Home / Rumah Tangga / Menikahlah, Mas! / Chapter 11 - Chapter 15

All Chapters of Menikahlah, Mas!: Chapter 11 - Chapter 15

15 Chapters

11

Nasib segera menunjukkan kepadaku, betapa sulitnya menjaga seseorang. Karena aku telah kehilangan yang paling berharga di dalam hidupku.Aku menatap buku Yasin di pangkuanku, sampulnya dihiasi foto almarhum Bapak. Belum genap seratus hari sejak Bapak meninggal, kini Ibuk sudah menyusul. Aku memejamkan mataku perlahan, air mataku enggan luruh, bulir bening itu mungkin telah surut karena sudah acap kali tertumpah saat masa-masa aku berkabung.Orang-orang yang menghiburku sejak tadi malam satu per satu, beranjak pergi. Hanya Bulek Ratmi dan Vina yang masih di sini, duduk di sebelahku."Zahra... yang sabar ya," suara lembut bulek terdengar.Aku mengabaikannya, seperti aku mengabaikan semua kata-kata penghibur sejak tadi, terasa hampa, tanpa makna.Aku sepenuhnya menyadari bahwa, kematian adalah kepastian, sebuah takdir yang tak bisa dihindari. Aku sadar, manusia datang dan pergi, hanyut dalam arus waktu seperti kepingan puzzle yang terserak, sesaat menyatu, lalu terpisah tanpa pernah bena
last updateLast Updated : 2025-02-21
Read more

12

"Aku mau Hana tidak tinggal di satu atap yang sama dengan kita."Bara terdiam, wajahnya tampak sangat kaget.Aku tahu, apa yang kuminta bukanlah hal kecil. Tapi jika dia tidak bisa memenuhi permintaanku, aku tak akan pernah kembali lagi ke rumah."Saya akan pikirkan, sekarang yang terpenting adalah? Kamu pulang dulu ke rumah," jawab Bara singkat.Aku mengangguk setuju, meskipun sejujurnya tanpa rayuannya pun aku memang harus kembali pusat kota. Ada pekerjaan yang harus aku urus, dan aku memanfaatkan kesempatan ini. Aku tidak ingin Bara tahu rencanaku yang sebenarnya.*****Setibanya kami di rumah Jakarta, Hana yang membukakan pintu gerbang untuk kami. Wajahnya nampak ramah saat melihatku keluar dari mobil."Mbak Zahra, aku turut berduka ya atas meninggalnya ibuk," ucapnya lirih, suaranya serak diiringi batuk kecil yang terdengar menyakitkan."Ya," jawabku singkat, terlalu lelah untuk berbasa-basi.Begitu memasuki halaman rumah, hatiku mencelos. Rumah yang biasanya rapi dan terawat itu
last updateLast Updated : 2025-02-22
Read more

13

Aku baru pulang dari pasar dengan tangan penuh belanjaan. Begitu melangkah ke dalam rumah, pemandangan yang menyambutku adalah Bara yang sedang merapikan dasinya di meja makan, sementara Hana sibuk memainkan ponselnya sambil menopang dagu. Aku berlalu begitu saja melewati mereka tanpa ada niatan untuk menyapa."Ke mana saja kamu? Masih pagi sudah kelayapan," tegur Bara."Habis dari pasar," jawabku singkat sambil berjalan menuju dapur, mulai sibuk memasukkan barang belanjaan ke dalam kulkas."Apa kamu nggak bisa pamitan dulu kalau mau pergi?"Aku mendesah dalam hati, enggan memperpanjang masalah kecil ini. "Aku perginya pagi banget, lagian kenapa aku mesti pamit sama mas?" tanyaku sambil melanjutkan memasukkan sayuran dan daging ke dalam kulkas, tak berhenti mengatur barang-barang yang kubawa dari pasar."Kamu nggak ngerti sopan santun ya?" Bara mulai meninggikan suaranya, seolah tidak puas dengan jawabanku."Mas, sudah, jangan gitu sama Mbak Zahra. Barangkali Mbak Zahra itu orangnya e
last updateLast Updated : 2025-02-22
Read more

14

Jari-jariku berhenti menari di atas keyboard. Layar laptop memudar menjadi hitam, memantulkan bayangan wajahku. Pekerjaan terakhir terkait kepindahanku akhirnya rampung.Aku melirik ke arah Hana yang baru saja pulang. Sejak pagi tadi dia sudah pergi, dan baru sekarang, ketika langit sudah gelap. Aku tidak peduli ke mana dia pergi, dengan siapa, atau bagaimana dia berdandan. Pakaian minim yang dia kenakan, dengan make-up tebal dan mencolok, sangat bertolak belakang dengan penampilanku.Barangkali mungkin tipe wanita seperti Hana ini yang disukai Bara. Pantas saja Bara pernah bilang kalau dia tidak selera denganku. Tapi terserahlah... Aku sudah tidak peduli lagi. Menjadi istri di atas kertas ternyata tidak terlalu buruk, aku tidak perlu repot-repot melayani Bara yang semaunya sendiri. Batinku sambil melirik Hana yang masuk ke kamarnya.Tak lama kemudian, Hana keluar dari kamarnya dengan pakaian yang lebih sederhana, namun tetap mempertahankan kesan seksi."Mbak Zahra sudah makan malam?"
last updateLast Updated : 2025-02-23
Read more

15

Keesokan harinya, di pagi hari, seperti biasanya, aku duduk di meja makan sambil mengaduk kopi, memperhatikan Hana yang turun ke dapur. Tumben, pikirku. Setelah kejadian kemarin, Hana tiba-tiba bersikap manis di depan Bara. Wajahnya seakan dipoles ulang menjadi istri yang penuh perhatian. Dia duduk di sebelah Bara, bahkan dengan penuh manja menyuapi suaminya.Aku hanya melirik tingkah mereka dengan pandangan datar, menahan rasa muak melihatnya. Seolah-olah Hana tidak pernah melakukan kesalahan apa pun."Mas, aku besok mau kerja lagi."Bara menatapku sebentar, lalu mendengus, "Emangnya kamu bisa kerja?""Paling jadi pelayan kafe, Mas?" celetuk Hana sambil melirik ke arahku dengan senyum sinis.Aku tersenyum tipis. Kayaknya mereka nggak tahu aku ini siapa, batinku."Emang kenapa kalau jadi pelayan kafe? Yang penting halal, kan?" jawabku tenang.Hana mendadak terdiam, tak mampu melanjutkan ejekannya. Bara hanya berdehem. "Terserah kamu."Setelah sarapan, Bara bergegas pergi ke kantor sep
last updateLast Updated : 2025-02-24
Read more
PREV
12
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status