All Chapters of Pesona Istri Bayaran Dokter Tampan: Chapter 31 - Chapter 40

49 Chapters

31. Penghiburan

"Ya, pertemanan. Kau tidak lelah terus membuang energi dengan bertengkar? Kita susah sama-sama dewasa, tidak perlu membuang energi untuk hal-hal yang tak penting," jelas Yuvika seraya mengemasi kotak bekal yang habis tak bersisa. Dalam hati ia merasa senang dan bangga pada dirinya sendiri karena berhasil membuat Elsaki makan makanannya dengan lahap tanpa paksaan. Elsaki menatap Yuvika dengan pandangan penuh teka-teki. Kata-kata Yuvika tentang pertemanan dan energi yang terbuang sia-sia mengganggu pikirannya, seolah memaksanya untuk memikirkan kembali sikapnya selama ini. Bagian dari dirinya ingin tetap mempertahankan tembok dingin yang ia bangun, namun ada sisi lain yang mulai goyah, apalagi setelah melihat ketulusan dan sikap santai Yuvika."Pertemanan, huh?" Elsaki bergumam sambil mengelap tangannya dengan tisu di atas meja. "Kau terlalu optimis. Hidup ini tidak semudah yang kau bayangkan, terutama untuk seseorang sepertiku."Yuvika mendongak, melihat Elsaki yang kini tampak seriu
last updateLast Updated : 2024-10-15
Read more

32. Apa Kau Benar-Benar Ingin Pergi?

Elsaki menatap Yuvika, terdiam sesaat, merasakan bagaimana keberanian Yuvika mendekat kepadanya begitu nyata. Kata-kata Yuvika mengganggu batinnya, seperti racun yang perlahan menyusup, meruntuhkan logika yang selama ini ia pegang erat.Namun, ia enggan menunjukkan kelemahan di hadapan Yuvika. Secepat mungkin, ia kembali memasang ekspresi dinginnya, meski jauh di dalam hatinya, ia tahu bahwa tembok itu mulai retak."Penghiburan yang aku butuhkan...," Elsaki menggantungkan kalimatnya, lalu berdiri, meletakkan kedua tangannya di pinggir meja, seolah berusaha menciptakan jarak fisik antara mereka. "Bukan hal yang kau bisa berikan."Yuvika mundur sedikit, namun tetap bertahan dalam jarak yang dekat. "Kau tak perlu selalu menghadapinya sendiri, Elsaki," gumamnya, suaranya nyaris berbisik. "Terkadang, penghiburan datang dari tempat yang tak pernah kau duga."Elsaki menghela napas, lalu berjalan menjauh, berusaha menghilangkan rasa sesak yang mulai menguasai dirinya. Ia berhenti di depan jen
last updateLast Updated : 2024-10-15
Read more

33. Terima Kasih

Elsaki melangkah perlahan, setiap langkah terasa seperti tarikan napas yang berat. Ia tahu bahwa keputusannya untuk mendekati Yuvika bukanlah sesuatu yang biasa. Suara hatinya berbisik, mendorongnya untuk berbicara, meski keraguan tetap membelenggu. Apa yang harus ia katakan? Bagaimana jika kata-katanya hanya menambah beban di hati mereka berdua?Yuvika, yang semula berpikir untuk melanjutkan perjalanan pulangnya, tiba-tiba merasakan ketegangan di udara. Langkahnya terhenti, dan ia berbalik lagi. Tatapannya bertemu dengan Elsaki, dan dalam sekejap, semuanya terasa berbeda. Ada keberanian di dalam diri pria itu, dan Yuvika merasa jantungnya berdebar kencang.Elsaki berhenti beberapa langkah dari Yuvika, napasnya masih terengah-engah, bukan karena fisik, tetapi karena emosinya yang berkecamuk. "Yuvika," katanya. "Hm, ada yang ingin kau katakan?" Elsaki menatap Yuvika, merasakan ketegangan yang menyelimuti mereka berdua. Suara hatinya berbisik, mendorongnya untuk berbicara, tetapi seti
last updateLast Updated : 2024-10-15
Read more

34. Kekhawatiran Elsaki

Elsaki bergegas ke arah dapur dengan hati yang berdebar kencang. Teriakan Yuvika masih menggema di telinganya, membuatnya khawatir. Ketika sampai di sana, ia menemukan Yuvika berdiri dengan wajah menahan sakit, tangannya yang merah tampak basah oleh air panas yang baru saja tumpah dari panci."Yuvika!" serunya, langsung menghampiri.Yuvika menggigit bibir bawahnya, mencoba menahan rasa sakit yang menjalar dari telapak tangannya. Wajahnya berkerut, tapi ia berusaha tetap tenang di hadapan Elsaki. "Aku tidak apa-apa, hanya tidak sengaja menyenggol panci," katanya sambil mencoba tersenyum tipis, meski rasa perih di tangannya semakin kuat.Elsaki segera menarik Yuvika ke wastafel, mengguyur tangannya dengan air dingin. "Diam di sini sebentar, biarkan aku mengurus ini," katanya dengan nada lembut namun tegas. Tangannya dengan hati-hati menyentuh pergelangan Yuvika, memastikan air dingin mengalir terus-menerus di atas kulit yang terbakar.Yuvika merasa sedikit terkejut oleh perhatian yang d
last updateLast Updated : 2024-10-16
Read more

35. Dia Kembali

Waktu berlalu cukup cepat kali ini. Tak terasa, sudah seminggu Yuvika dan Elsaki menjalani peran bak suami istri yang harmonis dan penuh cinta. Selama itu pula, Elsaki mendapati dirinya tidak lagi memikirkan Tisya. Tidak ada kerinduan yang menggebu-gebu, tidak ada harapan untuk mendengar kabar dari wanita itu.Keberadaan Yuvika di sisinya tampaknya telah mengisi celah-celah yang dulunya dihuni oleh kenangan Tisya. Elsaki merasa aneh, seolah-olah ia telah mulai terbiasa tanpa kehadiran Tisya. Ada yang berbeda dalam cara Yuvika membuatnya merasa ... Sebuah kehangatan yang baru dan segar, seakan Yuvika menjadi bagian dari dirinya yang selama ini hilang. Ia tidak lagi merindukan masa lalu, dan entah bagaimana, kehadiran Yuvika merebut posisi kekasihnya dari hatinya.Namun, di dalam benaknya, masih tersimpan kebingungan yang mengganggu. Apakah rasa ini murni karena Yuvika, ataukah ia hanya mencari pengalihan dari ketidakpastian yang ditinggalkan Tisya? Setiap kali ia melihat senyum Yuvika,
last updateLast Updated : 2024-10-16
Read more

36. Terbakar

"Vika, rumah ibumu kebakaran. Ibumu masih di dalam, kita udah telepon pemadam, tapi belum datang."Suara itu seketika membuat dunia Yuvika berputar. Tangannya gemetar saat menggenggam ponsel, seolah tubuhnya kehilangan tenaga. Napasnya tersengal, dan pikirannya terasa buntu. "Apa?" Suaranya nyaris tak keluar, hanya berbisik, berusaha mencerna kabar mengerikan itu. "Iya, aku ke sana sekarang," imbuhnya seraya memutuskan sambungan telepon. "Ibu..." Hanya satu kata itu yang berputar di benaknya. Ia segera berlari menuju pintu, tanpa sadar air mata mulai menetes di pipinya. Tanpa pikir panjang, ia mengambil kunci mobil dan bergegas pergi, berharap tiba di sana sebelum semuanya terlambat. Jalanan terasa begitu panjang, dan setiap detik yang berlalu menjadi siksaan. Bayangan ibunya terjebak dalam api yang membara membuatnya semakin panik.Beberapa kali Yuvika mengelap pipinya yang basah oleh air mata, namun air mata itu terus mengalir, seolah tak pernah habis. Hatinya penuh dengan kecemasa
last updateLast Updated : 2024-10-17
Read more

37. Maafkan Ibu, Yuvika

Yuvika tersentak mendengar suara lirih yang familiar dari arah dapur. "Ibu!" teriaknya, kini dengan adrenalin yang memompa seluruh tubuhnya, mengabaikan rasa sakit yang menggigit bahunya. Setiap langkah terasa berat, namun hatinya mendesak, seolah tak memberi ruang bagi tubuhnya untuk menyerah. Asap makin menebal, membuat setiap tarikan napas terasa seperti menelan bara api.Saat mendekati dapur, Yuvika melihat ibunya tergeletak di lantai, tertutup debu dan abu, berusaha melindungi diri dari reruntuhan yang nyaris menimpanya. "Bu!" Yuvika berlutut di samping ibunya, meraih tangan yang gemetar itu. Mata ibunya perlahan membuka, tubuhnya lemah, namun ada secercah kelegaan di sana saat melihat Yuvika datang. Yuvika meraih tangan ibunya dengan hati-hati, tapi penuh kegigihan. "Bu, kita harus keluar dari sini sekarang!" ucapnya dengan napas tersengal-sengal, menggenggam tangan ibunya lebih erat, mencoba menariknya berdiri.Namun tubuh ibunya terlalu lemah. Bu Isni menatap bahu Yuvika yang
last updateLast Updated : 2024-10-18
Read more

38. Khawatir

Elsaki segera turun ke lantai dasar, merasakan kesunyian yang menyelimuti rumah. Ia menengok ke meja makan, namun tidak ada sosok Oma Lydia di sana. Hanya Bi Sum yang terlihat sibuk keluar masuk dapur, membawa nampan berisi makanan. Elsaki mendekat saat Bi Sum akhirnya berada di dapur, wajahnya dipenuhi rasa ingin tahu dan sedikit cemas. "Bi, Yuvika ke mana? Di kamar nggak ada," tanyanya dengan nada khawatir.Bi Sum tampak terkejut, seolah pertanyaan itu membuatnya tersadar dari lamunannya. Ia tidak langsung menjawab, malah menunjukkan ekspresi bingung yang semakin memperkeruh perasaan Elsaki. "Saya kira Non Yuvika masih di kamar, Tuan. Dari tadi dia tidak ke dapur. Ini sarapan untuk Nyonya Lydia juga saya yang buat, biasanya Non Yuvika yang mengurusnya.""Oma sudah sarapan?" Elsaki bertanya lagi, berusaha mencari kepastian."Sudah, Tuan. Saya antar ke kamar. Katanya Nyonya tidak enak badan," jawab Bi Sum, kembali sibuk dengan tugasnya di dapur.Elsaki menganggukkan kepala dengan pen
last updateLast Updated : 2024-10-18
Read more

37. Air Mata Bu Isni

Elsaki melangkah perlahan menuju ranjang Yuvika, perasaannya campur aduk antara cemas dan bingung. Setiap langkahnya terasa berat, seolah ada beban tak terlihat yang mengikat kakinya. Ia tidak bisa menepis rasa kikuk yang tiba-tiba menyergapnya saat menghadapi Bu Isni untuk kedua kalinya. Meski begitu, ingatannya akan pertemuan pertama mereka masih jelas dalam benaknya—betapa angkuh dan percaya dirinya ia saat itu, saat meminta Yuvika untuk menjadi istrinya.Bu Isni perlahan bangkit dari kursinya saat Elsaki hampir tiba di samping ranjang Yuvika. Gerakannya terlihat pelan dan hati-hati, seolah setiap langkah menahan rasa sakit yang tidak hanya fisik, tetapi juga emosional. Beliau bermaksud memberikan tempat duduk kepada Elsaki, agar menantu yang tidak pernah bersua dengannya itu bisa lebih dekat dengan putrinya. Namun, sebelum sempat bangkit sepenuhnya, Elsaki dengan sigap mengangkat tangannya ke udara, isyarat halus yang membuat Bu Isni berhenti."Tidak perlu. Tetaplah duduk di situ.
last updateLast Updated : 2024-10-19
Read more

40. Ingin Lebih Dekat

Elsaki masih berdiri dengan tatapan kosong. Kata-kata Bu Isni terus menggema di benaknya, membuat hatinya yang selama ini dingin dan tertutup mulai terasa sesak. Ginjal? Yuvika telah memberikan ginjalnya untuk ibunya—wanita yang terang-terangan mengharapkan kematiannya?Ia menatap tubuh lemah Yuvika yang terbaring di hadapannya, terbalut perban dan luka. Ia mencoba memahami, menghubungkan titik-titik yang selama ini tak pernah ia pedulikan. Di balik sosok rapuh itu, tersembunyi kekuatan yang tak pernah ia bayangkan. Yuvika telah melakukan sesuatu yang besar, sesuatu yang bahkan ia, Elsaki, tak pernah berani lakukan: memberi kehidupan kepada orang yang membencinya.Keheningan terasa menyesakkan di ruangan itu, hanya suara detak mesin monitor jantung Yuvika yang mengisi udara. Bu Isni pun tetap terisak, mungkin merasa jiwanya semakin terkoyak oleh pengakuannya sendiri."Kapan itu terjadi? Kapan kau ambil ginjal anak yang kau benci?""Tujuh tahun yang lalu."Elsaki tertawa kecil, "Tujuh
last updateLast Updated : 2024-10-19
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status