Home / Romansa / Ibu Empat Anak: Beda Bapak! / Chapter 31 - Chapter 34

All Chapters of Ibu Empat Anak: Beda Bapak!: Chapter 31 - Chapter 34

34 Chapters

Bab 31. Menyampaikan Kabar Gembira

Nasya benar-benar menikmati masa-masa ini, memanfaatkan kehamilannya sebagai ‘alasan resmi’ untuk santai seharian. Ia duduk di sofa, menikmati acara TV favorit sambil mengunyah camilan, sesekali tertawa sendiri saat melihat adegan lucu. Di sisi lain, Melati yang merasa kesal tak henti-hentinya mencoba mencari cara untuk ‘mengganggu.’“Nasya,” panggil Melati dengan nada yang sengaja dibuat sedikit keras, “Kayaknya karpet di ruang tamu udah kotor, perlu diganti. Atau kamu bisa coba nyapu-nyapu ringan aja?”Nasya menatap karpet sebentar, lalu mengelus perutnya sambil berakting lelah. “Aduh, ma… Saya lemes banget, rasanya gak kuat nyapu-nyapu dulu nih. Kata dokter, ibu hamil harus banyak istirahat, jangan capek-capek.”Melati mendesah panjang, tetapi Nasya tetap tak bergeming, malah asyik kembali menonton TV. Tak lama, Melati mencoba taktik baru dengan menyalakan vacuum cleaner di dekatnya, membuat suara berisik untuk mengusik ketenangan Nasya.“Waduh, maaf ya kalau agak berisik, Nasya. S
Read more

Bab 32. Kabar Buruk Setelah Kabar Baik

Mereka pun mengobrol panjang lebar, sampai waktu terus bergulir tanpa terasa. Harun dan Ranti tampak antusias berbagi rencana masa depan untuk cucu pertama mereka, seakan anak Nasya dan Bima ini bakal jadi penerus kerajaan. Mereka menyarankan hal-hal aneh dengan penuh keyakinan, dari saran nama bayi yang panjang dan penuh makna hingga nasehat perawatan bayi tradisional yang terdengar kuno.Di sela obrolan, Harun menepuk bahu Bima, seakan enggan melepaskan menantunya itu. “Bima, ini udah malam. Tapi kalau mau nginap dulu di sini, nggak apa-apa, lho. Malah Papa senang banget kalau kalian di sini lebih lama.”Ranti menambahkan dengan nada manis, “Iya, lagian, nanti kalau sudah ada cucu, bakal makin seru! Rasanya pengen bisa bantu jagain cucu.”Nasya mengerling, lalu berkata sambil menahan tawa, “Mama sama Papa, beneran nih, sok berat pisahnya? Bukannya dulu Mama Papa malah sengaja paksa aku nikah biar aku cepet angkat kaki dari rumah?”Ranti tertawa kikuk, sedikit tersipu. “Ah, kamu ini.
Read more

Bab 33. Ratapan Ibu Hamil

Bab 33. Ratapan Ibu HamilNasya menghela napas panjang, meratapi kehamilan pertamanya yang dijalani lebih banyak dalam kesendirian. Hari-hari berlalu dengan rutinitas yang entah kenapa makin terasa hambar. Bima selalu pulang larut, nyaris hanya meninggalkan jejak sepatu dan jas kerjanya. Di saat ia merasa makin butuh perhatian, yang ada justru hanya sofa, beberapa bantal yang sudah pasrah kusut, dan kamar yang terasa dingin. Sesekali ia merasa seperti ‘jablay’—jarang dibelai—seolah-olah kehamilan ini hanya urusannya seorang diri.Suatu sore, setelah seharian dihantam rasa mual yang tak kunjung reda, Nasya bangkit tertatih-tatih menuju dapur untuk mengambil segelas air. Namun, begitu sampai di sana, perutnya kembali bergejolak, dan ia pun buru-buru ke kamar mandi. Di depan wastafel, tubuhnya berguncang-guncang saat ia muntah, dan yang ia temukan hanya bayangan wajahnya sendiri di cermin—lelah, berantakan, tapi tetap berusaha tegar. Duh, kasihan amat aku ini, ya… pikirnya, mengusap waja
Read more

Bab 34. Brownies Spesial

Nasya menarik napas panjang. “Oh, saya masak lumayan banyak, kok, Ma. Di wajan masih ada. Kalau Mama mau, saya bisa siapkan,” jawabnya, berusaha tetap ramah.Namun, Melati mengibaskan tangannya seolah menolak sesuatu yang menjijikkan. “Ah, nggak usah. Nasi goreng sisa? Mama nggak pernah sudi makan yang begitu.”Nasya mencoba menelan kesal yang mulai mengumpul di tenggorokannya. Ia mengingatkan diri sendiri, jangan marah-marah, demi bayinya. Ia melatih senyum sabar, meski dalam hati ingin balas sindir. Namun, belum sempat berkata apa-apa, suara bel pintu terdengar.“Bukain pintu sana. Masa hamil muda aja nggak bisa buka pintu buat tamu? Nggak bikin kecapekan dan ‘mengganggu’ kehamilan kamu kan?” sindir Melati dengan nada sinis.Nasya menahan diri agar tidak melontarkan sindiran balasan. “Iya, Ma. Saya bukain.”Nasya segera berjalan ke arah pintu. Setiap langkah di pagi itu seolah jadi ajang uji kesabaran. Bagi Nasya, Melati sudah seperti ahli sindiran yang sangat mumpuni.Ketika Nasya
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status