agar Alea duduk bersamanya.

Kini kereka sedang duduk di kursi makan, Alvira mengeluarkan kartu debet yang di berikan oleh sang ayah tadi lalu diserahkannya pada sang ibu.

“Ini apa?” tanya Alea sambil mengerutkan keningnya bingung.

“Ini punya kamu?” tanyanya lagi.

“Itu punya ibu, ayah memberikannya untuk ibu,” ceplos Alvira.

“Kamu tidak sedang becandakan!”

“Apa kamu mengambil secara paksa dari ayah mu?” tanya Alea lagi yang ragu akan perkataan Alvira.

“Ih ibu, ini ayah sendiri kok yang kasih," balas alvira menyakinkan.

Alvira menceritakan pertemuannya tadi bersama sang ayah tanpa ada yang dikurangi atau dilebihkannya ia juga menceritakan tentang Maya yang ternyata hanya menjebak ayahnya. Alea diam ia mendengar dengan baik semua yang diceritakan olehnya termasuk saat ayahnya sering kali ke rumahnya namun tidak berani menampilkan diri.

“Jadi gimana bu, ibu mau kan nanti kembali lagi ke rumah ayah?” tanya Alvira diakhir ceritanya.

“Kamu enggak siap-siap bekerja?” tanya Alea yang mengalihkan pembicaraan.

Alvira diam, saat ibunya tidak menjawabnya. Ia pun tidak mau memaksa sang ibu. Alvira tau kalau ibunya sedang tidak ingin membahas ayahnya.

“Alvira siap-siap dulu ya bu,” pamitnya kemudian.

Alvira meninggalkan Alea yang masih duduk di kursi makan. Alea mencoba mencerna setiap cerita yang dikatakan oleh Alvira. Sebenarnya Alea juga masih sangat mencintai Arka namun saat mengingat Arka mengusirnya waktu itu membuat hati Alea kembali sedih. Alea akan memikirkan kembali permintaan putrinya itu.

***

Di ruangan Daffin suasananya sangat mencekam, orang yang telah membocorkan rahasia produk pada lawan sudah berhasil diketahui. Berkat usaha yang dilakukkan Reiki dan juga dirinya kemaren, tidak salah kalau Reiki memang orang yang sangat cekatan. Di depan Daffin sudah duduk pak Ibra sang penanggung jawab produksi. Beliau lah yang telah membocorkannya, dengan alasan ia membutuhkan uang yang banyak untuk berobat sang anak.

Daffin tidak ingin menerima alasan apapun itu penghiatan tidak boleh dilakukan, yang dapat menimbulkan kerugian pada perusahaan. Daffin memasang aura gelap yang menakutkan. Reiki yang berada di samping Daffin merasa kasian pada pak Ibra, tapi ia tidak bisa menolongnya semua keputusan ada pada Daffin.

Jika Daffin sudah mulai tenang Reiki akan mencoba untuk berbicara padanya. Setelah memberikan ulitimatum pada pak Ibra, Daffin menyuruh pak Ibra untuk keluar dari ruangannya.

Daffin menghembuskan nafanya dengan kasar, kalau soal keluarga Daffin sangat lemah.

“Cari tahu apakah anak pak Ibra memang sedang sakit?” titah Daffin pada Reiki dengan sorot mata yang tajam.

“Lalu selidiki juga penyakitnya dan dokter siapa yang sedang menaganinya?” titah Daffin lagi.

“Baik pak,” jawab Reiki lalu meninggalkan ruangan Daffin.

Reiki sudah berada dalam ruangannya sendiri, ia menghubungi anak buahnya untuk mencari tau tentang keluarga pak Ibra sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Daffin.

“Cari tau apa yang terjadi pada anaknya pak Ibra dan segera laporkan pada saya hari ini juga," titah Reiki pada seseorang di sebrang telponnya dengan nada sedikit tinggi,

Selesai menelpon Reiki kembali berkutik dengan laptopnya. Menyelesaikan pekerjaan yang diberikan oleh Daffin terhadapnya. Jika kerjaannya tidak selesai bisa-bisa Daffin akan mengirimnya ke kutub utara.

***

“Elo dari tadi senyum mulu, lo nggak sakit kan!” tanya Doni sahabatnya lalu menempelkan punggung tangannya ke dahi Alvira.

“Apaan sih lo,” ucap Alvira lalu menghempaskan tangan Doni secara kasar.

“Habisnya dari tadi gua liat lo senyum-senyum mulu, nggak biasanya. Biasanya tuh muka nekuk terus.”

“Ih lo teman lagi senang juga, masa dikira sakit,” celetuk Alvira yang sudah memasang wajah masamnya.

“Emang kenapa? habis dapat undian yah?” tebak Doni.

“Ini lebih dari sekedar undian," balas Alvira sambil tersenyum lebar.

“Ya...ya...ya...apapun itu semoga Lo bahagia terus,” seru Doni.

“Gua habis ketemu sama ayah, terus yang kedua....”

“Kevin mau menunggu gua hingga lulus entar," seru Alvira yang langsung memeluk Doni di sampingnya meluapkan rasa bahagianya.

“Bagus deh kalau gitu,” sahut Doni membalas pelukkan Alvira, awalnya Doni kaget mendapatkan serangan tiba-tiba dari Alvira tapi kemudian ia mencoba untuk membalasnya. Bagaimanapun Alvira sudah dianggapnya seperti adiknya.

“semoga kebahagia selalu datang pada lo,” ucap Doni lagi lalu menepuk pundak Alvira melepaskan pelukkannya lalu meninggalkan Alvira yang masih tersenyum.

BERSAMBUNG......

Bab terkait

  • 100 HARI CINTA   Makan malam yang hening

    Sebulan sudah berlalu kini Alvira dan Vita sudah menyandang gelar S.ked. Namun mereka belum bisa menjadi seorang dokter sungguhan masih ada beberapa tahapan lagi yang harus mereka jalani. Salah satunya melakukan koas. Koas atau dokter muda adalah tahapan mereka menjalani kegiatan di rumah sakit dengan dokter pembimbing. Mereka akan menjalani koas selama 1,5 tahun atau bisa menjadi 2 tahun lamanya. Selama menjalani koas mereka akan mendampingi dokter senior untuk memeriksa pasien dalam segala macam penyakit. Mereka pun harus mau untuk berjaga malam. Karena itu merupakan sebagian dari tugas dokter. Alvira dan Vita mendapatkan rumah sakit yang sama. Rumah sakit tempat mereka melakukan koas adalah pilihan dari kampusnya. Alvira begitu bersyukur karena ia bisa mengikuti koas, seperti apa yang dicita-citakannya. Walaupun belum menjadi dokter sungguhan tapi ini adalah tahapan di mana ia bisa langsung berhadapan dengan seorang pasien. Menolong mereka dengan i

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-26
  • 100 HARI CINTA   Ciuman pertama

    Tibalah sudah hari Sabtu di mana Kevin membawa Alvira menemaninya untuk menghadiri acara bisnisnya. Kevin memberhentikan mobilnya tepat di depan hotel di mana acara itu diadakan. Seperti pasangan kekasih pada umumnya Kevin membukakan pintu mobil untuk Alvira, lalu ia menyerahkan kunci mobilnya oleh petugas. Mereka berjalan menuju ballroom hotel sambil bergandengan tangan. Keduanya begitu tampak serasi. Mereka disambut hangat oleh usher. Usher merupakan orang-orang yang ditunjuk untuk menerima tamu. Mereka mengarahkan Kevin dan juga Alvira untuk duduk di kursi yang telah disediakan. “Wah, ada yang ditemani nih,” ujar rekan bisnis Kevin sambil melirik Alvira yang berada di samping Kevin. Kevin hanya tersenyum menanggapinya. Kevin pun terlibat percakapan serius, percakapan seputaran bisnis. Al

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-28
  • 100 HARI CINTA   Leukemia

    Karena yang dicarinya tidak ketemu Daffin kembali ke meja yang terdapat papi dan maminya di sana. “Liat tuh para sahabat kamu pada bawa gandengan, kamu kapan Daffin?” tanya mami penuh penekanan, sambil melirik orang-orang yang berada di sekitar mereka. “Sabar mi, nanti juga kalau sudah waktunya pasti Daffin kenalkan sama mami,” ucap Daffin. “Iya tapi waktunya itu kapan?” “Apa kamu sudah ada cuman nggak mau dikenalkan sama mami?” tanya Shela lagi. “Jodoh Daffin masih dijaga orang nih,” celetuk Daffin asal. “Apa?” tanya Shela yang menang tidak mendengar ucapan Daffin karena Daffin mengucapkannya sangat pelan. “Enggak mi, bukan apa-apa.” Selesai acara Daffin beserta papi dan maminya meninggalkan tempat acara. Dengan menggunakan mobil masing-masing mereka berpisah di basement hotel. Daffin masih ditemani oleh Reiki dan pak Budi. “Langsung ke apartemen aja ya pak!” titah Daffin. Pak Budi hanya mengangguk seba

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-29
  • 100 HARI CINTA   Berobat ke Singapura

    Papi Ahmad membuka pintu ruang Shela, ia langsung berjalan mendekat mami. Duduk di sisi mami Shela sambil membelai rambut Shela dengan lembut. “kenapa kamu nggak bilang sakit parah seperti ini?” Lirih Ahmad, ia sudah tidak kuasa menahan air matanya agar tidak jatuh. Air mata itu menetes perlahan, Daffin yang mengetahuinya langsung mendekat ke arah sang papi mencoba untuk menenangkan. Kini mereka saling berpelukan mencoba untuk menguatkan diri. “Apa kita bawa mami ke Singapura aja ya?” tanya Ahmad pada putra satu-satunya itu. “Kalau itu yang terbaik kenapa tidak, tapi sepertinya kita harus menunggu mami benar-benar stabil dulu, baru kita bisa membawa mami,” jawab Daffin. Ahmad menyetujui ucapan Daffin. Mereka pun kembali diam sambil menatap wajah Shela yang pucat. Pikiran Ahmad kini kembali pada adik satu-satunya yang telah lama dipanggil yang maha kuasa. Sama seperti sekarang, waktu itu Ahmad juga lah yang menemani adiknya di rumah sakit sampai

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-29
  • 100 HARI CINTA   Permintaan mami Shela

    Papi Ahmad tidak bisa menghentikan tangisnya. Tangisnya begitu pecah saat mengetahui kalau sang istri tidak ingin membuat dirinya susah dan bersedih. “Mami kenapa bilang seperti itu, mami nggak nyusahin papi kok,” ucap Ahmad disela-sela tangisnya. “Kita berobat ya mi, mami harus sembuh,” sambung Daffin yang masih berada di samping Shela. “Iya mami mau berobat, untuk kalian,” sahut Shela sambil menatap dua orang kesayangannya. Mereka bertiga saling berpelukan mencurahkan kasih sayang satu sama lain. “Mami boleh minta permintaan nggak sama kamu?” Ucap Shela pada Daffin. Daffin tampak bingung ia mengerutkan keningnya,” Mami mau apa?” tanyanya kemudian. “Mobil, tas, pergi liburan, Semua bakal Daffin turuti asal mami bahagia dan cepat sembuh ya,” lanjut Daffin kemudian mencium punggung tangan Shela. Shela menggelengkan kepalanya. Daffin dan papi Ahmad saling bertatapan tidak mengerti apa yang ingin mami Shela m

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-02
  • 100 HARI CINTA   Awal Sandiwara

    “Lepasin nggak kalau enggak gua teriak nih,” ucap Alvira dengan sinis. Perlahan Daffin melepaskan genggamannya. Ia menurunkan kaca matanya,” Loe mau apa sih sebenarnya?” tanya Daffin yang sudah menatap Alvira. “Elo ini memang ya nggak ngerti apa yang gua bilang tadi?” cerca Alvira. “Elo minta gua tanggung jawab?” “Tanggung jawab untuk apa?” tanya Daffin lagi dengan santai. “Ih loe memang ya nggak punya perasaan,” ucap Alvira sedikit teriak. “Usstt nggak boleh teriak-teriak nggak enak dilihat orang,” ucap Daffin. “Gua cuman cium lo, bukan nidurin lo. Gitu aja minta tanggung jawab. Dasar aneh, lo nggak pernah ciuman yah,” lajut Daffin sedikit mengejek Alvira. Merasa capek debat dengan Daffin, Alvira pun bangkit dari tempat duduknya sambil mengenggam kedua tangannya di samping. Sebelum ia pergi Alvira ingin menyiram Daffin dengan minuman yang ada di meja itu. Namun pergerakannya bisa dibaca oleh Daffin. Dengan mudah Daffin

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-02
  • 100 HARI CINTA   Kebingungan Vita?

    Daffin sedang menunggu Alvira kembali ke ruangan maminya.”Semoga saja ia tidak berbohong,” batin Daffin. Papi Ahmad sedang berada di luar ruangan bersama mami Shela. Shela ingin berjalan-jalan di taman rumah sakit, ia bosan harus berdiam diri di kamar terus. Dengan menggunakan kursi roda mami didorong oleh papi menikmati suasana sore hari di rumah sakit. Shela tersenyum kala melihat sinar matahari, di dalam kamar ia terlalu lelah karena harus tiduran terus. Saat Shela menikmati udara sore hari tidak sengaja matanya melihat Alvira berjalan dengan seorang wanita sambil tertawa. “Pi, bukannya itu Alvira yah?” tanya Shela sambil menunjuk kedua wanita yang tengah melintas di depannya. “Iya mi,” jawab Ahmad singkat. “Alviraaa...,”teriak Shela. “Mami apaan sih,” tegur Ahmad. Karena saat Shela berteriak orang yang berada di sekelilingnya melihat ke arah mereka. Alvira yang mendengar namanya dipanggil, terus menghentikan langkah

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-04
  • 100 HARI CINTA   Daffin frustasi

    Saat Daffin dan Alvira sudah keluar dari ruangan mami Shela. Alvira langsung menyodorkan banyak pertanyaan pada Daffin. Sambil kakinya melangkah ke parkiran mulut Alvira pun tidak berhenti berbicara. “Lo duduk diam di situ, nanti gua jelasin semuanya,” titah Daffin saat membuka pintu mobilnya. Daffin kemudian menjalankan mobilnya menuju restoran. Sambil makan ia ingin melakukan penawaran terhadap Alvira. Sekarang keduanya sudah berada di sebuah restoran di salah satu mall ternama di Jakarta. Daffin menyuruh Alvira untuk memesan makanan yang ia mau. “Cepat jelasin ke gua apa yang sebenarnya lo inginkan!” ucap Alvira dengan suara sedikit tinggi. “Nggak usah teriak-teriak juga kali, pendengaran gua masih berfungsi dengan baik,” jawab Daffin masih dalam keadaan tenang. Percakapanya itupun terhenti ketika pelayanan mengantarkan pesanan mereka. “Makan yuk, lo pasti udah laparkan!” ajak Daffin. Alvira tidak membalas ia

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-05

Bab terbaru

  • 100 HARI CINTA   Undangan Makan Malam

    Belum sempat Daffin menjawab panggilan teleponnya suara Alvira dari dalam kamarnya menghentikan pergerakkan tangannya. Kini kakinya melangkah dengan cepat menuju kamar mereka.“Ada apa?” tanya Daffin begitu pintu kayu berwarna putih itu berhasil di bukanya.Terlihat Alvira sedang berdiri di atas ranjang sambil kedua tangannya menahan batrobe matanya mengintari lantai.Daffin jalan mendekat,” Kenapa?” tanyanya lagi.“I-itu ada kecoa besar,” lirih Alvira, membuat Daffin langsung melebarkan senyumnya.“Sama kecoa aja takut. Di mana?” tanya Daffin, dengan posisi yang menunduk mencari keberadaan kecoa yang dibilang oleh wanita tercintanya.“Ada di situ tadi, coba cari di sana,” balas Alvira menunjukkan letak di mana ia bertemu dengan kecoa itu.Alvira menunjuk lantai bawah dekat kamar mandi mereka. Daffin masih berusaha mencarinya.“Apa bibi nggak membersihkan ini apartemen? Kenapa ada kecoa masuk,” gumam Daffin, tanpa mengalihkan perhatiannya dari lantai.“Nah itu dia!”seru Daffin begitu

  • 100 HARI CINTA   Keberhasilan Reiki

    Panggilan video call masuk di ponsel Daffin. Nama sang mami tercinta tertera di layar pipih itu.“Mami,” ujar Daffin kepada Alvira.“Ya, udah angkat.”Dengan santainya Alvira menyuruh Daffin menjawab panggilan tersebut. Tanpa sadar jika mereka saat ini hanya menggunakan batrobe saja.“Panggilan video call,” ujar Daffin lagi.Seketika Alvira menepuk keningnya mendengar ucapan dari Daffin. Matanya langsung tertuju pada tubuhnya yang hanya berbalut batrobe saja.“Kamu aja yang jawab, bilang aja habis mandi,” usul Alvira.Akhirnya Daffin menggeser icon hijaunya, setelah panggilan itu tidak mau berhenti.“Iya mi,” sapa Daffin begitu terlihat jelas wajah Shela dilayar pipih itu.“Hey, Alvira mana? Mami kangen nih sama dia,” sahut Shela.“Lagi di kamar mandi mi.”“Bagaimana pengobatannya mi?” tanya Daffin lagi.“Lancar Fin, kamu katanya sama Alvira mau ke sini?” terdengar suara sang papi yang berada di sebelah sang istri tercinta.“Maaf mi, Pi, sepertinya kami nggak bisa ke sana soalnya Alvi

  • 100 HARI CINTA   Menghajar Alvira

    Daffin mengerjapkan matanya saat cahaya matahari dari bilik tirai itu mengganggu tidur nyenyaknya. Perlahan ia membuka matanya. Saat mata itu berhasil dibuka, pertama kali yang ia lihat adalah wajah sang istri yang kini tengah berada di dadanya.Kedua sudut bibirnya langsung mengembangkan senyuman yang begitu lebar. Setelah pertempuran semalam yang di lakukan hingga beronde-ronde. Membuat Alvira susah sekali membuka matanya. Hingga saat ini dirinya masih tertidur begitu nyenyaknya di dada Daffin berselimutkan kain tebal yang menutup kedua tubuh mereka yang tidak menggunakan apapun.Daffin bergerak secara pelan, bibirnya kini menyentuh kening Alvira.“Terima kasih atas semua yang kamu berikan saat ini, aku merasa ini adalah hal yang begitu sangat bahagia buatku,” ungkap Daffin pelan sambil memandangi wajah Alvira yang tampak begitu cantik dan natural.Terlihat Alvira mulai bergerak pelan. Namun, ternyata matanya masih tertutup rapat, dan ia hanya berpindah posisi tidur saja yang semak

  • 100 HARI CINTA   Malam Panjang

    “Kalau mau bicara soal kerjaan besok saja gua lagi sibuk,” ungkap Daffin lagi dan langsung mematikan sambungan teleponnya. Kemudian ia mematikan ponselnya agar tidak ada lagi yang mengganggu kegiatan malamnya ini.Di seberang sana Reiki yang tadi menelepon bosnya itu sekedar ingin memberitahukan jika mereka besok akan ada pertemuan penting dengan salah satu klien dari luar negeri. Namun, belum sempat Reiki memberitahu sambungan telepon itu sudah diputus Daffin.“Huuft.”Hembusan nafas Reiki terdengar begitu berat. Susah menghadapi sang bos yang moodnya berubah-rubah dan ia sampai saat ini tidak mengetahui sela-nya.Reiki yang masih bingung dengan pertemuan besok apakah akan berlangsung apa tidak. Berbeda dengan Daffin yang kini telah kembali melakukan aktivitas panasnya.Alvira yang tadi duduk di atas meja mini bar telah ia turunkan dan digedongnya diletakkan di sofa living room. Sofa yang mempunyai ukuran hanya

  • 100 HARI CINTA   Menghabiskan Malam Bersama

    Alvira sudah menyelesaikan mandinya, selama setengah jam ia berada di dalam kamar mandi berendam. Dengan senyum yang lebar ia keluar dan menuju lemari pakaian yang di maksud oleh Daffin tadi.Tubuhnya saat ini terasa sangat begitu segar. Alvira juga sudah memantapkan hatinya jika ia akan menyerahkan semuanya malam ini untuk suaminya tercinta. Makanya ia merendam tubuhnya selain menghilangkan pegal, ia juga ingin agar tubuhnya wangi saat bersama Daffin. Langkahnya ia urungkan menuju lemari, kini Alvira malah duduk di meja rias, ia ingin sedikit mengaplikasikan make up naturalnya dan memberikan semprotan parfum di daerah-daerah tertentu. Tidak lupa ia mengeringkan rambutnya juga.Sudah siap, Alvira ingin mengambil piyama yang katanya Daffin berada di dalam lemari. Namun, saat Alvira buka pintu lemari itu matanya membulat sempurna melihat baju-baju yang bergantung di sana sungguh ia tidak berpikir sampai ke arah sana.“Astaga ini semua?” gumamnya pelan.

  • 100 HARI CINTA   Daffin Mengajak Ke Villa

    Saat ini Alvira tengah bersiap untuk pulang karena jam dinasnya telah usai. Sambil merapikan peralatan dan meja kerjanya matanya melirik ponsel yang berada di atas meja. Takut suaminya menghubungi dirinya.“Sudah mau pulang?” tanya Vita yang tiba-tiba muncul di balik pintu.“Iya, emangnya kenapa?” tanya Alvira.“Enggak paa sih, gua mau ajak keliling bentar. Bisa nggak?”“Em?”Alvira menyahut sambil memicingkan manik matanya merasa aneh dengan permintaan sahabatnya itu.“Biasa aja kali lihatnya nggak usah gitu amat kenapa? Salah gua mau ajak hangout bentar?” celetuk Vita lagi dengan mengibaskan satu tangannya di depan Alvira.“Enggak apa sih, heran aja!” sahut Alvira.“Sudah yuk, keluar,” ajak Alvira lagi sambil meneteskan tasnya keluar ruangan.“Beneran nih nggak bisa?” tanya Vita lagi ingin memastikan.Alvira lan

  • 100 HARI CINTA   Gagal Masuk Lagi

    Kehidupan suami-istri itu terlihat begitu harmonis dan sangat bahagia. Semakin hari Daffin menunjukkan sikap baik, ia selalu memperlakukan Alvira dengan begitu lembut. Alvira menikmati setiap perlakukan Daffin terhadapnya. Namun, tanpa mereka sadari ada seseorang yang terganggu dengan keromantisan keduanya. Ia pun berjanji akan membuat keduanya pecah.Diam-diam Kevin sering mengikuti keduanya melihat Alvira begitu sangat bahagia membuat Kevin murka. Kevin merencanakan sesuatu untuk Alvira. Dengan senyum liciknya ia kembali menjalankan mobilnya saat Alvira sudah lagi tak terlihat oleh pandangannya.Alvira dan Daffin kini sedang berada di rumah sakit, mereka ingin konsultasi ke spesialis kandungan. Padahal Alvira tadinya tidak ingin pergi, karena ia yakin jika mereka akan segera memiliki anak, tanpa melakukan program. Karena keduanya tidak ada masalah.“Ayo masuk,” ajak Daffin saat sudah berada di depan ruang poli kandungan.“Silahka

  • 100 HARI CINTA   Dinner Romantis

    Daffin tidak mengalihkan pandangannya dari Alvira, “ kamu cantik sekali malam ini?”puji Daffin. “Memangnya kemarin-kemarin aku nggak cantik apa?” protes Alvira. Daffin merapatkan tubuhnya ke tubuh Alvira. “Cantik, tapi saat ini terlihat lebih cantik lagi,” ujar Daffin memuji. “Mau pergi sekarang atau kita diam di kamar seperti ini,” ucap Alvira. Daffin langsung memasang tangannya agar Alvira gandeng. Keduanya keluar dari unit apartemnet dengan tangan Alvira melingkar di lengan Daffin. Daffin membuka pintu mobilnya sportnya dan membawa Alvira melaju membelah jalan raya. Ia akan mengajak Alvira ke sebuah restoran. Restoran yang sudah di bookingnya melalui Reiki sang assisten. Perjalanan mereka akhirnya sampai di restoran. Keduanya jalan bersamaan menuju lokasi yang sudah dipilih Daffin. Saat pintu ruang vvip itu terbuka, Alvira langsung mematung di depan pintu melihat suasana di dalam sana. Pencahayaan yang remang membu

  • 100 HARI CINTA   Meneruskan Pernikahan

    Alvira diam sejenak mendengar pertanyaan dari Daffin. Ia bingung harus menjawab apa. Keraguannya itu terlihat jelas di mata indahnya.“Kamu kenapa? Katakan saja, jika kamu memang memilih dia, aku akan mundur dan memutuskan semuanya dengan baik-baik tapi jika kamu memilih pernikahan ini, aku akan menemani kamu untuk berbicara pada Kevin,” ungkap Daffin pelan, tangannya sudah menggenggam tangan Alvira yang berada di pahanya.Dengan keberanian yang sedikit, akhirnya Alvira menceritakan apa yang sebenarnya ia rasakan saat ini.“Sebenarnya aku juga memiliki perasaan yang sama seperti kamu, hanya saja aku tidak berani untuk mengungkapkannya mengingat surat perjanjian itu. Akhirnya aku memilih menerima tawaran Kevin dan ibunya dan mencoba melawan perasaan yang sebenarnya,” ungkap Alvira.Tanpa berbicara Daffin langsung maju dan memeluk tubuh Alvira,” terima kasih,” ucapnya.Alvira yang mendapatkan serangan tiba-tiba dar

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status