Semua Bab Kontrak Pernikahan Penuh Rahasia: Bab 11 - Bab 20

24 Bab

Bab 11 : Gelas Pecah

Leon memarkir mobilnya perlahan di depan sebuah rumah sederhana bercat putih gading. Cat dindingnya sudah mulai memudar.Di depan rumah itu, sebuah toko bunga kecil berdiri, dengan papan nama kayu tua bertuliskan “Melati Florist”.Rak kayu di depan toko dipenuhi pot bunga—mawar, anggrek, dan melati. Namun, beberapa daun tampak mulai menguning, dan tanah di beberapa pot terlihat kering. Seolah-olah toko itu sedang menunggu sentuhan penuh kasih yang sudah lama tidak diberikan.Leon mematikan mesin mobil. Ia duduk diam beberapa saat, memandang ke arah toko tanpa banyak ekspresi, tetapi jelas ada sesuatu yang berkecamuk di dalam dirinya. Ia akhirnya menoleh ke arah Lara, yang duduk diam di kursi penumpang, ragu untuk berbicara.“Lara,” Leon memanggilnya singkat, suaranya serak namun tegas. “Turun.”Lara menatapnya sejenak sebelum membuka pintu mobil. Ia melangkah keluar, gerakannya perlahan, seperti takut mengganggu suasana yang sudah berat.Leon berjalan mendahului, langkahnya panjang tap
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-10
Baca selengkapnya

Bab 12 : Leon Sangat Mencintai Ibunya

“Leon…” suara Lara nyaris berbisik. Ia melangkah mendekat dengan hati-hati.Leon tidak bergerak. Hanya napasnya yang terdengar, berat dan terputus-putus. Lara menyadari apa yang terjadi—Leon sedang berjuang menahan air matanya, berusaha menutupi perasaannya.Lara berdiri di sampingnya, meletakkan tangan lembut di punggung Leon. "Leon, kamu nggak apa-apa?" tanyanya, suaranya penuh perhatian.Leon tetap diam, hanya menggigit rahangnya untuk menahan tangis. Lara merasakan tubuhnya gemetar halus.Dengan perlahan, Lara meraih tangannya dan menggenggamnya erat. “Sini, duduk dulu,” ajaknya, suaranya lembut tapi tegas.Leon menurut, meski gerakannya kaku. Ia membiarkan Lara menuntunnya ke kursi di dapur. Begitu duduk, Leon menyandarkan siku di lutut dan menundukkan kepala, kedua tangannya menutupi wajahnya.“Aku tahu ini berat,” kata Lara pelan, duduk di depan Leon. Ia tidak melepaskan genggamannya, mencoba memberikan rasa hangat yang mungkin Leon butuhkan saat itu. “Tapi kamu nggak sendiri,
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-10
Baca selengkapnya

Bab 13 :  Alasan pernikahan palsu

Lara pun menatap Leon, mencoba menjaga ketenangannya meski pikirannya menegang karena yang akan dia biacarakan adalah tentang pernikahan dengan pria yang diam-diam selama ini dia cintai.“Aku ingin membahas soal pernikahan,” ucapnya pelan tapi tegas.Leon menatap Lara, ekspresinya tetap serius. “Oke. Lalu?”Lara mengatur napasnya sejenak sebelum melanjutkan.“Jadi, alasan kamu ingin segera menikah itu... karena untuk Ibu kamu? Meski pernikahan itu palsu?”Leon mengangguk, tanpa ragu. “Ya. Aku cuma mau Ibu bahagia, dia juga sering bilang dia memang sangat menginginkan aku untuk segera menikah,” jawabnya.“Katanya, supaya kalau ke sini, aku nggak sendirian lagi. Rumah juga jadi nggak selalu sepi.” jawabnya kembali sebari memandang foto ibunya di dinding.Lalu Leon menatap lurus ke arah meja di depannya, suaranya lebih pelan dari sebelumnya.“Ibu sangat mengkhawatirkan masa tuaku kalau aku sendirian, katanya.” Ia menghela napas singkat, lalu melanjutkan.“Aku nggak mau bikin dia khawatir
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-11
Baca selengkapnya

Bab 14 : Menggoda Lara

Leon mengangkat pandangannya, menatap Lara dengan dalam penuh keseriusan, lalu terkekeh kecil. Ia menatapnya dengan senyum penuh arti.“Kenapa kamu tanyakan itu?” katanya, nadanya sedikit meledek. “Apa ini artinya, kamu ingin pernikahan yang selamanya?”Lara menatap Leon dengan ekspresi bingung, mencoba menahan senyum kecil yang muncul tanpa sadar.“Bukan gitu maksudnya,” jawabnya sambil menyilangkan tangan di depan dada.Leon mengangkat alis, tatapannya semakin menggoda. “Jadi maksudmu apa?”“Kenapa kamu nggak nyari pasangan yang sebenarnya saja? Kamu tampan, punya pekerjaan yang jelas, masa depan yang menjanjikan. Di luar sana pasti banyak wanita yang tergila-gila sama kamu,” kata Lara dengan nada serius.Leon menyipitkan matanya sambil tersenyum. “Termasuk kamu?”“Apaan sih, Leon!” Lara menatapnya dengan kesal, meskipun rona merah mulai terlihat di wajahnya. “Aku serius, tau!”Leon mengangkat bahu ringan, tapi senyum kecil masih menghiasi wajahnya. “Apa kamu serius pengin aku nikah
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-11
Baca selengkapnya

Bab 15 : membalas dendam pada Cantika hanya Aku??

Leon mengangkat pandangannya perlahan, menatap Lara dengan ekspresi datar namun matanya menyimpan kebimbangan. “Maksudmu?” tanyanya, suaranya terdengar tenang tapi tetap mengandung ketegangan.“Maksud kamu… Cantika? Balas dendam sama Cantika?” tanyanya, suaranya terdengar tenang, tapi jelas menyimpan emosi yang sulit diterka.Suasana hening sejenak, udara di antara mereka terasa semakin tegang. Lara menunggu, berharap Leon akan melanjutkan, tapi ia tetap diam, membiarkan pertanyaan itu menggantung tanpa jawaban.Lara mengamati Leon dengan seksama, mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya ia pikirkan. “Leon,” ucapnya lembut, memecah keheningan. “Kalau kamu hanya ingin seseorang di sisimu, kenapa aku merasa ada sesuatu yang lebih dari itu? Sesuatu yang belum kamu ceritakan?”Leon menoleh sedikit, matanya tidak lagi fokus pada Lara, melainkan ke sudut ruangan yang kosong, seolah sedang berusaha mencari jawaban di tempat lain. “Mungkin itu benar. Aku nggak bisa bilang semuanya sederhana,
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-12
Baca selengkapnya

Bab 16 : Hasutan Maut

Leon menghela napas panjang, seolah sedang memilah kata-kata di pikirannya. Tatapannya tetap mengarah ke Lara, fokusnya hanya tentang bagaimana bisa membawa Lara menyetujui pernikahan palsu itu, entah dengan menghasut, ataupun menjebak Lara masuk dalam permainan Leon.“Kamu tahu, Lara,” ucap Leon pelan. “Kalau kamu berpikir ini tentang Cantika, kamu nggak salah. Tapi juga nggak sepenuhnya benar. Kalau aku punya alasan untuk membalas apa yang Cantika lakukan, itu bukan cuma soal dia.”Lara mengerutkan dahi sedikit, menunggu penjelasan lebih lanjut.“Orang-orang selalu bilang dendam itu nggak ada gunanya,” lanjut Leon, jemarinya kini saling bertaut di atas lututnya. “Tapi kadang, dendam itu bukan cuma soal rasa sakit. Kadang itu tentang keadilan. Tentang memastikan yang terjadi di masa lalu nggak berulang di masa depan.”Leon berhenti sejenak, mengamati ekspresi Lara yang tampak serius mendengarkan. “Dan kalau aku jujur, aku nggak cuma mikir soal Cantika. Aku juga mikir tentang kamu, La
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-12
Baca selengkapnya

Bab 17 : Menjatuhkan diri pada Permainan

Leon menyandarkan tubuhnya ke kursi, kedua tangan bersilang di dadanya, ekspresinya datar namun tajam. “Elegan?” ulangnya dengan nada tenang. “Aku bahkan tidak pernah mengatakan bahwa aku akan menyakiti Cantika, apalagi kalau Cantika adalah bagian dari alasan semua ini.”Ia berhenti sejenak, membiarkan kata-katanya menggantung di udara. Tatapannya mengunci mata Lara, seperti mencoba membaca lebih dalam dari sekadar senyumnya yang terlihat santai. “Jadi, kalau itu kesimpulan yang kamu buat, aku penasaran… itu datang dari mana?”Kata-kata itu membuat Lara membeku sejenak.Bibirnya sedikit terbuka, seakan ingin mengatakan sesuatu, tetapi tidak ada suara yang keluar. Matanya membesar, menyiratkan keterkejutan yang tidak bisa ia sembunyikan. Ia merasa seperti baru saja melangkah ke dalam jebakan yang sudah dipersiapkan dengan cermat. Leon telah membalikkan semua spekulasi dan asumsi yang ia lontarkan.Jantungnya berdegup lebih cepat, meskipun ia berusaha keras untuk tetap tenang di permukaa
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-13
Baca selengkapnya

Bab 18 : Kepentingan Dan Kesepakatan

Leon menyunggingkan senyum tipis, suaranya nyaris seperti bisikan tawa yang tertahan, menciptakan aura misterius. “Aturan main?” ulangnya perlahan, sorot matanya tajam, penuh kewaspadaan. “Kurasa, kita masing-masing sudah punya aturan sendiri. Kita mungkin tidak mengucapkannya dengan jelas, tetapi aku yakin kita akan tetap mematuhinya. Karena ini bukan tentang satu pihak menguasai yang lain. Ini tentang dua kepentingan yang berjalan di atas satu kesepakatan.”Lara menyilangkan tangan di depan dadanya, sudut bibirnya melengkung dalam senyum kecil. “Kalau begitu, aku ingin tahu,” katanya, suaranya lembut namun penuh tantangan, “apa yang terjadi kalau aturan-aturan itu saling bertabrakan? Siapa yang harus mengalah duluan, Leon?”Leon tertawa pelan, kali ini terdengar seperti taktik untuk menciptakan jeda. “Aku tidak percaya ada yang namanya tabrakan. Aku lebih suka menyebutnya sebagai negosiasi untuk mencari jalan tengah. Karena, jika salah satu dari kita kehilangan terlalu banyak, ini b
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-13
Baca selengkapnya

Bab 19 : Seperti Petir

Suara petir yang keras kembali menggema di langit, mengguncang keheningan ruangan. Lara sedikit tersentak, tangannya tanpa sadar bergerak ke dada, mencoba menenangkan degup jantungnya.Leon memperhatikan reaksi itu, lalu tanpa berpikir panjang, tubuhnya bergerak refleks seolah ingin melindungi. Namun, dia menghentikan dirinya di tengah jalan, menyandarkan tubuh kembali ke kursi dengan ekspresi datar, menyembunyikan niat awalnya.“Kamu takut petir?” Tanya Leon, nada suaranya tenang, tapi ada sedikit keisengan yang tersirat.Lara memutar bola matanya dengan santai, meski bibirnya mengerucut sesaat. “Emang siapa di dunia ini yang nggak takut petir? Atau kamu berani? Ada petir begini, terus kamu samperin?”Leon tersenyum kecil, seperti terhibur oleh jawaban itu. “Kurang kerjaan banget nyamperin petir,” balasnya, nadanya setengah bercanda.Lara mendengus pelan, tapi kali ini tatapannya berubah lebih tajam. “Tapi bukankah kesepakatan yang kita buat ini, Leon, sama saja seperti petir? Berbah
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-14
Baca selengkapnya

Bab 20 : Meski berakhir dengan kehancuran

Leon menghentikan langkahnya, lalu berbalik perlahan. Matanya bertemu dengan milik Lara. "Apa? Direktur Keuangan?" dengan senyum tipis. "Ambil aja,"Lara tampak terkejut. "Kamu serius?"Leon mengulurkan tangannya ke arah Lara, matanya menantang. "Deal ya."Lara menatap tangan Leon sejenak sebelum akhirnya menerima uluran itu. "Oke," jawabnya singkat, menggenggam tangan Leon dalam kesepakatan.Setelah itu, Leon berdiri tegak kembali, menghela napas ringan. "Kayaknya aku mau istirahat sebentar. Kamu mau istirahat juga atau tetap di sini? Kalau mau istirahat, aku siapin kamarnya."Lara menggeleng kecil. "Aku di sini aja. Tiduran di sofa juga nggak apa-apa kan?"Leon mengangguk pelan, nada setengah bercanda tetap ada dalam suaranya. "Hati-hati loh, nanti ada petir lagi."Lara mengangkat alis, bibirnya membentuk senyum tipis. "Petir? Sereman tawon deh kalau tiba-tiba nongol, kan di sini banyak bunga."Leon tertawa kecil. "Ya makanya, yaudah masuk kamar aja, lebih aman."Lara mengerutkan a
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-14
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123
DMCA.com Protection Status