Chapter: Extra PartKevin baru saja turun dari mobilnya ketika tiba-tiba seorang anak lelaki mencengkram ujung kemeja kuningnya dengan kencang, membuatnya terkejut dan nyaris memarahi anak itu. Namun, ketika dia akan melakukannya, kedua matanya terhenti pada sosok lelaki yang sekarang berdiri di ujung jalan.“Om, Om, kata Ayah, Om teman sekolahnya Ayah dulu, ya?” tanya anak lelaki berumur lima tahun itu sambil menarik ujung kemeja Kevin terus-menerus. Kevin yang tadinya kesal menjadi melunak dan berjongkok di hadapannya.“Emang begitu, Dek? Siapa yang bilang kalau Om temen sekolahnya ayahmu?” tanya Kevin sambil mencubit pipi tembem anak itu dengan gemas.“Ayah. Tadi Ayah bilang, Om yang baru turun dari mobil kuning itu temannya. Apa emang bener?” balas si anak lelaki itu sambil menggaruk bawah dagunya karena bingung. Dia lalu menoleh pada mobil kuning di belakang Kevin dengan mata berbinar. “Itu Bumble Bee, kan, Om?”Kevin terb
Terakhir Diperbarui: 2021-06-02
Chapter: 20. Air MataKepergian Kevin membuat semua orang yang ada di mobil itu terdiam. Mereka sama-sama kaget dengan reaksi Kevin setelah Henry mengatakan putus kepadanya. Sementara itu, Audry yang masih penasaran terus mendesak Henry untuk menjawab.“Itu karena gue bener-bener butuh duit. Sebenarnya hidup gue berantakan. Hutang gue di mana-mana. Selama ini gue cuma bisa lari dan minta waktu sama mereka, tapi belakangan ini penagih hutang itu enggak memberi gue kesempatan lagi.”“Buat apa lo ngutang ke mana-mana, Bro?” tanya Rendi, dia penasaran dengan kehidupan Henry yang baru saja diketahuinya itu. Dia mengira selama ini Henry baik-baik saja dengan kehidupannya.Untuk ukuran anak yang berbakat macam Henry, akan mudah menjalani hidup dengan semua kemampuannya, apalagi menjadi seorang pelatih karate di pusat pelatihan besar. Namun, semua perkiraan itu tidak membuktikan apa pun. Faktanya, Henry hidup sengsara.“Gue kena tipu. Selama ini,
Terakhir Diperbarui: 2021-06-02
Chapter: 19. Pergi Hilang dan LupakanPercakapan mereka terhenti saat seseorang mendorong pintu kaca, membuat semua menoleh ke arah pintu dan mendapati seseorang berdiri di sana. Kevin mengernyit heran saat orang itu masuk.“Kirain kafenya tutup,” ucap orang itu sambil mendekat, lalu berdiri di depan mereka berempat. Orang itu adalah pelanggan yang datang sepulang kerja dan ingin menikmati minuman di kafe Steven.“Kafenya buka, Kak. Silakan pilih meja yang mana, pelayan kami akan menyiapkan semuanya,” balas Steven sambil menepuk tangannya satu kali, membuat seorang pelayan datang menyerahkan menu ke orang itu.Rendi, lelaki vokalis itu berdeham, membuat semua orang kembali menoleh kepadanya. “Jadi, kita bisa lanjut soal Henry?” tanyanya.“Bawa kami ke sana sekarang,” kata Steven, lalu berdiri dari duduknya untuk mendatangi salah satu pelayan dan memberitahukan sesuatu soal penjagaan kafe selama dirinya tidak ada.Audry dan Kevin ikut berd
Terakhir Diperbarui: 2021-05-30
Chapter: 18. Mengungkap SesuatuMendadak saja Kevin merasakan kesedihan yang mendalam. Dadanya yang semula terasa ringan, tiba-tiba menjadi sesak dan penuh. Dia bahkan sampai tidak kuasa mengendarai motornya, Sepanjang jalan, dia hanya menatapi aspal yang terus tergilas roda motor kuningnya.Pikirannya terbang pada Henry yang sekarang menghilang tanpa jejak. Ada rasa sakit yang menjalar di dadanya ketika dia ingat kenangan bersamanya. Tentang bagaimana mereka memulai semuanya, menjalani hari-hari sulit di tempat pelatihan, sampai menjadi sepasang kekasih yang singkat.Ketika Audry mengajaknya bicara, Kevin tanpa sadar menitikan air matanya. Entah karena debu jalanan atau angin dari udara kota yang kotor, tapi matanya terasa sangat perih.“Kamu yakin orang itu tahu sesuatu?” tanya Audry sambil menoleh pada kaca spion kiri, menatap Kevin yang masih saja melamun. Dia mengembuskan napasnya pelan, lalu menurunkan kecepatan motornya dan menepi.Menyadari kendaraan yang dinaikinya
Terakhir Diperbarui: 2021-05-30
Chapter: 17. Penyesalan“Bantu saya cari Henry, Audry. Saya mohon. Banyak hal yang harus saya katakan kepadanya,” ucap Kevin, tampak sangat sedih. Kehilangan Henry memberi dampak yang jauh lebih menyakitkan di dalam hatinya. Meskipun dia tahu, kedua orangtuanya sangat kecewa dan lebih sakit hati olehnya.“Kita bisa bicarakan itu besok, Key. Sekarang, aku mau kamu datangi Om Galang dan bilang semuanya sama dia.”“Saya takut, Audry.” Kevin menggeleng.“Apa yang bikin kamu takut?” tanya Audry sambil mengernyitkan dahi. Mereka masih berdiri di koridor, tepat di depan pintu kamar Kevin. Sejak kepergian Lesti tadi, wanita itu masih belum kembali.“Ayah kecewa banget sama saya, begitu juga Ibu. Saya enggak mau bikin mereka makin sakit hati dengan—““Itu, kan cuma pikiran kamu aja. Mereka itu orangtuamu. Baik-buruknya kamu, mereka akan menerima. Percayalah,” potong Audry kesal. Baginya, Kevin terl
Terakhir Diperbarui: 2021-05-24
Chapter: 16. Cerita PendekBeberapa menit setelah kepergian Audry, Kevin tidak merasakan lagi keberadaanya di balik pintu itu. Setelah merasa semua kembali sunyi, dia memutuskan untuk pindah ke ranjang, mengistirahatkan tubuhnya yang semakin terasa lemas.Namun, ketika dia akan melangkah, matanya tertuju pada secarik kertas yang tergeletak di bawah pintu, bersisian dengan barang-barang yang dia lempar secara acak kemarin. Dia mulai penasaran dengan kertas itu dan berjalan menghampirinya.“Kertas? Surat dari Audry?” gumamnya sambil meraih kertas itu dengan tangan kirinya, lalu matanya yang cokelat memindai tulisan tangan di dalamnya. “Hah? Ini cerpen?” katanya lagi semakin bingung.Tulisan itu berisi seperti ini :Kevin, aku bukan penulis. Jadi, maaf kalau tulisanku ini berantakan. Kamu pasti enggak akan kuat bacanya, tapi aku mohon baca sampai akhir. Oke, jadi begini.Di suatu tempat yang enggak jauh-jauh amat, ada seorang anak kecil yang
Terakhir Diperbarui: 2021-05-23
Chapter: Tujuh belasTujuh belasJika tahu itu adalah malam terakhir aku bisa melihatnya, mungkin perdebatan bodoh itu takkan pernah terjadi. Adu mulut yang menyebabkan suasana malah menjadi semakin runyam. Saat aku sadari, semuanya sudah berakhir. Sae telah pindah ke luar pulau, meninggalkanku sendirian, bahkan dengan luka yang tak sempat terobati.Kepergiannya menambah lubang yang tadinya sudah menganga dan merobek hati itu menjadi semakin lebar, tanpa tahu bagaimana menutupnya kembali. Tak ada ucapan selamat tinggal atau sekadar basa basi, “Sehat selalu, ya? Jangan lupain aku.”Rasa menyesal mulai muncul, menggerogoti isi kepalaku. Semua yang ada di sekitar terasa kosong. Aku hanya bisa menangis, meratapi kepergiannya. Apa yang sudah aku lakukan?Malam itu, tatapan Sae nanar. Aku melihat kesedihan yang mendalam. Andai aku tidak egois, dan lebih memilih menghabiskan malam dengannya, mungkin akan dengan mudah aku melepasnya.Sesak di dada
Terakhir Diperbarui: 2021-04-01
Chapter: Enam belasEnam belasSemua orang menatapku dengan jijik. Mata-mata tajam terus melirikku dengan sinis. Seolah aku adalah sampah salah tempat. Selama perjalanan dari gerbang menuju kelas saja aku sudah dapat bisik-bisik anak yang kulewati. Mereka membicarakanku. Ibu hanya menggeleng pelan ketika kutatap dia dengan pandangan penuh tanda tanya.Setelah dipanggil ke ruang BK dua hari lalu, akhirnya ibu menyanggupi panggilan itu dan datang ke sekolah bersamaku. Jangan tanyakan ayah di mana? Dia bahkan tidak peduli padaku. Katanya jangan panggil lagi dia “ayah” sebelum semua kembali menjadi normal.Tanganku sudah gatal. Jari-jari mengepal erat. Ingin rasanya kuhantam setiap mulut yang mencibirku dari belakang. Napasku naik-turun. Ibu terus saja menggosok punggungku dan menuntun jalan yang bahkan sudah tidak bisa kutapaki dengan benar. Tubuh bergetar. Nafsu dalam diri membara.“Masih jauh?” tanya ibu. Sidang untuk keputusan masalah
Terakhir Diperbarui: 2021-04-01
Chapter: Lima belasLima belasBeberapa hari sebelumnya.Perasaanku tidak menentu. Malam ini aku bahkan tidak bisa tidur. Ponselku sudah menunjukan pukul sepuluh, tapi mataku sama sekali tidak merasakan kantuk. Biasanya aku sudah tidur sebelum jam sembilan. Sudah ada dua kali aku ke dapur untuk menyeduh susu hangat. Kupikir akan merasa kantuk setelahnya, tapi pada kenyataanya sama saja.Aku tidak tahu apa yang sedang terjadi, tapi ada begitu banyak hal yang berputar di kepalaku. Satu yang paling aku rasakan adalah gelisah. Setelah kepulanganku dari liburan beberapa waktu lalu, aku mulai semakin memikirkan semua risiko dari statusku yang bisa dibilang belok ini. Aneh memang karena baru akhir-akhir ini aku memikirkannya. Mungkin ini berkaitan dengan adegan ciuman yang tiba-tiba itu.Setelah menyelimuti tubuhku dengan sarung warna oranye, aku mulai menutup lagi ponsel yang sempat kulirik untuk memeriksa jam. Sudah kuputuskan untuk tidur, apa p
Terakhir Diperbarui: 2021-04-01
Chapter: Empat belasEmpat belasMinggu yang cerah untuk memulai semua aktivitas di pagi hari. Musik yang diputar dengan volume tinggi membuat ruangan semi klasik modern itu bising. Seorang lelaki dengan boxer kuning sedang merapikan kamarnya sambil sesekali bernyanyi.Dia berlari ke sana ke mari mengikuti ayunan sapu di tangannya. Belum cukup bersih dengan semua debu yang sudah habis disapukan, dia lantas mengepel ruangan itu agar lebih terlihat kinclong.Buku-buku berserakan di meja belajar, sekan-akan tidak pernah dibereskan dalam waktu yang lama. Banyak sekali kertas yang terbuang percuma dan berceceran di atas kasur.“Sesen!” teriak seorang wanita dari arah bawah kamar. Volume musik yang tinggi membuat Sae tidak bisa mendengar teriakkan dari sang ibu.“Sesen. Arsenio Saelandraa!” Suara itu kembali terdengar. Namun, masih kurang kencang melawan kebisingan yang ada di kamar putra terakhirnya itu.“Ars
Terakhir Diperbarui: 2021-04-01
Chapter: Tiga belasTiga belasArrani [Cewek Jahad] : Adis, kamu harus lihat ini!Seketika saja dadaku seperti dihujam benda tumpul berkecepatan tinggi. Membaca isi pesan yang Arrani kirimkan tadi pagi membuatku dinobatkan sebagai orang pengindap jantungan dalam waktu yang mendadak. Ludahku meluncur begitu saja tanpa dikomando. Darah rasanya mendidih. Aku mulai merasakan udara memanas di sekitarku. Kedua tangan yang masih menggengam ponsel bergetar tak keruan, nyaris membuat benda itu terjatuh ke lantai jika tidak cepat-cepat kugengam dengan erat.Isi pesan itu sangat mengejutkan, berupa foto yang dikirimkan Arrani kepadaku menunjukan dua orang lelaki yang sedang berciuman. Latar yang ada dalam foto itu sama persis dengan keadaan di penginapan Pulau Tidung beberapa waktu lalu. Aku yakin jika yang ada dalam foto itu adalah kami berdua. Tepatnya aku dan Sae sedang memanggang jagung malam itu.Lututku lemas seketika. Rasanya semua tenaga
Terakhir Diperbarui: 2021-04-01
Chapter: Dua belasDua belasAcara tidak berjalan sesuai rencana. Setelah kejadian malam itu, aku memutuskan untuk pulang lebih dulu. Arrani sempat melarangku untuk pulang karena perayaan ulang tahun Sae masih akan digelar. Namun, karena aku sudah tidak nyaman dengan suasananya, aku memilih tetap pulang meski hanya sendirian.Di luar dugaan, semuanya memilih ikut pulang dan membatalkan acara ulang tahun yang akan digelar tiga hari dua malam itu. Dan, beginilah sekarang keadaanya. Kami sedang berada di mobil Sae dalam kecanggungan yang membelenggu. Hingga rombongan sampai di pelabuhan, tidak ada satu pun yang berbicara. Aku sama sekali tidak tertarik untuk bicara dengan siapa pun.Di belakangku ada empat teman Ahmad. Posisi duduk kami masih sama seperti saat berangkat kemarin. Sae tetap fokus menyetir, yang dengan menyebalkannya masih diganggu oleh Resha.Selama di pulau saat persiapan untuk pulang, aku dan Sae tidak berbicara satu sama lain. Sebisa mungkin
Terakhir Diperbarui: 2021-04-01