Tamparan Sang Kakak
Saat hendak pergi dari restoran milik adikku, tiba-tiba aku dipanggil oleh manajernya, “Permisi kak, kamu belum bayar.”
Melihat wajah asing itu, aku pikir dia karyawan baru yang belum mengenalku. Jadi, aku menjelaskan dengan ramah,
“Tagihkan ke bos kalian saja, dia tahu.”
Manajer itu pun menatapku dengan jijik, “Kak, restoran kami ini michelin bintang tiga. Kami nggak pernah ada sistem utang seperti itu.”
Usai bicara, dia menyerahkan selembar tagihan yang sudah dicetak.
Aku menunduk dan melirik, sekali makan harganya satu miliar.
Biaya perawatan alat makan yang kinclong, enam puluh juta.
Biaya pembersihan udara khusus, seratus juta.
Biaya layanan penenang suasana hati tamu VIP, dua ratus juta.
Dan banyak biaya aneh lainnya lagi.
Aku bahkan tidak tahu adikku membuka bisnis gelap seperti ini. Aku sampai tertawa kesal di tempat, “Aku ini kakaknya Pak Oscar. Kalau ada masalah, suruh dia pulang dan bicarakan denganku.”
Namun, dia tetap mengeyel, “Makan saja nggak mampu bayar, masih sok kenal dengan Pak Oscar segala.”
Aku langsung mengirim pesan ke sekretaris, [Tolong bilang ke adikku, pecat perempuan ini atau aku tarik investasinya.]