All Chapters of Suami Paksaku Ternyata Konglomerat : Chapter 21 - Chapter 30

51 Chapters

21. Jangan Sampai Jatuh Cinta

"Sudahlah. Daripada terus memikirkan pria itu, kenapa kamu tidak memberitahuku mengenai usaha baru apa yang kamu rencanakan untuk di ruko itu? Dan kapan akan mulai dibuka?" tanya Abra menyela lamunanku." ... "Sebelum menjawab, aku menepuk kedua pipiku dengan keras hingga memerah agar tidak terus meratapi kemalanganku sendiri. Toh, di balik kemalangan ini, ada juga hikmah yang aku dapatkan."Kamu tahu Wak Saroh yang jualan lauk di perempatan jalan sana 'kan?""Yah, apa hubungannya dengan ini?" tanya Abra."Aku juga ingin mencoba menjual lauk seperti itu. Aku sering melihat kalau sedang beli lauk di sana, banyak ibu-ibu berseragam pegawai yang berbelanja di sana. Mumpung di sampingnya ada sekolahan, aku mau mencoba peruntungan," ungkapku mengutarakan rencana yang ada di dalam kepala.Abra menganggukkan kepala mengerti. "Boleh juga. Lauk yang kamu buat lumayan enak kok," puji Abra. "Lalu, kapan rencananya kamu akan mulai?" tanyany
last updateLast Updated : 2024-03-22
Read more

22. Isi Piring yang Berbeda

"Mau sampai kapan kalian akan memperlakukan orang tua kalian seperti ini? Apa kalian tidak kasihan pada orang tua kalian? Terutama pada ibu yang sudah lelah mengurus kalian dari kecil?" tukas bapak dengan marah.Sebagai tanggapan, aku hanya mendengus sinis. "Siapa itu kalian yang dimaksud? Sejauh yang bisa aku ingat, aku selalu dengan suka rela membantu mengurus pekerjaan rumah ini. Baru-baru ini aja sih aku memberontak. Itu pun karena taulah ya alasannya," tuturku panjang lebar. Tentu saja aku tidak melupakan sindiran dalam kalimatku."Kamu!""Apa?""Huh! Terserah kamu. Bapak capek ngomong sama kamu!" tukas Bapak seraya melenggang ke dalam rumah dengan langkah menghentak kesal.Aku tidak peduli. Setelah sosok bapak menghilang di balik pintu ruang tamu, aku segera mengalihkan perhatian pada Abra."Kamu beli apa?" tanyaku dengan antusias sembari menatap kantong plastik hitam yang tergantung di motor. "Coba tebak,"
last updateLast Updated : 2024-03-23
Read more

23. Mempersiapkan Usaha Baru

Keesokan harinya masih berlalu seperti biasa. Perdebatan antara Jemima dan ibunya pun kembali terdengar, tapi kali ini aku tidak mau tahu. Pagi-pagi sekali, aku dan Abra sudah mandi dan bersiap. Pagi ini kami memiliki rencana untuk membersihkan ruko yang telah kami sewa agar bisa segera ditempati."Kamu yakin mau bantuin aku beres-beres?" tanyaku sanksi pada Abra."Iya, memangnya kenapa? Apa kamu pikir aku tidak bisa diandalkan?" pungkas Abra dengan nada ketidakpuasan atas pertanyaanku."Bukan begitu, kamu 'kan pernah bilang kalau keluargamu adalah keluarga nomor lima terkaya di Negara ini. Jadi, aku pikir kamu tidak terbiasa melakukan pekerjaan kuli," ujarku."Kalau dulu awal-awal sih memang tidak terbiasa, tapi sekarang sudah biasa aja," timpal Abra dengan santai.Aku menganggukkan kepala mengerti. "Kalau begitu, ayo berangkat. Nanti kita cari sarapan di pinggir jalan," ucapku seraya menyelempangkan tas kecilku."Yuk!"
last updateLast Updated : 2024-03-24
Read more

24. Menghubungi Teman Lama

Begitu malam menjelang, aku berjalan mondar-mandir dengan senewen di dalam kamar. Sampai-sampai Abra yang melihat gelagatku ini menjadi risih."Kamu kenapa? Apa lagi yang mengganggu pikiranmu?" tanya Abra."Seperti yang pernah aku bilang, kalau aku berencana untuk mengajak satu teman dekatku. Tapi aku belum menghubunginya," ucapku menjelaskan."Lalu masalahnya dimana? 'Kan tinggal ditelepon aja?" tanya Abra heran. Keningnya sampai berkerut dalam." ... "Aku tidak menjawab pertanyaan Abra karena tidak tahu bagaimana menjelaskan padanya, bahwa pernikahan kami inilah yang menjadi masalahnya. Rentetan pesan dari sang teman karib yang menanyakan kondisiku beserta kebenaran berita tentang pernikahan ini telah membuatku mengabaikannya hingga hari ini. Bukan maksudku untuk menjauhinya, hanya saja pernikahanku dan Abra telah membuat emosi beberapa waktu lalu itu amat berantakan."Jangan terlalu banyak berpikir. Ajak tinggal ajak. Kalau
last updateLast Updated : 2024-03-25
Read more

25. Tantrum

Keesokan harinya aku masih menjalani hari seperti biasa. Aku dan Abra bangun pagi-pagi dengan niat untuk melanjutkan pekerjaan yang tersisa kemarin. Agenda hari ini adalah memindahkan isi kios kecilku itu ke ruko yang "Apa yang kamu lakukan? Kamu mau bawa kemana semua barang-barang dagangan ini?" tanya ibu tiriku dengan intonasi suara yang hampir terdengar menjerit."Mau dibawa kemanapun, terserah aku dong," timpalku dengan nada masa bodoh."Nggak bisa gitulah!" tukas ibu tiriku tidak terima.Alisku lantas terangkat tinggi. "Loh, kenapa tidak bisa? Semua barang-barang ini aku beli dengan uangku sendiri. Otomatis barang-barang ini adalah milikku," ujarku dengan santai."Pokoknya kamu tidak boleh membawa barang-barang ini keluar dari kios walaupun hanya satu langkah!" seru ibu tiriku bersikukuh.Aku spontan menggulung mata ke atas. "Bodo amat!" seruku tidak peduli.Karena tidak ingin terus meladeni ibu tiriku ini, aku ter
last updateLast Updated : 2024-03-26
Read more

26. Kalimat Tamparan

Hari demi hari berlalu dengan kesibukan yang tiada habisnya. Begitu meja dan sekat ruangan yang telah kami pesan pada tukang kayu telah selesai dikerjakan, kami pun segera menempatkannya di posisi yang telah kami rencanakan sebelumnya.Segala kulkas dan berbagai macam keperluan dapur juga telah tersedia. Sisa barang-barang yang aku bawa dari kios juga telah terjual setengahnya.Sambil berdiri tepat di tengah-tengah ruangan, aku memandang dengan puas pada segala macam pengaturan yang telah kami buat. Sebuah harapan baru akan tempat ini pun menelusup di dalam hati."Alhamdulillah. Akhirnya siap juga!" seruku dari balik nafas yang membuncah naik turun tak karuan setelah lelah bekerja. "Gimana? Kamu sudah puas dengan pengaturan ini?" tanya Abra yang berdiri di sampingku. Nafasnya tidak kalah memburu."Sangat puas!" jawabku dengan mantap. Ada senyum sumringah yang tidak kunjung pupus dari wajahku."Lalu kapan rencananya mau dibuka?"
last updateLast Updated : 2024-03-27
Read more

27. Kalimat Berdetak Diam-Diam

"Aku tidak sabar menunggu hari esok. Aku ingin melihat bagaimana pria brengsek itu memperlakukan Jemima," gumamku menggerutu."Katanya kamu udah move on?" ledek Abra yang seketika mengundang mataku untuk langsung melemparkan delikan sinis padanya."Ya emang. Tapi kan aku tetap perlu mengetahui apa yang membuatku kalah dari Jemima di mata pria itu. Apakah benar karena aku tidak terlalu bisa merawat diri? Tidak seperti Jemima yang senantiasa memberikan banyak perhatian pada penampilannya dari ujung kaki hingga ujung kepala?" ujarku sambil menggeram. Melalui satu-satunya cermin yang ada di dalam kamar, aku memandang pantulan seorang wanita muda berparas biasa saja. Dengan rambut sebahu berwarna hitam pekat, kulit sawo matang, mata belo, bibir tipis, dan hidung yang tak seberapa mancung. Sama sekali tidak ada keistimewaan yang terlihat dari wajah oval itu.Bukannya aku bermaksud untuk tidak mensyukuri karunia Tuhan padaku. Akan tetapi, ketika rasa r
last updateLast Updated : 2024-03-28
Read more

28. Kedatangan Mas Damar

Aku membolak-balik tubuhku dengan tidak nyaman seperti ikan dalam penggorengan. Terbaring di tempat tidur sempit yang sama dengan pria yang membuat jantung berdebar tetapi tidak bisa disalurkan ini cukup membuat frustrasi. "Kamu bolak-balik terus dari tadi. Aku jadi nggak bisa tidur nih. Apa lagi sih yang kamu pikirkan?" tanya Abra dengan mata yang tetap terpejam.Aku yang berbaring miring menghadap ke arahnya tidak langsung memberi jawaban. Sebab, wajah tertidur Abra lebih banyak menyita perhatianku. Seandainya kumis dan janggut lebat itu dihilangkan dari wajahnya, bagaimana kiranya penampilan pria ini?'Dia pasti tampan. Matanya saja mempesona begitu!' batinku pada diri sendiri."Kenapa? Kamu masih memikirkan si Damar itu?" tanya Abra lagi seraya membuka matanya. Mungkin karena aku yang tidak kunjung memberikan ucapan balasan."Abra, kamu pernah jatuh cinta, nggak?" tanyaku mengabaikan pertanyaan yang pria ini ajukan lebih dulu.
last updateLast Updated : 2024-03-29
Read more

29. Kedatangan Mas Damar (2)

"Mil, kenapa kamu berdiri diam aja di situ? Bikin minuman buat Mas Damar kek sana!" perintah Jemima dengan nada bossy-nya.Mataku spontan menggulung ke atas saat mendengar kalimat perintah ini. "Idih, siapa kamu nyuruh-nyuruh. Tamumu ya kamu urus sendirilah," ujarku sambil menunjukkan wajah mencibir sinis. Penolakan keras yang aku lakukan seketika membuat Jemima menatapku dengan garang. Namun, apa peduliku? Aku justru membalas tatapan matanya dengan sorot acuh tak acuh."Tsk. Kamu mau minum apa, Mas?" tanya Jemima pada akhirnya."Apa saja," jawab Mas Damar yang masih tampak pias. Nada suaranya terdengar begitu kikuk.Adapun Jemima, walau ekspresi wajahnya masih menunjukkan keengganan, dia tetap bangkit dari tempat duduknya. Dengan langkah menghentak berat yang disengaja, Jemima berjalan ke ruangan dalam.Sementara menunggu Jemima yang pergi membuat minuman untuk Mas Damar, aku dan Abra mengambil tempat duduk di sofa yang tepat b
last updateLast Updated : 2024-03-30
Read more

30. Pembicaraan Soal Mahar

"Hah? Berapa?!"Reaksi keterkejutan Mas Damar ini membuat wajah ibu tiriku seketika keruh. Sorot mata penuh ketidaksenangan seperti yang selalu dia pancarkan tatkala melihatku dan Abra juga kini di arahkan dengan terang-terangan pada Mas Damar."70 juta!" jawab ibu tiriku mengulang nominal yang dia sebutkan sebelumnya dengan tegas."I ... Itu ... Mohon maaf, Bu. Tetapi apakah nominal ini tidak terlalu banyak? Apakah tidak bisa dikurangi?" tanya Mas Damar lirih.Ibu tiriku spontan mendelik tidak ramah. "Dikurangi? Kamu tidak tahu berapa banyak biaya yang telah kami keluarkan untuk membesarkan Jemima seorang? Mahar 70 juta ini bahkan masih terlalu sedikit. Belum lagi kamu harus memberi kompensasi pada kami atas apa yang telah kamu lakukan. Benar kata Kamilia, gara-gara kamu, nama baik keluarga ini jadi rusak!" pungkas ibu tiriku dengan sewot.Aku dan Abra yang duduk sebagai pengamat pun diam-diam saling lirik penuh arti melalui sudut mata.
last updateLast Updated : 2024-03-31
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status