Alvira menarik nafasnya dalam-dalam dan menghembuskannya dengan pelan,”enggak apa Bu, aku mau lihat ayah. Gimana Bu? apa sudah ada kemajuan?”
“Kamu, masuk dan lihat ya. Siapa tahu jika kamu ajak ayah bicara lagi, ayah akan meresponnya. Kan kata dokter harus sering diajak komunikasi,” terang Alea.
“Ya sudah kalau gitu aku masuk dulu ya,” pamit Alvira.
Baru membuka pintu saja Alvira sudah merasakan dingingnya udara di dalam ruangan itu, suara mesin langsung terdengar di telinga Alvira.
Alvira langsung mendekat, menarik kursi agar bisa lebih dekat lagi dari sang ayah. Di tatapnya wajah pria yang sudah terbaring beberapa hari di ranjang tersebut.
Alvira mulai mengungkapkan apa yang dirasanya saat ini, kerinduan, kecintaan, harapan akan kesembuhan cinta pertamanya.
Kristal bening yang tadinya hanya menutupi penglihatannya kini jatuh, membasahi pipinya. Sungguh ia tidak kuasa menahan kesedihan itu. Selain karena
Alvira memilih untuk tetap berada di rumah sakit hingga pagi hari, Vita sudah pulang setelah lebar baik itu diterima. Hari ini sesuai kata dokter Arka dipindahkan ke ruangan biasa, karena kondisi tubuhnya sudah membaik.Di dampingi istri dan anak-anaknya Arka dipindahkan ke ruang VVIP. Dokter memeriksa lebih dulu baru meninggalkan mereka di dalam ruangan yang terasa sedikit nyaman dari pada ruangan kemarin. Tidak ada lagi suara mesin yang terdengar.“Aku rindu ayah,” ucap Alvira.Arka tersenyum, lalu mengangguk pelan. “Kamu sendiri?”“Iya yah, dari semalam dinas aku tungguin ayah, “ sahutnya.“Daffin gimana?”“Maaf ya yah, Daffin lagi banyak kerjaan di kantornya jadi belum bisa besuk papa, ia aja selalu pulang larut malam,” bohong Alvira menutupi keadaan rumah tangganya.“Iya, nggak apa,” sahut Arka.“Ayah makan dulu ya,” titah Alea.Alea
“Gimana kalau kalian kembali saja, bukan kah pernikahanmu itu tidak akan berlangsung lama,” celetuk mama Kevin, yang berada tidak jauh dari mereka. Deg! Jantung Alvira seakan tidak berdetak mendengar ucapan itu. Pernikahan mereka adalah sebuah rahasia dan sekarang sudah ada yang mengetahuinya. Alvira menganggap ucapan Kevin saat itu hanya angin lalu saja tapi ternyata tidak. Sampai orang tuanya juga mengetahui akan hal itu. “Kamu, mau kan?” tanya wanita paruh baya itu lagi. “Aku akan sabar kok nunggu kamu selesai menjalankan perjanjian itu,”sambung Kevin. Alvira tidak tahu harus bilang apa, ia berharap jika pernikahan itu tidaklah pernah berakhir. Dan perjanjian itu terhaupskan tapi mengingat Daffin yang sampai saat ini tidak ada kabar beritanya pulang ke apartemen pun ia tidak bertemu, karena setiap Daffin pulang dirinya sudah tertidur dan jika saat pagi ia bangun, Daffin sudah tidak ada. “Apa kamu lupa kalau selama ini yang membantu
Shela tersenyum, “tentu boleh dong sayang, sini,”sahut Shela sambil menepuk paha nya dengan lembut.Alvira langsung meletakkan kepalanya di atas paha Shela. Dengan lembut Shela membelai rambut anak mantunya itu dengan penuh sayang.”Mih, aku boleh minta sesuatu sama mami tidak?” tanya Alvira.“Apa tuh sayang?” tanya Shela langsung tanpa pikir panjang.“Nanti kalau kita besuk ayah, mami jangan bilang tentang mas Daffin yang jarang pulang ya, bilang aja mas Daffin lagi sibuk kerja. Soalnya aku kemarin bilangnya seperti itu. Aku nggak mau ayah sama ibu kepikiran,”papar Alvira.“Sebenarnya aku nggak mau mami dan papi juga mengetahuinya, aku nggak mau mami sama papi kepikiran juga. Tapi karena mami sudah mengetahuinya aku harap mami nggak bilang ke yang lain. Mas Daffin pasti punya alasan kenapa ia memilih untuk terus berada di kantor,” ungkap Alvira lagi.Shela tersenyum, ia terus membelai ramb
Sedangkan Shela dan Alea mereka melakukan obrolan di sofa ditemani Alvira dan Daffin. Raka belum datang ia tadi izin untuk pergi ke kampus.“Daffin, pasti baru besuk juga ya?” tanya Shela pada Alea.Alea tersenyum.” Enggak apa, Daffin pasti lagi sibuk, dan baru sempat ke sini. Yang penting kan ayahnya sudah mulai membaik,” sahut Alea lembut.“Makasih loh ya, sudah repot-repot datang,” lanjut Alea lagi.“Ih, kamu ini seperti sama siapa saja, kita kan sekarang satu keluarga,” sambung Shela.“He....”“Iya,” lanjut Alea.Kedua keluarga itu saling mengobrol, mereka terlihat begitu akrab. Lama mereka berbincang, Ahmad dan Arka melakukan percakapannya sendiri. Begitu juga dengan para istri, sementara Alvira dan Daffin hanya mendengarkan saja para orang tua itu berbicara. Mereka akan ikut bicara jika ditanya atau percakapan para orang tua itu membicarakan mereka
Alvira berteriak saat Daffin menggigit bibir bawahnya, sengaja ia melakukan itu agar lidah itu bisa masuk ke dalam rongga mulut sang istri mengabsen setiap organ yang ada di dalam sama. Lama tidak berjumpa membuat Daffin rindu akan sesuatu di dalam sana. Sambil mengerakkan bibir dan lidahnya tangannya juga kini sedang bergerak menyentuh kain penutup tubuh sang istri perlahan dibukanya baju itu hingga menyisakan kain segitiga dan busa penutup bukit kembar wanita yang sudah pasrah akan sentuhannya.“Plak!”Sebuah tamparan mendarat di pipi Daffin dengan sempurna, Daffin langsung menjauhkan sedikit wajahnya dari wajah Alvira sambil memenangi pipinya yang kini sudah memerah akibat ulah Alvira.“Aku nggak bisa dan nggak akan pernah bisa!” Seru Alvira di hadapan Daffin. Ia langsung melangkah pergi meninggalkan Daffin yang masih mematung di tempatnya tidak lupa ia membawa bajunya yang sudah sempat dibuka oleh Daffin.Sampainya di kamar, Al
Daffin kembali diam, tiba-tiba ponselnya berdering Reiki menelepon dirinya mengabarkan jika rencananya berhasil. Daffin langsung bahagia mendengar berita itu.“Ehm, boleh aku tanya sesuatu?” tanya Alvira saat Daffin telah selesai melakukan panggilannya.Daffin melihat Alvira dengan tatapan yang sedikit tidak mengerti.”Kalau nggak boleh nggak apa kok.” Alvira kembali berucap saat melihat Daffin seperti tidak suka.“Apa?” sahut Daffin.Alvira sedikit ragu untuk menanyakannya tapi ia begitu penasaran akan kelangsungan rumah tangganya. Alvira mengambil nafasnya dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan menatap Daffin yang penuh dengan pengharapan.“Ehm, maaf kalau ikut campur. Kamu selama ini ke mana?” tanya Alvira pelan.Daffin mengerutkan keningnya bingung dengan pertanyaan Alvira. “Maksudnya?” tanya Daffin yang memang tidak mengerti.“Kamu seminggu ini tidak ada di ruma
Daffin ingin mengetahui lebih tentang apa yang dirasanya saat ini. Ia akan mengetahui itu dengan caranya nanti, dirinya pun menyusun rencana untuk membuktikan jika hatinya memang sudah jatuh pada wanita yang berada di sampingnya itu. Saat masih merenung, ponselnya bergetar. Daffin langsung mengambilnya melihat ada pesan dari Clara dengan cepat Daffin membukakannya karena rasa penasarannya. “Shit!” umpatnya. Daffin kini tengah melihat gambar yang telah dikirim oleh Clara. Gambar yang membuat dirinya menjadi on dalam sekejap. Clara mengirimkan tubuhnya yang sedang tidak berpakaian hanya menggunakan kain segitiga yang menutup intinya. Kain itupun terlihat begitu tipis sehingga masih bisa menampakkan isi dalamnya. Di sana juga tertulis alamat yang harus Daffin datangi jika ia berminat bermain dengannya. Dengan emosi Daffin mengahapus foto yang tidak bermutu itu, sambil mulutnya mengoceh tidak jelas dengan apa yang dilakukan oleh Clara. “Be
Ternyata Daffin sengaja datang lebih awal untuk menjemput Alvira. Ia ingin mengetahui apa yang dilakukan Alvira saat selesai dinasnya. Kini ia menunggu di depan ruang Alvira.Dari rumah sakit Daffin akan mengajak Alvira untuk membesuk ayah mertuanya, Daffin ingin memenuhi janjinya pada Alvira sebelum usia pernikahan mereka berakhir.Masih ada tiga puluh menit lagi jam dinas Alesya selesai, sambil bermain ponsel ia duduk sendiri di kursi tunggu itu. Alvira tidak mengetahui jika dirinya sudah dijemput oleh sang suami. Alvira masih berada di ruang UGD membantu pasien yang baru saja masuk.Saat jam dinasnya berakhir, Alvira segera bergegas pergi ke ruangannya setelah serah terima sift. Namun, langkahnya terhenti. Ia melupakan sesuatu. Ia ingin mengunjungi ruang Kevin lebih dulu, untuk membicarakan sesuatu.Iapun berbelok mengarah pada pintu lift. Menunggu kotak besi itu terbuka, saat terbuka ia langsung meneka tombol enam di mana ruang rawat Kevin berada. Set
Belum sempat Daffin menjawab panggilan teleponnya suara Alvira dari dalam kamarnya menghentikan pergerakkan tangannya. Kini kakinya melangkah dengan cepat menuju kamar mereka.“Ada apa?” tanya Daffin begitu pintu kayu berwarna putih itu berhasil di bukanya.Terlihat Alvira sedang berdiri di atas ranjang sambil kedua tangannya menahan batrobe matanya mengintari lantai.Daffin jalan mendekat,” Kenapa?” tanyanya lagi.“I-itu ada kecoa besar,” lirih Alvira, membuat Daffin langsung melebarkan senyumnya.“Sama kecoa aja takut. Di mana?” tanya Daffin, dengan posisi yang menunduk mencari keberadaan kecoa yang dibilang oleh wanita tercintanya.“Ada di situ tadi, coba cari di sana,” balas Alvira menunjukkan letak di mana ia bertemu dengan kecoa itu.Alvira menunjuk lantai bawah dekat kamar mandi mereka. Daffin masih berusaha mencarinya.“Apa bibi nggak membersihkan ini apartemen? Kenapa ada kecoa masuk,” gumam Daffin, tanpa mengalihkan perhatiannya dari lantai.“Nah itu dia!”seru Daffin begitu
Panggilan video call masuk di ponsel Daffin. Nama sang mami tercinta tertera di layar pipih itu.“Mami,” ujar Daffin kepada Alvira.“Ya, udah angkat.”Dengan santainya Alvira menyuruh Daffin menjawab panggilan tersebut. Tanpa sadar jika mereka saat ini hanya menggunakan batrobe saja.“Panggilan video call,” ujar Daffin lagi.Seketika Alvira menepuk keningnya mendengar ucapan dari Daffin. Matanya langsung tertuju pada tubuhnya yang hanya berbalut batrobe saja.“Kamu aja yang jawab, bilang aja habis mandi,” usul Alvira.Akhirnya Daffin menggeser icon hijaunya, setelah panggilan itu tidak mau berhenti.“Iya mi,” sapa Daffin begitu terlihat jelas wajah Shela dilayar pipih itu.“Hey, Alvira mana? Mami kangen nih sama dia,” sahut Shela.“Lagi di kamar mandi mi.”“Bagaimana pengobatannya mi?” tanya Daffin lagi.“Lancar Fin, kamu katanya sama Alvira mau ke sini?” terdengar suara sang papi yang berada di sebelah sang istri tercinta.“Maaf mi, Pi, sepertinya kami nggak bisa ke sana soalnya Alvi
Daffin mengerjapkan matanya saat cahaya matahari dari bilik tirai itu mengganggu tidur nyenyaknya. Perlahan ia membuka matanya. Saat mata itu berhasil dibuka, pertama kali yang ia lihat adalah wajah sang istri yang kini tengah berada di dadanya.Kedua sudut bibirnya langsung mengembangkan senyuman yang begitu lebar. Setelah pertempuran semalam yang di lakukan hingga beronde-ronde. Membuat Alvira susah sekali membuka matanya. Hingga saat ini dirinya masih tertidur begitu nyenyaknya di dada Daffin berselimutkan kain tebal yang menutup kedua tubuh mereka yang tidak menggunakan apapun.Daffin bergerak secara pelan, bibirnya kini menyentuh kening Alvira.“Terima kasih atas semua yang kamu berikan saat ini, aku merasa ini adalah hal yang begitu sangat bahagia buatku,” ungkap Daffin pelan sambil memandangi wajah Alvira yang tampak begitu cantik dan natural.Terlihat Alvira mulai bergerak pelan. Namun, ternyata matanya masih tertutup rapat, dan ia hanya berpindah posisi tidur saja yang semak
“Kalau mau bicara soal kerjaan besok saja gua lagi sibuk,” ungkap Daffin lagi dan langsung mematikan sambungan teleponnya. Kemudian ia mematikan ponselnya agar tidak ada lagi yang mengganggu kegiatan malamnya ini.Di seberang sana Reiki yang tadi menelepon bosnya itu sekedar ingin memberitahukan jika mereka besok akan ada pertemuan penting dengan salah satu klien dari luar negeri. Namun, belum sempat Reiki memberitahu sambungan telepon itu sudah diputus Daffin.“Huuft.”Hembusan nafas Reiki terdengar begitu berat. Susah menghadapi sang bos yang moodnya berubah-rubah dan ia sampai saat ini tidak mengetahui sela-nya.Reiki yang masih bingung dengan pertemuan besok apakah akan berlangsung apa tidak. Berbeda dengan Daffin yang kini telah kembali melakukan aktivitas panasnya.Alvira yang tadi duduk di atas meja mini bar telah ia turunkan dan digedongnya diletakkan di sofa living room. Sofa yang mempunyai ukuran hanya
Alvira sudah menyelesaikan mandinya, selama setengah jam ia berada di dalam kamar mandi berendam. Dengan senyum yang lebar ia keluar dan menuju lemari pakaian yang di maksud oleh Daffin tadi.Tubuhnya saat ini terasa sangat begitu segar. Alvira juga sudah memantapkan hatinya jika ia akan menyerahkan semuanya malam ini untuk suaminya tercinta. Makanya ia merendam tubuhnya selain menghilangkan pegal, ia juga ingin agar tubuhnya wangi saat bersama Daffin. Langkahnya ia urungkan menuju lemari, kini Alvira malah duduk di meja rias, ia ingin sedikit mengaplikasikan make up naturalnya dan memberikan semprotan parfum di daerah-daerah tertentu. Tidak lupa ia mengeringkan rambutnya juga.Sudah siap, Alvira ingin mengambil piyama yang katanya Daffin berada di dalam lemari. Namun, saat Alvira buka pintu lemari itu matanya membulat sempurna melihat baju-baju yang bergantung di sana sungguh ia tidak berpikir sampai ke arah sana.“Astaga ini semua?” gumamnya pelan.
Saat ini Alvira tengah bersiap untuk pulang karena jam dinasnya telah usai. Sambil merapikan peralatan dan meja kerjanya matanya melirik ponsel yang berada di atas meja. Takut suaminya menghubungi dirinya.“Sudah mau pulang?” tanya Vita yang tiba-tiba muncul di balik pintu.“Iya, emangnya kenapa?” tanya Alvira.“Enggak paa sih, gua mau ajak keliling bentar. Bisa nggak?”“Em?”Alvira menyahut sambil memicingkan manik matanya merasa aneh dengan permintaan sahabatnya itu.“Biasa aja kali lihatnya nggak usah gitu amat kenapa? Salah gua mau ajak hangout bentar?” celetuk Vita lagi dengan mengibaskan satu tangannya di depan Alvira.“Enggak apa sih, heran aja!” sahut Alvira.“Sudah yuk, keluar,” ajak Alvira lagi sambil meneteskan tasnya keluar ruangan.“Beneran nih nggak bisa?” tanya Vita lagi ingin memastikan.Alvira lan
Kehidupan suami-istri itu terlihat begitu harmonis dan sangat bahagia. Semakin hari Daffin menunjukkan sikap baik, ia selalu memperlakukan Alvira dengan begitu lembut. Alvira menikmati setiap perlakukan Daffin terhadapnya. Namun, tanpa mereka sadari ada seseorang yang terganggu dengan keromantisan keduanya. Ia pun berjanji akan membuat keduanya pecah.Diam-diam Kevin sering mengikuti keduanya melihat Alvira begitu sangat bahagia membuat Kevin murka. Kevin merencanakan sesuatu untuk Alvira. Dengan senyum liciknya ia kembali menjalankan mobilnya saat Alvira sudah lagi tak terlihat oleh pandangannya.Alvira dan Daffin kini sedang berada di rumah sakit, mereka ingin konsultasi ke spesialis kandungan. Padahal Alvira tadinya tidak ingin pergi, karena ia yakin jika mereka akan segera memiliki anak, tanpa melakukan program. Karena keduanya tidak ada masalah.“Ayo masuk,” ajak Daffin saat sudah berada di depan ruang poli kandungan.“Silahka
Daffin tidak mengalihkan pandangannya dari Alvira, “ kamu cantik sekali malam ini?”puji Daffin. “Memangnya kemarin-kemarin aku nggak cantik apa?” protes Alvira. Daffin merapatkan tubuhnya ke tubuh Alvira. “Cantik, tapi saat ini terlihat lebih cantik lagi,” ujar Daffin memuji. “Mau pergi sekarang atau kita diam di kamar seperti ini,” ucap Alvira. Daffin langsung memasang tangannya agar Alvira gandeng. Keduanya keluar dari unit apartemnet dengan tangan Alvira melingkar di lengan Daffin. Daffin membuka pintu mobilnya sportnya dan membawa Alvira melaju membelah jalan raya. Ia akan mengajak Alvira ke sebuah restoran. Restoran yang sudah di bookingnya melalui Reiki sang assisten. Perjalanan mereka akhirnya sampai di restoran. Keduanya jalan bersamaan menuju lokasi yang sudah dipilih Daffin. Saat pintu ruang vvip itu terbuka, Alvira langsung mematung di depan pintu melihat suasana di dalam sana. Pencahayaan yang remang membu
Alvira diam sejenak mendengar pertanyaan dari Daffin. Ia bingung harus menjawab apa. Keraguannya itu terlihat jelas di mata indahnya.“Kamu kenapa? Katakan saja, jika kamu memang memilih dia, aku akan mundur dan memutuskan semuanya dengan baik-baik tapi jika kamu memilih pernikahan ini, aku akan menemani kamu untuk berbicara pada Kevin,” ungkap Daffin pelan, tangannya sudah menggenggam tangan Alvira yang berada di pahanya.Dengan keberanian yang sedikit, akhirnya Alvira menceritakan apa yang sebenarnya ia rasakan saat ini.“Sebenarnya aku juga memiliki perasaan yang sama seperti kamu, hanya saja aku tidak berani untuk mengungkapkannya mengingat surat perjanjian itu. Akhirnya aku memilih menerima tawaran Kevin dan ibunya dan mencoba melawan perasaan yang sebenarnya,” ungkap Alvira.Tanpa berbicara Daffin langsung maju dan memeluk tubuh Alvira,” terima kasih,” ucapnya.Alvira yang mendapatkan serangan tiba-tiba dar