Semua Bab CINTA TERLARANG SANG IBU SUSU: Bab 1 - Bab 7

7 Bab

1. Kehilangan

”Bu Miranti, bayi Ibu semakin kritis. Dokter meminta ibu ke ruang bayi sekarang!” ujar Suster Hayati yang membangunkan Miranti.”Kritis? Maksudnya bagaimana, Sus?” tanya Miranti panik seraya turun dari atas ranjang.Suster Hayati menggigit bibirnya, ”Maaf Bu, tapi detak jantungnya semakin melemah. Saturasi oksigennya juga turun drastis. Dokter kami sedang berusaha melakukan yang terbaik. Namun, meminta Ibu segera datang.””Ya Allah, jangan ambil anakku. Dia satu-satunya yang aku miliki,” isak Miranti sambil berpegangan pada dinding koridor.”Tenang, Bu. Mari saya bantu,” kata Suster Hayati sambil meraih lengan Miranti, ”Kita harus cepat.”Miranti masih mematung. Dadanya begitu sesak membayangkan anak semata wayangnya tersiksa karena penyakit yang ia derita.Beberapa jam lalu, Miranti baru saja menyelesaikan persalinan anaknya, sendirian tanpa ditemani oleh siapapun, bahkan oleh Rino, suaminya sendiri. Suaminya itu pergi tanpa kabar, bahkan sampai saat ini, ketika Miranti berjuang bert
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-21
Baca selengkapnya

2. Suami Bejat

Miranti duduk di halte bus yang ada di depan rumah sakit. Ia memeluk tote bag besar di depan dada untuk menutupi bekas rembesan air susunya.Miranti melirik jam tangannya, sudah lewat tengah hari. Diteguknya air mineral hingga habis setengah botol untuk membasahi kerongkongannya yang kering.Andai saja motornya masih ada, tentu ia tak harus menunggu bus yang biasanya penuh sesak siang-sing begini.Sayangnya, motor satu-satunya sudah digadaikan Rino untuk membayar utang. Sekarang pun Miranti tak tahu ke mana Rino pergi.Hampir sebulan lalu, Rino minggat setelah mereka bertengkar hebat. Miranti sudah mencarinya di tempat kerja, tapi Rino ternyata sudah tidak bekerja di sana lagi.Masalah ekonomi memang kerap membuat Miranti dan Rino bertengkar. Gaji Rino sebagai satpam di sebuah tempat karaoke tak bisa menutup semua kebutuhan. Apalagi semenjak hamil Miranti juga tidak bekerja karena selama kehamilan trimester pertama, ia kerap muntah dan lemas.Layar ponsel menyala, menampilkan nama ”Bu
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-21
Baca selengkapnya

3. Jeratan Utang

Miranti menatap seisi kamar kontrakannya dengan tatapan kosong. Tasnya ia lemparkan ke atas kasur.Minggu yang lalu Miranti membawa pulang bayinya yang sudah tidak bernyawa. Saat itu Miranti tak tahu harus menguburkan bayinya di mana. Ia harus mengucapkan terima kasih pada Bu Sinta, kosbasnya yang sangat baik hati. Miranti dapat memakamkan bayinya dengan layak berkat Bu Sinta.Sekarang ia harus menerima kenyataan suaminya tak mau lagi hidup bersamanya. Rino lebih memilih bersama wanita lain daripada memperbaiki rumah tangga mereka.”Kuat, Mir. Kamu harus kuat,” bisiknya pada diri sendiri. Memberikan afirmasi positif untuk dirinya sendiri meski tidak mudah.Miranti terenyak saat ponselnya berbunyi. Ia mengira ada pesan dari Rino. Dengan malas Miranti meraih ponselnya dan membaca pesan yang baru saja masuk.Ternyata tidak seperti yang ia duga, notifikasi pesan kali ini isinya sama dengan puluhan pesan dan panggilan tak terjawab yang masuk beberapa minggu terakhir. Miranti menggigit bibi
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-21
Baca selengkapnya

4. Nyawa yang Berharga

Miranti mengeluh pelan. Kepalanya terasa berat. Miranti mendengar berbagai suara, tapi tidak bisa mencerna kata-katanya.Miranti mencoba membuka mata, tapi kelopak matanya terasa berat. Tubuhnya ringan seperti mengambang di antara sadar dan tidak, seperti terapung di permukaan air yang perlahan menariknya ke bawah.Apa aku sudah mati? Tapi kenapa aku masih bisa mendengar?Pertanyaan itu melintas dalam benaknya yang berkabut. Bukankah seharusnya semuanya sudah berakhir?”...Tidak mungkin... apa yang dipikirkannya...”Suara-suara di sekitarnya semakin jelas. Miranti melenguh pelan. Lengan kirinya berdenyut-denyut nyeri. Ia berusaha menggerakkan jari-jarinya, merasakan sensasi aneh di punggung tangannya.Dengan usaha yang luar biasa, Miranti akhirnya membuka mata. Pandangannya kabur, hanya menangkap bayangan-bayangan dan sinar lampu yang terlalu terang. Ia mengangkat tangannya yang terasa berat.Selang infus. Kalau begitu, ia masih hidup?”Sudah sadar rupanya?”Suara itu—tajam dan gemeta
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-21
Baca selengkapnya

5. Tawaran Ibu Susu

Miranti kembali mengecek pesan whatsapp di HP-nya. Meyakinkan sekali lagi kalau ia sudah berada di alamat yang benar.Sekeluar dari rumah sakit, Bu Sinta mengenalkannya kepada Bu Kanti, seorang agensi penyalur wet nurse eksklusif bagi keluarga kaya.Miranti sangat bersyukur karena ASI-nya yang melimpah bisa memberikan jalan keluar untuk masalah finansial yang kini tengah membelitnya. Asalkan tidak menjual dirinya, Miranti rela melakukan apa saja yang menghasilkan uang.Mianti menekan tombol intercom yang terdapat di gerbang rumah mewah berlantai dua itu. Menurut Bu Kanti, Miranti harus menemui seorang bernama Maharini, yang tinggal di rumah mewah ini.”Ya, mencari siapa?” tanya seseorang melalui intercom.”Saya Miranti, saya ada janji dengan Ibu Maharini,” jawab Miranti.Tak menunggu berapa lama, gerbang rumah mewah itu pun terbuka. Seorang laki-laki mengenakan seragam satpam membukakan pintu untuknya.”Bu Rini sudah menunggu di dalam,” ujar singkat satpam itu pada Miranti.Miranti me
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-21
Baca selengkapnya

6. Pertemuan Tak Terduga

Adrian menegetuk-ngetukkan jari di atas meja kerjanya. Pertemuan yang sangat tidak ia duga. Setelah lima tahun, ia bertemu kembali dengan Miranti. Meskipun sudah lima tahun berlalu, tapi Adrian tak akan pernah melupakan wajah ayu itu.Adrian memang tidak salah mengenali. Perempuan yang hampir ditabraknya di lorong rumah sakit waktu itu memang Miranti. Dan sekarang ia kembali dipertemukan dengan Miranti yang bekerja sebagai wet nurse bagi anaknya.Pintu ruang kerjanya terbuka dan sosok Miranti masuk ke dalam ruang kerja yang terletak di seberang kamar Bianca. Adrian memandangi Miranti yang terlihat kurus.Garis wajahnya masih sama seperti yang ia ingat, namun ada sesuatu yang berbeda. Miranti yang lima tahun lalu terlihat ceria, sekarang tampak murung dan sayu.”Silakan duduk!” kata Adrian, berusaha menenangkan detak jantungnya yang tak beraturan.Miranti mengangguk pelan sambil duduk di hadapan Adrian. Tangannya saling meremas di pangku
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-30
Baca selengkapnya

7. Sentuhan Lembut

Suara Bianca yang menangis keras terdengar jelas dari dalam ruang kerja Adrian. Membuat laki-laki tiga puluh tahun itu melesat secepat kilat menuju kamar Bianca.Miranti mengikut di belakangnya. Tak ada orang di dalam kamar Bianca saat mereka berdua tiba di kamar itu. Mungkin Maharini sedang ke lantai bawah. Jadi, tidak mendengar saat bayi itu menangis.”Ya Tuhan, Bianca, ada apa, Sayang?” Adrian berusaha menenangkan putrinya.Adrian membuka kelambu yang menutup ranjang bayinya. Ia ingin menggendong untuk menenangkan Bianca, tapi tanganya terlihat kaku. Ia tak tahu bagaimana harus mengangkat bayinya dari dalam box.”Biar aku saja,” ujar Miranti mengambil alih.Miranti mengangkat tubuh mungil yang wajahnya merah padam itu ke dalam pelukannya. Tangisan Bianca tidak mereda, malah semakin keras. Diayunnya bayi mungil supaya sedikit tenang.”Sepertinya dia lapar, Pak,” ujar Miranti, ”susunya di mana?&rdqu
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-05-01
Baca selengkapnya
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status