Wajah Jennie memerah, dan orang-orang di kantor tertawa saat melihatnya.Seseorang mengirim pesan pribadi kepadaku: "Dewita, kamu pemberani!"Aku membalas: "Kenapa harus takut? Aku bukan suaminya! Buat apa aku memanjakannya?""Kamu benar, aku mau tiru kamu saja. Dia berlagak kayak ratu sejak hamil. Kalau di rumah sih silakan, tapi kenapa dibawa sampai ke kantor?"Aku tersenyum. Ternyata semua orang pernah mengalaminya dan mengerti perasaanku.Aku tidak bermaksud menjelek-jelekkan Jennie, tapi aku pernah mati tragis karena dia. Aku tidak mau diam saja menelan kemarahanku.Jennie panik. "Dewita, hapus sekarang!"Aku merentangkan tanganku. "Waktunya sudah lewat, nggak bisa dihapus!"Dia menatapku dengan tajam dan berbalik pergi ke ruangan supervisor.Setelah beberapa menit, supervisor Ruslan memanggilku.Saat aku tiba, Jennie keluar dari ruangan itu."Dewita, tunggu saja!"Hah? Memangnya aku takut?Aku mengetuk pintu dan berjalan masuk. Ruslan menatapku dan berkata, "Dewita, yang namanya
Baca selengkapnya