Semua Bab Pria yang Dicintai Suamiku : Bab 11 - Bab 19

19 Bab

bab 11

Tanganku mengepal kuat, menahan amarah yang datang tiba-tiba. Jantungku pun berdetak kencang, amarahku naik sampai ubun-ubun. Tapi aku harus bisa menahan ini, aku tidak mau membuat Sonia khawatir, apa lagi jika sampai aku memberitahukan masalah Jeni, malah nanti Sonia ngadu ke Mama. Aku nggak mau bikin Mama khawatir dan masalah ini jadi tambah runyam. Jadi sebisa mungkin, aku yang akan menghandle masalah ini sampai akhir.Aku tidak lagi menimpali ucapan Sonia, ia kini menutup toples kaca itu dan menyudahi ritual ngemilnya. Jus jeruk buatanku pun habis. Dia kini sedang menerima panggilan telepon.“Iya, Mas. Ini aku jalan sekarang.”“Lagi di rumah Mbak Inah, Mas!”“Iya, oke. Aku jalan sekarang. Bye!”Begitu ucapan Sonia. Usai menutup panggilan telepon, Sonia pun pamit pulang. Katanya ada hal urgen dan mau ketemu sama sang suami di kantornya. Aku pun melepas kepergian Sonia, padahal aku berharap dia akan menginap malam ini, atau setidaknya dia akan berada di sini sampai sore dan mau mene
Baca selengkapnya

bab 12

Beberapa hari menginap di rumah Mama membuatku merasa nyaman dan melupakan sejenak masalahku dengan Mas Panjul. Meskipun kini aku harus sadar dan siap-siap untuk kenyataan pahit jika suatu saat nanti memang benar Mas Panjul kembali menjadi dirinya yang seorang waria dan menikah dengan Jeni. Yah, aku kini tahu, jika selama ini apa yang dia katakan tentang masa lalu Jeni, juga tentang keadaan Jeni semuanya palsu, itu hanya alibi suamiku agar bisa leluasa bertemu dengan Jeni.Dewi dan Sonia, mereka adalah ipar yang sangat baik. Bahkan mereka sudah menyiapkan beberapa printilan bayi yang sangat lucu. Padahal USG untuk mengetahui jenis kelamin bayinya saja belum dilakukan karena Mas Panjul yang sibuk kerja, atau sibuk dengan Jeni. Tapi, aku kini tidak mau mempermasalahkan suamiku yang hati dan pikirannya sudah kembali belok ke masa kelamnya dulu, aku sudah muak dan aku sudah tidak peduli lagi.Aku masih diam dan berpura-pura tidak terjadi apa-apa di depan Mama, bahkan saat Mas Panjul menje
Baca selengkapnya

bab 13

**Pukul lima aku bangun dan salat subuh, lalu aku memutuskan untuk kembali tidur, aku tidak mau bertemu muka dengan Mas Panjul, aku takut jika tidak bisa mengontrol emosi di hadapannya. Terlebih, aku belum meminta penjelasan tentang amplop yang tersembunyi di lemari pakaiannya. Pukul tujuh pagi, aku memutuskan untuk keluar kamar. Biasanya suamiku sudah berangkat ke kantor dan itu artinya aku tidak perlu lagi bertatapan dengan Mas Panjul.Benar saja, lampu ruang tengah dan lampu teras sudah dalam keadaan off, koper milikku pun sudah berada di kamar. Mobil Mas Panjul sudah tidak ada lagi di garasi, sudah bisa dipastikan dia sudah pergi dari rumah.Aku bisa bernapas lega, lalu kakiku melangkah ke dapur untuk membuat sarapan karena perutku sudah mulai keroncongan. Tapi saat diriku sedang berdiri menghadap kompor yang sedang menyala, ada tangan yang melingkar di pinggangku dan membuatku terkejut.“Kok kamu menghindar sih, semalam! Mas tidur sendirian!” serunya. Mas Panjul masih memelukk
Baca selengkapnya

bab 14

Kompor aku matikan dengan membiarkan mi masih berada di panci. Tangan Mas Panjul yang melingkar di pinggangku kulepas paksa. Aku membalikkan badan dan menatapnya lekat.“Jawab aku, Mas!”Mas Panjul menatapku tajam, lalu bibirnya itu tertawa terbahak-bahak. Entah pertanyaanku lucunya di mana sampai dia tertawa terpingkal-pingkal begitu.Dia berjalan mendekat, lalu meraih panci isi mi yang sudah matang. Menuangkan isi panci itu ke mangkuk yang sudah ada bumbunya.“Ngobrolnya sambil makan, yuk. Kamu pasti laper!” Mas Panjul menggandeng tanganku sambil menenteng mangkok.Mas Panjul menatapku yang masih makan mi, dia tidak meminta atau merebut makananku seperti tempo hari. Dia membiarkanku makan sampai mi itu habis.“Paspor itu memang milikku, tapi bukan berarti aku akan melakukan hal seperti apa yang kamu pikirkan, Inah. Aku nggak seburuk pikiranmu, aku sudah berusaha mati-matian untuk kembali normal, dan berkat bantuan istriku ini, aku bisa menjadi laki-laki seutuhnya!”“Terus, kenapa M
Baca selengkapnya

bab 15

Mama dan Mas Panjul berdiri dekat brankar, tepat di belakang dokter yang duduk sambil mengarahkan alat USG ke perutku. Saat jari dokter menekan tombol yang bisa untuk mendengarkan detak jantung janin, aku menangis. Begitu pun Mas Panjul dan juga Mama, dua orang yang paling aku sayangi itu pun tak kalah terharunya. Bersyukur karena janin yang aku kandung tumbuh dengan sangat baik dan semuanya normal. Meskipun aku sempat merasa stres dan depresi karena sikap Mas Panjul dan juga Jeni, Alhamdulillah anakku baik-baik saja.“Dokter, anak saya itu perempuan atau laki-laki, ya. Dokter belum kasih tau dari tadi,” ucap Mas Panjul yang dibalas tawa oleh dokter perempuan itu.“Oh, iya, ya, Pak. Maaf, Pak. Saya terlalu fokus menjelaskan kondisi calon bayinya. Hummm, ini dedeknya perempuan, Pak. Selamat ya, Pak, Bu. Calon anaknya perempuan.” Dokter itu menunjuk ke arah layar, memberitahu jika gambar seperti itu menandakan jenis kelamin perempuan. Kalau laki-laki, ada monasnya, begitu.Mama dan Mas
Baca selengkapnya

melahirkan

Untuk sementara aku dan Mas Panjul tinggal di rumah Mama. Setidaknya sampai aku melahirkan nantinya, Mama ingin menemani aku sampai aku benar-benar pulih dan mampu menjaga cucunya sendiri. Mama bahkan mengirim ART untuk membersihkan rumah yang aku tempati selama aku berada di sini. Yah, sebaik itu memang mertuaku. Bersyukur aku memiliki mertua sebaik ini.Dewi dan Sonia pun berada di sini, rumah besar Mama terasa ramai dan hangat. Mama sama sekali tidak mempermasalahkan rumahnya jadi sedikit berantakan karena ulah anak dan menantunya. Mama pun memperlakukan Dewi sama baiknya saat memperlakukanku.“Aku beruntung banget, Mbak jadi menantu di rumah ini. Padahal dulu aku pernah punya pikiran kalo semua mertua itu jahat dan suka menindas menantunya. Tapi, setelah mengalami sendiri, aku beruntung punya mertua sebaik Mama,” ucap Dewi saat kami duduk berdua menikmati waktu sore. Mama dan Sonia sedang berada di luar waktu itu.“Iya, Wi. Alhamdulillah, Mama baik banget. Kita sebagai menantu har
Baca selengkapnya

main petak umpet

Satu minggu sudah aku berada di rumah sakit, dan sekarang aku diperbolehkan untuk pulang. Teman-teman Mas Panjul dan juga geng arisan Mama berbondong-bondong menjengukku di rumah sakit, bahkan saat aku sudah pulang ke rumah Mama pun, masih ada yang datang untuk sekadar melihat bayi. Tapi, ada satu orang yang tidak akan pernah aku terima kehadirannya di mana pun. Jeni .... makhluk tidak jelas itu aku usir saat dia berani menampakkan dirinya di rumah sakit. Bahkan, saat ini aku sudah di rumah pun, Jeni masih berani untuk datang.Nekat juga dia! Aku harus selalu waspada menghadapi makhluk itu. Entah kenapa, radar curiga masih terus berapi-api di kepalaku. Bahkan, aku tidak mempercayai semua ucapan Mas Panjul. Aku masih harus menuntut penjelasan dari orang tua Jeni. Itu harus, wajib, no debat!Aku begitu beruntung menjadi menantu di rumah ini. Semuanya tampak sempurna, tidak ada yang kurang. Aku memiliki suami yang sayang dan setia, mertua yang maha baik dan ipar yang peduli. Padahal, jik
Baca selengkapnya

rahasia suamiku

Setelah beberapa saat, ponsel Mas Panjul berdering. Raut wajah laki-laki itu sedikit pias. Tangannya yang hendak meraih ponsel, diurungkannya. Benda gepeng itu dibiarkan berdering.“Kenapa nggak diangkat, Mas?” tanyaku penuh curiga. “Angkat aja, Panjul. Siapa tahu penting!” ujar Mama kemudian.Benda pipih itu berhenti berdering. Layarnya pun kembali hitam. Terlihat Mas Panjul menghela nafas panjang.“Apa ada yang Mas Panjul sembunyikan dari aku? Apa itu telepon dari Jeni?”“B-bukan, Sayang!”“Lantas siapa? Kenapa raut wajah Mas Panjul terlihat pucat. Kayak abis ngelihat setan!”“Itu cuma perasaan kamu aja, Inah. Mas biasa aja, kok.” Mas Panjul membuang pandangannya ke arah lain, matanya bahkan tidak menatapku saat berbicara dan itu pertanda jika laki-laki itu sedang berbohong.Aku tidak ingin berkata-kata lagi, rasanya laki-laki itu akan terus mengelak meski sepertinya tebakanku benar, enggan juga berdebat di depan Mama. Bisa-bisa Mama akan curiga jika aku dan Mas Panjul sering berte
Baca selengkapnya

rencana ke dua

Pagi ini aku bangun pukul enam pagi, aku langsung berjalan ke dapur untuk minum karena tenggorokanku terasa kering. Meskipun anakku masih newborn, tapi dia menyusu sangat kuat, membuatku merasa haus pagi-pagi begini. Asisten rumah tangga Mama sudah bangun dan terlihat sedang mengepel. Aku tidak ingin mengganggunya yang sedang bekerja, biarlah apa yang aku butuhkan, aku lakukan sendiri.Setelah minum, aku berjalan hendak kembali ke kamar. Dari dapur aku melewati ruang tamu, dan dari arah sofa terdengar suara orang mendengkur. Aku hafal betul suara itu. Bertahun-tahun hidup bersamanya, aku sudah khatam suara dengkuran Mas Panjul. Ternyata, suamiku tidur di sofa, terlihat hanya berbekal sebuah selimut.Tanpa ingin mengganggu Mas Panjul yang masih tidur nyenyak, aku kembali ke kamar. Memutuskan untuk mandi menggunakan air hangat yang bisa diatur suhunya dari keran. Itu memudahkan aku untuk mandi tanpa harus repot-repot mengambil air panas dari dapur.Tubuhku terasa segar setelah mandi dan
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12
DMCA.com Protection Status