Semua Bab Nafkah Nasi Aking : Bab 81 - Bab 90

100 Bab

Bab 81 Pertemuan Tak Sengaja

(POV Jona)Aku menoleh ke arah pak Beni, dia barusan menyebut nama bu Imah? Apakah dia mengenalinya?Bu Imah yang sedang berjalan dengan Risa, bu Lela dan pak Yanto sontak berhenti tepat di depan aku dan pak Beni. Mereka bertiga pun kompak berhenti saat melihat bu Imah berhenti.“Kenapa, Bu?” tanya Risa.“M-mas Beni,” lirih bu Imah menatap lurus ke arah pak Beni.Aku semakin bingung melihat ekspresi keduanya. Sepertinya mereka sudah saling mengenal.“Bu, Ibu kenapa?” tanya Risa.“Risa, kamu Risa?” timpal pak Beni menyebut nama Risa.Risa menoleh ke arah pak Beni. Matanya membelalak saat melihat pria yang sudah tidak muda ini.“Bapak yang waktu itu menolong saya saat dikeroyok?” tanya Risa.“Iya, saya yang menolong kamu. Tapi saat saya kembali ke rumah sakit, kamu sudah tidak ada disana,” jawab pak Beni.“Maaf, Pak. Waktu itu saya mau pulang. Kasihan Ibu saya menunggu di rumah sendirian. Oh iya, Bu, ini pria yang pernah aku ceritakan, beliau sangat baik, beliau yang menolongku saat aku
Baca selengkapnya

Bab 82 Egois

(POV Jona)“Aku belum siap, Bu. Apapun harus dipersiapkan secara matang, termasuk kesiapanku. Pernikahan bukan hal sepele dan dianggap main-main, ini sesuatu yang sakral, Bu. Maaf Om, Tante, dan juga kamu Adya, aku belum siap. Terserah apa kata kalian, yang jelas aku belum siap. Itu terlalu terburu-buru,” imbuhku menolak rencana mereka.“Jona, jaga bicara kamu. Kamu sadar tidak, kamu sedang bicara sama siapa?” tukas Ibu dengan wajah khasnya ketika marah.“Ya, aku sadar sesadar-sadarnya, Bu. Tapi Ibu juga sadar tidak, kalau Ibu terlalu memaksakan kehendak Ibu, tanpa bertanya terlebih dahulu apakah aku mau atau tidak menikah dengan Adya? Tidak, kan? Bu, aku bukannya menentang keinginan Ibu, tapi bagaimana dengan perasaanku?” Aku mulai menaikkan intonasi bicaraku.“Sudah-sudah, lebih baik kita bicarakan lagi nanti, Bu Diva. Saya mengerti Jona masih kaget dengan kesepakatan kita yang secara tiba-tiba ini. Lebih baik dibicarakan dengan kepala dingin. Lagi pun Jona baru saja pulang dari kan
Baca selengkapnya

Bab 83 Keputusan

(POV Jona)Mendengar kabar ibu penyakitnya kambuh lagi. Aku pun mengurungkan niatanku bersenang-senang di club' malam tersebut. Aku bergegas keluar dan kembali menaiki mobil.Aku mengemudikan mobil ini menuju rumah sakit terdekat dari rumah.Sesampainya di sana, terlihat ayah dan Rendra sedang berdiri cemas di depan pintu ruang ICU.“Bagaimana keadaan Ibu, Yah?” tanyaku saat setelah tiba disana.“Keadaan Ibumu sangat mengkhawatirkan, Nak. Ayah … Ayah takut terjadi apa-apa dengan ibumu,” jawab ayah dengan tatapan sendu.Mendengar penuturan ayah, hatiku berdenyut nyeri. Kenapa disaat-saat seperti ini, penyakit ibu kambuh lagi?Ceklek!Dokter yang menangani ibu keluar dari ruangan tersebut. Aku dan ayah segera mendekatinya, dan bertanya tentang keadaan ibu.“Bagaimana dengan keadaan istri saya, dok? Apakah dia sudah siuman?” tanya ayah.“Istri Bapak sudah siuman, namun keadaan istri Bapak belum cukup baik. Selain menjaga pola makan, menjaga pola pikiran juga itu sangat penting. Jangan bi
Baca selengkapnya

Bab 84 Seperti Mak Lampir

(POV Rendi)Habis sudah semua hartaku, kini yang tersisa hanya rumah saja, itupun barang-barang perabotan mewah di dalamnya pun sudah aku jual. Semua kendaraan, perhiasan Davina serta tabunganku yang sudah lumayan gendut itu, raib dipakai ganti rugi kepada pak Willy.“Kamu jangan berpangku tangan saja dong, Mas. Seharusnya kalau kamu dipecat ya kamu inisiatif dong, cari kerja kek. Ini kamu malah sibuk melamun di rumah.” Davina terus saja mengomeliku, setelah tahu aku dipecat dan jatuh miskin.“Kamu sabar dulu kenapa, baru beberapa hari aku dipecat, kamu sudah ngomel-ngomel begitu. Kamu bisa nggak jangan berisik sehari saja. Aku ini sedang mikir, aku pusing, Davina!” sarkasku.“Jangan cuma mikir, Mas. Lihat aku ini, aku sedang hamil anak kamu. Tentu saja kita butuh biaya besar buat persalinan ku. Sementara kamu, kamu malah asyik-asyikan melamun seperti itu,” tukasnya.Aku menutup kedua telingaku, Davina sudah seperti Mak Lampir.Karena aku mengacuhkannya, Davina pun mulai bosan mengome
Baca selengkapnya

Bab 85 Gengsi

(POV Rendi)“Ya sudah kalau begitu, terima kasih ya, Bu. Saya akan kesana sekarang,” ucapku kepada penjual es kelapa muda tersebut.“Sama-sama, Mas. Semoga diterima ya, Mas,” sahutnya.Aku mengangguk, kemudian membayar es kelapa tersebut.Aku kembali menyetop angkutan umum, untuk menuju ke perusahaan yang disebutkan ibu-ibu penjual es tadi.Sesampainya di depan gedung besar yang dituju, aku langsung turun dan menghampiri satpam yang berjaga di depan.“Selamat siang, Pak. Mohon maaf, saya mendapat informasi dari seseorang, bahwa di perusahaan ini sedang membuka lowongan kerja. Apa itu benar?” tanyaku.“Benar, silahkan masuk, Pak, biar saya antar menuju HRD,” jawabnya.Satpam itu mulai berjalan menuju kantor HRD. Aku dengan semangat mengikutinya dari belakang.“Nah, sudah sampai, Pak. Silahkan masuk!” ujarnya.“Terima kasih banyak, Pak. Ya sudah saya mau masuk,” ucapku.Satpam itu segera pergi ke tempat dia berjaga. Sementara aku mengumpulkan semangat dan bersiap untuk mengetuk pintu ka
Baca selengkapnya

Bab 86 Pindah Rumah

(POV Rendi)Sekitar empat hari kemudian, Bams menghubungiku dan memberitahu bahwa ada calon pembeli yang ingin melihat-lihat rumahku. Dengan semangat aku langsung menyetujuinya. Rencananya hari ini juga Bams dan calon pembeli rumahku akan datang kesini.Setelah menunggu sekitar dua jam. Aku melihat mobil mewah masuk ke dalam pekarangan rumahku.“Rendi, maaf sudah membuat kamu menunggu. Kenalkan ini Pak Ogah yang mau melihat-lihat rumah kamu,” ujar Bams yang baru saja datang.“Saya Rendi, senang bertemu dengan anda. Kalau mau langsung melihat rumah saya, silahkan, Pak. Rumah saya masih dalam keadaan bagus, gaya modern dan lumayan besar dibandingkan rumah-rumah lainnya di tempat ini,” imbuhku.Aku memandu pak Ogah melihat keadaan rumahku. Setelah sekitar setengah jam melihat semua ruangan, halaman depan, dan halaman belakang. Kami pun duduk di ruang tamu.“Jadi bagaimana, Pak Ogah? Apakah Bapak tertarik dengan rumah ini?” tanyaku.Pak Ogah mengangguk sambil memainkan jenggotnya.“Ya, sa
Baca selengkapnya

Bab 87 Keluar Kota

(POV Mona)Aku harus cepat-cepat pergi dari rumah mas Rendi. Aku takut jika ketahuan mereka, kalau aku yang mengambil semua uangnya.Aku melakukan hal seperti ini, karena aku butuh uang-uang ini. Aku cinta sama mas Rendi, tapi aku lebih butuh uangnya.Apalagi sebentar lagi Davina akan memiliki anak, otomatis semua perhatian dan biaya dari mas Rendi akan lebih condong kepadanya. Aku sakit hati, kenapa mas Rendi tak kunjung mau menikahiku, dia malah sibuk dengan kehamilan istrinya. Sementara aku, hanya dijadikan pembantu olehnya. Cinta macam apa ini? Jika ditanya dulu siapa yang pernah membuat Davina sakit perut seharian? Maka akulah orangnya, ya, akulah pelakunya. Walaupun Davina tidak pernah berbuat kasar ataupun galak selama aku bekerja, tapi tetap saja aku benci kepadanya, karena perhatian mas Rendi harus terbagi.Aku segera memesan tiket bus, pergi dari kota ini, sejauh-jauhnya. Tak ada waktu membawa barang-barangku yang masih berada di kontrakan ku, tapi tidak apa-apa, masih ada u
Baca selengkapnya

Bab 88 Ganti Rugi

(POV Davina)“Vin … kok uang buat modal nggak ada. Apa kamu yang ambil?” tanya mas Rendi mendekatiku di dapur, saat aku sedang sibuk memasak.“Uang? Bahkan aku nggak tahu kamu menyimpannya dimana. Coba cari yang benar, siapa tahu kamu lupa menyimpannya,” jawabku tanpa menoleh ke arahnya.Mas Rendi kembali ke dalam kamar, namun selang beberapa menit dia kembali lagi ke dapur.“Nggak ada, Vin … aduh, kemana ya uang-uang itu?” imbuh mas Rendi.Aku yang sedang membolak-balik nasi goreng di wajan, sontak menghentikan gerakan tanganku dan mematikan kompornya.Aku berbalik ke arah mas Rendi. “Kamu kenapa?” tanya mas Rendi.Tanpa menjawab pertanyaannya, aku melangkah pergi ke kamar Mona. Entah kenapa aku malah curiga dengan Mona, karena disaat Mona tidak tahu kemana, uang kami pun raib tanpa sebab.Mas Rendi berjalan mengikutiku menuju kamar Mona.Kini kami berdua berada di dalam kamar Mona yang tidak dikunci.“Kenapa kita masuk ke kamar Mona?” tanya mas Rendi.Lagi-lagi aku tak menjawab per
Baca selengkapnya

Bab 89 Ambruk

(POV Jona)“Kamu sudah siap, sayang?” bisik ibu yang duduk di belakangku bersama Tante Tia.“Ya!” sahutku singkat.Hari ini mungkin adalah hari kebahagiaan ibu. Namun justru akan menjadi awal kehancuran hatiku.Seharusnya Risa yang duduk di sampingku saat aku menjabat tangan penghulu, bukan Adya.“Kamu jangan murung begitu, malu dilihat orang, Jona. Senyum dong, sayang. Ibu yakin kamu akan bahagia dengan pilihan Ibu. Karena tidak ada seorang Ibu yang menginginkan anaknya tidak bahagia,” bisik ibu lagi.Aku menghela nafas kasar. Antara berat hati, sedih, sakit dan pasrah bercampur menjadi satu. Aku bagaikan terkurung di dalam sangkar, aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Sejatinya seorang lelaki sudah seharusnya memperjuangkan cintanya terhadap wanita yang teramat dicintai. Namun nyatanya saat ini aku berada di dalam situasi yang sulit. Menolak pun mungkin akan membuat Ibu marah bisa jadi penyakitnya kambuh.“Aku mau ke toilet dulu,” pamitku.“Mau ngapain? Sebentar lagi acara akad nika
Baca selengkapnya

Bab 90 Surat Wasiat

(POV Jona)Entah aku harus bersedih atau justru senang, saat akhirnya Adya meninggal dunia dan itu artinya ada peluang besar untukku kembali kepada Risa. Tapi walaupun aku tidak mencintai Adya, namun ada rasa sedih saat mendengar kabar bahwa dia meninggal dunia. Baru saja Adya merasakan kebahagiaan, namun itu hanya sesaat.Tante Tia dengan cepat membuka pintu ruang ICU, dan masuk ke dalam. Om Boni, ibu dan ayah pun menyusulnya masuk. Aku pun tak tinggal diam, aku juga ingin melihat Adya untuk yang terakhir kali.Di dalam sana, aku melihat Adya sudah ditutupi kain dari ujung kaki sampai ujung kepala. Tante Tia dengan cepat menyibak kain itu, dan seketika terlihat wajah pucat Adya dengan mata terpejam namun di bibirnya menyiratkan senyum damai.“Adya, kenapa kamu harus pergi secepat ini, Nak. Kamu harus bangun, Nak, lihat suamimu ada disini. Kamu sangat mencintainya, kan? Lihat, Nak dia ada disini berdiri menemani kamu,” ujar tante Tia menangis sesenggukan.“Mama yang sabar, ya! Lihat a
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status