Home / Romansa / Cinta Terakhir / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Cinta Terakhir: Chapter 11 - Chapter 20

28 Chapters

BAB 11 : Cincin Pernikahan

“Bukankah suamimu seorang CEO? Kenapa memilih bekerja di tempat kecil ini?” Panji meletakkan secangkir cokelat hangat untuk Rena. Aroma pekat cokelat menggelitik indra penciuman. Harumnya menenangkan, membuat Rena tak tahan tuk menyeruputnya. “Bagaimana? Enak?” Rena mengangguk, meletakkan cangkirnya di atas meja. Keduanya duduk di bangku Kedai Starlight. Posisi mereka yang bersebelahan dengan jendela membuat lalu lalang kendaraan dan manusia sebagai hiburan. “Kau belum menjawabku, Fira. Kenapa ingin bekerja di sini?” Panji menatap intens wanita yang ia suka. Rena menelan ludah. Tak mungkin ia menjelaskan semuanya pada Panji. “Aku hanya bosan di rumah. Ijazahku cuma SMA. Dapat bekerja di sini sudah membuatku bahagia.” “Tapi, gaji di kedaiku kecil. Kau pasti mendapat uang jutaan dari suamimu setiap bulan, bukan? Kurasa gaji di sini tak ada apa-apanya.” Pria itu bersedekap, mencari sesuatu yang janggal dalam sorot mata Rena. “Eh ... aku bosan di rumah. Dari kecil sudah terb
last updateLast Updated : 2025-01-06
Read more

BAB 12 : Mati Lampu

Mahen menatap istri lugunya yang berjalan dengan kebisuan saat memasuki rumah. Sejujurnya, ia tahu jika manik bulat yang biasa tersorot binar cinta untuknya kini berembun. Hidung mungil yang kembang-kempis tentu menandakan jika Rena menahan tangis. Siapa yang tak sedih jika ada di posisi Rena? Ia dipaksa mencarikan cincin pernikahan suami yang dicintainya dengan wanita lain. “Selamat malam Tuan Mahen, Non Rena! Lho, Non Rena kenapa? Hidungnya kok memerah? Matanya juga berair.” Lastri begitu khawatir. Tangan Rena mengusap hidungnya perlahan. “Aku sedikit flu, Mbok," bohongnya. "Hmm ... aku ke kamar dulu, ya, Mbok.” “Iya, Non. Jangan mandi dulu, Non! Ini sudah malam soalnya.” Nasihat Lastri dibalas anggukkan oleh Rena. Sesampainya di kamar, Rena tak tahan dan menangis sejadi-jadinya. Tubuhnya terduduk di ranjang sembari menangkup wajah dengan kedua telapak tangan. “Ke-kenapa dia jahat sekali?” Rena makin sesenggukan. “Kalau ... kalau memang dia membenciku, ke-kenapa haru
last updateLast Updated : 2025-01-08
Read more

BAB 13 : Keputusanku Melepasmu

“Sayang, aku pasti akan merindukanmu.” Riani menyentuh wajah Mahen dengan lembut. Pria ini, pria yang membawa hidupnya menjadi lebih terarah. Andai tak mengenal Mahen, ia mungkin tetap menjadi cleaning service di hotel dan serba kekurangan. Sebagai anak yang besar di panti asuhan, hidup keras adalah sahabatnya. Ia tak mau mengulangi masa-masa kelam yang sangat dibencinya. “Kenapa kau sangat berambisi dalam karier, Riani? Saat menjadi istriku, kau akan mendapat semuanya.” Mahen menatap lekat-lekat wanita yang mendiami hatinya sejak lama. Entah mengapa mereka dekat, tetapi seolah jauh tuk saling menggapai. “Kau memang akan memenuhi semua yang aku mau. Namun, aku juga ingin berdiri di atas kakiku sendiri. Aku tak mau saat menjadi istrimu, orang-orang akan menghinaku, mencela latar belakangku yang berasal dari panti asuhan. Bagaimana pun juga, status kita berasal dari kasta berbeda.” Bukan tanpa alasan Riani tinggal di panti asuhan. Kedua orang tuanya wafat karena kecelakaan saat pul
last updateLast Updated : 2025-01-10
Read more

BAB 14 : Bukan Rena Yang Dulu

“Kak, browniesnya enak banget. Dari dulu memang enak, tapi yang ini enaknya berkali lipat. Aku jadi beli lagi buat orang di rumah.” “Wah, syukurlah kalau Kakak suka! Kami senang sekali,” ujar Rilla amat riang. Gadis berseragam putih abu-abu itu tersenyum manis. Pipinya yang gembul semakin menggemaskan. “Kalau begitu, aku permisi dulu, Kak. Terima kasih!” “Sama-sama, Kak. Terima kasih sudah menikmati hari di Kedai Starlight! Kami tunggu kedatangannya kembali!” Gadis SMA tersebut akhirnya pergi meninggalkan kedai langganannya dengan semangat. Terlihat ia tak sabar membawa brownies miliknya tuk di bawa pulang. “Kau dengar, Ren? Sejak tadi pagi, banyak pelanggan yang memuji kue dan donat buatanmu. Tanganmu ini sungguh ajaib.” Rilla mengangkat kedua tangan Rena dengan tawa. Gelak tawa lucu Rilla yang renyah menular pada Rena. “Syukurlah kalau banyak yang suka.” Keduanya saat ini menjaga kedai dan merangkap sebagai kasir karena Onky dan Panji sedang melaksanakan salat Ju
last updateLast Updated : 2025-01-11
Read more

BAB 15 : Kericuhan

Hiruk piruk manusia memenuhi sebuah pasar yang terkenal menjajakan pakaian modis dengan harga terjangkau. Riuh para pembeli dan pedagang saling beradu, tetapi ketiga manusia itu masih saja betah di sana selama tiga jam. “Para wanita memang menjengkelkan!” geram Onky yang sudah kewalahan. “Idih! Baru begini saja sudah mengeluh,” sindir Rilla. Rena masih sibuk mencari apa yang akan ia gunakan besok pagi tuk menghadiri pernikahan Noe dan Prisa. Rilla sebenarnya sudah mendapatkan apa yang ia mau, tetapi jiwa wanitanya meronta-ronta tuk membeli banyak baju gaul. Lihatlah si Onky! Wajahnya cemberut dengan tangannya membawa banyak belanjaan baju milik Rilla. Padahal, miliknya hanya satu papper bag saja. Hari ini, Panji membiarkan kedainya buka hanya sampai siang hari dan libur keesokan harinya. Ia meminta para pegawainya besok pagi menghadiri pernikahan sang kakak. “Ren, kau mau pilih yang mana?” Rena menggeleng, tersenyum kecut. Perihal fashion, ia memang payah. “Ish!
last updateLast Updated : 2025-01-14
Read more

BAB 16 : Posesif

Aini yang terduduk di kursi roda mengobati wajah sang putra semata wayang dengan kekhawatiran. Rilla merasa bersalah karena idenya mengubah penampilan Rena menjadi spektakuler, justru merusak momen bahagia pernikahan orang lain. Onky sedari tadi memarahinya, membuat rasa bersalah kian mengakar. “Kak Noe, Kak Prisa, maafkan aku. Akulah yang mendandani Rena. Aku tak tahu akan begini jadinya. Rencanaku hanya ingin membuat suaminya menyesal telah menyia-nyiakan wanita semanis dia.” Rilla menunduk dengan rasa bersalah. Bukannya marah, Noe malah terkekeh bersama Prisa, tentu membuat Rilla keheranan. “Justru itu yang kami harapkan, Rill. Dengan kejadian tadi, semua yang hadir jadi semakin tahu istri CEO Wiratama Group. Rena tak akan dipandang sebelah mata lagi.” Ucapan Noe ditimpali anggukan antusias Prisa. Rilla meringis canggung. Padahal, ia sudah menyiapkan diri jika hendak dimaki. “Apa yang kau lakukan, Panji? Ada hubungan apa antara kau dan istrinya Mahendra?” Prabu sebisa mun
last updateLast Updated : 2025-01-15
Read more

BAB 17 : Efek Kupu-Kupu

“Aduh, aku lapar!” Rena memegangi perut yang keroncongan. Bunyinya nyaring, sinyal tanda harus segera diberi amunisi. Langit telah menggelap, tampak dari jendela balkon apartemen tempat Rena bernaung. Selama itu pula kamar ini senantiasa terkunci. “Aku mau keluar, tetapi takut kalau dia bertindak seperti dulu.” Rena memilin ujung gaun, tampak menimang-nimang. “Duh, perutku tak bisa diajak kerja sama!” Ia akhirnya memutuskan keluar daripada mati kelaparan. Langkah kecil Rena mengendap-endap. Tak terlihat batang hidung Mahen. Mungkin saja pria itu sedang di kamar yang satunya lagi. “Aku harus cepat-cepat ambil camilan,” gumamnya pada diri sendiri sembari mata tetap awas dengan sekitar. Kulkas empat pintu yang mahal membuat senyum Rena mengembang. Saat dibuka, tak ada stok sayur atau daging. Hanya beberapa makanan ringan dan cokelat yang Rena tahu harganya fantastis. Liur Rena hampir saja menetes. Tangannya dengan sigap mengambil beberapa cokelat yang jarang ia makan. “Ekhm!
last updateLast Updated : 2025-01-21
Read more

BAB 18 : Tak Sanggup Bertahan

Seperti seorang ayah menjaga putrinya, begitu juga dengan Mahen. Kelakuan sang istri yang baru ia tahu membuatnya tak habis pikir. Dua jam berlalu, Rena dengan girang menjajal banyak wahana permainan di pasar malam. Mulai yang ringan sampai menegangkan. Wanita itu bahkan heboh sendiri saat melihat arena tong setan. “Aku mau beli minuman dulu.” Rena yang sedang asyik dengan lempar gelang pun menoleh. “Aku mau permen kapas.” “Baiklah. Kau tunggu di sini,” ucap Mahen yang dibalas Rena anggukkan. Mahen beranjak, bergegas membeli dua cup jus alpukat dan mencari permen kapas sesuai permintaan Rena. Saat apa yang dicari sudah didapat, sesuatu menarik atensinya. Langkahnya pun mendekati dengan penasaran. “Mari, silakan! Gelangnya bagus-bagus, Nak!” Si bapak paruh baya berbinar kala Mahen berhenti di lapaknya. Tubuhnya yang bungkuk berdiri dari duduk walau sedikit gemetar. Mata Mahen tampak memilah-milah. Tangan pria berjaket bomber hitam itu meraih gelang hitam sederhan
last updateLast Updated : 2025-01-23
Read more

BAB 19 : Di Bawah Rinai Hujan

Gemuruh menggelegar, menyadarkan Mahen dari lamunan. Tak seperti biasa, entah mengapa permintaan pisah dari Rena kali ini membuat hatinya nyeri. Ia bahkan tak mengerti dengan perasaannya sendiri. “Apa yang terjadi padaku? Kenapa di sini terasa sakit?” Tangan kanannya terangkat menyentuh dada. Rasanya seperti ditekan bongkahan besar. Tak lama hujan tumpah tanpa aba-aba. Mahen terkesiap. Ia tersadar telah kehilangan jejak Rena. Istrinya itu sangat rentan terhadap hujan dan bisa dipastikan keesokan harinya akan demam. Keresahan makin pekat kala Mahen tak menemukan Rena di mana-mana. Setiap wahana permainan ia telusuri. Para pengunjung sedang berhamburan, berlari tak tentu arah mencari tempat berteduh. “Ke mana Rena?” Mahen mengusap wajah tampannya yang basah terguyur hujan. Plastik berisi jus alpukat dan permen kapas sudah tak berbentuk lagi. Ia langsung membuangnya ke tempat sampah. Lari, Mahen terus berlari. Kecemasan menyelimuti. Ini sudah malam dan hujan makin deras. Bagaim
last updateLast Updated : 2025-01-25
Read more

BAB 20 : Wanita Berkerudung Hitam

Langkahnya perlahan menyusuri trotoar, menghirup segar udara selepas hujan. Ia suka dengan suasana seperti ini, ketika para manusia mulai keluar dari tempat berteduh, berjalan tuk melanjutkan keinginan yang sempat tertunda. Satu minggu, sikap Rena dan Mahen menjadi canggung satu sama lain. Setelah apa yang Mahen lakukan di bawah rinai hujan malam itu, tak ada sepatah kata sebagai klarifikasi. Selama itu pula, keduanya hanya bicara jika perlu, tak berniat mengungkit. “Ya, ampun! Ini sudah hampir pukul delapan. Aku harus sampai ke kedai. Kalau telat, Kak Onky akan menjelma jadi ibu-ibu cerewet.” Rena berlari kecil. Sial sekali karena motor bututnya mogok saat dinyalakan tadi sebelum berangkat. Suara riuh terdengar dari belakang, mendekat seperti mengikuti langkah Rena. Saat menoleh, dilihatnya banyak para pemuda berseragam sekolah awut-awutan tunggang-langgang. “Lari! Ada tawuran!” Beberapa manusia di sekitar Rena ikut menjauh. Jumlah pemuda onar ada banyak. Rena tak luput
last updateLast Updated : 2025-01-27
Read more
PREV
123
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status