Alvira diam, ia tidak menjawab. Alvira membalas tatapan Kevin yang tampak sendu itu.
“Kamu mau kan, kembali lagi sama aku?”
Kevin kembali bertanya, tangan Alvira yang berada di atas meja digenggamnya. Kevin begitu menyakinkan Alvira agar dirinya masih dikasih kesempatan untuk bersamanya. Karena Kevin tahu jika pernikahan Alvira hanya untuk sesaat dan pernikahan itu akan berakhir secepatnya.
“A-aku, menghargai namanya ikatan pernikahan apapun itu alasannya. Namun, untuk saat ini aku berusaha untuk menjadi istri seorang pria yang sudah resmi menikahiku. Untuk ke depannya aku belum bisa pastikan apa yang terjadi nantinya. Aku harap kamu bisa terima keputusanku ini dan carilah wanita yang benar-benar tulus sama kamu.”
Alvira menjauhkan tangannya dari genggaman Kevin, ia menjelaskan apa isi hatinya saat ini. Alvira tidak ingin membuat Kevin menunggu dirinya yang belum pasti itu. Karena sampai saat ini, ia nyaman dengan pernikahannya. Wa
Sampai di unit apartemen Alvira memencet bell berharap Daffin membukakannya tapi setelah ia pencet berkali-kali pintu itu tak kunjung terbuka.Untung saja Daffin memberi tahu kode passwordnya kemarin.“Passwordnya tanggal pernikahan,” gumam Alvira, sambil menekan kodenya.Saat pintu itu sudah berhasil dibuka. Alvira mengelilingi setiap ruangan di dalam apartemant itu mencari keberadaan suaminya tapi ia tak kunjung menemukannya. Alvira mencoba untuk menghubunginya kembali tapi hasil tetap sama ponsel Daffin masih berada di luar jangkauan.Alvira menarik nafas dan menghembuskannya.”Apa Daffin ke rumah mama? Tapi jika aku menelepon ke sana menayakan Daffin terus Daffin nggak ada, yang ada malah buat mereka semakin khawatir.”Alvira bermenolog sendiri.“Mandi aja dulu ah, gerah,” gumamnya lagi.Alvira di dalam kamar mandi hanya butuh waktu sebentar, setelah selesai berpakaian dan mengaplikasikan skincar
Alvira mengerjap matanya, karena cahaya matahari yang masuk dari celah gorden kamarnya membuat tidurnya terganggu. Karena kelelahan ia bahkan tidak sadar jika semalam tubuhnya dipeluk oleh Daffin.Perlahan ia membuka buka matanya, pertama yang dilihat Alvira adalah samping tempat tidurnya.“Enggak ada,” gumamnya, sambil mengelus pelan tempat di sampingnya.Matanya berahli menatap jam yang tergantung di dinding. “Gua ketiduran,” batinya.Masih dengan keadaan yang setengah lemas ia beranjak dan masuk dalam kamar mandi. Alvira mengerutkan keningnya melihat tempat di shower itu sudah basah.“Dia pulang?”Alvira kembali bermenolog sendiri. Ia melanjutkan mandinya dengan cepat. Setelah itu iapun segera menggunakan bajunya dan keluar dari kamar dengan kepala ditutupi oleh handuk.“Bi, mas Daffin mana?” tanya Alvira.“Baru saja pergi mba, sepertinya buru-buru,” jelas bibi.
“Bangun mas aku menunggumu,”lirih Maya. Selesai berkata seperti itu, Maya kembali melanjutkan langkahnya, duduk di salah satu bangku yang tidak jauh dari Alvira. Sudut matanya melirik tajam pria yang berhadapan dengan Alvira.Kevin datang di saat yang tepat. Saat ia mengetahui jika ayahnya Alvira dirawat di rumah sakit itu Kevin langsung menuju ke lokasi. Kedatangannya merupakan hal begitu tepat.Ia menolong Alvira dari amarah Maya. Kevin mengetahui jika ayahnya Alvira menikah lagi, tapi ia tidak mengetahui orang yang dinikahi ayahnya itu seperti apa?“Kamu ngapain?” tanya Alvira yang kaget melihat ada Kevin.“Mau besuk papa kamu, maaf baru datang soalnya aku baru dapat infonya. Bagaimana keadaannya sekarang?” tanya Kevin.“Kamu bisa melihatnya sendiri, dari awal masuk sampai sekarang ayah belum ada kemajuan,” jelas Alvira.“Boleh aku masuk melihatnya?” Kevin bertanya dengan penuh h
Dari kejauhan, telinga Maya dapat mendengar ucapan mereka. Iapun menjadi khawatir jika Arka akan benar-benar sembuh. Karena jika Arka sembuh sudah pasti dirinya akan diceraikan.“Gua harus melakukan sesuatu,” gumam Maya.“Tapi bagaimana caranya bahkan ruangan itu selalu dijaga oleh mereka,” lanjut Maya lagi bermenolog sendiri.Duduk di kejauhan, Maya menyusun rencana untuk membuat Arka tidak sembuh. Ia tidak ingin diusir dari rumah besar itu apalagi diceraikan. Kemewahan tidak akan ia dapatkan lagi.Sampai saat ini Maya masih menggunakan fasilitas yang diberikan Arka. Karena Arka belum mencabut semuanya.Dengan seringai tajamnya Maya, ia menatap orang-orang yang berada di ruangan suaminya itu.Raka saat ini izin untuk pulang lebih dulu mengganti baju dan ingin pergi ke kampus sebentar, beberapa hari izin membuat dirinya ketinggalan materi.Alea juga sudah mengizinkan putranya itu untuk ke kampus. Raka melangkah
Raka terus membatin dalam hati akan perasaannya saat ini. Ternyata Raka menyukai Vita hanya saja dirinya minder untuk mengungkapkan cintanya, ia takut Vita menolaknya mengingat usia mereka terpaut jauh. Apalagi Vita merupakan calon dokter membuat Raka betul-betul minder. Namun, melihat Vita yang selalu merespon dirinya membuat Raka kembali percaya diri.“Elo ngapain lihati gua gitu amat nanti naksir baru tahu,” celetuk Vita santai.“Memangnya kalau gua benaran naksir lo, lo mau?” balas Raka.“Asal situ serius ogah? Kalau nggak, gua mah nggak mau,” celetuk Vita.“Gimana kalau gua serius?” ucap Raka tangan membalik tubuh Vita agar mengahadap dirinya“Ya, sudah cus kita pacaran dan setelah lo selesai kuliah kita nikah. Kan beres,” sahut Vita santai.Vita memang terlihat begitu santai tapi tidak dengan jantungnya. Jantungnya kini bergemuruh begitu cepat sekali. Dadanya seakan sesak mend
“Beneran itu dia?” tanya Vita ingin lebih menyakinkan lagi.Alvira hanya balas dengan anggukan saja. Melihat sahabatnya itu mengiyakan, Vita langsung mengelengkan kepalanya pelan, sedikit tidak yakin dengan apa yang dilihatnya.“Gimana keadaannya?” tanya Vita lagi.Alvira mengelengkan kepalanya pelan,” semoga aja bisa diselamatkan,” tutur Alvira.“Kasian banget dia ya, apa orang tuanya sudah tahu?” tanya Vita lagi.“Enggak tahu, saat aku datang sudah lihat dia terbaring gitu dengan wajah penuh darah. Padahal baru saja tadi pagi kami bertemu di rumah sakit tempat ayah dirawat,” jelas Alvira.“Kevin besuk bokap lo?” tanya Vita sedikit nggak percaya.“Iya, kenapa?” tanya Alvira yang tidak mengerti akan maksud dari ucapan Vita.“Kok lo syok gitu?” tanya Alvira lagi.“Sudahlah lupakan aja, lanjut kerja yuk.”Dua
Alvira menarik nafasnya dalam-dalam dan menghembuskannya dengan pelan,”enggak apa Bu, aku mau lihat ayah. Gimana Bu? apa sudah ada kemajuan?”“Kamu, masuk dan lihat ya. Siapa tahu jika kamu ajak ayah bicara lagi, ayah akan meresponnya. Kan kata dokter harus sering diajak komunikasi,” terang Alea.“Ya sudah kalau gitu aku masuk dulu ya,” pamit Alvira.Baru membuka pintu saja Alvira sudah merasakan dingingnya udara di dalam ruangan itu, suara mesin langsung terdengar di telinga Alvira.Alvira langsung mendekat, menarik kursi agar bisa lebih dekat lagi dari sang ayah. Di tatapnya wajah pria yang sudah terbaring beberapa hari di ranjang tersebut.Alvira mulai mengungkapkan apa yang dirasanya saat ini, kerinduan, kecintaan, harapan akan kesembuhan cinta pertamanya.Kristal bening yang tadinya hanya menutupi penglihatannya kini jatuh, membasahi pipinya. Sungguh ia tidak kuasa menahan kesedihan itu. Selain karena
Alvira memilih untuk tetap berada di rumah sakit hingga pagi hari, Vita sudah pulang setelah lebar baik itu diterima. Hari ini sesuai kata dokter Arka dipindahkan ke ruangan biasa, karena kondisi tubuhnya sudah membaik.Di dampingi istri dan anak-anaknya Arka dipindahkan ke ruang VVIP. Dokter memeriksa lebih dulu baru meninggalkan mereka di dalam ruangan yang terasa sedikit nyaman dari pada ruangan kemarin. Tidak ada lagi suara mesin yang terdengar.“Aku rindu ayah,” ucap Alvira.Arka tersenyum, lalu mengangguk pelan. “Kamu sendiri?”“Iya yah, dari semalam dinas aku tungguin ayah, “ sahutnya.“Daffin gimana?”“Maaf ya yah, Daffin lagi banyak kerjaan di kantornya jadi belum bisa besuk papa, ia aja selalu pulang larut malam,” bohong Alvira menutupi keadaan rumah tangganya.“Iya, nggak apa,” sahut Arka.“Ayah makan dulu ya,” titah Alea.Alea