Daffin sedang menunggu Alvira kembali ke ruangan maminya.”Semoga saja ia tidak berbohong,” batin Daffin.
Papi Ahmad sedang berada di luar ruangan bersama mami Shela. Shela ingin berjalan-jalan di taman rumah sakit, ia bosan harus berdiam diri di kamar terus. Dengan menggunakan kursi roda mami didorong oleh papi menikmati suasana sore hari di rumah sakit.
Shela tersenyum kala melihat sinar matahari, di dalam kamar ia terlalu lelah karena harus tiduran terus. Saat Shela menikmati udara sore hari tidak sengaja matanya melihat Alvira berjalan dengan seorang wanita sambil tertawa.
“Pi, bukannya itu Alvira yah?” tanya Shela sambil menunjuk kedua wanita yang tengah melintas di depannya.
“Iya mi,” jawab Ahmad singkat.
“Alviraaa...,”teriak Shela.
“Mami apaan sih,” tegur Ahmad.
Karena saat Shela berteriak orang yang berada di sekelilingnya melihat ke arah mereka.
Alvira yang mendengar namanya dipanggil, terus menghentikan langkah
Saat Daffin dan Alvira sudah keluar dari ruangan mami Shela. Alvira langsung menyodorkan banyak pertanyaan pada Daffin. Sambil kakinya melangkah ke parkiran mulut Alvira pun tidak berhenti berbicara. “Lo duduk diam di situ, nanti gua jelasin semuanya,” titah Daffin saat membuka pintu mobilnya. Daffin kemudian menjalankan mobilnya menuju restoran. Sambil makan ia ingin melakukan penawaran terhadap Alvira. Sekarang keduanya sudah berada di sebuah restoran di salah satu mall ternama di Jakarta. Daffin menyuruh Alvira untuk memesan makanan yang ia mau. “Cepat jelasin ke gua apa yang sebenarnya lo inginkan!” ucap Alvira dengan suara sedikit tinggi. “Nggak usah teriak-teriak juga kali, pendengaran gua masih berfungsi dengan baik,” jawab Daffin masih dalam keadaan tenang. Percakapanya itupun terhenti ketika pelayanan mengantarkan pesanan mereka. “Makan yuk, lo pasti udah laparkan!” ajak Daffin. Alvira tidak membalas ia
Daffin masih menanti kehadiran Alvira, Reiki juga belum ada kabar mengenai nomor ponsel Alvira. Hendrik diam memperhatikan Daffin yang sudah beberapa kali mengusap rambutnya dengan kasar. “Kamu sudah dapat nomor ponselnya?” tanya Daffin dengan suara yang sedikit kencang melalui sambungan intercome. “Belum pak ini masih saya usahain,” sahut Reiki sedikit kesal. “Cepat cari kalau tidak....” Suara Daffin terpotong saat pintu ruangannya dibuka, sosok Alvira masuk dengan sedikit senyum. Sebelum masuk tadi Alvira sempat mengentuk pintu namun tidak ada jawaban jadi ia langsung saja masuk. Daffin langsung menutup telpon. Kemudian jalan mendekat ke arah Alvira. “Lo kenapa lama, Lo tau kan kita janjian jam berapa?” Ceraca Daffin sambil melihat jam di pergelangan tangannya.” Alvira yang baru saja masuk langsung di cerca seperti itu hanya memutarkan bola matanya jengah,"Ya sudah kalau tidak jadi gua balik aja lagi,” dumel Alvira. A
Kini mereka sudah berada di sebuah butik. Alvira kaget begitu mengetahui langkah Daffin masuk ke sana. Butik yang sama saat dirinya diajak Kevin untuk membeli baju. Butik miss Salsa memang terkenal di kalangan para pejabat dan selebriti. Banyak dari mereka yang ingin dibuatkan oleh salsa. Tidak kecuali dari keluarga Daffin. “Di mana Salsa?” tanya Daffin pada salah satu karyawan yang berada di meja resepsionis. “Ada apa cari-cari gua?” Salsa keluar dari ruangan yang bertuliskan CEO lalu balik bertanya sambil jalan mendekat dengan gayanya yang gemulai. “Mau buat baju lah masa mau ngajak loe kencan,” celetuk Daffin. “Kalau mau diajak kencan juga gua bersedia kok ganteng,” jawab salsa sambil mendekat pada Daffin dan memengang rahang mulus Daffin. Seketika itu juga Daffin bergendik ngeri melihat
Kini Alvira dan Kevin sudah berada di kafe yang letaknya di pinggir laut, menikmati suasana sore ditemani dengan deru ombak dan angin laut yang menyejukkan. Sambil menunggu pesanan datang Alvira dan Kevin memandangi keindahan sunset. Tangan Kevin tidak terus menggenggam tangan Alvira di atas meja, tidak ada pembicaraan diantara mereka. Keduanya sibuk dengan pikirannya masing-masing. Sengaja Alvira tidak berbicara lebih dulu, ia tidak mau Kevin nantinya tidak berselera makan.Sekitarlima belas menit menunggu akhirnya pesanannya datang. “Kamu tadi katanya mau bicara?” Kevin bertanya sambil menyendokan makanan ke dalam mulutnya.“Nanti aja ya sekarang kita makan dulu,” jawab Alvira.Kevin sedikit bingung dengan sikap Alvira kali ini, Alvira tidak cuek dan selalu bersikap lembut padanya. Biasanya jika bersama dirinya Alvira akan
“Mereka belum tau, rencananya ini malam Daffin ingin bertemu, tapi nggak jadi soalnya maminya mau ikut. Jadi tunggu maminya pulang dari rumah sakit!” Papar Alvira kini punggungnya sudah bersandar pada headboard. Vita masih mencerna setiap kata yang keluar dari mulut Alvira.” Terus Kevin gimana?” tanya Vita yang membuat Alvira menggelengkan kepalanya. “Gua nggak tau, tadi rencananya gua mau bicara sama dia kalau gua nggak bisa nikah sama dia, tapi lo tau lidah gua kelu saat di depannya. Gua nggak sanggup vit,” lesu Alvira. “Jadi mau sampai kapan lo nutupi ini sama Kevin?! Sedangkan lo sudah yakin untuk menikah sama Daffin.” “Saran gua sih lebih cepat lebih baik, selesaikan dulu masalah lo sama Kevin. Sebulan itu waktu yang sebentar lo Al.” “Gila sejak kapan lo jadi wibawa gini bicaranya?” celetuk Alvira disertai tertawa kecil. “Elo ya, dikasih tau juga. Gua memang belum pernah pacaran sih, tapi gua yakin kalau lo semakin lama ngasih tau
Kevin jalan mendekat ke arah dua orang yang sedang serius,” maaf nganggu tadi aku ke sini mau ngantar makanan kesukaan kamu,” jelas Kevin sambil menyodorkan makanan itu tepat di depan Alvira. “Sejak kapan kamu berada di sini?” tanya Alvira dengan sedikit gugup takut Kevin mengetahuinya. “Tidak cukup lama, tapi cukup tau kalau orang yang ingin aku nikahi akan segera menikah dengan orang lain,” jawab Kevin masih dalam keadaan tenang. Deng... Jantung Alvira serasa berhenti berdetak mendengar jawaban dari Kevin. Kevin masih punya otak untuk tidak membuat keributan di rumah sakit apalagi ini masih pagi, jadi ia berusaha untuk menahan amarahnya saat ini. “Gua pergi dulu,” pamit Daffin yang memberikan kesempatan pada sepasang manusia itu untuk menyelesaikan masalahnya. “Bisa jelaskan ke aku semuanya? Apa ini yang ingin kamu bicarakan sama aku kemarin?” Keduanya masih berdiri berhadapan, Kevin terus menatap mata Alvira sehingga
Kevin meninggalkan kantor tepat dijam pulang. Kini penampilannya sudah rapi kembali dan terlihat segar. Aric saja sampai heran melihat Kevin yang sudah kembali seperti semula tidak seperti yang ia lihat beberapa jam yang lalu.Dengan kecepatan yang sedikit tinggi Kevin melintas jalan raya yang penuh oleh kendaraan, karena ini jam pulang kantor maka di mana-mana akan terjadi kemacetan.Perasaan Kevin begitu gelisah ia akan mengetahui fakta yang sesungguhnya.” Lama banget sih ni,” gerutu Kevin sambil memukul stir mobil itu dengan kuat, karena saat ini dirinya terjebak macet yang cukup panjang entah apa yang sedang terjadi di depan sana.Kevin : “Maaf gua akan sedikit telat karena gua terjebak macet.”Kevin mengirimkan pesan melalui aplikasi WA kepada Alvira. Terlihat pesannya terkirim tapi tidak ada tanda kalau sudah dibaca.Setelah menunggu hampir tiga puluh menitan akhirnya Kevin terbebas dari kemacetan, ternyata telah
Langit sudah berganti warna gelap, tapi sepasang manusia masih terlibat percakapan serius di tepi pantai, duduk di sebuah batu besar sambil memandang ombak yang saling berkejaran. Dinginnya angin laut tidak membuat mereka beranjak dari tempat itu.“Aku sungguh nggak percaya kamu bakal tinggali aku nikah,” ucap Kevin yang memecahkan keheningan diantara mereka. Kini tangan Kevin sedang merangkul pinggang Alvira memberikan sedikit kehangatan.Alvira sengaja membiarkan apa yang ingin dilakukan Kevin selama itu tidak melampaui batas baginya maka Alvira akan diam saja menerima sikap Kevin dengan baik.“Aku minta maaf, mungkin kamu kecewa sama aku, tapi ini merupakan yang terbaik buat kita. Jika kita memang berjodoh kita akan bertemu kembali entah kapan dan dalam situasi seperti apa? Tapi jika kita tidak berjodoh aku harap kamu bisa ikhlas dan mencari yang lebih baik dari aku. Jujur kamu orang pertama yang begitu aku sayang dan cintai sulit buat ku un
Belum sempat Daffin menjawab panggilan teleponnya suara Alvira dari dalam kamarnya menghentikan pergerakkan tangannya. Kini kakinya melangkah dengan cepat menuju kamar mereka.“Ada apa?” tanya Daffin begitu pintu kayu berwarna putih itu berhasil di bukanya.Terlihat Alvira sedang berdiri di atas ranjang sambil kedua tangannya menahan batrobe matanya mengintari lantai.Daffin jalan mendekat,” Kenapa?” tanyanya lagi.“I-itu ada kecoa besar,” lirih Alvira, membuat Daffin langsung melebarkan senyumnya.“Sama kecoa aja takut. Di mana?” tanya Daffin, dengan posisi yang menunduk mencari keberadaan kecoa yang dibilang oleh wanita tercintanya.“Ada di situ tadi, coba cari di sana,” balas Alvira menunjukkan letak di mana ia bertemu dengan kecoa itu.Alvira menunjuk lantai bawah dekat kamar mandi mereka. Daffin masih berusaha mencarinya.“Apa bibi nggak membersihkan ini apartemen? Kenapa ada kecoa masuk,” gumam Daffin, tanpa mengalihkan perhatiannya dari lantai.“Nah itu dia!”seru Daffin begitu
Panggilan video call masuk di ponsel Daffin. Nama sang mami tercinta tertera di layar pipih itu.“Mami,” ujar Daffin kepada Alvira.“Ya, udah angkat.”Dengan santainya Alvira menyuruh Daffin menjawab panggilan tersebut. Tanpa sadar jika mereka saat ini hanya menggunakan batrobe saja.“Panggilan video call,” ujar Daffin lagi.Seketika Alvira menepuk keningnya mendengar ucapan dari Daffin. Matanya langsung tertuju pada tubuhnya yang hanya berbalut batrobe saja.“Kamu aja yang jawab, bilang aja habis mandi,” usul Alvira.Akhirnya Daffin menggeser icon hijaunya, setelah panggilan itu tidak mau berhenti.“Iya mi,” sapa Daffin begitu terlihat jelas wajah Shela dilayar pipih itu.“Hey, Alvira mana? Mami kangen nih sama dia,” sahut Shela.“Lagi di kamar mandi mi.”“Bagaimana pengobatannya mi?” tanya Daffin lagi.“Lancar Fin, kamu katanya sama Alvira mau ke sini?” terdengar suara sang papi yang berada di sebelah sang istri tercinta.“Maaf mi, Pi, sepertinya kami nggak bisa ke sana soalnya Alvi
Daffin mengerjapkan matanya saat cahaya matahari dari bilik tirai itu mengganggu tidur nyenyaknya. Perlahan ia membuka matanya. Saat mata itu berhasil dibuka, pertama kali yang ia lihat adalah wajah sang istri yang kini tengah berada di dadanya.Kedua sudut bibirnya langsung mengembangkan senyuman yang begitu lebar. Setelah pertempuran semalam yang di lakukan hingga beronde-ronde. Membuat Alvira susah sekali membuka matanya. Hingga saat ini dirinya masih tertidur begitu nyenyaknya di dada Daffin berselimutkan kain tebal yang menutup kedua tubuh mereka yang tidak menggunakan apapun.Daffin bergerak secara pelan, bibirnya kini menyentuh kening Alvira.“Terima kasih atas semua yang kamu berikan saat ini, aku merasa ini adalah hal yang begitu sangat bahagia buatku,” ungkap Daffin pelan sambil memandangi wajah Alvira yang tampak begitu cantik dan natural.Terlihat Alvira mulai bergerak pelan. Namun, ternyata matanya masih tertutup rapat, dan ia hanya berpindah posisi tidur saja yang semak
“Kalau mau bicara soal kerjaan besok saja gua lagi sibuk,” ungkap Daffin lagi dan langsung mematikan sambungan teleponnya. Kemudian ia mematikan ponselnya agar tidak ada lagi yang mengganggu kegiatan malamnya ini.Di seberang sana Reiki yang tadi menelepon bosnya itu sekedar ingin memberitahukan jika mereka besok akan ada pertemuan penting dengan salah satu klien dari luar negeri. Namun, belum sempat Reiki memberitahu sambungan telepon itu sudah diputus Daffin.“Huuft.”Hembusan nafas Reiki terdengar begitu berat. Susah menghadapi sang bos yang moodnya berubah-rubah dan ia sampai saat ini tidak mengetahui sela-nya.Reiki yang masih bingung dengan pertemuan besok apakah akan berlangsung apa tidak. Berbeda dengan Daffin yang kini telah kembali melakukan aktivitas panasnya.Alvira yang tadi duduk di atas meja mini bar telah ia turunkan dan digedongnya diletakkan di sofa living room. Sofa yang mempunyai ukuran hanya
Alvira sudah menyelesaikan mandinya, selama setengah jam ia berada di dalam kamar mandi berendam. Dengan senyum yang lebar ia keluar dan menuju lemari pakaian yang di maksud oleh Daffin tadi.Tubuhnya saat ini terasa sangat begitu segar. Alvira juga sudah memantapkan hatinya jika ia akan menyerahkan semuanya malam ini untuk suaminya tercinta. Makanya ia merendam tubuhnya selain menghilangkan pegal, ia juga ingin agar tubuhnya wangi saat bersama Daffin. Langkahnya ia urungkan menuju lemari, kini Alvira malah duduk di meja rias, ia ingin sedikit mengaplikasikan make up naturalnya dan memberikan semprotan parfum di daerah-daerah tertentu. Tidak lupa ia mengeringkan rambutnya juga.Sudah siap, Alvira ingin mengambil piyama yang katanya Daffin berada di dalam lemari. Namun, saat Alvira buka pintu lemari itu matanya membulat sempurna melihat baju-baju yang bergantung di sana sungguh ia tidak berpikir sampai ke arah sana.“Astaga ini semua?” gumamnya pelan.
Saat ini Alvira tengah bersiap untuk pulang karena jam dinasnya telah usai. Sambil merapikan peralatan dan meja kerjanya matanya melirik ponsel yang berada di atas meja. Takut suaminya menghubungi dirinya.“Sudah mau pulang?” tanya Vita yang tiba-tiba muncul di balik pintu.“Iya, emangnya kenapa?” tanya Alvira.“Enggak paa sih, gua mau ajak keliling bentar. Bisa nggak?”“Em?”Alvira menyahut sambil memicingkan manik matanya merasa aneh dengan permintaan sahabatnya itu.“Biasa aja kali lihatnya nggak usah gitu amat kenapa? Salah gua mau ajak hangout bentar?” celetuk Vita lagi dengan mengibaskan satu tangannya di depan Alvira.“Enggak apa sih, heran aja!” sahut Alvira.“Sudah yuk, keluar,” ajak Alvira lagi sambil meneteskan tasnya keluar ruangan.“Beneran nih nggak bisa?” tanya Vita lagi ingin memastikan.Alvira lan
Kehidupan suami-istri itu terlihat begitu harmonis dan sangat bahagia. Semakin hari Daffin menunjukkan sikap baik, ia selalu memperlakukan Alvira dengan begitu lembut. Alvira menikmati setiap perlakukan Daffin terhadapnya. Namun, tanpa mereka sadari ada seseorang yang terganggu dengan keromantisan keduanya. Ia pun berjanji akan membuat keduanya pecah.Diam-diam Kevin sering mengikuti keduanya melihat Alvira begitu sangat bahagia membuat Kevin murka. Kevin merencanakan sesuatu untuk Alvira. Dengan senyum liciknya ia kembali menjalankan mobilnya saat Alvira sudah lagi tak terlihat oleh pandangannya.Alvira dan Daffin kini sedang berada di rumah sakit, mereka ingin konsultasi ke spesialis kandungan. Padahal Alvira tadinya tidak ingin pergi, karena ia yakin jika mereka akan segera memiliki anak, tanpa melakukan program. Karena keduanya tidak ada masalah.“Ayo masuk,” ajak Daffin saat sudah berada di depan ruang poli kandungan.“Silahka
Daffin tidak mengalihkan pandangannya dari Alvira, “ kamu cantik sekali malam ini?”puji Daffin. “Memangnya kemarin-kemarin aku nggak cantik apa?” protes Alvira. Daffin merapatkan tubuhnya ke tubuh Alvira. “Cantik, tapi saat ini terlihat lebih cantik lagi,” ujar Daffin memuji. “Mau pergi sekarang atau kita diam di kamar seperti ini,” ucap Alvira. Daffin langsung memasang tangannya agar Alvira gandeng. Keduanya keluar dari unit apartemnet dengan tangan Alvira melingkar di lengan Daffin. Daffin membuka pintu mobilnya sportnya dan membawa Alvira melaju membelah jalan raya. Ia akan mengajak Alvira ke sebuah restoran. Restoran yang sudah di bookingnya melalui Reiki sang assisten. Perjalanan mereka akhirnya sampai di restoran. Keduanya jalan bersamaan menuju lokasi yang sudah dipilih Daffin. Saat pintu ruang vvip itu terbuka, Alvira langsung mematung di depan pintu melihat suasana di dalam sana. Pencahayaan yang remang membu
Alvira diam sejenak mendengar pertanyaan dari Daffin. Ia bingung harus menjawab apa. Keraguannya itu terlihat jelas di mata indahnya.“Kamu kenapa? Katakan saja, jika kamu memang memilih dia, aku akan mundur dan memutuskan semuanya dengan baik-baik tapi jika kamu memilih pernikahan ini, aku akan menemani kamu untuk berbicara pada Kevin,” ungkap Daffin pelan, tangannya sudah menggenggam tangan Alvira yang berada di pahanya.Dengan keberanian yang sedikit, akhirnya Alvira menceritakan apa yang sebenarnya ia rasakan saat ini.“Sebenarnya aku juga memiliki perasaan yang sama seperti kamu, hanya saja aku tidak berani untuk mengungkapkannya mengingat surat perjanjian itu. Akhirnya aku memilih menerima tawaran Kevin dan ibunya dan mencoba melawan perasaan yang sebenarnya,” ungkap Alvira.Tanpa berbicara Daffin langsung maju dan memeluk tubuh Alvira,” terima kasih,” ucapnya.Alvira yang mendapatkan serangan tiba-tiba dar