"Bagus sekali, Sasa. Bertahun-tahun kamu akhirnya mau kembali, Paman benar-benar senang," kata seorang pria paruh baya dengan nada riang di telepon.Setelah aku menutup telepon, Navish membuka pintu kamar. Bersamaan dengan kehadirannya, tercium aroma parfum wanita yang asing."Kamu barusan telepon siapa?" tanyanya tanpa sedikit pun perhatian. Matanya tetap terpaku pada layar ponselnya, tidak melirikku sama sekali.Aku baru hendak menjawab ketika ponselnya berdering. Dari sana, terdengar suara lembut seorang gadis, "Pak Navish, terima kasih banyak untuk obat flu yang kamu kirim beberapa hari lalu. Kalau bukan karena kamu, fluku pasti makin parah. Tanpa kamu, aku nggak tahu harus gimana!"Navish tampaknya merasa kurang nyaman mendengarkan itu di depanku, jadi dia menurunkan volume teleponnya.Aku diam saja, merasa percuma untuk berkata apa pun. Bukankah kami memang sudah berencana untuk bercerai? Aku menutup mulutku dan kembali mengemasi barang-barangku. Seperti biasa, aku membuatkan dir
Baca selengkapnya