Jeruji Tanah Anarki
Setelah kekacauan parah akibat peperangan dengan perompak bajak laut, Zanwan yang primitif membuka diri; berbaur dengan peradaban luar. Beberapa sistem diterapkan, sekolah dibangun, penduduk diajarkan bela diri & pengetahuan guna melindungi desa dan pulau mereka yang berharga. Namun semua tak secerah bayangan harapan kebanyakan penduduk, tersebab Zanwan memilih tetap bersembunyi dalam gelapnya. Ibarat malam yang semakin larut, Zanwan bangkit dengan segala sisi kelamnya. Perintah tanpa tapi dan hukuman tanpa kecuali menunggu siapapun yang melanggar aturan.
“Aku yakin ... bumi yang kita pijak ini akan menemukan pelanginya. Kehidupan tanpa ancaman, bahagia tanpa ada pedih tersembunyi.” Shaw berujar suatu hari, menikmati akhir malam di ujung tebing bukit batu timur bersama Bailey.
“Dan kau adalah titik balik dari semuanya. Harapan Zanwan, poros akan semua cahaya. Kelak, kau akan menjadi pemimpin yang dihormati dan disegani. Kesetiaan dan kasih sayang yang tulus dari semua penduduk akan memelukmu. Zanwan akan mencapai kejayaannya yang paling bersinar di bawah kepemimpinanmu,” tutur Shaw, menatap penuh keyakinan pada sang pewaris takhta Zanwan. Dengan senyum hangat ia kembali berujar, “Aku akan membantumu untuk mewujudkan itu. Mimpiku dan mimpimu. Selama napas ada dalam ragaku, dan selama aku mampu ... takkan kubiarkan kegelapan menggenggammu.”
“Maka tetaplah bersamaku, tetaplah di sisiku.” Singkat Bailey berucap, namun tersirat berjuta makna yang dalam. Pagi itu, di ujung tebing bukit batu timur, persahabatan mereka bermula. Dua anak lelaki yang tidak sabar menanti mentari pagi menyinari Zanwan.
Akankah mimpi keduanya terwujud? Ketika semesta semakin senang bermain dan bercanda, tanpa peduli luka, tanpa peduli air mata. Akankah sanubari penuh tekad dan sukma penuh keberanian itu mempertahankan keyakinan dan membuat keduanya tetap pada langkah meraih tujuan? Ketika takdir lagi dan lagi menempatkan mereka pada titik rapuh yang menyedihkan. Karena bagaimana pun, keduanya tetaplah anak-anak dengan segala keterbatasannya. Tak ubahnya kertas putih yang masih rapi nan bersih, lugu dengan mimpinya yang sederhana.
Silakan dibaca.
108.2K DibacaOngoing