Home / Romansa / Kekasih Bayaran / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of Kekasih Bayaran: Chapter 21 - Chapter 30

44 Chapters

Peringatan Arthur

Irish mengikuti Arthur dengan langkah gugup. Tatapan pria itu membuatnya merasa seolah seluruh rahasianya telah dibongkar. Mereka berhenti di teras belakang, tempat angin sejuk bertiup lembut, membawa aroma bunga mawar dari taman. Kebetulan tidak ada pelayan dan penjaga yang berseliweran di titik itu.Arthur memutar tubuhnya, menatap Irish dengan ekspresi dingin. "Kenapa kamu di sini, Irish?" tanyanya langsung, tanpa basa-basi. Irish tercekat. Nama itu keluar dari bibir Arthur tanpa keraguan, dan semua upaya untuk tetap menjadi Thea seketika runtuh. Dia mencoba menyangkal, tapi tatapan tajam Arthur membuatnya tahu bahwa itu sia-sia. "Aku... aku cuma berniat membantu Darren," jawab Irish pelan, menundukkan kepala. "Dia membutuhkan seseorang." Arthur mendengus, menyilangkan tangan di dada. "Membantu Darren? Dengan berpura-pura menjadi Thea? Kamu sadar apa yang kamu lakukan, Irish? Kamu bermain dengan api." Irish mengangkat wajahnya, menatap Arthur dengan tatapan memohon. "Aku ti
last updateLast Updated : 2024-12-12
Read more

Harga Diri yang Terluka

Ballroom megah hotel bintang lima itu dipenuhi para tamu undangan yang mengenakan pakaian formal terbaik mereka. Lampu kristal besar di langit-langit memancarkan kilauan mewah, sementara musik jazz lembut mengalun dari sudut ruangan. Darren masuk dengan Irish di sisinya. Meski tak bisa melihat, Darren tetap membawa aura percaya diri, mengenakan setelan hitam yang membuatnya tampak berwibawa. Di sampingnya, Irish—yang mengenakan gaun biru tua dengan detail sederhana namun elegan—terlihat berusaha tetap tenang meski pikirannya berkecamuk. Xander Greystone, tuan rumah malam itu, segera memperhatikan kedatangan mereka. Dengan langkah penuh kemant, ia mendekati Darren, menyunggingkan senyum ramah yang tidak sepenuhnya tulus. "Darren, sungguh sebuah kehormatan kau bisa datang," ujar Xander sambil menjabat tangan Darren dengan hangat. "Terima kasih atas undangannya, Tuan Greystone," balas Darren dengan nada ramah, meskipun gestur tubuhnya kaku. Ia tidak sepenuhnya nyaman dengan suasa
last updateLast Updated : 2024-12-12
Read more

Dalam Bahaya

Irish mengejar Darren yang memutuskan pergi seusai berbicara sejenak dengan Arthur, menyusuri lorong hotel yang sepi. “Darren, tunggu! Apa yang tadi kamu dengar itu tidak seperti yang mereka maksud. Aku bisa menjelaskan!” Darren menghentikan langkahnya, tetapi tidak langsung menoleh ke Irish. Ia berdiri dengan bahu yang tegang, seolah sedang menahan sesuatu yang berat. “Kamu tidak perlu menjelaskan, Thea...” Terdapat jeda panjang sebelum ia melanjutkan. “Aku hanya... ingin sendiri untuk sementara.” Irish mendekat, suaranya bergetar. “Aku tahu ini pasti berat untukmu, tapi aku bisa membantumu melewati ini. Kumohon, jangan menutup diri." Darren menundukkan kepala, tangan kanannya menggenggam tongkat yang biasa ia gunakan untuk berjalan. “Aku menghargai niatmu, tapi aku benar-benar butuh waktu sendiri sekarang. Beri aku waktu untuk berpikir.” Irish terdiam. Rasa bersalah dan kekhawatiran menguasainya, tetapi dia tahu memaksa tidak akan membantu. “Kalau begitu... setidaknya biarkan
last updateLast Updated : 2024-12-12
Read more

Terselamatkan

Arthur sedang berbincang santai dengan beberapa kolega ketika ia menyadari Irish sudah cukup lama tidak terlihat. Sekilas ia melirik ke sekeliling ballroom, tetapi bayangan Irish sama sekali tak tampak.'Ke mana dia pergi? Dia tidak kenal siapa pun di sini. Dia pasti merasa canggung.' Arthur berujar dalam hati.Arthur meraih ponselnya dan mencoba menghubungi Irish. Nada sambung terdengar, tetapi tak lama panggilan itu terputus. Beberapa detik kemudian, sebuah pesan masuk di ponselnya:“Aku harus menyelesaikan sesuatu. Kalian pulang saja duluan, aku akan menyusul nanti.”Arthur mengerutkan kening. Pesan itu terasa tidak wajar, apalagi Irish biasanya tidak meninggalkan Darren tanpa alasan yang jelas.Beberapa detik lalu.Di sebuah kamar VIP yang telah Xander atur, Irish duduk terpojok dengan wajah ketakutan. Pedro berdiri di sudut dengan senyuman penuh ejekan, sementara Xander memainkan ponsel Irish di tangannya.“Arthur selalu menjadi pria yang terlalu percaya diri. Dia pasti akan mene
last updateLast Updated : 2024-12-12
Read more

Batas Waktu Perjanjian

Di luar hotel, Darren menunggu di dalam mobil dengan tenang, ditemani oleh bawahannya. Ketika pintu terbuka, ia segera mengarahkan wajahnya ke arah suara langkah Arthur dan Irish. "Sayang, kamu baik-baik saja?" Darren bertanya, suaranya mengandung rasa khawatir yang tulus. Irish hanya menjawab dengan suara gemetar, "Aku... aku tidak apa-apa." Namun, Darren, meski tidak bisa melihat, bisa merasakan ada sesuatu yang salah. Suasana di dalam mobil terasa berat, dan setiap gerakan Irish terdengar gugup—sesuatu yang jarang terjadi. Arthur menahan diri untuk tidak mengatakan apa pun, tetapi Darren tahu. "Ada yang terjadi, kan?" Darren bertanya lagi, kali ini nada suaranya lebih serius. Irish mencoba menjawab dengan tenang, "Tidak ada apa-apa, Darren. Aku hanya... tidak terbiasa dengan pesta besar seperti tadi." Akan tetapi, Darren mendengar sesuatu yang tidak biasa dalam suaranya—sebuah ketakutan yang belum pernah ia dengar sebelumnya. Beberapa hari kemudian, Darren memutar ula
last updateLast Updated : 2024-12-14
Read more

Dua Penemuan

Keesokan paginya, suasana di meja makan terasa canggung. Darren duduk dengan tenang, ditemani ibunya, Nyonya Wina, dan beberapa pelayan yang melayani sarapan. Kursi di sebelah Darren, yang seharusnya diduduki Irish, kosong. "Di mana Thea?" Darren bertanya akhirnya, memecah keheningan. Nyonya Wina mengangkat bahu, memasang senyum tipis. "Mungkin dia sedang butuh waktu sendiri, Darren. Kau tahu dia seperti apa." Darren mendengus kecil tapi tidak berkomentar.Namun, Arthur, yang duduk di sisi lain meja, memperhatikan bahwa ini berbeda. Irish tidak pernah menghilang seperti ini sejak ia mengenalnya. Ia juga tahu Darren tidak sepenuhnya peka terhadap perubahan kecil pada orang-orang di sekitarnya, terutama karena kebutaan yang membatasi. Arthur meletakkan sendoknya perlahan, berdiri, dan berkata, "Aku akan melihat ke kamarnya." Nyonya Wina meliriknya dengan ekspresi penasaran, tetapi tidak mengatakan apa-apa. Darren hanya mengangguk kecil, wajahnya tetap tanpa ekspresi. Arthur
last updateLast Updated : 2024-12-15
Read more

Xander adalah Dalang?

Suasana di ruang tunggu rumah sakit terasa tegang. Darren duduk dengan gelisah di kursi tunggu, ditemani Nyonya Wina yang berusaha menjaga ketenangannya meski jelas-jelas cemas. Terlebih mengingat ia sempat menekan Irish secara psikis malam tadi."Nak, kamu yakin ingin ikut?" tanya Nyonya Wina dengan suara lembut namun penuh khawatir. "Kamu bisa saja beristirahat di rumah—" "Aku harus tahu, Bunda," potong Darren cepat, nada suaranya terdengar tegas. Rahangnya mengatup rapat, wajahnya dipenuhi kecemasan yang tak biasa. "Thea ... beberapa hari ini aku mengabaikannya. Jika sesuatu terjadi padanya karena aku..." Nyonya Wina hanya bisa menatap putranya, tak mampu menyangkal rasa bersalah yang ia lihat di wajah Darren. Ia tahu, putranya memang keras kepala dan pendiam, tapi perasaannya pada Iris—yang ia percayai sebagai Thea—sungguh dalam. Tak lama, pintu ruang pemeriksaan terbuka. Seorang dokter keluar dengan ekspresi serius di wajahnya. Arthur, yang berdiri di dekat pintu, segera me
last updateLast Updated : 2024-12-17
Read more

Keputusan Darren

Di kamar rawat, Darren masih berada di sisi Irish yang tertidur karena pengaruh obat. Wajahnya dipenuhi penyesalan, tetapi tiba-tiba pintu kamar terbuka dengan cepat. Seorang perawat masuk tergesa-gesa, diikuti dua orang berbaju hitam yang tidak dikenal. "Maaf, Pak, i-ini saatnya pasien untuk-" Suara perawat terdengar terbata."Ck, lamban sekali. Cepatlah!" gerutu salah satu pria yang berusaha memelankan suara."Ssstt!" Sedang pria lain memberi kode agar temannya bersikap lebih tenang."Permisi, siapa kalian?" Darren bertanya dengan waspada. Salah satu pria berjas hitam mendekat, suaranya rendah dan mengintimidasi. "Kami keluarga pasien. Tolong tinggalkan ruangan." Darren menggenggam tongkatnya lebih erat. "Kalian bukan keluarga Theana. Siapa kalian sebenarnya?" Tanpa basa-basi, salah satu pria itu memberi isyarat, dan perawat tampak gugup sebelum bergegas keluar ruangan. Darren sadar situasinya tidak aman. "Kalian tidak akan menyentuhnya," ucap Darren tajam. Pria itu mende
last updateLast Updated : 2024-12-17
Read more

Ingin Menikah

Satu pekan berlalu. Jarum pada jam dinding menunjukkan pukul tiga lewat dua puluh menit. Di ruang keluarga, Darren duduk di kursi berlengan. Nyonya Wina berada di sofa seberang, wajahnya penuh harapan saat mendengar kabar baik dari putra pertama."Bunda, aku sudah memutuskan. Aku akan menjalani operasi donor mata secepatnya. Setelah itu..." Suara Darren terdengar mantap "Aku akan menikahi Thea." Nyonya Wina yang semula tersenyum, perlahan merubah ekspresinya. Senyumnya membeku. Tangannya meremas ujung dress bawah lututnya, lalu mencoba menyembunyikan reaksi itu."Menikah? Dengan Thea?" Darren mengangguk ringan "Ya. Aku rasa itu sudah seharusnya. Dia telah menemaniku selama masa sulit ini. Sekarang, setelah aku bisa melihat lagi, aku ingin menjadikannya bagian dari hidupku, selamanya." Hening. Nyonya Wina tampak gelisah, mencari kata-kata. Nyonya Wina menghela napas sebelum bersuara. "Darren, Nak... Bunda senang akhirnya kamu mau melakukan operasi mata. Tapi soal pernikahan ini
last updateLast Updated : 2024-12-17
Read more

Senja Berdua

Arthur memacu mobilnya dengan cepat menuju rumah sakit. Di sampingnya, Irish gelisah, menggenggam ponselnya erat. Pikirannya dipenuhi bayangan Nora, sang adik yang disebut-sebut menghilang dari ruang rawatnya. Begitu mereka tiba di rumah sakit, Irish langsung berlari menuju lantai tempat Nora dirawat, sementara Arthur menyusul di belakangnya. Tak butuh waktu lama mereka telah menemukan kamar Nora. Irish mendorong pintu dan menemukan adiknya duduk santai di atas tempat tidur, dengan wajah ceria seolah tak terjadi apa-apa. "Nora!" Irish berseru lega, lalu langsung menghampiri adiknya. Ia memeluk Nora erat, air mata membasahi pipinya. "Kamu bikin Kakak panik! Ke mana saja kamu?" Remaja tujuh belas tahun dengan rambut bawah bahu itu tertawa kecil, meski ada rasa bersalah di matanya. "Aku hanya jalan-jalan sebentar ke taman rumah sakit. Aku bosan terus di kamar." Irish mengusap wajah adiknya sambil menghela napas. "Nora, kamu tahu kondisi kamu masih belum stabil. Kalau ada apa-apa,
last updateLast Updated : 2024-12-18
Read more
PREV
12345
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status