Chapter: Bab 10 : PadepokanTuan MokoHari menjelang petang, seperti biasa murid-murid padepokan Husain berlatih bela diri di lapangan belakang. Beberapa ada yang melakukan pencak silat, ada pula yang berlatih membidik dengan golok, bambu runcing, dan senjata tajam lainnya.Tuan Moko memandangi murid-muridnya itu, pemuda-pemuda bakal pejuang, pemuda-pemuda yang akan menegakkan bangsa ini. Begitulah pikir pria paruh baya itu, dan hal itu membuat ia kembali teringat masa lampau, saat ia masih muda.Moko adalah anak seorang Kyai, ayahnya adalah pejuang. Ia ikut berperang bersama ayahnya melawan kolonial, tapi ayahnya gugur dan kelompoknya banyak yang ditangkap, untungnya ia bisa kabur menyelamatkan diri. Tapi hal ini membuat Moko muda frustasi karena kehilangan ayahnya dan teman-teman sesama pejuang. Sampai suatu hari ia bertemu dengan seorang pembuat sepatu, Gian, pe
Terakhir Diperbarui: 2021-11-16
Chapter: Bab 9 : PembunuhanSurasSuras mencoba menahan sakit di bahunya. Walaupun sudah mengunyah tembakau tapi rasa sakit itu terus menusuk sampai ke tulang-tulang. Dan bisa ia rasakan ketika peluru itu bergerak keluar dari tubuhnya saat Rumi menarik menggunakan penjepit yang Suras tidak tahu namanya. Dan setelah peluru itu keluar, tiba-tiba penglihatannya kabur dan badannya lemas.Pikirannya melayang, mengingat apa yang ada dalam benaknya saat ia tercebur ke laut malam tadi. Bahunya perih karena tertembak ditambah lagi dinginnya air merasuk ke seluruh tubuh. Sebenarnya tubuhnya masih bisa bergerak untuk menyelamatkan diri tapi hatinya enggan melakukan itu. Ia sengaja menenggelamkan diri, dan cahaya bulan malam itu yang cukup terang seakan menyorot saat-saat terakhir dalam hidupnya.Kenangan masa lalu merayap dalam pikiran, menggambarkan keluarga yang telah pergi
Terakhir Diperbarui: 2021-11-09
Chapter: Bab 8 : Jatuh Untuk BangkitRumiRumi terbangun sambil terbatuk-batuk karena air yang masuk ke paru-parunya. Saat matanya terbuka, ia dapat melihat tubuh Dehjan yang membelakangi sinar bulan dengan raut cemas duduk di samping kirinya. Lalu Rumi berusaha untuk membangkitkan tubuh dibantu sahabatnya itu.Dilihatnya sekitar, ternyata ia telah berada di bibir pantai. Terakhir yang Rumi ingat adalah ia terjun menyusul Suras dan berhasil menangkap tangan pemuda itu walau akhirnya terlepas karena tiba-tiba dadanya sesak, dan kemudian gelap.Di sebelah kanannya sudah ada Suras yang terduduk betelanjang dada sedang berusaha menutupi luka di bahu kiri dengan bajunya. Melihat itu, Rumi bersyukur sekali karena mereka berdua selamat.Rumi mencoba membantu Suras sambil berkata kepada Dehjan, "Kenapa kau tidak membantunya?!"
Terakhir Diperbarui: 2021-11-02
Chapter: Bab 7 : KirimanBuitenzorg, 1935AmarGerimis pagi bekas hujan tadi malam belum juga mereda, dingin dengan tega menusuk hingga ke tulang-tulang. Bahkan burung-burung yang biasa berkicau, enggan keluar dari sarangnya.Amar mengangkat peti-peti sepatu ke atas dokar, pesanan dari padepokan Husain sangat banyak karena murid baru tahun ini juga makin bertambah. Bersama dengan Doel, ia akan mengantarkan pesanan ini secara langsung."Hati-hati kalian!" pesan Tuan Gian.Lalu setelah semua siap, berangkatlah dua pemuda itu di tengah gerimis yang mulai mereda. Tapak kuda bergerak dan dokar melenggang keluar dari gerbang, disusul tatapan curiga dari mata Anararas yang melihat dari teras rumah.Jalanan masih sepi karena hari masih terlal
Terakhir Diperbarui: 2021-09-08
Chapter: Bab 6 : Gudang SenjataSurasSuras menggelar kertas besar yang menggambarkan denah gudang senjata Belanda yang tidak jauh dari pelabuhan Sunda Kelapa. Pemuda itu pernah memasuki kawasan gudang senjata untuk merenovasi septic tank yang ada disana, jadinya ia sedikit hapal secara kasar kawasan tersebut.Kawasan itu berbentuk persegi panjang yang memanjang dari utara ke selatan, dengan tembok tinggi dan kawat berduri yang melintang di atasnya, menandakan bahwa kawasan itu sangat-sangat dilindungi.Di sebelah barat ada gerbang utama yang besar dan tingginya sama dengan tinggi tembok, dengan dua posko jaga bertingkat di kanan dan kiri gerbang.Di sebelah kiri gerbang terdapat lapangan luas yang menjadi tempat berkumpul para tentara, di pinggir lapangan berjejer tank-tank dan kereta perang, serta di setiap
Terakhir Diperbarui: 2021-09-07
Chapter: Bab 5 : Aliansi Batavia Ardhiman Ardhiman selalu mencuri waktu untuk mencorat-coret kertas dengan tulisannya jika tidak ada pekerjaan. Ia memang suka menulis dan sebenarnya ingin menerbitkan tulisannya, tapi ia tidak percaya diri dengan tulisannya. Akhir-akhir ini ia mulai suka menulis kritikan-kritikan untuk pemerintah, atau hal-hal yang tiba-tiba terpikir di kepalanya seperti, pribumi bukan monyet, masa depan Hindia Belanda, masa depan Indonesia, dan Indonesia merdeka. Sejak bekerja di penerbitan dan membaca banyak berita ataupun tulisan-tulisan yang masuk, khususnya tulisan yang berbau radikal, pikirannya makin terbuka. Tapi sayangnya, tulisan yang dianggap radikal itu tidak bisa diterbitkan. Dan alhasil berakhir di tempat sampah. Ardhiman sendiri bisa berbahasa Belanda karena dulu saat kecil i
Terakhir Diperbarui: 2021-09-06